26 April 2010

Siapkah Berpoligami ?

Obrolan menjelang subuh tadi masih berkutat di soal laki-laki dan perempuan, walau sudah bukan urusan selingkuh seperti malam-malam sebelumnya. Seorang teman bertanya tentang status istri kedua. Aku pun bertanya tentang status dan motivasinya, aman, gawat atau remang-remang..?

Menurutnya ini aman, karena akan dinikah resmi dan yang akan melamar justru istrinya. Latar belakang kenapa sampai harus menikah lagi ternyata urusan kesehatan. Istrinya sudah tidak memungkinkan kondisinya sehingga menganjurkan suaminya untuk menikah daripada salah jalan. Bila benar begitu, benar-benar seorang ahli surga tuh sang istri. Jarang sekali bisa ditemukan manusia seperti ini di saat ini.

Aku pun melanjutkan pertanyaan tentang sang suami. Bisakah dia menjadi adil di antara kedua istrinya. Karena sudah watak manusia menyukai barang yang lebih baru. Mungkin saat ini dia bisa berpikir dan meyakinkan istrinya kalo dia bisa berlaku adil. Tapi bila waktu berjalan dan suami telah merasakan perbedaan kualitas pelayanan, apakah pemikiran suami itu tidak akan berubah. Dan bisakah sang istri pertama tetap menerima bila itu terjadi...?

Kemudian adalah soal temanku sendiri. Rasa ke calon suaminya sudah ada namun ragu untuk melangkah. Salah satu sumber keraguannya adalah pandangan masyarakat akan status istri kedua. Masyarakat kita memang cenderung sinis ke salah satu status yang sebenarnya tidak haram itu. Tapi aku tekankan ke temanku, bahwa mengikuti kata orang banyak tak akan pernah ada sempurnanya. Lebih baik mengikuti kata hati.

Apalagi ketika perasaan sudah berkata, logika biasanya tidak berjalan normal. Aku pun tanyakan tentang persiapan mentalnya. Bisakah dia mengimbangi istri pertama yang pasti lebih tahu seluk beluk pribadi suaminya. Bisakah dia menahan rasa cemburu saat giliran jatuh ke istri pertama. Sudah adakah antisipasi bila terus menerus menahan rasa sampai suatu saat terakumulasi.

Mengingat motivasi pernikahan itu adalah masalah kesehatan dan menginginkan anak. Ketika bisa memberikan anak, apakah suaminya bisa tetap seimbang dalam memberikan perhatian antara kedua istrinya. Seperti aku katakan di atas, manusia cenderung lebih suka barang baru dan melupakan yang lama.

Resiko kedua adalah bila ternyata tidak bisa memberikan anak. Apa tertutup kemungkinan si suami kecewa atau minta untuk menikah lagi. Dan siapkah berbagi hati dengan istri barunya nanti..?

Temanku mengeluh, "dimintai pendapat malah bikin orang bingung.."

Maaf teman...
Aku cuma bisa memberikan gambaran atas kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Langkah apa yang mau diambil ya silakan putuskan sendiri. Aku tetap pada prinsip, membuat baju sebaiknya jangan mengukur di badan orang lain. Meminta pandangan teman tentang bahan yang awet, model yang bagus dan sebagainya boleh-boleh. Tapi ketika akan dijahit, ukurlah kemampuan diri sendiri. Untuk saat ini dan ke depannya nanti.

Maaf bila aku tuliskan sebagian disini. Siapa tahu ada pandangan dari teman-teman lain yang bisa membantumu untuk tambah bingung. Cari pandangan sebanyak mungkin, pikirkan mana yang paling tepat, gabungkan dengan pemikiran pribadi. Putuskan dan bertanggungjawablah atas nama diri sendiri.

Mari kita berbagi, teman...

Gambar nemu di Google

2 comments:

  1. ketika ditanya begitu pasti tak ada yang siap,
    entah ketika kenyataan terpampang dan harus dihadapi
    tapi semoga ajah nggak T.T

    BalasHapus
  2. Hehehe rata-rata memang berpikir lama untuk urusan ini. Cuma keputusan akhirnya suka dilemparkan ke takdir, Inge...

    BalasHapus

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena