13 Februari 2011

Mitos & Cara Berhenti Merokok

Proses berhenti merokok memang tak semudah cara kita memulainya. Banyak orang mengatakan sulit, tapi pada intinya bisa. Aku sendiri melakukannya hanya dengan sugesti tanpa obat-obatan ataupun cara yang aneh-aneh. Yang paling utama adalah kemauan termasuk kekuatan hati untuk tidak gampang tergoda saat ada kesempatan untuk memulainya lagi. Aku mengawalinya dengan menanamkan pemahaman-pemahaman umum atas rokok sebagai mitos. Misalnya :

Kecanduan secara biologis.
Semula aku selalu mengkambinghitamkan nikotin sebagai penghambat kemauan untuk berhenti merokok. Secara medis sering dikatakan, nikotin akan selalu merongrong tubuh untuk memberi asupan nikotin baru saat dalam darah kandungannya sudah berkurang. Padahal aku belum pernah menemukan kasus orang yang ketagihan nikotin efeknya sama dengan yang kecanduan narkoba, sampai badan menggigil, sakit kepala atau keluar keringat dingin. Tidak ada efek secara biologis yang aku rasakan dan yang ada sekedar rasa ingin merokok saja.

Pemahaman itu aku perkuat dengan ujicoba saat aku dikirimin permen nicorette dari Yu Windie. Permen karet tanpa pemanis itu hanya berasa tembakau yang mengandung nikotin dalam dosis tertentu yang aman bagi tubuh tapi cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh yang sudah kecanduan. Dan hasilnya boleh dikatakan tidak ada. Saat ngemut permen memang tak ingin merokok. Tapi sesudahnya tetap ingin merokok lagi. Ini sama kasusnya dengan kita ngemut permen biasa. Sempat aku bagikan permen itu kepada teman-teman untuk melihat efeknya, siapa tahu memang aku sudah parah tingkat kecanduannya. Ternyata teman-teman yang selalu merokok kelas mild - dalam artian kadar nikotinnya rendah - tetap saja tak mampu menghilangkan keinginan untuk merokok lagi.

Ujicoba kedua aku lakukan ketika muncul produk rokok elektrik yang tanpa asap. Produk buatan China itu menggunakan nikotin murni dalam dosis tertentu. Nyatanya teman-teman yang rutin menggunakan rokok elektrik, tetap saja tak bisa meninggalkan rokok konvensional dalam kesehariannya.

Dari situ aku tanamkan kedalam otak, bahwa kecanduan nikotin secara medis adalah mitos. Ketergantungan itu terjadi karena masalah psikis saja. Tidak ada bagian tubuh yang memaksa minta asupan nikotin selain perasaan dalam diri sendiri yang merasa aneh ketika tidak menghisap rokok.

Banci.
Mungkin kata-kata ini yang menjadi sebab kebanyakan orang terutama anak muda terpaksa belajar merokok. Ketika kita berkumpul dengan teman-teman dan merokok bareng, suka ada yang mengatakan teman yang tidak merokok sebagai banci atau tidak jantan. Padahal kenyataan di lapangan menunjukan bahwa kebanyakan banci selalu merokok terutama saat mangkal cari mangsa. Dan studi medis selalu menyatakan, merokok bisa menyebabkan impotensi. Jantankah orang yang impoten..? 

Mulut kecut.
Mitos mulut kecut aku pikir merupakan sugesti yang kita tanam sendiri karena banyak orang yang ngomong begitu. Tanpa kita sadari alam bawah sadar kita menerima pemahaman bahwa tanpa merokok mulut jadi kecut. Cobalah secara sadar kita berhenti merokok beberapa lama dan tahan keinginan untuk merokok sebagai eksperimen. Rasakan dengan baik, benarkah mulut terasa kecut..?

Beberapa kali aku coba tak pernah aku temukan rasa kecut itu. Kecuali bila tak tahan kebelet ngerokok kita ngemut ketek, itu sih beda kasus. Kadang memang terasa ada rasa kecut itu, tapi aku tak langsung memvonis itu sebagai akibat pengen merokok. Aku coba ingat-ingat sebelumnya aku makan apa. Soalnya ketika habis makan yang mengandung karbohidrat atau minum manis rasa kecut itu akan muncul. Aku simpulkan yang dimaksud kecut itu sebenarnya cuma kiasan harus tersenyum kecut, merasa tak ada kegiatan yang biasa dilakukannya untuk tangan dan mulutnya.

Sehabis makan.
Ini pun sugesti yang keliru akibat banyak orang yang mengatakan merokok tuh paling enak kalo habis makan. Sehingga selesai makan yang dilakukan adalah merokok. Aku berusaha menghilangkan sugesti umum itu dan mencoba membandingkan dengan benar-benar antara kenikmatan merokok setelah makan dan tidak. Nyatanya aku tak menemukan perbedaan itu. Merokok sebelum atau sesudah makan rasanya relatif sama. Jadi gembar-gembor tentang merokok setelah makan menurutku mitos pula. Kasus ini berlaku pula untuk mitos tentang merokok sambil beol yang katanya paling nikmat.

Mengusir dingin.
Mengusir dingin dengan rokok menurutku juga sugesti. Tidak ada perbedaan secara fisik antara merokok dan tidak saat kita kedinginan. Yang ada hanyalah pengalih perhatian dari rasa dingin itu kepada hisapan rokok. Masalah ini mungkin berkorelasi dengan teknik yang pernah aku gunakan saat masih suka mendaki gunung dulu. Saat kedinginan dan tak bisa banyak bergerak untuk menghangatkan badan atau membuat api unggun karena hujan misalnya, aku suka memperhatikan kelap kelip lampu di kejauhan dan menganggap itu api unggun lalu aku bayangkan berada didekatnya. Ternyata teknik mengalihkan perhatian itu efektif untuk membuatku bertahan dari serangan dingin agar tidak terlalu terasa menyiksa. Kalo kita mampu mengalihkan rasa dingin kepada rokok, kenapa pula kita tak mampu mengalihkan keinginan merokok ke hal yang lain..?

Setelah aku coba mencari fakta-fakta atas mitos-mitos itu, aku mulai masuk ke proses mengeliminasi. Untuk masalah ini kita butuh dorongan dari orang lain. Paling gampang adalah dari orang yang kita sayangi, misalnya anak dan istri. Aku coba tanamkan dalam otak, aku begitu menyayangi anak-anakku dan ingin dia sehat. Tak boleh aku meracuninya dengan asap dalam rumah. Lalu aku pikirkan istri yang begitu mencintaiku. Aku berangkat dan pulang kerja dia selalu siap didepan pintu dengan ciuman sayangnya. Tak adil rasanya bila aku selalu menemukan bibir istri yang wangi tapi dia selalu mencium mulut apek. Berawal dari itu rokok selalu tersimpan rapi di laci kantor dan tak pernah aku bawa pulang. Akupun bisa berhenti merokok setiap berada di rumah atau bareng anak istri. Termasuk saat cuti dan pulang kampung, aku bisa stop sama sekali selama seminggu.

Sudah bisa mengendalikan itu, aku mulai tambah lagi aturan baru. Aku hanya merokok saat bareng perokok saja. Saat di kendaran umum atau ruang publik, apalagi ada anak kecil atau perempuan aku tak akan merokok. Mengingat di ruanganku di kantor dulu ada teman cewek, aku selalu keluar ruangan saat kebelet. Jadi pada saat pusing ngitung angka-angka di excel yang sering jadi pemicu keinginan merokok, aku jadi bisa stop lama karena susah untuk meninggalkan pekerjaan keluar ruangan. Untuk yang kerja di gedung bertingkat tinggi, kayaknya akan lebih mudah upaya berhentinya. Masa sih ga merasa sebel ketika ingin merokok harus turun keluar dulu. Bila kurang menyebalkan, usahakan turun naiknya gedung jangan pakai lift, tapi lewat tangga. Kayaknya makin males saja buat merokok.

Ketika lingkupnya sudah semakin sempit, cobalah untuk stop sama sekali. Buang rokok, korek dan asbak dari sekitar kita. Ketika merasa ingin merokok, coba alihkan perhatian ke hal lain yang kita sukai. Misalkan suka main game, download game terbaru dan mainkan di ruangan yang tidak memungkinkan kita merokok. Rasa penasaran ingin menyelesaikan permainan akan membuat kita relatif mudah melupakan rokok. Siapkan saja cemilan atau permen dan air putih. Hindari kopi, karena yang aku tahu orang selalu mensugestikan diri bahwa kopi itu jodohnya rokok.

Menurutku, siksaan terberat itu bukan pada upaya berhentinya, melainkan saat mempertahankan status stop merokok itu. Apalagi bila bertemu teman-teman perokok dan berbungkus-bungkus rokok bertebaran di meja. Tapi yang aku tahu, setelah kita berhenti merokok selama beberapa hari, saat merokok lagi untuk pertama kali pasti rasanya sangat tidak enak. Perlu beberapa batang kita hisap sampai rasa nikmat itu bisa kembali kita rasakan. 

Kalo merasa tak tertahankan atau demi menghormati teman, tak masalah kita nyalakan satu batang. Yang paling penting saat itu adalah, ingat kuat-kuat dalam otak tentang rasa rokok pertama yang tidak enak. Sehingga saat kita ingin lagi, kita bisa tepis dengan mengatakan pada diri sendiri bahwa rokok pertama itu tidak ada enaknya sama sekali. Kesalahan kita yang terbesar adalah kita langsung beli satu bungkus rokok saat kebelet. Ini kesalahan besar. Dengan membeli satu bungkus, saat merasa tidak enak pada kesempatan pertama, kita masih punya sisa rokok lain di saku yang pastinya akan kita coba hisap di lain kesempatan.

Sampai sekarang, kadang-kadang aku masih ikutan merokok juga sekali-kali. Tapi selalu aku batasi tak sampai aku bisa merasakan nikmatnya rokok lagi. Seringnya baru setengah batang sudah aku buang karena merasa ga enak di mulut. Bukan untuk coba-coba kembali. Tapi untuk meyakinkan diri bahwa rokok itu tidak enak. Apalagi situasi kadang meminta kita untuk ikutan merokok dengan alasan "menghormati" teman, tanpa aku tahu apa makna menghormati itu sebenarnya.

Dulu aku perokok berat. Sehari bisa dua tiga bungkus rokok kretek tanpa filter habis. Larangan pemerintah, orang tua, anjuran dokter, artikel kesehatan termasuk rasa sesak dada tak pernah mampu menyembuhkan kecanduanku. Tapi hanya dengan sugesti dan eksperimen kecil di atas aku bisa berhenti dari ketergantungan itu. Walau kadang masih merokok lagi, tapi itu karena alasan lain dan bukan karena aku ingin merokok. Sehingga bisa aku simpulkan, kecanduan rokok adalah masalah psikis yang hanya bisa disembuhkan oleh diri sendiri.

Sedikit melenceng dari topik...
Berhenti merokok bisa meningkatkan kejantanan, menurutku bukan sekedar masalah kesehatan semata. Rokok bisa dihentikan dengan pengendalian otak dan perasaan. Ini sama dengan masalah seks laki-laki yang didominasi masalah ejakulasi dini. Belajar mengendalikan keinginan merokok ternyata berguna juga saat kita harus mengendalikan ejakulasi. Karena pada dasarnya, alat seks yang utama adalah otak bukannya alat kelamin. Tanpa obat-obatan aku bisa mengatur kapan aku mau menyelesaikan permainan. Menurutku, obat-obatan semacam itu hanya menegangkan atau membuat kepekaan syaraf kelamin menjadi berkurang. Efeknya memang jadi tahan lama, tapi kita tak bisa kendalikan kapan kita mau selesai. Jadinya malah menyebalkan. Pinggang sudah pegel, si tuyul belum juga mau muntah.

Bahagiakan istri tanpa rokok.
Secara batin terpuaskan, secara lahir tak perlu mencium asbak.
Dan anggaran rokok bisa lebih bermanfaat untuk menambah belanja dapur.

Sekedar berbagi, semoga bermanfaat.
Read More

12 Februari 2011

Rokok & Parang Menghadang

Walau lingkungan di sekitarku merupakan hutan yang tak berpenghuni, tetap saja perlu kehati-hatian tinggi ketika harus masuk hutan untuk keperluan survai misalnya. Salah tebang pohon sedikit, bisa ada parang teracung di depan hidung.

Awalnya aku sempat bingung ketika ada orang nongol dari hutan dan marah-marah saat tim survei membabat semak untuk pasang tripod. Yang aku tahu wilayah itu merupakan hutan negara yang sudah dibebaskan untuk kegiatan pertambangan. Ternyata orang kantor juga yang pekok dan pembayaran pembebasan lahan ke penduduk setempat belum kelar. Pantes saja ada yang ngamuk-ngamuk.

Setelah insiden yang akhirnya bisa didamaikan itu, kepala tim survai itu cerita tentang adat istiadat disini. Biarpun hutan itu berstatus tanah negara, tapi bila leluhurnya pernah membuka ladang disitu, berarti secara adat itu tanah keluarga mereka yang akan dikuasai turun temurun. Walau mungkin ladangnya sudah kembali menjadi hutan, masyarakat adat Dayak tetap menganggap itu sebagai tanah keluarga. Makanya ketika persyaratan administrasi kepada negara sudah beres, tetap saja perusahaan pertambangan harus menyelesaikan pembebasan tanah adat itu agar tidak menjadi masalah di kemudian hari. Karena orang Dayak begitu kukuh mempertahankan tanah adat mereka. Menebang satu pohon saja bisa berakibat fatal.

Hasil ngobrol sana sini dengan masyarakat setempat, akhirnya aku dapat sedikit cara yang baik untuk mengatasi masalah itu. Bila terpaksa harus menghadapi penduduk hutan yang marah apalagi dengan parang sudah tercabut dari sarungnya, sebaiknya dihadapi oleh orang yang tertua. Orang Dayak memang memiliki penghormatan khusus kepada orang yang lebih tua, sehingga lebih mudah untuk menurunkan tegangan mereka. Kalopun terpaksa tidak ada orang tua, keluarkan saja rokok dan ajak mereka bicara pelan sambil merokok bareng. Asal mereka sudah tidak lagi marah, selanjutnya tidak terlalu sulit karena orang Dayak sebenarnya bersifat lembut dan hanya garang saat mereka merasa terusik. Tinggal kita nego saja penggantian pohon yang sudah keburu ditebang, walau kadang menyebalkan juga. Masa pohon segede upil juga ikut diitung...

Sejak saat itu, setiap kali ada pekerjaan survai ke tengah hutan, aku selalu mengantongi paling tidak 2 bungkus rokok. Aku sudah tidak terlalu percaya lagi dengan info dari orang kantor tentang pembayaran pembebasan lahan. Mungkin memang ada kebiasaan di pengusaha kita untuk menjarah kekayaan alam melewati batas wilayah lahan yang sudah disepakati dengan pemerintah. Koordinat yang mereka berikan kadang harus bolak-balik dikonfirmasikan. Mereka sih cuma mikir duitnya saja, sedangkan resiko yang mengarah ke ancaman fisik, biar saja orang lapangan yang kena getahnya.

Makanya sebelum memulai pekerjaan, aku berusaha mencari gubuk peladang tengah hutan terdekat dengan lokasi sasaran terlebih dulu. Ngobrol-ngobrol dengan bahasa yang ga jelas untuk menanyakan status tanah sambil menawari rokok tentunya. Mereka akan begitu ramah menerima kita sebagai tamu. Apalagi kalo rokok itu kemudian kita berikan kepada mereka. Tak jarang mereka ikut bantu membabat semak bila lokasinya tak terlalu jauh dari gubuknya.

Selanjutnya jadi aman sih.
Tidak ada lagi parang menghadang.

Tapi...
Lama-lama aku kembali merokok lagi neh kayaknya..
Read More

Analogi Platform Terbakar

Ada sebuah cerita tentang seorang laki-laki pekerja rig pengeboran minyak di Laut Utara. Suatu malam, ia terbangun mendengar ledakan keras yang kemudian membakar tempat kerjanya. Ia pun dikepung api yang menyala-nyala, panas dan penuh asap. Ia pun berusaha menghindar ke pinggiran rig. Ketika ia melihat ke bawah, yang ditemukan hanya perairan Atlantik yang gelap dan dingin.

Saat api makin mendekat, ia cuma punya waktu dalam hitungan detik untuk mengambil keputusan. Tetap berdiri di tempatnya dan bakal terbakar habis atau menceburkan diri ke lautan yang dingin 30 meter di bawahnya. Pria yang berdiri di platform terbakar itu harus segera mengambil keputusan.

Ia pun memutuskan untuk melompat. Suatu hal yang memang di luar dugaan. Dalam kondisi normal, pria tersebut tidak akan pernah mau menceburkan diri ke laut yang sangat dingin. Namun, saat ini bukan kondisi yang normal. Laki-laki tersebut akhirnya selamat di perairan yang dingin dan menyatakan bahwa platform yang terbakar itu telah membuatnya mengubah perilakunya.

Kita semua juga begitu, sedang berdiri di platform yang sedang terbakar dan kita harus memilih akan ke mana untuk mengubah kebiasaan.


Itu adalah kutipan memo dari Stephen Elop yang belum setahun menjadi CEO Nokia. Aku sendiri tak pernah mau tahu dengan dia dan nokianya. Namun aku merasa memo itu berarti banyak dan begitu pas dengan kondisiku saat ini.

Lebih jauh lagi, bila dikaitkan dengan carut marut krisis kepemimpinan di negeri ini, memo itu juga juga bisa membuatku kagum. Seorang CEO perusahaan sekelas nokia, begitu jujur mau mengakui kesalahan-kesalahan manajemen di perusahaannya dan berusaha membuat perubahan. Nokia yang selama ini bersikukuh tak mau menjamah OS selain symbian, segera merubah langkah menggandeng windows mobile dan android.

Bandingkan dengan Lapindo, perusahaan yang besarnya mungkin hanya seujung kukunya Nokia. Mengakui kesalahan atas proyek pengeboran miringnya saja tak pernah mau. Malah dilemparkan kepada gempa Jogja 2006 sebagai kambing hitam dan pada akhirnya minta kepada pemerintah untuk menganggap kasus itu sebagai bencana nasional. Sudah jelas kelihatan pengecut begitu, bukannya diusut malah dijadikan pembesar yang ikut serta mengatur pengelolaan negara.

Lebih jauh lagi bila kita lihat penguasa tertinggi negara saat ini, Usilo Fambang Oedoyono. Tak perlulah membuka banyak kasus yang besar-besar macam jayus apa centuri. Ketika menyakiti hati rakyat Jogja dengan kata "monarki", penyelesaiannya cukup dengan diam dan membiarkan publik melupakan itu tertutup kasus-kasus lain di media massa. Tak pernah ada permintaan maaf atas keceplosannya itu. Lebih beratkah bagi seorang pejabat mengucapkan kata maaf dibanding dengan membuat kasus baru sebagai kamuflase agar kasusnya segera terlupakan..?

Kapan aku dan para pemimpinku bisa berpikir seperti Stephen Elop..?

Memo lengkapnya bisa dibaca disini
Read More

07 Februari 2011

Mencoba Bertahan

Biasanya bila aku pergi dari rumah, satu minggu adalah titik awal rasa kangen yang menyiksa dan akan berkurang setelah menginjak minggu kedua. Tapi kali ini kok beda ya. Kian lama malah kian terasa berat jauh dari anak wedhok yang lagi nakal-nakalnya itu. Mencoba telpon-telponan ke rumah, bukannya menghapus rasa rindu, malah bikin tambah pengen pulang.

Lagi berat-beratnya ngempet kangen begitu, eh tetangga sebelah tiap hari mengeluhkan hal yang sama. Kangen anak istri, kangen pacar, kangen ortu dan sebagainya. Sempat heran juga dengan kenyataan itu mengingat kebanyakan yang kerja disini sudah terbiasa berpisah dengan keluarga dalam waktu lama.

Kalo memang gaji yang di bawah standar pertambangan umumnya seharusnya mereka tidak kaget karena memang sudah dinegosiasikan sebelum kontrak ditandatangani. Kalo masalahnya di pekerjaannya, kayaknya dimana-mana kerja di tambang ya begini. Jauh dari tempat hiburan atau keramaian kayaknya juga sudah dipahami sejak awal. Apa memang bawaan tempat ini yang bikin orang ga betah yah..?

Sempat ngobrol dengan karyawan setempat yang kerja sejak awal perusahaan berdiri, memang situasinya begitu. Yang namanya karyawan selalu keluar masuk dalam waktu yang relatif singkat. Malah satu dua temen ada yang kabur dari pekerjaan sebelum kontrak kerja habis karena pengunduran dirinya tidak disetujui.

Kalo mengikuti kata hati, mungkin aku pun sudah berpikir seperti mereka. Tapi aku merasa sayang bila harus pulang sekarang. Telanjur pergi jauh, mubadzir rasanya bila pulang tidak membawa hasil apa-apa. Aku pikir bila memang tak bisa bertahan, 3 bulan kayaknya tidak terlalu kecil hasil yang bisa dibawa pulang.

Aku harus sportif dengan kontrak yang telah aku tanda tangani dulu. Apalagi aku punya kebiasaan membuat laporan lengkap mirip karya tulis anak sekolah setiap kali meninggalkan suatu pekerjaan. Aku beberkan dari mulai kondisi awal yang aku temukan di kerjaan, apa yang telah aku lakukan dan apa rencana kerjaku yang belum bisa aku laksanakan. Mungkin itu terlalu berlebihan, tapi aku memang hobi menulis.

Semoga aku mampu disini bertahan sampai April nanti...
Sabar ya, nak...

*mbuh anak yang mana...

Read More

Pasak Bumi

Semalem ngobrol ngalor ngidul dengan satpam dan sampai ke masalah oleh-oleh dari Kalimantan saat pulang kampung nanti. Kata beliau kalo cuma beli jajan makanan atau pakaian itu sih tidak ada artinya buat istri. Yang lebih berarti adalah akar tanaman yang disebut pasak bumi atau tongkat ali alias ginseng Borneo.

Sering aku dengar nama pasak bumi di iklan minuman energi, tapi seperti apa wujudnya aku tak tahu. Aku cari informasi di google isinya kebanyakan promo jualan obat kuat yang katanya khas Kalimantan. Walau ada artikelnya, tapi namanya iklan tetep saja berbusa-busa isinya dan susah dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Soalnya yang aku dengar dari penduduk setempat, pasak bumi lebih sering digunakan sebagai obat sakit pinggang, bukannya obat kuat. Di wikipedia juga tidak ada penjelasan yang berarti.

Baru pagi ini ketemu di websitenya Dephut:
Pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack) merupakan salah satu tumbuhan obat asal hutan yang memiliki banyak khasiat. Berdasarkan kajian farmakologis Pasak Bumi mengandung empat senyawa penting yaitu senyawa canthin, senyawa turunan eurycomanone, senyawa quassinoid, dan senyawa etanol. Senyawa canthin pada tumbuhan pasak bumi mampu menghambat pertumbuhan sel kanker, senyawa turunan eurycomanone sebagai anti malaria, senyawa quassinoid berfungsi sebagai anti leukimia, dan prospektif untuk anti HIV, senyawa etanol berfungsi sebagai afrodisiak. Hampir seluruh bagian tumbuhan ini mengandung substansi pahit yang dapat digunakan untuk obat. Akar tumbuhan ini  dicampur dengan tumbuhan obat lain seperti   kayu manis dan digunakan untuk tonik penyehat di Sabah. Selain itu di Malaysia kulit akarnya digunakan juga sebagai penawar demam, penyembuh luka-luka di gusi atau gangguan cacing serta tonikum setelah melahirkan. Kulit batang digunakan untuk koagulan darah setelah melahirkan, sedangkan di  Kalimantan dan Sabah kulit batang digunakan untuk mengobati nyeri pada tulang. Daun pasak bumi yang muda dapat dimakan untuk pengobatan sakit  perut. Di Vietnam bunga dan buah pasak bumi digunakan untuk obat desentri. Menurut sifat fisis, mekanis dan keawetan, kayu pasak bumi memiliki berat jenis 0,65, kelas awet 4-5, dan kelas kuat II.  Kayu golongan ini dapat digunakan untuk keperluan konstruksi dan mebel.

Sehabis makan siang tadi, satpam mengajakku ke hutan di depan kantor. Banyak banget pohon pasak bumi tumbuh liar disana. Sengaja dipilih-pilih yang pohonnya paling kecil. Karena ternyata untuk pohon yang sebesar pensil saja punya akar sepanjang satu meter dengan diameter 5 cm lebih. Harus digali dulu lalu ditarik menggunakan tali. Kalo jaman dulu, untuk mencabut pasak bumi katanya harus dengan cara membelakangi pohon dan baca-baca mantra.

Sepintas pahitnya mirip dengan pahit buah mahoni. Cara penggunaannya bisa dengan mencuil sedikit batang akarnya lalu diemut atau dibuat bubuk yang dikonsumsi setiap pagi sore satu sendok makan. Cara lain yang lebih hemat dengan merendam akarnya dalam segelas air panas dan dibiarkan beberapa jam untuk kemudian diminum. Yang umum adalah merendam pagi untuk diminum malam menjelang tidur lalu direndam lagi semalam untuk diminum pagi begitu bangun tidur. Bila air rendamannya sudah tidak terasa pahit, akar dicacah. Begitu seterusnya sampai habis masa berlakunya yang ditandai air rendaman yang tidak lagi pahit. Tidak boleh lupa harus dicek sebelum digunakan. Karena bila selalu direndam, lama kelamaan akar akan berjamur. Jemur dulu sampai kering dan siap dipergunakan lagi.

Menurut websitenya Dephut, harga komoditas ini di pasar ekspor bisa mencapai USD 80 per kilonya. Lumayan juga komoditas ini mengingat disini cuma jadi tumbuhan liar tanpa budidaya. makanya sempat sedih ketika baca di arsip republika yang mengatakan pasak bumi dipatenkan oleh Amerika.

Di pasar tradisional sini, biasanya dijual dalam bentuk bubuk berharga variatif antara 10 - 50 ribu per bungkus plastik ukuran setengah kilogram. Oleh penjualnya kadang kita ditawari akar-akaran lain semacam cawat hanoman, sampay dll yang katanya berkhasiat hebat untuk urusan keperkasaan. Malah ada yang sudah diracik dalam toples berisi arak atau ciu putih berisi banyak sekali bahan termasuk tangkur buaya dll.

Benar atau tidaknya aku belum berani bicara. Aku coba saja mengkonsumsi air rendamannya secara rutin selama disini. Mengingat aku mulai dapat keluhan sakit pinggang dan susah makan selama disini. Siapa tahu bener pas cuti nanti bisa ngamuk dengan dahsyat di rumah. Kalo ternyata menggunakan pasak bumi hasilnya kurang joss, mungkin aku coba pakai tiang pancang deh. Heheh...



Read More

Mitos Gadis Dayak

Sebelum menginjakan kaki di Bumi Borneo, aku begitu sering dicekoki pandangan stereotip tentang suku Dayak yang katanya ganas dan beringas. Begitu juga pandangan tentang gadis-gadisnya yang angker untuk disentuh. Sekali berani macam-macam, katanya bakalan tak bisa pulang, gelap, bingung dan yang lebih sadis lagi "gagang pacul" bisa hilang.

Namun setelah bergaul dengan mereka, bayangan kejam dan biadab itu tak terlihat sama sekali. Yang aku temukan justru masyarakat yang ramah tamah dan cenderung pemalu. Mereka juga bisa menerima pendatang dengan dengan baik-baik dan tidak suka mendahului berbuat ulah dengan dalih yang punya kawasan. Seperti mereka yang memilih mengalah ketika orang luar berbondong-bondong membalak hutan atau menggali kandungan tambang di tanah mereka. Mereka juga tak meributkan ketika sebagian warganya berpindah ke keyakinan yang dibawa pendatang.

Aku pikir semua pandangan negatif itu hanyalah satu bagian dari budaya "sawang sinawang" sebagian dari kita. Apalagi pasca kerusuhan etnis Sampit dulu, dengan mudah kita menggeneralisir pandangan tentang suku Dayak yang sadis. Buatku itu bukanlah simbol kebiadaban suku Dayak. Dimana-mana orang kalo diusik pasti melawan. Dan itu bukan semata-mata penyerangan melainkan pembelaan diri yang wajar dilakukan setiap orang. Bahkan KUHP pasal 49 saja menyebutkan bahwa noodweer alias pembelaan darurat itu tidak bisa dipidanakan walau melakukan hal yang termasuk tindak pidana. Tentu saja dengan memenuhi syarat dan ketentuan berlaku.

Kenyataan di lapangan, di Jawa yang katanya lebih beradab, penyerangan fisik justru lebih sering terjadi hanya karena hal yang sepele. Bahkan orang yang mengaku beragama pun tak merasa berdosa menyerang orang lain hanya karena berbeda baju. Lihat saja penyerangan terhadap jamaah Ahmadiyah yang marak terjadi. Ini kontras sekali dengan mitos suku Dayak tentang panglima Burung. Meskipun kejam dan beringas dalam keadaan marah, Panglima Burung sebagaimana halnya orang Dayak tetap berpegang teguh pada norma dan aturan yang mereka yakini. Antara lain tidak mengotori kesucian tempat ibadah -agama manapun- dengan merusak atau membunuh di dalamnya. Kekerasan dalam masyarakat Dayak ditempatkan sebagai opsi terakhir, saat kesabaran sudah habis dan jalan damai tak bisa lagi ditempuh.

Kebetulan di kantor ada satpam yang katanya jawara dan pernah mengalahkan 6 orang bersenjata parang yang mencegat di jalan dengan tangan kosong. Namun aku tak melihat sedikitpun sisi keganasannya dalam kesehariannya. Waktu aku sempatkan ngobrol tentang budaya kekerasan suku Dayak, beliau mengatakan itu sebagai kebohongan besar dan ganti menunjuk salah satu suku di Jawa sebagai suku yang ganas. Falsafah tentang pertahanan diri suku Dayak dilakukan tanpa ada keinginan untuk show of force sama sekali. Mereka tak mau membawa senjata di tempat yang salah. Mandau hanya dibawa saat ke hutan dan tidak akan dicabut dari sarungnya bila tidak dibutuhkan. Ini sama dengan kebiasaan orang Jawa yang selalu menyembunyikan keris di belakang tubuhnya dan memindahkannya ke depan hanya pada saat darurat.

Aku juga sempat bertanya tentang mitos gadis Dayak yang bisa bikin linglung laki-laki yang menggodanya. Beliau cuma tertawa dan mengatakan itu bukan soal gadisnya, melainkan laki-lakinya. Dikatakan bakalan tidak bisa pulang ke Jawa memang ada benarnya. Bagaimana mungkin laki-laki bisa betah di kampung halamannya bila hatinya sudah tertambat di Kalimantan. Pengertian jalanan mendadak gelap kalo akan pulang juga bisa diartikan sama. Yang gelap hatinya yang enggan pulang, bukan matanya. Lalu tentang kemaluan yang hilang itu bisa saja terjadi di suku lain dengan istilah santet. Secara logika, orang tua siapa yang tidak sakit hati bila anak gadisnya dijahatin orang. Masalah dia menggunakan jalan kasar atau halus untuk balas dendam, itu kembali ke diri masing-masing orang. Dan itu terjadi di semua suku, bukan hanya milik suku Dayak saja.

Tentang gadis Dayak cantik atau tidak, itu relatif tergantung masing-masing orang yang melihatnya. Masalah bila ngobrol suaranya keras, itu karena faktor budaya, bukan orangnya. Sama kasusnya dengan orang Banyumas yang berteriak ngapak saat berbisik romantis. Identik juga dengan kasus sebaliknya pada orang Jogja atau Solo yang bersuara lembut saat misuh-misuh. Jadi tidak ada masalah dengan gadis Dayak atau bukan. Selama kita tidak berbuat ulah, tak ada mitos kekejaman  yang perlu ditakutkan.

Semoga jalanku tidak akan berubah gelap...
Read More

06 Februari 2011

Buka Blogger Mobile pakai HP

Jadi orang yang keranjingan nulis di blog, mumet juga ketika harus berjauhan dengan yang namanya internet. Dulu sampe suka bete kalo harus terus-terusan di lapangan yang ga mungkin nongkrongin PC atau letop plus modem. Sampai akhirnya nemu solusi posting via hape dan dibela-belain beli hape full qwerty yang enak buat nulis panjang. Jadi kalo pas ada setan lewat, bisa langsung ketak ketik dan posting.

Cuma nulis di blog itu ada resikonya. Selain nulis kita juga dianjurkan untuk jalan-jalan ke blog temen. Saat di Jogja kemaren sih ga begitu masalah. Posting bisa dimana saja dan ketika balik ke kantor atau pulang ke rumah, baru jalan-jalan ke blog temen untuk sekedar nyampah dengan dalih silaturahmi.

Ketika harus hidup di hutan seperti sekarang, kendala koneksi mulai terasa. Internet bener-bener tergantung kepada hape dengan sinyal pas-pasan. Waktu posting sih bisa diakalin dengan ngetik sampai kelar lalu cari tempat bersinyal lumayan dan klik post. Walau suka putus dan harus diulang beberapa kali, tapi masih bisa maksain nulis.

Yang susah adalah ketika harus blogwalking. Untuk di mulkipli atau pesbuk sih rada gampang, karena memang disediakan versi mobile yang enteng. Nah, untuk maen ke tempat temen yang di blogger itu yang teramat sulit. Apalagi banyak blogger canggih yang begitu banyak pernak-pernik di blognya sampe butuh waktu beberapa menit untuk membuka satu halaman. Udah gitu suka dikasih verifikasi kata lagi, buat post komen. Ya jelas tambah empot-empotan ngebukanya dalam kondisi sinyal begini. Apalagi verifikasi kata memakai gambar yang ga kebaca, karena browser memang aku setting tidak meload gambar agar lebih enteng. Makanya sekarang aku suka misuh-misuh kalo nemu temen yang blognya rame kayak pasar malam. Pengen berteman aja kok dipersulit. Biadab, hahah...

Sampai pas ke warnet kemaren aku iseng-iseng cek blogger draft yang biasanya suka ada inovasi baru sedang dicoba. Eh, aku nemu setting mobile blogger walau masih beta. Utak-atik sana-sini tetep ga mudeng. Pas aku klik mobile preview muncul pop up tampilan blogger dalam versi mobile. Nah, di address bar nya muncul alamat blog dengan tambahan buntut ?m=1. Aku coba ketik dibrowser ternyata jalan. Langsung aku coba di hape. Ealah lancar...

Jadi ketika buka blog temen di hape, setelah alamatnya muncul di address bar langsung aku stop dan aku tambahin ?m=1. Langsung deh kebuka dengan mudah tanpa segala perabotan yang bikin lemot.Koman komen juga enteng walau interface komen blogger sedikit ribet dibanding wordpress.

Gitu doang...
Misalkan akan buka blog aku yang beralamat http://blog.rawins.com tinggal tambahin buntutnya aja menjadi http://blog.rawins.com/?m=1 .

Kalo wordpress ada yang tau caranya ga..?
Walau ga terlalu banyak, ada satu dua temen yang hosting pake mesin wordpress. Kasian juga kalo ga ditengok.
Read More

Mencari Saudara

Ketika ketauan ortu aku ada di Kalimantan, beliau berpesan agar aku mencari pamanku yang sejak tahun 25 tahun lebih pindah ke Kalimantan dan tak pernah pulang. Aku cuma dapat nama daerahnya di Danau Salak dan nomor telepon tanpa ada kejelasan alamat. Makanya saat itu aku cuma mengiyakan saja tanpa bisa memastikan kapan bisa mencari.

Pas jalan ke Banjarmasin, tanpa sengaja aku melihat papan di pinggir jalan bertuliskan RS PTPN Danau Salak. Nah ini dia. Aku bisa memastikan saudaraku disitu karena memang dulu beliau kerja di PTPN Perkebunan Karet deket rumah dan pindah ke Perkebunan Danau Salak untuk ngajarin macul pekerja setempat yang sebelumnya tidak familiar dengan cangkul.

Makanya, setelah urusan di Telkom Banjarmasin selesai aku cari info transportasi ke Danau Salak. Kebetulan Ibu Anna, Account Manager Telkom orang Wates, jadinya enak ngobrol serasa ketemu orang sekampung karena aku mengaku orang Jogja. Dari Telkom katanya aku naik taksi saja ke terminal dan nanti nyambung pakai mobil jurusan Tanjung. Nah, karena dibilang naik taksi, aku pikir taksi seperti yang ada di Jogja atau Jakarta. Apalagi saat di bandara Syamsudin Noor aku sempat lihat beberapa taksi bandara yang ngetem.

Aku tunggu sampai sejam kok ga liat taksi yang lewat. Akhirnya aku balik lagi dan minta tolong untuk pesenin taksi lewat telpon. Langsung deh aku terbego bego ketika dibilang, "ngapain telpon, wong taksi bersliweran gitu.." Dan jebul yang disebut orang Banjarmasin taksi, kalo di Jakarta sebutannya mikrolet, di Jogja panggilannya angkot. Semprul...

Nah, selama aku di Telkom dan di perjalanan, sempat bingung juga melihat pamanku heboh bolak balik nelpon dan sms menanyakan keberadaanku, sampai mau disusul ke Banjarmasin segala. Padahal selalu aku jawab nanti kalo urusanku sudah selesai dan sudah hampir sampai, aku telepon. Jebul beliau sudah nungguin aku di pinggir jalan dengan cemas sejak jam 11 siang sampai aku tiba disana jam 3 sore. Beliau kawatir karena salah paham. Dikiranya aku baru datang dari Jawa dan sengaja berkunjung ke Danau Salak. Makanya ditunggu dari pagi ga nyampe-nyampe, beliau takut aku ilang di Banjarmasin. Heheh..

Sempat bingung juga karena terakhir bertemu beliau, aku masih kelas 4 SD. Alhamdulillah bisa ketemu dalam kondisi sehat wal afiat. Malah ketika dengar aku pulang cuti bulan April, beliau mengatakan akan ikut pulang kampung juga, kangen saudara-saudara di Jawa.

Mobile Post via XPeria


Read More

Banjarmasin

Ini adalah kali pertama aku ke Banjarmasin. Ketika awal datang kemari, sempat kecele juga di bandara. Karena hari sudah malam, aku tanya-tanya tentang hotel di Banjarmasin. Sempat bete mendengar ongkos kesana lumayan mahal. Baru ngeh ketika mendapat keterangan kalo letak bandara Syamsudin Noor itu 25 km dari Banjarmasin dan lebih dekat ke Banjarbaru. Untung saat itu aku dapat travel ke Tamianglayang sehingga tidak perlu menginap. Di travel itupun aku sempat "ketipeng" juga. Tanpa rasa dosa sopirnya minta ongkos 130 ribu. Padahal saat aku ke Banjarmasin yang sekarang cuma bayar 80 ribu.

Selama di Tamianglayang, cerita tentang Banjarmasin terutama tentang HBI alias Hotel Banjarmasin International begitu santer di antara teman-teman pekerja tambang. Diskotik dengan akuarium ceweknya menjadi tujuan utama untuk manusia-manusia hutan yang haus hiburan. Makanya saat ada surat perintah aku harus ke Banjarmasin, tak perlu berpanjang kata langsung aku jawab siap. Cuma sayangnya aku berangkat sore hari dari Tamiang, sehingga ketika tiba di depan HBI, waktu sudah menunjukan pukul 03:00 waktu setempat. (terbaca cuma bisa duduk manis di warung kopi depan hotel...)

Banjarmasin yang suka disebut kota seribu sungai memang benar banget. Sungai Barito dan sungai Martapura yang begitu lebar membelah kota. Ditambah sungai-sungai kecil yang bermuara di kedua sungai itu muncul dari sela-sela pemukiman penduduk. Tak cuma sungai, kota juga didominasi tanah-tanah berawa. Tak heran bila di tengah kota, kebanyakan rumahnya berbentuk panggung yang becek di kolongnya. Bagian depan rumah yang menghadap jalan memang bisa saja berkeramik permanen. Tapi ke belakangnya tetap saja menggunakan panggung dari kayu ulin. Hanya sebagian kecil saja rumah penduduk yang benar-benar permanen dari semen. Katanya sih, biaya untuk pengurukan terlalu mahal dan lebih murah dibuat panggung di atas rawa.

Kayaknya hanya hotel, mall atau bangunan besar saja yang menguruk total rawa di seputar bangunan. Untuk bangunan semacam instansi pemerintah atau toko kecil, cukup banyak yang membiarkan halaman rumahnya berawa. Mungkin rawa disana identik dengan taman depan rumah kalo kita di Jawa. Cuma memang, walau air dimana-mana, nyamuk tak sebanyak di Tamiang yang notabene hutan lebat tidak berawa.

Pembangunan disana cukup pesat juga. Jauh dari bayanganku semula tentang Kalimantan yang terbelakang. Jalan-jalan raya cukup lebar dan bersih walaupun ketika masuk gang kita akan kembali menemukan rawa-rawa. Kemacetan di siang hari dan jablay berkeliaran di malam hari sudah hampir mirip kota besar di Jawa. Makanan juga lumayan mahal untuk ukuran orang Jawa. Sarapan nasi kuning plus telur rebus yang di Jogja cukup 5 ribu perak, disini 17 ribu.

Keberadaan kota besar di pinggir sungai sepertinya sudah menjadi semacam keharusan di bumi Borneo ini. Coba lihat bagaimana Banjarmasin dengan sungai Martapura dan Baritonya, Pontianak dengan sungai Kapuasnya, Samarinda dengan sungai Mahakamnya, Palangkaraya dengan sungai Kahayannya, Kuching dengan sungai Sarawaknya, Bandar Seri Begawan dengan sungai Bruneinya dan lain lain. Hanya Balikpapan yang tidak berada di sungai, tapi tetap saja di pinggir laut alias dekat dengan air yang pernah menjadi tulang pungung lalu lintas manusia sejak jaman purba.

Yang aku suka dari kota ini adalah keberadaan pasar terapung. Lumayan asik juga untuk pendatang baru seperti aku melihat perahu yang lalu lalang dan hiruk pikuk berjual beli di atas sungai. Ciri khas teramat unik yang sempat menjadi jargon di sebuah televisi swasta ini sebenarnya layak jual kepada wisatawan. Jadi inget kota-kota sungai di luar negeri semacam Venesia. Sayangnya menelusuri sungai disini sedikit kurang nyaman mengingat kebiasaan di negeri ini lebih suka membuat rumah menghadap ke jalan darat. Jadinya bila kita berwisata sepanjang sungai yang terlihat adalah kamar mandi, kakus, dapur dan tempat jemuran yang berantakan. Tak sedap dipandang blas, kecuali pas kebetulan ada cewek abg lagi BAB pamer bokong. Heheh..

Kalo saja surat tugasku tak hanya sehari, kayaknya tak cukup waktu seminggu untuk menikmati segala keunikan kota Banjarmasin. Tapi tidak termasuk menikmati jablainya loh...
*Inget Citra yang mau punya adik lagi...

Mobile post via XPeria
Read More

31 Januari 2011

Negosiasi Kerja di Pertambangan

Dalam asumsi kebanyakan orang, kerja di pertambangn identik dengan penghasilan besar. Walau tak sepenuhnya salah, namun tidak bisa digeneralisir. Semuanya tergantung di perusahaan mana dia bekerja dan bagaimana negosiasi dia dengan bagian personalia saat memasukan lamaran kerja.

Di perusahaan yang relatif belum besar seperti tempatku kerja, secara umum upah pokok masih di bawah perusahaan bonafid. Tidak ada standar gaji berdasarkan grade karyawan. Negosiasi saat wawancara sangat besar pengaruhnya terhadap karir selanjutnya. Kadang dengan alasan masih percobaan, perusahaan memaksa calon karyawan untuk bergaji rendah. Namun bila sejak status percobaan sudah bergaji rendah, saat diangkat kontrak atau permanen pun kenaikannya tidak terlalu signifikan.

Di perusahaan yang menganut sistem personalia semacam ini, ijasah kadang tidak terlalu berpengaruh. Skil atau kemampuan teknis lebih diutamakan. Seperti karyawan yang masuk bareng kemarin. Karena salah nego, walau dia melampirkan ijasah D3 dalam map lamaran, gajinya sedikit dibawahku yang tak bawa ijasah secuilpun dan hanya menyerahkan daftar riwayat pekerjaan.

Untuk karyawan yang gajinya tidak all in alias memiliki tunjangan tetap dan hak lembur, penghitungan rasio lembur seringkali dibuat hanya berdasarkan upah pokok. Padahal menurut Keputusan Menakertrans no 102 tahun 2004, rasio upah lembur dihitung dari upah pokok ditambah tunjangan tetap. Apabila ada tunjangan tidak tetap, maka harus dilihat besar upah pokok plus tunjangan tetapnya kurang dari 75% total upah berikut tunjangan tidak tetap apa tidak. Apabila kurang, maka akan digunakan nilai 75% kali total upah.

Besarnya penghasilan juga ditentukan oleh status kontrak karyawan tersebut. Karyawan yan berstatus karyawan kantor pusat yang ditempatkan di daerah akan berbeda dengan karyawan lokal yang dikontrak di lokasi tambang. Karyawan lokal sistem penggajiannya seringkali didasarkan pada UMR, walaupun untuk kategori pertambangan upahnya memang lebih tinggi dibanding UMR non pertambangan. Tapi tetap saja ini berpengaruh besar terhadap penghasilan. Itulah sebabnya banyak karyawan yang sudah lama bekerja dengan status lokal berusaha mengajukan lamaran ke kantor pusat agar bisa berstatus karyawan penempatan.

Kasus sebaliknya adalah karyawan yang dijebak karena ketidaktahuannya tentang perstatusan ini. Disini ada 2 orang yang melamar di Jakarta, langsung dibawa ke Kalimantan tanpa banyak upacara dan dibuatkan kontrak disini dengan status karyawan lokal bergaji lokal pula. Dan pada akhirnya dia bingung dengan gajinya yang berbeda dengan karyawan penempatan plus saat cuti pulang kampung dia harus bayar tiket pesawat sendiri. Mau komplen juga bingung karena kontrak sudah telanjur ditandatangani.

Saat nego cuti pun dia dapat roster 24 : 2 yang artinya 24 minggu kerja dapat libur 2 minggu, sedangkan aku 12 : 2. Disini kelihatan perusahaan berusaha mencurangi jatah libur karyawan, dimana dalam satu minggu karyawan mendapat hak libur sehari. Tidak ada penjelasan dari HRD bahwa karyawan dengan kerja sistem roster, dia tak punya libur mingguan. Hari minggu pun dia harus kerja karena liburnya dikumpulkan di akhir periode roster. Libur 2 minggu atau 14 hari itu merupakan akumulasi jatah dia libur mingguan selama 12 minggu itu. Kalau dia kerja selama 24 minggu, seharusnya dia mendapat libur minimal 24 hari dong.

Karena cuti roster merupakan pengganti libur mingguan, seharusnya cuti tahunan selama 12 hari dia dapat juga. Kadang perusahaan berdalih, karena sudah ada cuti roster dia tak berhak atas cuti tahunan. Oh ya, libur sistem roster ini biasanya diberlakukan untuk karyawan yang jauh dari keluarga agar dia punya kesempatan pulang kampung agak lama. Untuk karyawan penduduk setempat digunakan sistem reguler dimana seminggu dia dapat libur sehari dan hanya punya hak cuti tahunan.

Ini penjelasanku kepada teman-teman yang kadang nelpon minta diajak kemari dengan asumsi penghasilan kerja di pertambangan pasti besar. Memang untuk status lokal, kebutuhan untuk tenaga lapangan seperti sopir dump truck atau operator selalu ada. Namun jangan harap bisa berpenghasilan seperti yang berstatus penempatan. Masalahnya untuk diterima sebagai karyawan penempatan itu yang agak sulit karena menuntut skil yang lumayan tinggi dan hanya di beberapa bagian yang terbatas.

Oleh karena itu bila berminat kerja di pertambangan, usahakan jangan salah pada waktu negosiasi awal. Tanyakan hak-hak karyawan secara gamblang tentang tata kerja, upah, kesejahteraan, cuti dan akomodasi termasuk ongkos pulang kampung. Jangan mentang-mentang butuh pekerjaan, nurut saja apa kata perusahaan. Untuk lebih amannya, jangan mau dikontrak untuk jangka panjang terlebih dulu. Minta saja 3 bulan dan negosiasi ulang setelah masa percobaan. Dan soal nego ulang ini harus tercantum juga di kontrak kerja.

Semoga membantu...

Mobile Post via XPeria

Read More

29 Januari 2011

Sayang...

Sayang...
Aku mengerti kerinduanmu
Seperti aku mengerti ketangguhanmu

Hari ini dan esok
Biarkan setiap hari tumbuh dan tumbuh
Selalu tersenyum dan jangan menyerah
Dalam keadaan sangat sulit sekalipun

Sayang...
Aku sangat mencintaimu
Sebesar cintaku pada anakmu

Malam ini...
Antar anakku tidur dengan hangat
Katakan aku sangat mencintainya
Peluklah anakku untukku
Dan beri dia ciuman dari ayah

Sayang...
Serindu apapun dirimu
Aku tak mau kau bersedih
Apalagi nyanyikan lagunya Syahrono

*Aku tak biasa...
Bila tiada kau di sisiku
Aku tak biasa bila ku tidur tanpa
Belalaimu...

Mobile Post via XPeria


Read More

Caping Gunung

Gek jaman berjuang...
Njur kelingan anak lanang...
Mbiyen tak openi..
Ning saiki ono ngendi...


Entahlah...
Pagi-pagi aku malah inget anak lanang yang sekian lama tiada kabar berita tanpa aku bisa menghubunginya. Di tengah medan keras ini hatiku malah jadi lembek koyo telek. Apalagi ketika mengerjakan data fingerprint di depan workshop dengan semilir angin membuai di tengah panasnya tambang. Perasaan tidak ada sesuatu yang memicu ingatanku kepada jagoan. Kalo kemarin sore aku inget Citra, wajar banget karena ibunya sempat cerita kalo dia seharian rewel dan mogok makan.

Di tengah galau itu, ibunya Citra nelpon. Dengan susah payah di tengah bising mesin-mesin workshop, aku bisa menangkap sepotong berita gembira. "Telat bulan dan dites positip..."

Healah...
Inget dua anak di kejauhan saja sudah bikin sedih begini, ini mau ditambah lagi. Alhamdulillah banget deh. Ternyata aku masih dipercaya untuk mengurus calon manusia lagi. Walau yang sudah ada pun aku belum tentu bisa mengurus dengan baik dan benar.

Sore ini katanya mau periksa ke dokter untuk verifikasi ulang lebih detil sekalian konsultasi karena posisinya masih menyusui Citra. Semoga sehat dan segalanya lancar walau aku tak bisa banyak bantu-bantu istri selama kehamilan. Terutama bantu suplai bahan...

Syukur iso nyawang...
Gunung deso dadi rejo...


Mobile Post via XPeria
Read More

27 Januari 2011

Menyikapi Crop Circle

Copas abis dari BETA UFO (www.beta-ufo.org)

Crop Circle, UFO dan Bagaimana Menyikapinya
Oleh Nur Agustinus (BETA-UFO)
 
LAPAN dan berbagai instansi lain dengan cepat menyimpulkan bahwa crop circle di Sleman dan Bantul adalah buatan manusia. Membuat pengamat UFO yang punya pandangan berbeda seakan tidak mengakui kredibilitas ilmuwan serta dianggap keras kepala karena kesukaannya pada fenomena UFO yang masih dianggap sebagai paranormal. Peneliti crop circle di AS, Nancy Talbott dari BLT Research, saat melihat foto-foto yang ada, menyayangkan sikap LAPAN yang terburu-buru dalam membuat kesimpulan.
 

Abu Mashud, tim investigasi BETA-UFO berada di lokasi crop circle Sleman
Sebenarnya, kalau orang-orang ini ditemui secara pribadi, ngobrol bebas dan tidak direkam atau untuk kepentingan publik, mereka mungkin bisa beda pendapatnya dengan apa yang dinyatakan lewat media. LAPAN secara organisasi tentu tidak mau mendapat kesulitan dengan banjir pertanyaan kalau mereka tidak tahu apa yang menyebabkan terjadinya crop circle.
 
Hal yang sama tentu berlaku ketika mereka secara institusi memberi pernyataan tentang UFO. Thomas Djamaluddin sendiri, seorang peneliti LAPAN, ketika masa mudanya pernah tertarik dan menulis tentang UFO di majalah Scientiae. Sebagai orang yang mewakili institusi yang dianggap penting (dan strategis) saat ini, tentu tidak mudah mengatakan bahwa UFO itu ada. Boleh jadi pendapatnya tentang UFO memang seperti itu saat ini, dan itu biasa sebab fenomena UFO ini sampai saat ini masih kontroversi.
 
Sebenarnya, saya melihat untuk kasus crop circle ini agak aneh ketika LAPAN dilibatkan. Hal ini karena LAPAN seharusnya menangani masalah antariksa dan penerbangan, bukan hal-hal yang ada di tanah. Tentu ini terjadi karena crop circle dikaitkan dengan UFO, sementara begitu bicara soal UFO, orang akan menoleh kepada LAPAN. Ini tidak lepas dari pernyataan kepala LAPAN di era tahun 1980an, Bapak J. Salatun, bahwa LAPAN menerima laporan UFO dari masyarakat. Bahkan dalam buku yang ditulis oleh Salatun, "UFO, Salah Satu Masalah Dunia Masa Kini" (1982), beliau bersama anaknya, Adi Sadewo Salatun (kini kepala LAPAN) pernah melihat dan memotret UFO pada tahun 1982.
 
Kita tidak tahu, apa yang dilakukan pemerintah atau militer menyikapi crop circle ini di balik media. Bisa jadi ada pertemuan khusus membahas hal ini dari aspek yang lebih tinggi. Boleh jadi meski dinyatakan bahwa crop circle ini buatan manusia, penelitian lebih lanjut tetap dilakukan dan terlewatkan dari pantauan masyarakat atau media.
 
Ada kesalahpahaman soal crop circle, di mana orang mengira bahwa crop circle adalah bekas pendaratan UFO. Ini adalah persepsi yang keliru. Crop circle adalah pola unik dan misterius di ladang. Memang ada orang yang bisa membuatnya, namun fenomena ini ada lebih dahulu daripada yang dibuat oleh manusia. Banyak hal yang misterius dalam fenomena crop circle, namun jika bukan pengamat serius masalah ini, tentu tidak akan mengikuti perkembangan informasinya.
 
Saya sering ditanya, apakah dari bentuknya bisa ditentukan itu buatan manusia atau alien? Saya mengatakan bahwa akan sangat sulit untuk mengambil kesimpulan sebab cara pembuatan crop circle yang bukan oleh manusia bisa macam-macam, antara lain karena efek pemanasan semacam dengan gelombang microwave, dan bisa juga dengan frekuensi suara. Yang terakhir ini tentu hanya rebah dan tidak akan ditemukan efek pemanasan apalagi radiasi. Namun saya katakan, bahwa kita bisa menilainya dari informasi tentang terjadinya. Seperti yang ada di Sleman, hingga jam setengah dua belas malam, warga tidak melihat ada yang janggal, aneh atau mencurigakan di sawah. Mereka saat itu duduk-duduk di luar rumah. Keesokan harinya sudah muncul crop circle tersebut. Kalau itu manusia yang membuat, maka tentunya "manusia ajaib". Sulit dinalar bahwa manusia membuatnya dalam waktu beberapa jam dalam kondisi gelap dan tanah persawahan yang cenderung basah. Padi yang ada rebah dan tidak kotor kena lumpur, di mana kalau prosesnya diinjak-injak, tentu akan tampak lumpur berlepotan.
 
Penemuan crop circle kedua di Bantul sebenarnya menambah rasa penasaran. Jika memang dibuat manusia, apakah pelakunya sama? Crop circle di Bantul akan sulit diketahui jika tidak ada yang di Sleman sebab bentuknya sulit dilihat dari atas (tidak ada bukit). Hanya karena petani di sana kemudian penasaran setelah mengetahui yang ada di Sleman, mereka menemukan bahwa pola rebahan juga unik, merupakan bentuk geometris yang teratur. Oleh karenanya, crop circle di Bantul ini, kalau dibuat oleh manusia juga tanda tanya besar.
 
Lalu, jika itu dihubungkan dengan UFO, bagaimana terjadinya? Ada video yang berhasil merekam peristiwa dua buah cahaya orbs (bulatan) yang melakkukan manuver dan kemudian terbentuk lingkaran aneh di ladang. Tapi ada juga kesaksian seorang polisi di Inggris yang memergoki tiga makhluk seperti manusia berukuran tinggi yang berada di ladang, dan kemudian polisi itu mendengar suara statik yang mengganggu telinganya. Saat terdengar suara itu, dia melihat tanaman rebah dengan sendirinya. Saat ketiga mahluk itu melihat ada orang yang mengawasinya, mereka lari dan kemudian terlihat ada benda melesat ke angkasa.
 
Boleh jadi crop circle di kawasan Yogya ini dibuat oleh makhluk-makhluk misterius ini. Proses terbentuknya yang misterius, sangat cepat membuat rasa penasaran yang luar biasa. Tentu akan sangat panjang jika polemik siapa yang membuatnya ini terus dilakukan. Crop circle ini sendiri dengan berjalannya waktu akan hilang bekasnya. Petani akan memanen dan menanami kembali ladangnya. Yang tersisa hanya foto-foto, video dan kesaksian warga. Menurut saya, kasus ini akan tetap menjadi misteri dan tidak bisa dijelaskan secara sederhana. Mungkin akan muncul lagi crop circle yang lain. Semoga di kesempatan lain, penelitian lebih serius bisa dilakukan.
 
Surabaya, 27 Januari 2011

Read More

26 Januari 2011

Menulis Tangan

Membudayakan membaca saja sudah susah, apalagi menulis. Kalopun mau kadang lebih suka menulis pendek ga jelas seperti di pesbuk atau kuiknot. Ada juga yang suka nulis panjang dalam buku harian tapi terbatas pada waktu jatuh dan putus cinta.

Menulis kegiatan harian secara manual di lingkungan kerja juga sulit ditemukan. Menulis laporan harian pun lebih banyak sebagai formalitas agar tidak kelihatan nganggur, bukan menjadi hobi. Itupun lebih banyak dibuat di word atau excel untuk kemudian dibuang setelah laporan diterima. Kebiasaanku menulis kejadian yang menyangkut pekerjaan sehari-hari di buku tulis suka dianggap aneh oleh teman-temanku. Ada yang bilang seperti anak sekolah. Ada juga yang bilang gaptek. Jaman canggih kok menulis di buku.

Walau sebenarnya cuma hobi, tapi beberapa kali aku terselamatkan oleh catatan anak sekolah itu. Ketika ada masalah yang sebenarnya aku tidak terlibat, catatan disitu seringkali menjadi alibi yang meyakinkan. Laporan harian yang dibuat di komputer begitu mudah diedit, sehingga tak seberharga tulisan tangan yang sudah lusuh di makan waktu. Ketika tidak ada masalah pun aku suka sekali membaca-baca catatan lama dengan berbagai ekspresi. Kadang senyum kalo membaca hal yang aneh dan kadang enek ketika membaca tentang masalah yang pernah menimpa.

Catatan yang aku buat biasanya dalam 2 bentuk. Pertama seperti agenda yang mencantumkan tanggal dan apa saja yang aku kerjakan hari itu, apa yang aku terima dari kantor dan segala yang bersifat umum. Bentuk kedua adalah catatan detil dari suatu masalah atau barang yang menjadi tangung jawabku. Misalnya saja tentang infrastruktur internet. Akan aku tulis kondisi awal yang aku temukan saat pertama kali tugas itu aku terima. Jumlahnya berapa, kondisinya bagaimana dan seterusnya. Dan di bawahnya akan aku tulis secara kronologis apa-apa yang aku lakukan dengan barang itu. Misalkan tanggal sekian rusak, tanggal sekian aku sevice dan tanggal sekian aku tendang dst dst..

Ini juga seringkali berguna saat aku wawancara masuk kerjaan baru. Walau mencari kerja itu katanya susah, tapi aku aku tak pernah mau dikontrak secara permanen untuk jangka waktu yang panang. Aku akan selalu minta percobaan selama sekian bulan dan negosiasi ulang setelah percobaan. Saat nego ulang itu aku buat semacam laporan kerja dan rencana kedepan bila aku dan perusahaan bisa sepakat untuk melanjutkan pekerjaan. Setelah laporan itu diserahkan biasanya buku itu aku tunjukan. Kadang aku bawa juga catatan dari pekerjaan lama agar perusahaan tahu bahwa aku punya kebiasaan mencatat. Dan buku-buku itulah yang sering aku jadikan andalan saat negosiasi terutama urusan gaji.

Tak ada yang istimewa. Semua hanyalah catatan bebas tanpa struktur yang seringkali acak-acakan. Apalagi bila aku kerja di lapangan. Tulisannya bak anak TK asal kebaca sendiri dan tak jarang banyak tinta yang tehapus kena keringat atau air hujan. Dalam menulis aku tak hanya menuliskan hal yang baik-baik saja. Kesalahan-kesalahanku pun aku cantumkan disitu. Itu pun ternyata bisa menarik simpati orang HRD saat wawancara. Ketika aku tunjukan sesuatu yang mungkin bagi orang lain bisa menjatuhkan imej, mereka jadi bertanya kenapa aku tunjukkan hal semacam itu ketika akan masuk kerja. Aku jawab saja aku butuh catatan dosa agar aku bisa memperbaikinya. Mereka pun menilai aku baik dan jujur walaupun sebenarnya aku suka cuek saja dengan semua aib pribadi dalam pekerjaan. Emang gue pikirin...

Dulu aku juga mencatat kegiatan pribadi dalam buku itu. Tapi setelah kenal blog, aku pindahkan semua hal ga penting itu ke blog sebagai catatan sejarah. Ingin sebenarnya membuat catatan sejarah secara lengkap. Namun mengingat blog juga dibaca teman, aku jadi membatasi pada hal-hal yang sedikit unik saja. Walau ngeblog itu bebas, tapi kalo sehari posting sampai berkali-kali apalagi tentang hal yang ga jelas, kasian temen bisa bete. Sejak saat itulah, catatan manual hanya aku buat untuk urusan pekerjaan.

Walau buat sebagian teman kebiasaanku itu dianggap aneh, tapi buatku tidak. Menulis tangan adalah hobiku. Termasuk menulis tangan ala sarmidi curanmor juga kadang-kadang. Dan itu adalah tentang hidupku...

Mobile Post via XPeria

Read More

Belajar nyupir lagi

Awalnya aku pikir, nyupir di sini tak bakalan jauh berbeda dengan di Jawa. Soal jalanan tanah yang sering berlumpur menurutku malah lebih baik kondisinya dibanding jalanan aspal di Cilacap. Masuk kubangan dengan pick up butut saja aku merasa sudah biasa, jadi menerobos dengan kendaraan 4WD sepertinya tak akan banyak kesulitan. Selama ini aku juga mikir kalo hutan itu diistilahkan alam bebas. Jadi di jalanan dalam hutan aku tak perlu banyak memikirkan undang undang lalu lintas yang selama di kota pun sering aku langgar.

Namun walau tanpa undang undang, disini ada aturan tanpa sanksi yang begitu kuat dipegang semua kendaraan pelintas hutan. Semula aku sempat bingung dengan rambu-rambu di pinggir jalan menuju tambang. Ada tanda panah ke kiri aku pikir jalan akan belok ke kiri, tapi kenyataannya belok ke kanan. Begitu juga sebaliknya. Sempat aku pikir itu rambu-rambu iseng bikinan masyarakat yang jauh dari peradaban. Tapi setelah mengamati perilaku pelintas jalan lain baru aku mudeng.

Selama ini tak peduli jalanan belok ke kanan atau kiri, aku seringkali mengambil sisi jalan sebelah dalam walau harus mencuri jalan orang. Seperti bila belok ke kanan. Asal diperkirakan dari depan tidak ada kendaraan lain, aku akan melangar marka poros jalan dan masuk ke jalur kanan. Disini normanya berbeda. Tak ada keharusan untuk selalu di lajur kiri di saat belok. Melainkan mengambil sisi jalan terluar dengan tujuan pandangan ke depan lebih leluasa. Tak perlu takut kepergok di tikungan dengan kendaraan dari depan, soalnya mereka pun pasti akan mengambil lajur luar. Ini bisa dimengerti karena disini banyak kendaraan berat pengangkut batu bara melintas dan akan sulit menghindar bila kepergok adu muka. Kecepatan mereka memang tidak terlalu tingi, tapi mereka akan sulit untuk berhenti mendadak dengan beban yang berpuluh ton di bak truk nya tanpa kena resiko kendaraan terguling. Itulah sebabnya kenapa di tikungan ke kiri, tanda panah di rambu justru mengarah ke kanan. Maksudnya kita harus ambil lajur kanan saat menikung ke kiri.

Toleransi antar pengguna jalan pun cukup tinggi. Saat berpapasan, kendaraan yang tanpa beban akan mingir dan berhenti memberi kesempatan kendaraan yang bermuatan untuk lewat terlebih dulu, apalagi di kubangan. Bila malam hari, kendaraan yang berhenti akan mematikan lampu besar dan hanya menyalakan lampu senja agar tidak menyilaukan pandangan yang dari depan. Tak perlu kita kedap-kedipkan lampu jauh berkali-kali hanya untuk meminta kendaraan dari depan untuk dim. Saat akan menyalip pun kita tak pernah kesulitan, karena kendaraan yang bermuatan akan menepi memberi kesempatan kendaraan yang bisa lari lebih kencang untuk lewat terlebih dulu. Tidak ada yang merasa benar atau ingin menguasai jalan. Tak ada pula klakson tanpa aturan atau sumpah serapah orang di jalan. Bukan cuma personal tambang saja, masyarakat memiliki perilaku yang sama.

Sebuah keindahan dari kata toleransi di tengah hutan.
Jadi siapa bilang hidup jauh dari peradaban identik dengan kebiadaban..?

Mobile Post via XPeria

Read More

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena