06 Mei 2011

Mess

Walau mess termasuk fasilitas standar buat karyawan penempatan, namun sekian bulan disini begitu banyak liku-liku yang aku alami. Dimulai ketika pertama kali datang ke site, ternyata tidak ada persiapan sama sekali dari HRD atau General Affairs setempat. Padahal rencana kedatanganku sudah diinformasikan oleh HRD Jakarta beberapa hari sebelumnya. Untungnya aku sudah terbiasa apa adanya dan kemana-mana matras selalu tergantung di ransel.

Seminggu tidur di ruang kantor beralas matras, akhirnya aku dapat kamar baru dengan kasur pegas dan berAC. Biar kamar mandinya di luar dan listriknya sering mati kalo AC dinyalakan, tapi buatku itu teramat istimewa untuk ukuran hidup di tengah hutan begini. Apalagi kamar itu aku pergunakan sendiri sementara kamar-kamar yang lain ditempati 4 orang.

Kemudian datang ibu wakil direktur baru dari Jakarta yang akan tinggal di site. Karena tak mungkin disatukan dengan karyawan lain yang semuanya bergagang, akhirnya kamarku yang digusur dan aku bergabung dengan yang lain. Itupun masih lumayan biarpun harus tidur pakai ekstra bed. Namun kedatangan si ibu terus diikuti oleh kiriman karyawan-karyawan lain sementara jumlah kamar tidak ditambah. Hasilnya karyawan harus tidur bertumpuk-tumpuk seperti jemuran ikan asin karena satu kamar dihuni sampai delapan orang.

Itupun masih ditambah dengan 2 orang lagi yang aku bawa dari Jakarta untuk memperkuat pasukan IT membangun sistem. Masih agak untung juga, karena timku terbiasa kerja malam daripada siang hari yang bising. Jadinya mereka harus membalik jam kerja bagaikan kalong yang baru bisa beranjak tidur ketika orang lain bangun. Sementara waktu memang bisa disiasati begitu walau lama-lama bete juga. Karena kalo jam 3 pagi sudah terasa ngantuk, tetap saja harus menunggu jam 5 apa jam 6 sampai ada yang bangun. Untuk kedua temanku yang kerjaannya full coding mungkin gak terlalu bermasalah. Buatku yang siang juga harus ke lapangan, efeknya terasa banget. Berat badan merosot drastis sampai ke angka 50 kilo dari sebelumnya 62. Bolak-balik aku ajukan permintaan mess di luar mess kantor tak juga didengar pihak manajemen.

Pertengahan bulan lalu datang informasi bahwa rombongan bos-bos dari Jakarta sebanyak 12 orang akan datang ke site dan tinggal di mess selama beberapa hari. Pihak penguasa lokal kalangkabut dan sekitar jam 8 malam aku dan pasukan diinstruksikan pindah ke rumah kontrakan. Seneng bercampur mangkel disuruh angkat kaki mendadak seperti itu. Apalagi setelah sampai di kontrakan, kondisinya tidak ada perabotan sama sekali plus bak mandi kosong dengan kran tidak mengalir. Dari kantor bilang aku bisa belanja pakai uang sendiri dulu dan nota-notanya akan diganti. Walau posisinya agak di kota, tetap saja toko sudah pada tutup karena sudah terlalu malam. Memang kontrakan itu sebelumnya dipakai oleh pejabat perusahaan. Tapi karena beliau harus pindah kontrakan, segala perabotan yang ada dibawa serta. Jadinya malam itu, kita bertiga tidur di lantai.

Paginya aku dan teman-teman melengkapi kebutuhan standar seperti piring gelas, dispenser dan sebagainya. Baru bisa bernafas lega punya tempat istirahat ekslusif plus tidak lagi di tengah hutan, datang ibu pemilik kontrakan nagih pembayaran. Alasanku hanya disuruh perusahaan dan baru datang semalam tidak bisa ditoleransi oleh pemilik rumah. Pokoknya kalo tidak dibayar saat itu, rumah akan dikunci. Karena saat itu sudah tanggal 15 sementara pembayaran seharusnya tanggal 5. Ndilalah nelpon pejabat-pejabat perusahaan tidak ada yang nyambung, mereka sedang ke lapangan semua mengikuti peninjauan big bos Jakarta beserta rombongan, sehingga tidak dapat sinyal.

Tak enak jadi tontonan warga sekitar bersitegang dengan pemilik rumah, aku putuskan untuk membayar sendiri dulu tagihan si ibu. Payahnya uang dalam dompet sudah demikian tipis setelah belanja perabotan. Kita bertiga harus iuran sampai ke uang recehan biar rumah tak jadi dikunci si ibu.

Sedang kebingungan uang ludes sementara dispenser belum terbeli galonnya, penguasa keuangan Jakarta nelpon dan ngomel-ngomel kenapa cari kontrakan tanpa acc pihak keuangan terlebih dulu. Si "kehed" bilang ga mau tahu segala pengeluaran uang pribadi kita dan pokoknya harus kembali ke mess PLTU. Aku nelpon ke pejabat yang semalam ngusir dan kasih perintah belanja, dia malah ambil langkah aman sendiri. Brengsek...

Jengkel bukan kepalang, dengan berat hati aku nelpon istri untuk menyiapkan 3 tiket pulang. Dari hp aku kirim email ke pihak manajemen, dengan senang hati saya dan tim tidak bisa meneruskan pekerjaan...

Kisah selanjutnya tetap seperti yang sudah-sudah. Bos yang lain datang dan menawarkan kebaikan agar aku tidak kabur dari Kalimantan. Saat itu soal mess memang bisa setengah terselesaikan. Tapi aku ga menjamin bulan selanjutnya tidak ada masalah lagi.

Ternyata begini rasanya kerja di perusahaan gede tapi pake manajemen toko. Karyawan pengen kerja tenang saja selalu dipersulit oleh masalah-masalah sepele dan yang tidak ada sangkutpautnya dengan pekerjaan. Tapi sudahlah. Aku harus bisa segera selesaikan misi agar bisa damai meninggalkan perusahaan ini. Anggap saja semua penganiayaan ini sebagai ujian sebelum bisa sukses di jalan lain.

Berakit-rakit ke hulu
Berenang-renang ke tepian
Bersakit sakit nu keur ngajuru
Bersenang-senang nu keru kikituan...
*maap buat yang roaming...

4 comments:

  1. beh...berat juga... klo bos2 datang..merepotkan...jd kyk anggota dpr yg jalan2 aja

    BalasHapus
  2. Yang jelas di gambar kamar messnya lebih teratur dan bersih dari kamar saya mas... hihihihihi

    BalasHapus
  3. di hutan kalimantan kirain tidurnya di atas pohon malah enak pake kasur segala ya. tapi soal gretak mau pulang itu kelihatannya oke buat minta kenaikan gaji

    BalasHapus
  4. Wah, lumayan menarik nih disimak kisahnya mas Rawins..

    harus benar2 mau resign dl baru bisa diperhatikan,,ribet bgt ya...

    BalasHapus

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena