01 Mei 2011

Keseimbangan

Ada seorang teman yang benar-benar berkarakter setia. Saking konsisten dengan prinsip hidupnya, sampai-sampai keluhan dia dari dulu sampai sekarang tak pernah berubah. Mumet dengan problem rahasia, tapi tak mampu untuk berbuat apa-apa terkekang oleh aturan klise. Hanya dengan status teman, aku tak pernah bisa ikut campur dengan persoalan pribadinya. Namun karena status teman pula, aku berusaha menjadi pendengar setia yang hanya bisa mengajaknya bergurau agar bebannya bisa sedikit terlupakan.

Memendam masalah rahasia yang mungkin menyangkut aib pribadi atau seseorang memang bagus. Tak berani ngambek saat emosi memuncak dengan alasan dia seorang manusia santun juga perlu diacungkan jempol. Namun bagaimanapun juga, manusia terlahir dengan dua sisi yang berbeda. Selalu ada sisi terang dan gelap dalam dirinya yang takan pernah bisa hilang selama hayat dikandung badan. Adanya sisi gelap bukanlah sebuah kekurangan dari makhluk bernama manusia, melainkan pertanda bahwa manusia memang sempurna.

Dua sisi yang bertolakbelakang merupakan sarana agar hidup bisa berjalan seimbang. Manusia yang baik bukanlah manusia yang bisa menghapus bagian gelap dari dirinya, tapi yang mampu menyeimbangkan keduanya. Mampu menempatkan keduanya di tempatnya masing-masing secara tepat. Berusaha menghapus total sisi gelap hanya akan membuat keseimbangan terganggu dan wajar bila jalan kehidupannya lama-lama akan miring. Orang yang mengatakan dirinya 100% bersih menurutku hanya orang munafik yang tak mau jujur kepada diri sendiri.

Bagaimana bisa baik kalo kita memelihara keburukan..?
Sekali lagi bukan memelihara, tapi menempatkan di tempat yang tepat. Contoh mudahnya temanku itu. Dia seringkali merasa tak mampu menahan gejolak emosi, namun tak berani misuh hanya karena merasa dirinya orang santun. Buatku misuh merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perjalanan hidup. Tak sopan mungkin benar bila kita misuh didepan orang tertentu. Namun siapa peduli bila kita berteriak di pantai atau tengah hutan. Masih adakah yang mengecap kita sebagai orang tak sopan..?

Menyimpan masalah rahasia memang baik sekali. Menceritakan rahasia diri kepada orang lain bisa dianggap tercela karena membuka bangkai  di luar kandang. Namun kapasitas memori manusia sangat terbatas untuk menampung semuanya. Bila otak itu diibaratkan bendungan yang diserang banjir bandang, pilihan kita hanya dua macam. Membiarkan bendungan itu runtuh total atau kita merusak sedikit pintu airnya agar banjir bisa mengalir dan beban berkurang. Tak perlulah terlalu idealis tak ingin orang lain tahu kejelekan kita. Karena toh semua manusia juga punya aib masing-masing walau berbeda kapasitas masalahnya.

Bagaimanapun juga segala hal butuh pelampiasan. Aliran air kehidupan tak boleh tersumbat. Apalagi saat mendapatkan banjir lahar dingin penuh material vulkanik. Berusaha bertahan dalam ego demi menjaga imej hanya akan membuat air keruh bertahan lebih lama. Kalau sudah begitu, kapan sungai kita bisa segera jernih dan ikan bisa kembali berenang-renang dengan damai..? Itupun kalo memang mampu bertahan. Kalo tidak..???

Selalu ada jalan untuk semua masalah. Ketika semua pilihan terasa buruk, disitulah kita harus berani berspekulasi dengan memperhitungan resiko paling minim di akhirnya. Sekali lagi, hasil akhirnya di masa depan secara jangka panjang. Bukan yang terasa dalam jangka pendek saat kita akan mengambil keputusan.

Disaat genting, meninggalkan norma bukanlah sebuah kesalahan. Agama yang katanya ketat aturan saja banyak pengecualiannya. Kita saja diijinkan makan barang haram bila sudah kepepet tak ada jalan lain. Hukum negara dalam KUHP saja tak bisa mempidanakan perbuatan melukai orang lain bila itu masuk kategori nodweer.

Namun ini hanya sebuah cerita tentang pendapat pribadi dan bukan sumbang saran. Karena kita tak pernah bisa membuatkan baju untuk orang lain dengan mengukurnya di badan sendiri. Pilihan tetap ada dalam dirimu. Mau bertahan dan mempertahankan kekeruhan hidup, atau merusak sedikit bagian hidup agar bisa segera jernih hati dan jalan pikiran.

Santai saja teman...
Aku yang ga sopan juga tetap punya banyak teman baik-baik dan jarang yang menjauh. Aku sering misuh atau ngomong jorok di blog ketika banyak masalah. Namun karena dengan itu aku bisa melonggarkan pikiran dan bisa merasa lebih baik di alam nyata, aku enjoy aja.

Seperti ketika sebuah masalah rutin datang mendesak
Daripada hidupku rusak secara besar-besaran
Aku pilih melanggar norma masyarakat
Di kamar mandi...



Kutulis ini untuk temanku...
Semut-semut kecil di belantara sana...
Manusia adalah sempurna dalam keseimbangan, teman...



4 comments:

  1. makasih sudah mau menjadi pendengar setiaku :-)
    makasih juga untuk tulisannya..
    akan aku simpan ini dengan baik..

    salam hangat untukmu, Raw...

    BalasHapus
  2. Pada dasarnya bila berniat sungguh2 perbaiki diri Insya Allah bisa tenang. Tapi memang gak mudah. Makanya manusia saling membantu, tapi bener akhirnya tergantung pada manusianya sendiri...

    BalasHapus
  3. "Karena kita tak pernah bisa membuatkan baju untuk orang lain dengan mengukurnya di badan sendiri."..gue setuju..penuh makna (halahh) :D

    BalasHapus
  4. tapi teman, bukankah kesempurnaan hanyalah milik Tuhan semata ?

    BalasHapus

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena