19 Maret 2011

Lowongan Kerja di Tambang Batu Bara

Pembangunan Indonesia Raya yang tidak merata sedikit banyak berimbas ke masalah SDM dan pola pikirnya. Apalagi saat kita di pedalaman, semua itu terasa banget. Walau dari segi politik mereka jago, pembinaan mental dan ketrampilan yang aku lakukan berjalan relatif lambat. Tidak semuanya sih, namun sebagian yang aku temukan disana menyatakan seperti itu.

Sebagai contoh saat aku lihat pengelolaan gaji karyawan masih menggunakan cara manual. Sehingga untuk menghitung rekap absensi, lembur dan pernak-perniknya harus dilakukan oleh 5 orang staf. Disebut manual tuh bukan berarti total masih pakai kertas dan bolpen. Memang sudah menggunakan komputer dan excel, tapi cuma untuk ngetik doang. Saat ada perhitungan, tidak digunakan rumus. Melainkan ambil kertas dan kalkulator untuk menghitung, lalu hasilnya diketikan di excel.

Kemudian aku ajari cara menghitung dengan rumus dan tinggal dikopi ke baris selanjutnya. Hasilnya pekerjaan hari itu selesai lebih cepat dari biasanya. Tapi besoknya aku ditegur atasan mereka karena pekerjaan di kemudian hari ancur-ancuran. Aku investigasi ke yang bersangkutan. Ternyata rumus yang aku ajarkan kemarin itu mereka kopi kopikan ke semua pekerjaan mereka, tak peduli apapun kasusnya.

Pelan-pelan aku latih mereka walau progresnya memang teramat lambat. Kemudian aku coba mencari tau kenapa bisa SDM semacam itu masuk jadi karyawan. Ternyata budaya titip menitip dan pemaksaan yang jadi latar belakangnya. Awalnya, penduduk setempat yang punya lahan di sekitar tambang demo dan meminta lahan mereka dibeli oleh perusahaan. Setelah mereka tak punya kebun, mereka demo lagi minta dipekerjakan di perusahaan. Memang mereka dipekerjakan di bagian yang tidak terlalu penting seperti security, staf atau bagian lapangan. Tapi ketrampilan yang pas-pasan membuat jumlah orangnya jadi menggembung. Seperti pekerjaan rekap absensi yang selama ini dikerjakan 5 orang, ternyata bisa aku selesaikan hanya dibantu satu orang. Itupun aku jadikan sambilan, bukan hanya mengerjakan itu doang selama sebulan.

Gerakan perlahanku ternyata tidak membuat orang-orang manajemen mau bersabar dan memutuskan untuk mengganti beberapa posisi staf dengan orang dari Jakarta. Yang salah aku juga. Pernah kasih pernyataan, daripada bayar 5 orang lokal masing-masing 2 jutaan, mendingan bayar tenaga setengah ahli dari Jawa dengan gaji 6 juta. Masih nyisa 4 juta kan..?

Jadi...
Untuk yang berminat kerja sebagai staf administrasi di workshop tambang batu bara dengan lokasi di Tamianglayang Barito Timur Kalteng, silakan kirim lamaran dan riwayat hidup ke xxxx, Jakarta 10160.

Syaratnya, mau kerja di lokasi yang setengah ekstrim. Di kantor sih, tapi lingkungan sekitarnya kan tambang yang kadang super becek. Di pinggir jalan propinsi tapi di hutan juga. Dari ibukota kabupaten Bartim sekitar 15 km. Harus bisa komputer minimal office. Boleh cowok boleh cewek, diutamakan usia dibawah 30 tahun dan status single. Yang berstatus dobel, tripel atau empel boleh juga, asalkan tidak bermasalah dengan pola kerja roster, tiga bulan kerja dan 2 minggu cuti. Tiket pulang pergi saat cuti ditanggung perusahaan. Begitu juga urusan makan dan cuci sudah disediakan di mess. Kamar berAC, tapi listrik sering mati. Mandi pakai shower, tapi sering mampet kebanyakan tanah. Kalo mau yang jernih dan unlimited, nyebur aja ke sungai.

Yang pasti kerja disitu gaji bakalan utuh kecuali memang hobi jajan. Kenapa bisa boros, soalnya jajan paling-paling 10 ribu, ongkos ojeknya 50 ribu. Gaji ditransfer liwat rekening. Kalo pakai BRI, ATM terdekat di Tamianglayang 15 kilo dari site. Tapi sayang ATMnya sering kosong. Kalo pakai Mandiri harus ke Tanjung, 2 jam perjalanan. Kalo BCA, ke Banjarmasin tuh, 7 jam dari lokasi. Makanya gaji aku masukin ke rekening istri dan kalo aku butuh istri tinggal kirim pake wesel pos atau western union. Tapi selama ini, istri kirim 500 ribu perbulan selalu nyisa banyak tuh. Pengeluaranku paling-paling beli air mineral buat bekal ke tambang dan permen. Pengen pijit apa krimbat mahal, nipisin rambut dikit aja di salon ongkosnya 25 rebu. Apalagi kalo sampai babat abis.

Soal gaji dan fasilitas yang diinginkan silakan negosiasi sendiri dengan HRD saat wawancara. Disini tidak ada standar gaji yang pasti. Jadi salah nego di awal berakibat lumayan fatal dalam jenjang penghasilan berikutnya. Biar lebih jelas tentang carut marutnya perusahaan ini, baca saja jurnal-jurnal 3 bulan terakhir di blog ini semenjak aku berangkat ke Kalteng pertengahan Januari lalu.

Tapi...
Ini sekedar informasi saja. Segala sesuatu yang berkaitan dengan lamaran menjadi wewenang perusahaan. Aku tidak ikut campur sedikitpun. Kecuali pelamar cewek penampilan menarik, boleh deh lamarannya ke emailku. Jangan lupa fotonya seluruh badan dari segala posisi. Siapa tahu bisa lolos audisi untuk pilem rawins ngesot. Jadi kuntilanak...

Soal nego kerja, silakan baca disini deh...

---- update 12-7-2011
CLOSED----
Read More

Lebih Mudah Untuk Orang Lain

Banyak teman yang berpikir, saat kita bekerja di sebuah perusahaan berarti kita tinggal kerjakan apa yang perusahaan mau dan setiap bulan di gaji. Di perusahaan ini pun sepertinya bisa begitu. Tapi hasil investigasi ke teman-teman yang sudah disini bertahun-tahun, kondisi kesejahteraan cenderung stagnan dan kenaikannya landai-landai saja. Ini sempat terbaca sejak awal dan menurutku ini masalah besar. Karena aku termasuk orang yang "mbuh". Yang lebih suka kerja dengan gaji awal rendah tapi bisa sering naik, daripada gaji gede tapi sampai 2 tahun tidak ada perubahan.

Seperti ketika aku mengalah pergi ke Kalimantan dengan gaji Jakarta. Aku menolak kontrak satu tahun dan minta direvisi menjadi 3 bulan dengan status percobaan. Begitu keluar dari ruang HRD ada teman yang ngebego-begoin permintaan status percobaanku. Namun aku pikir, satu tahun terlalu lama untuk meminta kenaikan gaji yang ngepres itu. Tiga bulan itu aku anggap jalan-jalan keluar kota saja dan menurutku sangat wajar bila aku naik status dari percobaan ke kontrak aku minta kenaikan gaji.

Begitu sampai di tambang aku menemukan sebuah pekerjaan yang memang kurang pantas untuk digaji tinggi. Seminggu aku jalani itu, minggu kedua aku mulai susun sebuah proposal dan mengadakan pendekatan untuk menjual proposal itu ke manager-manager yang ada. Setiap kali ada pejabat kantor Jakarta yang datang, aku pun begitu getol minta waktu untuk menawarkan proposal. Tidak ada yang mulus, penolakan selalu ada. Bahkan sampai ada yang ngusir duluan begitu melihat aku nongol. "Jangan sekarang deh, bosen lu ngomong gituan mulu..."

Berbekal kesabaran campur mutungan, pendekatanku selama sebulan bisa menyakinkan beberapa pihak yang berkepentingan di tambang dan aku dipanggil ke Jakarta untuk presentasi. Di Jakarta pun bukan persoalan mudah. Setiap hari meeting dan meeting katanya untuk presentasi. Tapi tetap saja posisiku masih dianggap sebelah mata oleh direksi sehingga setiap meeting selalu diberi jadwal paling akhir yang selalu tidak kebagian waktu buat ngomong. Makanya ketika mendapat kesempatan bicara, presentasi pertamaku didepan direksi adalah, "Saya merasa di perusahaan ini saya bukanlah IT, tapi AT. Alias anak tiri..." 

Butuh sakit hati sampai 3 minggu melawan beberapa politik kepentingan yang merasa akan terganggu dengan pekerjaan yang aku tawarkan, sebelum akhirnya ijin prinsip aku dapatkan. Setelah itu tinggal memperjuangkan schedule dan RAB. Beres itu aku masih harus ngotot-ngototan minta dua orang programmer untuk membantu pekerjaanku berikut gaji yang layak. Akhirnya deal kedua asistenku dapat gaji 2 kali lipat dari yang aku dapatkan kemarin. Setelah kontrak mereka beres, aku menghadap direktur HRD untuk menanyakan revisi kontrak kerjaku berkaitan dengan penyesuaian gaji. Dan jawaban beliau, "Kamu kan baru kerja dua bulan. Kontrakmu baru akan habis sebulan lagi. Ya sabar dulu lah..."

Menyebalkan memang kalo inget soal kenaikan gaji yang harus tertunda itu. Lebih sebal lagi ketika mengusahakan laptop buat kerja timku nanti. Perusahaan ini memang teramat ajaib. Untuk urusan perusahaan pun harus aku yang mengejar-ngejar agar bisa dipenuhi kebutuhan alat kerja. Kok bisa-bisanya dua orang asitenku ga dikasih laptop dengan alasan mereka masih percobaan dan belum berhak dapat fasilitas. Sampai aku bego-begoin tuh menejer pekok. Emang kalo ga dikasih alat kita mau kerja pakai apa nanti. Disuruh makan gaji buta..?

Rencana keberangkatanku mundur-mundur terus sampai 4 hari hanya untuk mengurus laptop. Dua hari lalu sebenarnya sudah diputuskan untuk dapat laptop. Begitu aku lihat, eh laptop bekas. Aku ngotot lagi minta yang baru dengan spek rada tinggian untuk mereka. Kemarin laptop baru datang. Tapi cuma dua biji yang artinya aku ga dapat jatah. Tiketku sudah dipesan untuk keberangkatan hari ini. Berarti aku cuma punya waktu sampai nanti sore untuk memperjuangkan permintaan laptopku. Masa sih laptop baruku juga harus nunggu sebulan lagi bareng dengan perubahan kontrak kerja..?

Mungkin memang sebuah realita. Memperjuangkan orang lain seringkali lebih mudah daripada memperjuangkan kepentingan sendiri. Tapi tak masalah deh. Toh buatku hidup memang perlu tantangan agar lebih menarik. Seperti aku selalu tertarik melihat cewek yang tampil menantang...
Read More

13 Maret 2011

Beda Keyakinan

Perasaan tidak ada yang aneh dalam postingan sebelumnya yang berjudul Jempoler. Aku cuma cerita nemu gambar jempol di google earth trus sama temen dari suatu komunitas budaya dikomentarin. Ternyata ada orang yang sepertinya tidak suka dan menghujat lewat japri. AKu sudah sarankan agar pindah di kolom komentar agar bisa lebih terbuka dan memungkinkan orang lain urun rembug. Tapi tetap saja beliau ngoceh di saluran tertutup.

Aku sih oke-oke saja kalo memang ada yang mempermasalahkan tulisanku lalu mengajak bicara. Sejauh hanya bertukar pendapat atau wacana dan tidak debat kusir bagiku malah asik. Tapi kalo sudah ngomong kenceng trus bawa-bawa soal keyakinan, walau selalu aku layani, tetep saja bikin bete. Nanti deh kalo obrolan gak karuan ini sudah tamat, aku ceritakan apa-apa yang terjadi.

Hari gini masih bawa-bawa soal keyakinan untuk menyerang orang lain..? Udah basi banget tuh. Pemikiran boleh beda, bertukar wawasan tidaklah haram, namun urusan benar salah, kembali ke diri masing-masing dong. Perbedaan itu justru membuat hidup menjadi lebih berwarna, kenapa malah dijadikan sumber masalah..?

Contohnya ga perlu terlalu jauh.
Aku dan istri bisa hidup damai walau beda keyakinan.
Aku begitu yakin kalo aku 100% ganteng.
Dan istriku tidak pernah meyakini itu...
Hiks...
Read More

Otak Ngeres

Mentang-mentang malem minggu, semalem ibu-ibu di Mulkipli obrolannya jadi rada gak jelas. Tapi dasar ibu-ibu, kalo dah mulai gayeng malah sok jadi jaim dan mengatakan bapak-bapak yang kegatelan. Padahal suer kita mah cuman ngikutin dan ngimbangin doang. Masa temen lagi ngobrol ngalor kita sendirian ngidul, kan gak nyetel.

Urusan ngobrol nyrempet sekedar untuk bercanda dan tidak vulgar buatku sih asik-asik aja. Aku ga mau terlalu jaim atau lebih tepatnya munafik dengan bilang ga suka tapi nyatanya menjadi silent reader yang setia. Aku pernah uji coba bikin satu blog dengan judul pendidikan seks. Secara tersurat boleh dikatakan minim pengunjung karena tidak ada yang komen satu pun. Tapi dari google analitik, pengunjung perhari antara 400 sampai 600 orang dan rata-rata perorang membuka 2 - 3 halaman blog.

Aku sendiri tidak tahu kenapa orang masih saja mengatakan ngeres untuk obrolan yang mengarah kesitu. Tanpa mau menelaah terlebih dulu obrolan itu sebenarnya dari sisi edukasi, sekedar intermezzo atau benar-benar ngomong jorok. Sebagian dari kita memang sulit untuk berpikir terbuka sehingga cenderung mendustakan kenyataan yang ada pada diri kita sendiri.

Menurutku tidak semua hal yang nyerempet bisa dikatakan sebagai ngeres, karena hal semacam itu memang bawaan bayi yang tak mungkin hilang dari semua manusia yang masih bisa dikatakan normal. Tanpa perlu diajari, seorang anak manusia akan melalui proses yang hampir sama satu dengan yang lainnya. Misalnya, walau sekarang sudah jaman peterpan, tetap saja bayi akan tepuk tangan kalo ada yang nyanyi pok ame ame belalang kupu-kupu siang makan nasi kalo malam nenen ibu. Begitu agak gede, saat pelajaran menggambar dia akan menggambar dua buah gunung dengan matahari di tengahnya. Sawah dibawahnya dan tak pernah lupa selalu ada burung yang menghampiri. Tak pernah lepas dari penggambaran nenen dan burung walau persepsinya tiap orang berbeda. Sebuah sifat dasar manusia yang natural sekali.

Karena merupakan basic instinct, sesuatu yang wajarpun seringkali kita tangkap dengan ngeres. Seperti ketika aku tawar menawar dengan seorang gadis cantik. Setelah deal harganya si mbak nawarin begini, "biar aman, pakai kondom ya, mas.." Aku menolak karena menurutku ga asik. Tapi dia belum menyerah, biar ga lecet katanya. Aku ketik di pesbuk minta pendapat temen. Eh, jawabannya ngaco semua. Cuma satu yang berpikir jernih, "Kalo gratis ambil aja tar kondomnya buat aku. Biasanya kondom hp tuh bonus kalo beli hp baru, jangan mau bayar ya.."

Kasus lain adalah temanku yang malam-malam memboncengkan seorang PSK. Saat menerobos lampu merah di sebelah barat Geronimo, kebetulan ada polisi kurang kerjaan dan nguber sampai ke depan galeriku. Dengan berwibawa pak polisinya bertanya sambil komat-kamit duat-duit, "saudara tahu kesalahannya..?"

Dengan damai temanku menjawab sambil menunjuk ke belakang, "Tahu, pak. Mboncengke keple..."

Jadi soal ngeres apa tidak menurutku bukan pada apa yang kita bicarakan.
Tapi pada apa yang kita pikirkan.
Entah menurut anda..
Read More

12 Maret 2011

Ngidam Serabi

Ibu-ibu kalo lagi hamil muda memang suka seenaknya sendiri. Dengan dalih bawaan bayi, ada aja permintaan yang kadang suka aneh-aneh. Seperti jaman hamil Citra dulu, jauh-jauh dari Jogja ke Purwokerto hanya untuk beli soto Sokaraja doang. Adiknya Citra kayaknya baik banget neh, belum ada permintaan yang nyleneh. Tadi sore doang ibue bilang kepengin serabi.

Kalo cuma serabi sih aku ga bingung, karena ibue Citra sudah punya langganan di dekat Parangtritis. Banyak sih serabi lain termasuk yang di mall, tapi katanya tidak seenak yang di Parangtritis itu. Alasannya kalo yang disana masaknya masih pakai kayu bakar dan wajan dari tanah. Aroma kayu bakar itulah yang katanya membuat nikmat. Tapi ketika aku bilang beli kayu bakarnya doang tanpa serabi, eh istriku malah manyun.

Urusan antar mengantar juragan cari makanan kemana aja sebenarnya aku siap. Terutama kalo makanan itu termasuk kesukaanku juga. Makanya aku bilang untung tukang jual serabinya dekat, soalnya aku memang kurang suka serabi itu. Serabinya pakai gula Jawa jadinya manis. Sedangkan aku sejak kecil suka serabi yang asin. Citra pun kayaknya menuruni lidahku yang ga begitu suka serabi manis. Mungkin karena orangnya dah manis kali ya..?

Biar begitu aku tak pernah menolak saat ibue Citra minta diantar kemanapun. Apalagi dia sudah ga berani lagi minta apa-apa dengan alasan ngidam, semenjak aku komplen dulu. Yang aku tahu, orang ngidam tuh cuma minta-minta doang. Setelah permintaannya didapat, paling-paling cuman didumil sedikit. Lha dulu, bilang pengen duren aku bawain 3 biji, kok habis diembat sendirian. Ya jelas aku komplen. Itu ngidam apa rakus..?

Jangan minta yang aneh-aneh ya, nak...
Ayah juga paling minta serabi ibu doang...
Read More

Teroris Kecil

Masuk usia 9 bulan, Citra makin "nlithis" aja. Awalnya dia hanya bermain di wilayah bapaknya, ngacak-acak buku, hardisk atau ngulur-ulur kabel. Kadang-kadang aja gangguin ibunya yang lagi onlen dengan memencet tombol power CPU atau duduk di kibod letop.

Bosan bermain di dalam rumah, Citra mulai mencuri-curi kesempatan keluar. Dia suka sekali berdiri didepan jendela menatap keluar sambil memukul-mukul kaca kalo sudah bete tidak dibukakan pintu. Asal pintu belakang terbuka, Citra langsung nyelonong dan nglemprak di tanah cari tembukur lalu diemut. Begitu juga kalo pintu depan kelihatan terbuka, dia akan lari ke teras dan pasang aksi kalo ada orang lewat. Ini nurun dari ibue kayaknya...

Kalo cuaca kurang bersahabat dan tidak ada kesempatan keluar, dia kembali mengacak-acak isi rumah. Dan sekarang wilayah yang selama ini menjadi hak prerogatif ibunya juga dijamah. Mulai dari bongkar-bongkar keranjang baju di kamar sampai ke dapur. Apalagi sekarang dia sudah bisa membuka kulkas. Ditinggal sebentar saja, isi kulkas yang terjangkau sudah pindah ke lantai. Bolak-balik ketiban bungkusan agak berat tak pernah kapok dia. Paling-paling nangis bentar trus mulai acak-acak lagi.

Saat tidur pun masih juga cari-cari masalah. Entah kenapa nih anak, kalo tidur AC harus disetel di posisi minimal. Kalo tidak, pasti mandi keringat padahal orang lain sudah kedinginan. Misalkan tengah malem AC digedein, Citra pasti bangun dan cari-cari remote. Bukan untuk ngecilin suhu karena emang dia belum mudeng, tapi buat ngejitak kepala ibunya biar bangun dan nyuruh ngecilin AC lagi. Kalo engga diturutin, Citra ga bisa tidur dan semaleman bakalan gangguin orang.

Tapi ada baiknya juga sih.
Citra jadi bisa bobo tenang.
Dan bapaknya punya alesan untuk bilang, "dingin, bu..."

Read More

11 Maret 2011

Cerewet...

Duduk di ruang tunggu gate A6 yang tidak begitu penuh. Ademnya ruangan aku harap bisa ikut mendinginkan otak yang panas efek dari acara walk out hari ini. Lalu masuk dua orang cewek yang kemudian duduk di sebelahku.

Walau tampangnya tampak ndeso, tapi penampilan sudah ngota. Aku pikir lumayan buat temen ngobrol buang suntuk sambil nunggu boarding. Tapi belum sempat aku basa basi ngajak ngobrol, cewek yang satu nerocos kenceng banget ke temennya.

Aku ga tau ini cewek rada budeg atau memang pensiunan calo bis. Suaranya kenceng banget sampe semua orang nengok ke arahku. Udah gitu ngomongnya pake basa china lagi. Perasaan temennya ngejawab dengan lembut dalam bahasa Indonesia kadang Jawa, tapi si baju merah berambut pirang ini tetap saja menjawab pakai bahasa mbuh.

Hampir aku ngomel dalam hati dengan menyebut sebuah profesi. Untung buruan nyadar dan pilih pindah tempat duduk biar ga alergi kuping dan diliatin banyak orang dikira temennya.

Pengen eksis sih boleh, tapi kalo ganggu kuping orang, pikaseubeuleun juga. Kalo pengen orang lain tau abis dari luar negeri, kenapa engga pinjem speker resepsionis aja. Lagian ga bakalan ada yang nebak keluar negerinya buat jalan-jalan. Hihihi dasar...

Biasa aja kenapa, neng...
Gak bakalan orang akan bilang dikau orang china. Wong chinesse di sebelahku juga cuman bisa bengong dengar ocehannya. Kenapa pula musti begitu, wong aku yang lancar bahasa binatang juga ga pamer. Heheh...

Mobile Post via XPeria

Read More

Walkout...

Rada ga ngarti dengan perusahaan ini. Kalo diajak ngobrol baik-baik, susahnya minta ampun. Giliran mutung, ditelponin suruh balik. Persis kayak pas minggat dari Kalimantan kemaren.

Sapa yang ga kesel kerja di posisi yang dianaktirikan. Setiap meeting dikasih jatah pada sesi terakhir yang seringnya kebagian waktu mepet. Seperti meeting kemarin yang dah mulai sejak jam 9 pagi. Jam 8 malem baru disuruh buka makalah. Belum kelar ngomong dah ada yang nyeletuk laper. Akhirnya rapat dipindah ke Grand Indonesia sambil nyabu.

Mana enak nerangin masalah pekerjaan di depan orang makan. Makanya aku langsung protes menyatakan akan mogok makan. Bukannya ga laper, tapi emang bingung disuruh makan ikan mentah yang terhidang di meja. Sms curhat ke istri di rumah malah di oon-oonin. Nasiiib...

Karena semalem belum masuk bahasan teknis, pagi ini dilanjutin lagi. Sebelum berlanjut aku masuk ke HRD dulu minta kejelasan tentang salary dan revisi kontrak kerja. Jawabnya tetep keukeuh nanti setelah presentasi beres. Jadinya meeting hari ini pun ga jelas. Aku maunya nasibku dipastiin dulu, baru aku paparkan segala solusi menurut otakku atas semua permasalahan yang aku temukan di perusahaan. Kalo nanti revisi kontrak ga deal, kan rugi aing dong. Segala ide yang sudah dipaparkan bisa dicontek abis. Apalagi softcopynya sudah diminta.

Tidak ada titik temu, akhirnya aku pilih cabut walau harus kerampok sama si raja singa. Masa ke Jogja harus bayar 580 ribu. Biasanya juga cuman 250. Dasar...

Lebih dasar lagi, orang kantor. Udah madep mantep untuk pulang kampung, malah ditelpon suruh balik. Telanjur panas otak, sekalian aja sok jaim.

"Maap bos, dah di Cengkareng. Kalo masih minat, senen aja yak..."
"Iya. Senen pagi ya.?"
"Pagi..? Setangine deh..."
Egp...

Yah, senen harus ke berangkat lagi.
Tapedeh...

Siaran langsung dari Bandara Soetta
*jongkok depan toilet, di sebelah tong sampah


Mobile Post via XPeria

Read More

10 Maret 2011

Tertahan di Jakarta

Ini pagi kedua di Jakarta yang memaksaku untuk bangun sejak pagi-pagi sekali. Ke Jakarta yang rencananya cuma sebentar buat nego ulang dengan HRD dan ambil ongkos balik ke Borneo, malah berganti acara dengan meeting-meeting tiada akhir. Padahal aku tuh paling males dengan yang namanya rapat apalagi yang ga jelas buntutnya.

Dari pagi nonton orang rebutan pendapat. Malem balik ke mess langsung tidur. Paginya bangun gasik buka-buka hasil rapat semalem dilanjutin bikin presentasi untuk rapat pagi ini. Ini yang bikin males.

Mungkin otak ini masih kegawa kelu acara seminggu di rumah kemaren. Acaranya hampir sama sih. Meeting dan meeting juga dengan mamake tepleng sampe tengah malem dan langsung terkapar. Pagi-pagi juga bangun gasik untuk buka-buka sisa semalem. Ga pernah bangun siang walau ga pernah juga buru-buru bangkit dari tempat tidur. Aktifitas pagi paling-paling nonton Citra yang sok sibuk dan berdiri di jendela memperhatikan yang lalu lalang di depan rumah. Indah juga membayangkan cinta bila tak bisa selalu bersama.

Dah ah...
Mau lanjutin bikin powerpoint buat nanti. Yang pasti hari-hari bakal menyebalkan sampai aku bisa meninggalkan Jakarta. Negosiasi ulang aja belum kok terus-terusan meeting. Gimana kalo nego gagal dan keputusan terakhirnya aku ga balik ke Kalteng?
Mubazirun dunk...

Pagi yang sendiri di kamar yang sepi...

Mobile Post via XPeria

Read More

07 Maret 2011

Beli Tiket [mumetologi]

Saat aku harus bepergian, biasanya urusan pertiketan istrikulah andalannya. Asal aku laporan mau kemana, ga perlu pakai lama segala sesuatunya sudah siap sedia. Apalagi ketika aku masih kerja di Jakarta kemarin, walau aku bilang tidak akan pulang saat akhir pekan, tetap saja istriku kirim kode booking tiket ke Jogja lewat sms. Pokoknya autorun tenan lah...

Makanya aku sempat bingung saat seharusnya senin ini aku sudah ada di Jakarta, tanggal di tiket malah tertera untuk hari selasa besok. Kalo dibilang masih kangen, kayaknya dah beberapa malem aku kerja lembur, masa sih kurang. Apa istriku sudah mulai bosen menghitung hari ya, sehingga mulai error saat melihat kalender. Apalagi sudah jelas-jelas sistem kalender yang dipakai andalan ternyata bobol dan Citra harus kesundul sudah dua bulan.

Bicara soal tiket yang selalu diurus istri, ternyata ada lagi yang komentar "susis". Kalo dulu tukang cukur yang bilang, sekarang tukang jualan tiket. Ini kan keterlaluan. Sudah jelas aku punya istri yang berbakti dan selalu menjadi asisten sejati yang sangat membantu mobilitasku. Kok malah dibilang suami takut istri. Maksudnya piye..?

Kalo dibilang aku sangat tergantung ke istri memang ada benarnya. Tapi bukan karena saling menguasai, melainkan simbiosis mutualisma dimana istri juga suka sekali sesuatu milikku yang tergantung. Apalagi dalam soal kebijakan rumah tangga dan keuangan. Aku tak pernah mau tahu terlalu banyak. Aku tahunya kerja cari duit. Berapapun hasilnya langsung istri yang kelola terserah mau diapain. Aku pikir cari duit itu sudah susah, ngapain nambah-nambah masalah ikut ngebagi-bagi keuangan yang jauh lebih susah lagi.

Kasus semacam itu aku lihat pada beberapa orang teman yang mengelola sendiri keuangannya. Kelihatannya ribet banget hidupnya. Setiap abis gajian pusing ngatur cashflow buat bayar kontrakan, setoran motor, belanja dapur, belanja istri, bayar sekolah anak, ongkos selingkuh dan sebagainya. Di mataku kok kesannya laki-laki kurang kerjaan tuh. Lebih enak gaji langsung masuk ke rekening istri. Kalo pulsa hampir habis, cukup sms istri, tahu-tahu pulsa dah nambah. Mau pergi tinggal laporan, tahu-tahu tiket dan biaya akomodasi sudah siap di meja.

Pernah sih aku tanya istri, apakah dengan pembagian kerja seperti ini, dia merasa terjajah. Ternyata istriku enjoy saja dengan cara begini. Urusan pesan tiket dan nyiapin akomodasi ga pernah dipermasalahkan, sejauh aku ga bawa pulang pramugarinya. Apalagi kalo urusan soping menyoping, gak bakalan deh dia mengeluh.

Pokoknya apa kata pepatah lama bisa aku jalani bersama istriku. Di rumah, istri benar-benar menjadi tangan kananku. Sebagaimana bila aku berada di luar rumah. Tangan kanan benar-benar menjadi istriku...

Kok tulisannya jadi mbulet begini ya...
Mbuh ah mumet...
Read More

Media Ngawur

Acara satu jam bersama google pagi ini, aku terpaku pada berita petugas radar Rusia medeteksi UFO bersuara kucing. Pertama aku baca di inilah.com

Sepintas tidak ada yang aneh pada beritanya, tapi aku kepikiran pada kalimat "Pesawat yang dianggap sebagai UFO itu terbang dengan kecepatan sekitar 6 ribu mil per jam dan menghilang tiba-tiba. UFO yang muncul pada ketinggian 64.895 meter di atas permukaan laut itu mengganggu frekuensi penerbangan."

Penggunaan satuan mil per jam dengan meter menurutku tidaklah lazim. Umumnya satuan MPH akan disatukan dengan satuan feet. Kalo meter ketemunya dengan KPH.

Aku pun cari berita senada dari website lain. Nemu di Tempo Interaktif. Disini sudah rada mendingan dengan kutipan "Benda misterius itu terbang dalam kecepatan lebih dari 6000 mph atau 9656 kilometer per jam." Tapi tetap ada yang janggal di kalimat "Dalam monitor benda itu tergambar berada di atas ketinggian lebih dari 21 ribu kilometer dari permukaan laut.
Ketinggiannya tidak sama dengan berita di inilah sebelumnya. Bahkan angka 21 ribu kilometer juga menurutku kurang wajar. Ketebalan atmosfir bumi paling banter sekitar 100an kilometer. Tak mungkin radar pemantau penerbangan didesain melebihi batas kemampuan penerbangan tertinggi di atmosfir. Kecuali radar itu adalah radio teleskop yang memang dibuat untuk penelitian luar angkasa.

Mengingat keduanya mengatakan bersumber dari daily mail,  aku cari dan ketemu. "It was shown flying at a speed of slightly over 6000 mph. The UFO was logged at a height of 64,895 feet above sea level and appeared to interfere with aviation frequencies."

Berita itu benar atau tidak memang tak ada untungnya buatku. Tapi mengingat pola pikir sebagian teman kita yang jarang mau crosscheck, apalagi bila berita itu dari website yang dianggap terpercaya, apakah itu bukan bibit masalah suatu saat nanti. Asal baca langsung kasih vonis bahwa berita itu benar. Pencantuman sumber berita asing untuk berita terjemahan pun cuma dijadikan penguat bahwa berita itu berstatus A1, tanpa mau melihat langsung ke sumbernya. Bila suatu saat ada konspirasi media untuk melakukan pembodohan massal terhadap masyarakat, bisakah kita langsung menyadarinya..?

Tak cuma website berita. Tipi pun yang efeknya lebih luas di masyarakat, seringkali melakukan pembodohan semacam itu. Beberapa kali aku melihat acara yang seharusnya diungkap secara ilmiah karena membahas fenomena alam, justru disampaikan dalam bentuk impotaimen. Pembawa acaranya saja sudah tak bisa bicara normal. Gaya ngomongnya mirip orang ngempet nahan mencret. Sumber beritanya ternyata yutub atau blog. Wong untuk website berita besar saja kadang ngaco, ini blog ga jelas dijadikan sumber dan langsung dikatakan sebagai sebuah kebenaran tanpa ditampilkan artikel pembanding yang berbeda.

Sudah sumbernya kacaw, tidak ada yang investigasi sendiri ke lapangan, yang dimintai penjelasan lebih pekok lagi. Masalah fenomena alam yang diwawancarai malah artis sinetron abg yang kencing saja belum bisa lempeng. Mending kalo masalah kesehatan narasumbernya Lula Kamal misalnya. Itu kan nyambung. Soal bencana alam, minta pendapatnya ke paranormal yang sok tenar dan hobi cari sensasi murahan. Bukan penjernihan masalah yang didapat, malah bikin resah di masyarakat.

Kapan media kita bisa lebih berotak dalam menyajikan berita..?
Dan kapan teman-teman kita bisa lebih jernih dalam mencerna sebuah berita..?
Read More

06 Maret 2011

Jempoler

Maksud hati cuma mau nunjukin gambar jempol raksasa yang aku lihat di Google Earth tanpa sengaja, eh malah ada temen dari Komunitas Turangga Seta yang membuat penjabaran panjang lebar. Sampai dikatakan gambaran itu merupakan bekas telapak tangan leluhur yang Triwikrama saat menenggelamkan Atlantis.

Dasar otak suka penasaran dengan hal-hal yang nyleneh. Akhirnya seharian aku googling untuk mencari informasi pengimbang dari apa yang disampaikan temanku, sehingga apa yang aku dapat tidaklah sepihak saja. Cukup banyak pro kontra yang aku temukan dengan pemikiran-pemikiran nyleneh komunitas itu. Namun secara pribadi aku salut dengan tekad awalnya mengungkap kebesaran leluluhur sebagai nenek moyang asli tanah ini. Terlepas dari segala tendensi atas kegiatan mereka, aku melihat adanya semangat yang luar biasa untuk menjadi bangsa yang berjatidiri.

Dalam melaksanakan aktifitasnya, mereka menggunakan semua sarana yang ada. Seperti ketika mereka mencoba mengungkap keberadaan piramid di daerah Garut dan Bandung, penggunaan peralatan pengukur geolistrik, perhitungan komputer sampai pembakaran dupa pun dilakukan. Untuk mengungkap fakta sejarah versi mereka, semua perangkat ilmiah sampai mitos halal dipergunakan. Pokoknya pasukannya komplit dari MIT, mulai dari Massachusetts Institute of Technology sampai ke Menyan Institute of Technology.

Walau banyak hal yang tidak sepaham dengan pemikiranku, tapi tetap aku menyukai orang-orang yang mau mencoba berpikir dari sisi yang lain. Tidak semua orang mau memperkaya wacana pengetahuan dengan berpikir melawan arus. Minimal itu yang aku hargai dari mereka, daripada orang yang pengen main aman menjadi plagiat tapi tak mau berpikir sendiri.

Maju terus, kawan...
Biarpun aku tak sependapat termasuk tentang jempoler raksasa di Samudra Pasifik itu, tak ada salahnya jempol itu aku acungkan untuk semangat kalian mencoba menggali kebesaran teknologi leluhur yang adiluhung. Semoga benar bangsa kita memang bangsa yang nomor satu di masa lalu. Yang penting jangan sampai membuat kita berpikir menjadi bangsa yang uber alles.

Kalo menurut aku pribadi sih, jempoler itu memang merupakan penghargaan dari alam untuk negara Indonesia yang memang jempolan. Jempolan dalam hal mengurus negara, pengelolaan sumber daya alam, korupsi, dll dll...

Pokoknya laikdisporeperlah untuk Indonesia Raya...

Read More

05 Maret 2011

Seminggu sudah

Ilmu pasti memang ilmu yang paling ga pasti. Walau satuan waktu dikatakan absolut, tapi tetap saja mudah dibelokkan dalam ruang. Minimal begitu kata mbah Einstein.

Tak terasa sudah seminggu aku di rumah. Sepanjang waktu itu, jarum jam terasa berputar teramat cepat. Kebalikan saat masih di Borneo kemaren, waktu berjalan teramat lambat. Padahal kata orang, kebahagiaan membuat kita berumur panjang. Tapi kenyataannya, bahagia dekat dengan keluarga membuat waktu menjadi teramat pendek.

Menjelang keberangkatanku kembali ke Kalimantan, aku merasa kembali ke masa-masa remaja jatuh cinta. Bergombal ria tentang relativitas waktu. Sehari tak bertemu, sewindu rasanya, katanya. Sewindu tak bertemu, ketemu dah kawin lagi, kayaknya...

Mumet ah memikirkan sisa-sisa waktu bersama keluarga sebelum kembali ke tempat kerja. Perasaan baru seminggu bersama mereka, ternyata dah 7 hari yah.?

Mobile Post via XPeria

Read More

04 Maret 2011

Kangen Kereta Api

Menjemput Mang Maya di stasiun Tugu, masih saja berkutat dalam cerita lamanya Mang Iwan, "kereta terlambat, dua jam cerita lama..."

Memang itu sebuah cerita lama. Bagaimanapun juga, kereta api tak pernah bisa lepas dari kehidupanku. Aku lahir dan dibesarkan di pinggir rel jalur SS Bandung Jogjakarta. Transportasi utama di daerahku dulu adalah kereta uap yang biasa aku sebut sepur ireng jurusan Banjar Kroya. Untuk tujuan kota besar aku mengenal kereta snal atau sepur disel yang tak lagi menggunakan kayu bakar. Adalagi sepur ekspress yang beberapa diantaranya masih bertahan sampai sekarang seperti Mutiara Selatan.

Kakekku seorang kondektur kereta, sehingga aku bisa punya fasilitas naik kereta gratis menggunakan kartu KBD untuk sepur kluthuk dan kartu SAP untuk sepur diesel. Tapi maaf, kedua kartu itu singkatan dari apa, aku tak pernah tahu. Tahunya kalo mau naik kereta, aku pinjam kartu ke pak lek atau bu lek.

Tak pernah ada kosakata kereta terlambat dalam kamus masyarakat sekitar rel. Apalagi istilah delay, tak dikenal sama sekali. Ketika kereta belum nongol pada jam seharusnya dia datang, orang akan mengatakan keretanya batal. Selama apapun sepurku batal, selama itu pula orang akan menunggu dengan setia tanpa banyak ngomel. Kesetiaan orang menunggu sepur ireng, sampai menjadi sebuah peribahasa. Hitam hitam kereta api, biar hitam banyak yang menanti. Padahal gandengannya banyak...

Tentang perjalanan kereta, yang paling berkesan adalah jaman kereta jurusan Banjar Pangandaran masih berjalan. Berangkat dari Banjar subuh dan masuk daerah Kalipucang pagi hari. Saat di jembatan Cikacepit, keindahan panorama pantai laut selatan di bawah sangatlah indah. Ada juga terowongan Wilhelmina dan Juliana dimana salah satunya adalah terowongan terpanjang di Indonesia. Terakhir aku naik kereta wisata itu ketika aku masih SD. Dan sepertinya tak akan terulang lagi. Apalagi sekarang rel dan jembatannya sudah habis dijarah orang.

Kedekatan masyarakat di sekitar rel bagaikan simbiosis mutualisma yang tak semata berorientasi bisnis seperti di masa kini. Masyarakat boleh bercocok tanam di tanah PJKA tanpa dipatok harga sewa lahan, selain upeti ala kadarnya setiap kali panen ke kepala stasiun. Masyarakat juga aktif menjaga lingkungan seputaran rel dari gangguan atau kerusakan kecil yang terjadi, misalkan ada baut rel lepas atau tanah longsor tergerus air hujan. Begitu dekatnya masyarakat dengan kereta, sampai ada teman kecilku yang diberi nama Siska. Karena lahir di sisi jalan kareta.

Masyarakat saat itu juga sangat membantu pekerjaan band skower (semoga tidak salah nulis), petugas pengontrol rel yang secara rutin berjalan kaki antar stasiun tak kenal siang atau malam. Walau tak ada perjanjian tertulis, ada beberapa hal yang seolah menjadi peraturan di masyarakat. Misalnya tidak ada yang bermain-main dengan lampu berwarna merah dekat rel, karena itu merupakan pemberitahuan bahaya.

Pernah juga sih, kejadian ada tetangga baru yang bikin warung nasi di sebelah rel. Karena sebelumnya bukan warga sekitar rel, dia belum banyak tau aturan-aturan tak tertulis itu. Dengan santainya dia menjemur lap-lap miliknya di dekat rel. Saat memeras dan mengebutkan lap merah, ada kereta lewat dan masinis buruan berhenti lalu nyamperin si ibu menanyakan tanda bahaya yang dimaksud. "ada apa, bu..?"

"baru ada lontong dan mendoan saja, pak. Belum pada mateng, warungnya baru aja buka..."

Mobile Post via XPeria
Read More

01 Maret 2011

Kebaikan SBY

Ga ada maksud mendzalimi orang lain. Cuma disms temen suruh ngetik di Google dengan keyword kebaikan sby. Eh, oleh google malah disaranin untuk mencari keburukan sby. Semoga sih itu cuma di komputerku saja...
Read More

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena