Pulang kampung
Sesuatu yang ngangenin sekaligus nyebelin.
Ngangenin, karena dengan itu kita bisa berjumpa dengan sanak saudara, teman lama dan suasana kampung yang menyejukan hati. Nyebelin, karena ada semacam pemeo, bahwa perantau tidak akan pulang sebelum sukses. Berani pulang kampung suka diartikan sebagai orang yang sudah sukses di kota. Yang pada akhirnya sering membuat kita lepas kontrol atas keuangan. Sampai suka disebut menampung hujan setahun habis menguap kena panas sehari. Makanya klop sudah, bila pemeo warga kampung ini bertemu dengan sindrom pulang kampung yang dialami perantau itu sendiri.
Apalagi bila pulang kampungnya ke negara yang berjudul Cilacap. Jalanan Cilacap yang aduhai, mengharuskan kita menambah anggaran untuk pijat boyok dan antisipasi ancaman turun berok. Belum lagi biaya ke bengkel yang tak pernah bisa dihindari. Selalu ada saja masalah di jalanan, entah itu pelek penyok, dop ilang, pecah ban atau sekedar kempes di tengah bulak sawah. Untuk mudik kali ini, memang tidak ada gangguan ban. Tapi bagian bawah pintu kiri digrafir dengan indahnya dan harus dikenteng.
Tapi semua hal yang tak enak itu tak pernah ada artinya dengan kebahagiaan yang didapat. Makanan kampung, kenangan masa kecil, semilir angin bebas polusi, bisa menjadi pengobat segala penat. Walau memang sudah begitu banyak perubahan yang terjadi. Sudah tak ada lagi anak-anak gembala duduk di punggung kerbau sambil meniup suling. Yang masih terlihat bersama ternak tinggal bapak-bapak tua, sementara anak mudanya sibuk bersmsria di atas sepeda motor.
Begitu melihat sawah menguning siap panen, hati juga mendadak damai. Berarti dalam waktu dekat bakal dapat kiriman beras dari mbahnya Citra. Bersyukur banget bila pulang ga pas lagi panen. Minimal Citra tak harus kegatelan, karena halaman rumah mbahnya penuh gabah. Yang paling penting, aku ga harus kerja paksa angkat junjung karung dan jemur padi. Menantu durhaka...
Memang durhaka. Dimana-mana orang pulang selalu bawa oleh-oleh. Ini malah kebalikannya. Kalo mudik bagasi kosong melompong. Begitu balik, seisi pasar induk sayuran diangkut semua. Kapan mulai kepikiran membalas budi ke orang tua. Dari anak-anak sampe tua bisanya cuma meminta. Apalagi sekarang, Citra kangen mbahnya selalu jadi alasan.
Tapi harus siap-siap neh. Besok tua pasti digituin sama anak cucu. Makanya mumpung masih ada kesempatan, puas-puasin angkut-angkut.
Hahaha payah...