26 Januari 2011

Menulis Tangan

Membudayakan membaca saja sudah susah, apalagi menulis. Kalopun mau kadang lebih suka menulis pendek ga jelas seperti di pesbuk atau kuiknot. Ada juga yang suka nulis panjang dalam buku harian tapi terbatas pada waktu jatuh dan putus cinta.

Menulis kegiatan harian secara manual di lingkungan kerja juga sulit ditemukan. Menulis laporan harian pun lebih banyak sebagai formalitas agar tidak kelihatan nganggur, bukan menjadi hobi. Itupun lebih banyak dibuat di word atau excel untuk kemudian dibuang setelah laporan diterima. Kebiasaanku menulis kejadian yang menyangkut pekerjaan sehari-hari di buku tulis suka dianggap aneh oleh teman-temanku. Ada yang bilang seperti anak sekolah. Ada juga yang bilang gaptek. Jaman canggih kok menulis di buku.

Walau sebenarnya cuma hobi, tapi beberapa kali aku terselamatkan oleh catatan anak sekolah itu. Ketika ada masalah yang sebenarnya aku tidak terlibat, catatan disitu seringkali menjadi alibi yang meyakinkan. Laporan harian yang dibuat di komputer begitu mudah diedit, sehingga tak seberharga tulisan tangan yang sudah lusuh di makan waktu. Ketika tidak ada masalah pun aku suka sekali membaca-baca catatan lama dengan berbagai ekspresi. Kadang senyum kalo membaca hal yang aneh dan kadang enek ketika membaca tentang masalah yang pernah menimpa.

Catatan yang aku buat biasanya dalam 2 bentuk. Pertama seperti agenda yang mencantumkan tanggal dan apa saja yang aku kerjakan hari itu, apa yang aku terima dari kantor dan segala yang bersifat umum. Bentuk kedua adalah catatan detil dari suatu masalah atau barang yang menjadi tangung jawabku. Misalnya saja tentang infrastruktur internet. Akan aku tulis kondisi awal yang aku temukan saat pertama kali tugas itu aku terima. Jumlahnya berapa, kondisinya bagaimana dan seterusnya. Dan di bawahnya akan aku tulis secara kronologis apa-apa yang aku lakukan dengan barang itu. Misalkan tanggal sekian rusak, tanggal sekian aku sevice dan tanggal sekian aku tendang dst dst..

Ini juga seringkali berguna saat aku wawancara masuk kerjaan baru. Walau mencari kerja itu katanya susah, tapi aku aku tak pernah mau dikontrak secara permanen untuk jangka waktu yang panang. Aku akan selalu minta percobaan selama sekian bulan dan negosiasi ulang setelah percobaan. Saat nego ulang itu aku buat semacam laporan kerja dan rencana kedepan bila aku dan perusahaan bisa sepakat untuk melanjutkan pekerjaan. Setelah laporan itu diserahkan biasanya buku itu aku tunjukan. Kadang aku bawa juga catatan dari pekerjaan lama agar perusahaan tahu bahwa aku punya kebiasaan mencatat. Dan buku-buku itulah yang sering aku jadikan andalan saat negosiasi terutama urusan gaji.

Tak ada yang istimewa. Semua hanyalah catatan bebas tanpa struktur yang seringkali acak-acakan. Apalagi bila aku kerja di lapangan. Tulisannya bak anak TK asal kebaca sendiri dan tak jarang banyak tinta yang tehapus kena keringat atau air hujan. Dalam menulis aku tak hanya menuliskan hal yang baik-baik saja. Kesalahan-kesalahanku pun aku cantumkan disitu. Itu pun ternyata bisa menarik simpati orang HRD saat wawancara. Ketika aku tunjukan sesuatu yang mungkin bagi orang lain bisa menjatuhkan imej, mereka jadi bertanya kenapa aku tunjukkan hal semacam itu ketika akan masuk kerja. Aku jawab saja aku butuh catatan dosa agar aku bisa memperbaikinya. Mereka pun menilai aku baik dan jujur walaupun sebenarnya aku suka cuek saja dengan semua aib pribadi dalam pekerjaan. Emang gue pikirin...

Dulu aku juga mencatat kegiatan pribadi dalam buku itu. Tapi setelah kenal blog, aku pindahkan semua hal ga penting itu ke blog sebagai catatan sejarah. Ingin sebenarnya membuat catatan sejarah secara lengkap. Namun mengingat blog juga dibaca teman, aku jadi membatasi pada hal-hal yang sedikit unik saja. Walau ngeblog itu bebas, tapi kalo sehari posting sampai berkali-kali apalagi tentang hal yang ga jelas, kasian temen bisa bete. Sejak saat itulah, catatan manual hanya aku buat untuk urusan pekerjaan.

Walau buat sebagian teman kebiasaanku itu dianggap aneh, tapi buatku tidak. Menulis tangan adalah hobiku. Termasuk menulis tangan ala sarmidi curanmor juga kadang-kadang. Dan itu adalah tentang hidupku...

Mobile Post via XPeria

2 comments:

  1. wahhh..meski serba digital, kita perlu juga catatan sendiri agar ga sangat tergantung sama benda digital yang mungkin saja rusak.

    BalasHapus
  2. kebiasaan menulis tangan memang kayaknya sudah hilang ditelan perkembangan tehnologi yaa
    jaman sekarang, anak anak lebih jago kalo disuruh menulis sms. hehhee

    BalasHapus

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena