30 September 2010

Jegingger

Sebenarnya, sebelum pemenang lomba nulis ngapak diumumkan aku pengen kasih resensi terlebih dulu tentang novel Jegingger yang jadi hadiahnya. Tapi sejak aku pulang ke Jogja, novel itu langsung dikelonin istri ga bisa lepas. Lagi nenenin Citra saja sambil baca.

Novel Jegingger setebal 266 halaman ini berukuran 18x26 cm, diterbitkan oleh Yayasan Swara Hati Banyumas. Novel terbitan tahun 2010 ini merupakan versi bahasa Banyumasan dari Bekisar Merah yang sudah lebih dulu terkenal di dunia pernovelan menyusul Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk. Dicetak menggunakan kertas HVS dibungkus hardcover, novel ini dibuat terbatas hanya 2000 edisi. Makanya harga novel ini dibandrol 80ribu dan 60 ribu untuk edisi kertas koran, jauh lebih mahal dibanding versi bahasa Indonesia atau bahasa asingnya.
Read More

Standar Alat Kesehatan

Mengantar Citra imunisasi ke puskesmas, aku melihat ada ibu-ibu yang sedikit berdebat dengan petugas kesehatan. Sambil pura-pura cuek aku bisa menangkap topik obrolan mereka.

Katanya si ibu biasa menimbangkan anaknya di posyandu dan grafiknya terus meningkat setiap waktu. Karena tidak bisa ke posyandu, si ibu bawa anaknya kontrol ke puskesmas. Ternyata di timbangan puskesmas bobot badan anaknya turun. Petugas kesehatan menganggap penurunan itu bisa saja karena masalah kesehatan, sedangkan si ibu ngotot mengatakan anaknya sehat. Memang saat itu tidak terjadi perdebatan panjang lebar, karena keputusannya anak akan ditimbang ulang pakai timbangan posyandu.

Sepintas kelihatan sepele akibat dari kalibrasi timbangan yang tidak sama standarnya itu. Tapi bila itu saja bisa membuat orang salah analisa, kenapa belum ada orang yang berusaha mengangkat masalah itu ke permukaan. Dari timbangan saja sudah berakibat begitu, bagaimana bila yang dianalisa adalah penyakit yang berat. Masa kasus dokter salah obat harus terus terulang.

Layanan kesehatan yang kurang bagus di negeri ini memang sudah bukan rahasia lagi. Tapi apa salahnya sih kita mulai memperbaiki dari hal yang kecil dan mudah dulu. Seumur-umur kayaknya aku belum pernah dengar dinas metereologi mengadakan inspeksi alat ukur ke puskesmas. Apakah hanya karena timbangan kesehatan tidak digunakan untuk jual beli sehingga tidak disentuh. Padahal ini urusan manusia dan kesehatan yang nilainya kadang tidak bisa dibeli dengan uang.

Pinjem istilah di iklan tipi, mari kita perbaiki...

Siaran langsung dari Puskesmas Kotagede

Mobile Post via XPeria
Read More

29 September 2010

Bersama Ahmad Tohari

Setelah tertahan sehari di Purwokerto, baru sore ini aku bisa meluncur ke Jatilawang bersama Grontol dan Komplong. Tujuan utamaku menemui Ahmad Tohari adalah mengambil novel Jegingger untuk hadiah lomba nulis ngapak yang akan ditutup tanggal 30 besok. Selain itu aku pinjam juga novel Ronggeng Dukuh Paruk versi ngapak untuk diperbanyak dengan seijin beliau karena itu tinggal jimat satu-satunya yang tersisa. Kalo mau yang edisi bahasa Inggris, Belanda, Jepang, Korea atau bahasa asing lainnya malah masih ada stok.

Yang menarik dari sosok Ahmad Tohari adalah semangatnya "nguri-uri" budaya daerah sampai go internasional. Aku cuma bisa terkagum-kagum dengan kemauannya menulis sejak tahun 1971 yang baru bisa dimuat di Kompas pada tahun 1979. Delapan tahun bukan waktu yang pendek. Aku saja yang ngeblog baru beberapa tahun sudah mulai ogah-ogahan.

Padahal kalo mau melihat hasil kegigihan beliau, kita bisa berdecak kagum. Royalti dari novel pertama yang terbit tahun 1981 sampai sekarang masih mengalir. Istilah beliau, dari anak lahir sampai lulus jadi dokter dibiayai novel itu. Berbagai tesis tentang tulisan beliau sudah overdosis. Sampai-sampai UGM menolak pengajuan tesis tentang RDP karena sudah terlalu banyak.

Karya-karya Ahmad Tohari benar-benar mampu menarik perhatian banyak orang. Sampai-sampai Yun Hyun Sook mahasiswi Korea universitas Yuhan jurusan bahasa Jepang putar haluan mempelajari bahasa Banyumasan. Marina dari Jepang pun jatuh cinta ke budaya Banyumas diawali oleh novel Ahmad Tohari. Bukti kecintaan gadis Jepang itu ditampilkan kemarin di pendapa Sipanji Purwokerto, menari lengger berkolaborasi dengan Rianto seniman asal Banyumas.

Keberanian Ahmad Tohari memunculkan tema PKI di tahun 1981 perlu mendapat acungan jempol. Namun sayang justru Kompas yang ketakutan dengan cerita itu sampai banyak scene yang disunat demi keamanan. Akhirnya versi kumplit cerita itu hanya muncul pada versi bahasa Inggris yang diterbitkan di Amerika. Kontradiksi antara isi novel dan informasi dari pemerintah dan media Indonesia membuat banyak pihak asing yang penasaran tentang fakta yang tersembunyi dibalik pembantaian PKI. Ahmad Tohari pun sampai 2 kali diundang ke California untuk menjelaskan kondisi sesungguhnya. Dan baru pada RDP terbitan tahun 2009, potongan cerita yang hilang bisa diterbitkan secara komplit dalam satu buku.

Ada banyak obrolan dengan beliau yang ingin aku tulis. Sayang ngetik di hape rasanya kok begini yah..? Dilanjut nanti deh kalo dah nyampe Jogja.

Siaran langsung dari Sampang sambil menunggu bus patas terakhir menuju Jogja.

Mobile Post via XPeria

Read More

Jl Kemesraan

Duapuluh tahun lalu, orang Purwokerto menyebut ruas jalan ini sebagai jalan kemesraan. Waktu itu kondisinya sepi nyenyet persis kuburan. Kanan kiri jalan hanya pesawahan yang gelap gulita bila malam tiba. Jangan harap ada angkringan atau cafe. Hanya jangkrik dan binatang malam yang ada menemani satu dua pasangan yang asik menyepi di sepanjang jalan ini.

Entah kenapa sepotong jalan ini seperti sesuatu yang tersisa. Padahal ujungnya bersambung ke Jl Dr Angka yang lumayan ramai dengan kolam renang Tirta Kembar, Banyumas Biliard Center dan Dinasty Hotel. Aku sendiri melewati jalan ini hanya sebagai alternatif ketika meluruk ke SMEA Negeri.

Setelah dibangun GOR Satria dan perkantoran oleh pemda setempat, geliat ekonomi sepanjang jalan ini mulai tampak. Satu persatu warung mulai tumbuh. Apalagi ketika setiap pagi dan sore mulai banyak orang datang untuk olah raga atau sekedar nongkrong cuci mata. Jalan sepi ini mulai susah untuk diam di tengah malam sekalipun.

Pemerataan kehidupan ekonomi memang perlu dipancing oleh pemerintah agar bisa menyebar dan tidak ngumpul di satu tempat sementara tempat lain kesepian. Walau itu tetap tak mudah karena masyarakat juga seringkali tak mau diarahkan. Lihat saja beberapa sarana pemancing pemerataan yang mangkrak karena tak diminati masyarakat.

Apalagi yang namanya pemindahan pasar dari tengah kota ke pinggiran. Tak cuma satu dua kali aku dengar kasus pasar lama kebakaran setelah para pedagangnya tidak mau pindah ke pasar baru. Kalo cuma sekali mungkin masih dibilang wajar, ini seringkali terdengar. Makanya aku suka bertanya-tanya, haruskah pemerataan pembangunan harus menggunakan cara-cara anarkis semacam itu. Sudah berulangkali terjadi, kenapa pemerintah tak cepat tanggap mencari dimana akar permasalahannya.

Kenapa tak belajar dari jalan kemesraan ini yang bisa mesra meratakan pembangunan ekonomi masyarakatnya.

Siaran langsung dari Kwarcab Banyumas di Purwokerto

Mobile Post via XPeria

Read More

28 September 2010

Kekanakan

"Selalu ada sisi kekanakan dalam diri kita..." Sebuah tag yang teramat tepat yang dimunculkan konia ketika menyematkan game ular-ularan dalam hape seri 5110 dulu.

Itu sebuah kenyataan yang tak bisa kita pungkiri biarpun kita seringkali ngambek bila dikatakan kekanakan atau tidak dewasa. Contohnya ketika presiden Gusur mengatakan anggota hewan seperti anak TK, mereka langsung ngamuk dan dengan segala cara berusaha menggusur sang presiden dari kursinya. Aku sendiri walau kurang sreg dengan penggusuran itu, tetap saja tidak sependapat bila yang terhormat dikatakan bak anak TK. Wong di mataku seperti anak tidak sekolah kok.

Dibilang berpendidikan tinggi nyatanya banyak yang otaknya di dengkul. Matematika saja jeblok sampai tak bisa menghitung berapa uang sendiri dan berapa uang rakyat. Menjadi pejabat seharusnya mereka tahu kalo gajinya sudah tinggi. Kenapa baju, mobil, sampai jalan-jalan saja masih minta kepada rakyat. Perasaan anak TK saja sudah tahu kalo semakin besar pendapatan semakin besar pula kewajiban zakat dan sodakohnya kepada fakir miskin, bukannya malah makin semangat memorotin uang rakyat kecil.

Apalagi kalo melihat tingkah polah sebagian dari mereka yang bermuka mesum. Rasanya kok makin jauh dari kata dewasa. Anak kecil saja bisa ngebedain mana nenen pribadi dan jarang mau menjamah milik orang lain.

Aku saja suka malu kalo ada orang yang bilang aku begitu dewasa. Wong kenyataannya aku tak suka sinetron atau film dewasa. Hardisku malah penuh dengan film kartun anak-anak macam tom jerry atau sponge bob. Hahaha..

Entahlah...
Aku pribadi merasa lebih nyaman dalam situasi kekanakan. Semua beban hidup jadi tak terasa begitu berat. Sepusing apapun masalah seringkali langsung mencair ketika aku bergabung dengan anak-anak kecil.

Cuma kadang aku keterlaluan juga. Mentang-mentang lagi keranjingan the last airbender, Citra yang gundul suka aku anggap avatar. Hehehe yang penting hepi deh...

Siaran langsung dari bus efisiensi dalam perjalanan menuju Purwokerto...

Mobile Post via XPeria

Read More

27 September 2010

Selamat Ulang Tahun

Istriku kebangeten juga neh, masa ulang taun ga bilang-bilang. Untung aku ga jadi hari ini ke Denpasarnya. Jadinya masih bisa sekedar minta traktir di lesehan. Tadinya sih mau makan-makan di orchad road, tapi berhubung Citra masih terlalu kecil untuk bepergian jauh, jadi cukup ke angkringan saja.

Tidak perlu berpanjang kata keburu laper. Selamat ulang taun aja deh buat istriku sayang. Yang ke berapa tar aku tanya dulu deh. Ke 18 kali...

Dari lesehan lapang Kotagede

Mobile Post via XPeria

Read More

25 September 2010

Angin kencang menerpa Jogja

Mengendarai sepeda motor dari arah Malioboro tak tampak gejala apa-apa dengan cuaca yang panas. Tapi begitu masuk Semaki, angin kencang datang berputar-putar merontokan ranting pohon. Aku yang dah lumayan akrab dengan angin Jogja segera merapat bangunan dan menjauhi pepohonan.

Namun melihat langit mendadak hitam, mau ga mau aku harus segera pulang agar tidak kehujanan. Dalam kondisi angin kencang begini, kendarai motor pelan-pelan. Stang harus digenggam kuat karena sering angin muter datang tiba-tiba dan bisa mendorong motor ke samping. Mata juga harus jelalatan untuk antisipasi dahan patah dan terlempar ke jalan.

Pengguna jalan lain juga harus diperhatikan, karena dalam kondisi begini orang malah suka ngebut ingin cepat sampai rumah. Padahal bila angin datang, dijamin lalu lintas kacau karena lampu lalu lintas mati.

Seperti cewek yang sempat berteduh bareng di depan kecamatan Pakualaman. Aku dah bilang agar pelan-pelan. Dia malah memacu miawnya. Nyampe jl Kusumanegara menjelang Pamela pohon ambruk tepat ketika dia lewat. Masih beruntung dia larinya agak kekiri sehingga cuma kena ranting dan bukan batang pohon. Orangnya cuma lecet-lecet dikit, cuma kayaknya agak shock aja.

Ga bisa lewat, aku muter lewat Umbulharjo sambil sepanjang jalan dihujani ranting dan dedaunan, persis di last airbender lah pokoknya.

Masuk jl Gambiran hujan tambah deras. Trus ada pohon ambruk lagi. Aku masih agak jauh sih ketika pohonnya roboh. Tapi tuh pohon iseng banget nyamber kabel listrik dan telepon. Untung yang nyabet motorku kabel teleponnya jadi ga parah-parah amat. Abis itu si kabel masih nyempatin mampir ke angkringan nasi kucing sampe terdorong ke got. Pengendara motor di belakangku banting stang ke kiri. Dia sukses menghindari kabel, tapi malah kesambar papan nama yang terbang setelah penyangganya patah.

Pokoknya perjalanan penuh pejuangan neh. Makanya seneng banget ketika bisa nyampe rumah dengan selamat. Lebih seneng lagi di rumah, Citra dan ibunya sudah datang dari kampung. Bisa langsung kangen kangenan neh walau gelap-gelapan mati listrik.

Demikian siaran langsung dalam terpaan angin pentil kampak. Mau disebut puting beliung takut dikira membesar-besarkan berita. Semoga tidak ada korban jiwa...

Mobile Post via XPeria

Read More

PDAM Payah

Perusahaan ledeng kalo ga salah namanya PDAM alias Perusahaan Daerah Air Minum. Biarpun namanya perusahaan air minum, tapi aku ga yakin masih ada orang yang mau minum air ledeng. Jangankan untuk minum, mandi saja sebenarnya enggan melihat kualitas airnya.

Lihat saja di gambar. Untuk membuat saringan menghitam tak perlu menunggu waktu beberapa hari. Isi bak belum sampai setengah sudah bikin saringan coklat tua. Sudah pakai saringan pun, bak harus dikuras setiap hari. Kalau tidak, di dasar bak akan penuh endapan tanah. Kalau tidak pakai saringan, bukan cuma tanah, cacing pun ikut ikut bernyanyi melihat kita mandi.

Kualitas air tanah Jogja mungkin memang kurang baik. Ketika masih tinggal di Semaki aku kan tidak langganan ledeng. Air sumur memang jernih, tapi banyak banget cacing kecil-kecil. Berbagai macam obat seperti tawas, kaporit dan sejenisnya sudah aku ceburin tapi hasilnya nihil. Pernah juga aku masukin ikan beberapa biji ke sumur tetap tak mampu mengatasi. Tau kalo aku masukin ikannya satu kuintal plus racun tikus kayaknya baru mampus tuh cacing sumur.

Siapa yang ga sebel, mandi dengan air yang bau kaporitnya menyengat banget, kok cacingnya masih hidup ikutan ngupil. Masa setiap mau mandi musti pulang kampung dulu biar nemu air bersih yang seger dan bebas obat..?

Pernah aku nanya ke tukang ledeng yang lewat tentang kualitas airnya. Jawabannya tetap klise khas Indonesia Raya yang tak pernah berpihak ke konsumen. Apalagi ketika aku bilang, di luar negeri kok bisa air ledeng langsung diminum. Bukannya kasih pencerahan malah langsung berubah profesi jadi sales water purifier. Menyebalkan..

Dah ah, malah jadi ngomel-ngomel di kamar mandi...
Ehiya sebelumnya maap, kalo posting kali ini disambi ngebom. Abisnya kebiasaan kalo perut mules pasti nyamber hape untuk pesbukan. Selain di kamar mandi jarang aku buka pesbuk. Makanya kalo rajin komeng status, temen-temen bakal ngomong, "kamu sakit perut terus ya..?"

Siaran langsung dari kamar mandi...

Mobile Post via XPeria

Read More

24 September 2010

Penipuan Maning

Kemarin pagi, istri nelpon dari kampung. Katanya beli kopi instan ke warung terus di dalam sachetnya ada kupon hadiah langsung mobil. Karena disana internetnya lagi lelet, dia minta tolong aku bukain websetnya pabrik kopi kapal keruk untuk ngecek bener apa engganya hadiah itu.

Di websetnya, ada pengumuman bahwa telah beredar kupon palsu sebagai modus penipuan yang sudah dilaporkan oleh adpokat pabriknya ke Polda Metro Jaya per tanggal 18 Januari 2007. Sebuah pengumuman yang bermanfaat sekaligus bikin heran. Kenapa kasus yang sudah dilaporkan sejak 3 tahun lalu, sampai sekarang masih saja berjalan modus operandinya. Apakah dengan memasang pengumuman saja, mereka merasa sudah cukup untuk melindungi konsumen..? Kenapa ga sekalian dibongkar sampai ke akar-akarnya sih..?
Read More

22 September 2010

Kafir

Barusan baca sebuah tulisan yang berjudul Koruptor Itu Kafir. Sebenarnya ga ada yang aneh dalam tulisan itu, tapi aku kok jadi kepikiran dengan judulnya. Bukan aku menyetujui tindakan korupsinya, tapi aku meras kurang sreg dengan istilah kafirnya. Kenapa di jaman serba terbuka ini, orang masih saja begitu mudah mengobral kata kafir, yang menurutku sudah berada di luar ranah kemanusiaan lagi.

Kata kafir, sudah sejak lama dijadikan propaganda membodohi umat manusia agar mau saling serang dengan saudaranya. Gambaran jadul mungkin bisa dilihat di film Sang Pencerah. Upaya meluruskan arah kiblat yang keliru dianggap perbuatan kafir hanya karena perhitungannya mengandalkan peta buatan Belanda yang non muslim.
Read More

21 September 2010

Ngamen sih boleh

Niatnya cuma mau makan doang di lesehan lapang Karang lalu cepetan pulang. Eh, malah ada pengamen yang asik tenan. Suaranya bagus, main gitarnya top banget, udah gitu ga mau beranjak sebelum lagunya habis dinyanyikan, biarpun sudah diacungin duit. Merasa beneran terhibur, aku borong sepuluh ribu perak, dia ngasih lima lagu. Hehehe..

Memang sejak pindah rumah ke Kotagede, aku jadi jarang banget nongkrong di alun-alun. Soal jarak sih ga terlalu jadi masalah. Yang bikin males tuh pengamen dan pengemis yang terlalu banyak di sana. Tak jarang cuma jajan abis sepuluh ribu, buat yang ngamen habis tigapuluh ribu. Itu pun sudah dibikin ndableg alian ga semua dikasih.

Mending kalo beneran bisa menghibur. Rata-rata cuma gembrang-gembreng ga jelas asal dikasih duit trus ngabur. Kalo di alun-alun utara ada sih pengamen yang rombongan dan lumayan asik. Mana sopan lagi. Sebelum main musik selalu nanya dulu, boleh numpang ngamen apa engga. Kalo sama yang begini, ngasih uang rada banyakan juga ga kerasa kerampokan.

Coba kaya yang di alun-alun kidul kemarin. Udah nyanyinya ga jelas, dia tuh muterin alun-alun sampe ke tempatku lagi dan nyanyi lagi. Merasa udah ngasih duit, aku cuekin. Eh malah ndumal-dumil sambil ngacung-acungin kaleng duit.

Pengamen kayak gitu kadang mereka ga punya perasaan juga. Masa satu pengamen baru aja selesai tampil, langsung ada yang nyelonong kloter berikutnya. Ini ngamen apa audisi Indonesian mondol..?

Cari duit sih boleh-boleh aja bung...
Tapi jangan bikin orang merasa kegarong dong...

Siaran langsung dari lesehan lapang Karang Kotagede

Mobile Post via XPeria

Read More

Hujan

Orang Jawa bilang, "menawi jawah dados owah..." Artinya kalo hujan, segala sesuatu akan berubah. Dan itu bener banget. Dalam minggu ini saja, beberapa janji bisa batal atau telat hanya dengan alasan, "maap hujan..."

Biarpun jaman sudah berubah modern, pepatah lama itu masih saja relevan. Orang pintar sudah bersusah payah menciptakan payung, jas hujan bahkan mobil untuk mengantisipasi cucuran air agar tidak mengganggu aktifitas. Tapi karena kita tak mau minum tolak angin, tetap saja semua peralatan itu kadang tak berfungsi maksimal.
Read More

20 September 2010

Belalang Tempur

Masih tentang oleh-oleh dari kampung saat mudik kemarin. Kali ini tentang sepeda motor bersejarah yang teman-teman dan tetangga menyebutnya sebagai belalang tempur.

Sepeda motor atau masyarakat di kampungku dulu menyebutnya dengan nama honda ini dibeli ortu saat aku SMP. Honda bermerk Yamaha ini dipake bapak kerja, karena sepeda onthelnya aku sita buat ke sekolah yang jaraknya 20 kilo dari rumah. Sampai suatu saat aku kerja jadi teknisi telepon umum. Dari perusahaan ada penawaran untuk operasional mau pakai kendaraan kantor atau kendaraan pribadi dengan sistem sewa. Karena diitung-itung sewanya lumayan, aku ajukan proposal ke ortu agar sepeda motornya segera diwariskan.
Read More

Mbah Buyut

Umur memang rahasia alam yang absolut. Paling tidak dibuktikan dari keberadaan leluhurku dulu. Saat aku lahir sampai mulai besar, yang tersisa dari generasi mbah cuma tinggal satu, mbah putri dari ibu. Tapi untuk generasi mbah buyut, hanya eyang kakung dari bapak saja yang sudah tidak ada. Dan yang masih sehat sampai saat ini hanya tinggal satu dari garis ibu, dua yang lainnya meninggal saat aku SD.

Lebaran kemarin merupakan masa bertemunya mbah buyut yang tersisa dengan anak turunnya sampai generasi kelima. Nama lengkapnya aku tidak tahu, semua orang menyebutnya mbah atau Aki Dali. Usia pastinya pun tidak jelas berapa. Namun mbah buyut putri pernah cerita bahwa pada saat ada gunung ditengah lautan meletus dahsyat sampai hujan abu sehari tujuh kali, beliau sudah perawan. Gunung di tengah laut mungkin adalah Krakatau yang meletus pada tahun 1883. Sebutan perawan untuk gadis jaman dulu diawali dengan mulainya haidh pertama, mungkin sekitar umur 12 atau 14 tahun.
Read More

Penunjuk Arah

Jalan-jalan seharian tanpa hasil kemarin.
Dapetnya hanya foto-foto ginian.

Tidak ada yang salah di kedua papan penunjuk jalan itu.
Cuma pengen merhatiin penggunaan satuan jaraknya saja.

Malioboro 0,5 km
Gabusan 4.500 m
Kenapa ga ditukar posisi
500 m dan 4,5 km
Atau pake milimeter sekalian..
Hehehe...

Mobile Post via XPeria
Read More

19 September 2010

Berkat

Bulan syawal di kampung identik dengan bulannya orang mbarang gawe atau hajatan. Aku sendiri ga mudeng, kenapa orang begitu kompakan bikin acara beramai-ramai di bulan ini. Entah benar-benar bulan baik atau karena saudara masih ngumpul pasca lebaran aku ga tau. Yang pasti, efek samping utamanya pasukan cacing sampe demo terus-terusan dijejali nasi berkat yang tak pernah pulen. Jangankan sampe masuk perut, baru dikabrukin ke piring saja, nasinya sudah langsung talak tilu bercerai berai kemana-mana.

Aku sendiri tak pernah tahu kenapa nasi pemberian orang hajatan atau kendurian alias kenduren alias kepungan bisa dinamakan berkat. Mungkin berasal dari kata barokah. Dimana saat kenduren, nasi akan didoain beramai-ramai sebelum dibagikan dan dibawa pulang. Sehingga ketika kita makan nasi itu, apa yang diminta dalam doa itu diharapkan bisa berefek domino terhadap kita yang memakannya. Ini persis kalo kita datang ke pesantren dan disuguhi makanan. Tak peduli perut sudah penuh, tetap saja harus menghabiskannya. "Jangan lihat makanannya, mas. Tapi barokah dari pak kyai yang penting..."
Read More

18 September 2010

Soreku Telah Senja

Waktu kecil dulu, aku suka banget nongkrong di pinggir sawah setiap sore. Belum adanya play station atau warnet membuat sawah di tepian sungai adalah tempat favorit. Selalu ada anak-anak menggembala kambing atau kerbau disana. Kalau penggembala kerbau biasanya membawa suling, penggembala kambing seringnya bikin sempritan dari jerami. Itu yang membuat sore itu tak pernah kesepian oleh lengkingan yang bersahut-sahutan.

Aku yang suka banget mendelegasikan kambing ke adik, lebih suka petantang-petenteng bawa ketapel. Hasil buruan nanti dibakar rame-rame bareng teman-teman. Kalo nasib lagi baik, aku suka dapat burung puyuh atau ayam-ayaman. Kalo lagi apes, paling digampar orang karena batu ketapel nyelonong ke jenong orang lewat.
Read More

Cari Leasing Baik Hati Kok Susah Yah..?

Salah satu alasan berani menganggurkan diri adalah, semua beban hutang dan segala macam cicilan sudah tamat. Jadinya cari rejeki tidak terlalu tergesa-gesa. Asal ada buat kebutuhan sehari-hari sudah cukup.

Sayangnya harapan itu harus meleset secara force majoure. Niat balik duluan ke Jogja adalah ambil BPKB di leasing yang cicilannnya sudah kelar tapi BPKB belum keurus keburu lebaran. Aku pikir cuman tinggal ambil doang, sukur-sukur dikasih hadiah lebaran sebagai penghargaan terhadap pelanggan berdedikasi yang selalu setia ngutang. Eh, ternyata harus bayar denda juga.

Bolak-balik gonta-ganti leasing aku pikir, agar bisa nemu perusahaan pembiayaan yang perhatian kepada pelanggannya. Tapi hampir semuanya memenuhi takdirnya sebagai makhluk Tuhan yang tidak boleh sempurna. Selalu saja ada kekurangan yang terjadi yang semuanya selalu menyudutkan pelanggan agar berstatus korban pelengkap penderita.
Read More

16 September 2010

Onlen pake hape terus...

Resiko jadi orang kampung nih. Ingin berinternet ria dengan aman, nyaman terkendali pun susah. Mau ke warnet harus ngacir pake motor 5 kiloan lewat pesawahan yang jalannya remuk. Bawa modem cdma yang katanya saat ini paling kenceng, disini ga ada gunanya. Modal koneksi satu-satunya cuma pake jaringan telek komsel. Itupun harus berpuas diri dengan logo edge. Jangan harap bisa dapet 3G atau HSPDA apalagi HSUPA.

Koneksi minim itu kalo disambungin ke letop lemotnya minta ampun. Jadinya lebih suka onlen di hape. Untung IE Mobile lumayan kenceng larinya, jadinya ga harus pake opera mini yang suka error kalo dipake komeng. Lumayan lah buat buang unek unek di kepala daripada diempet jadi jerawat.

Buat posting sih lumayan enak dan kenceng. Kalo kepepet jaringan pas ancur banget, posting lewat email lebih enak. Sekali ketik bisa langsung kekirim ke pesbuk, belokcepot dan mulkipli. Susahnya tuh ketika harus BW. Untuk mulkipli rada enak ada versi mobile yang enteng walau susah untuk quote. Makanya aku pake versi mobile hanya untuk BW, untuk interaksi di blog sendiri tetep pakai regular site. Yang rada payah tuh di belokcepot yang ga punya versi mobile. Apalagi jagoan-jagoan disana suka banget pasang bermacam tempelan widget yang dahsyat. Sampe berasa remuk neh hape buat buka blognya.

Makanya selama posting aku masih berlabel mobile post, maaf kalo jarang bisa BW. Maklum lagi jadi FBiyah alias kaum fakir bandwith. Nanti dirapel deh kalo dah balik ke Jogja. Maap yah...

Mobile Post via XPeria

Read More

Among Among

Pagi-pagi mbahnya Citra dah sibuk di dapur bikin urab. Ternyata hari ini wetonnya Citra yang di kampung suka diperingati dengan acara among-among.

Peringatan hari lahir ini diadakan setiap selapan hari alias 35 hari sekali sesuai weton atau hari pasaran anak. Latar belakang acara ini aku sendiri ga begitu mengerti. Bertanya ke orang tua pun lebih sering mendapat jawaban jadul yang klise, "udah dari sononya..."

Tapi kalo melihat dari sisi istilahnya, among-among dekat dengan kata among atau asuh. Kepada anak-anak yang ikutan pun pesannya selalu sama, titip anak yang diamong-amongi, diajak bermain dan jangan dinakalin, itu tentang pengasuhan juga. Diharapkan si anak bisa diterima di lingkungan dan teman-temannya sampai dewasa nanti.

Prosesinya sih tidak ada yang aneh. Masih berbau Jawa banget yang suka merayakan sesuatu dengan berbagi makanan. Hanya saja untuk among-among, menunya khusus. Urab atau didaerahku dinamakan kluban, nasi putih dan telur rebus dibelah empat ditempatkan di tampah. Di bawah tampah diberi tempat cuci tangan berisi air, daun dadap dan uang logam. Waktu cuci tangan, biasanya sambil mengambil uang logam yang tersedia. Setelah dikasih wejangan agar menyayangi anak yang diamong-amongi, berdoa lalu makan bersama.

Karena terkikis jaman, among-among makin jarang diadakan di kampung. Kayaknya orang tua sekarang lebih suka mengadakan ulang tahun daripada among-among. Lebih irit kali, karena cukup setahun sekali. Walau biayanya mungkin lebih wah, tapi kan yang datang selalu bawa kado. Kalo among-among kan engga ada kado-kadoan. Pokoknya tinggal datang trus makan. Budaya kapitalis mewabah kayaknya sehingga acara syukuran pun mulai kena virus bisnis.

Semoga masih bisa bertahan lebih lama lagi tradisi warisan leluhur ini...

Mobile Post via XPeria

Read More

15 September 2010

Lebaran Kali Ini

Pulang kampung memang harus benar-benar digunakan untuk silaturahmi dengan keluarga di kampung. GPRS pun mendadak ngadat agar acara itu tak teganggu kebiasaan online yang suka bikin lupa lingkungan sekitar. Ini sudah bisa nyambung pun masih susah disharing ke letop. Terpaksa harus senam jempol neh ngetik di hape.

Malam takbir aku malah nongkrong di pasar Kawunganten nungguin Citra yang naik travel. Berangkat dari Jogja jam 8 malem, harusnya jam 12 dah nyampe. Ini jam 3 baru nongol. Jadinya semaleman takbiran di pinggir jalan. Walau cuma jadi pendengar, tapi takbir kali ini aku salut pada para penggemanya di masjid. Biasanya kalo dah lewat jam 1 malem yang takbir cuma tinggal satu dua orang. Di masjid sebelah sampe jam 3 lewat masih terdengar rame. Mau ga mau jadi tersentuh dan ingin bergabung setelah Citra kembali tidur. Eh, nyampe masjid tidak ada satupun warga yang hidup. Mic dari pengeras suara tergeletak di dekat hape yang menyuarakan takbir. Pantes saja ga berasa itu rekaman. Rupanya pas masih rame, sengaja direkam pake hape trus ditinggal tidur.

Begadang sampe pagi, abis subuh malah ketiduran. Bangun-bangun di masjid dah khotbah. Ngebut mandi dan mau berangkat. Untung diingetin istri kalo shalat ied, shalat dulu baru khotbah. Emang jumatan, hehehe...

Budaya silaturahmi dari rumah ke rumah masih berjalan sebagaimana biasa. Yang sedikit beda adalah di jalanan yang didominasi abg abg bersepedamotor ngalor ngidul ga karuan. Yang agak necis biasanya berboncengan dengan lawan jenis. Yang penampilannya nge-punk biasanya dengan punker juga yang kadang berboncengan empat. Jenis terakhir ini yang kadang suka nongkrong di mulut gang dengan sepeda motornya bergaya ala preman. Tapi ketika aku lewat, kesopanan mereka masih terlihat.

"badanan, lik.." sambil terbungkuk-bungkuk menyodorkan tangan dan dibuntuti dengan satu permintaan maaf yang tulus. "sepurane, lik. Njaluk duit lah, go mabok..."

Keliling kampung door to door menemui satu rutinitas lebaran yang belum juga hilang dalam hal suguhan makanan. Hampir di semua rumah, di mejanya terhidang kaleng khong guan. Sayang banyak penipuan. Ketika aku buka untuk berburu wafer, nemunya malah emping, sagon atau rempeyek. Payah...

Siangnya ngabur ke Cilongkrang ke tempat ortuku. Buru-buru pengen kesana, suer, yang kebayang pertama kali bukannya mau sungkem. Tapi kebelet makan ketupat sayur ibuku yang khas banget. Termasuk istriku juga keceplosan bilang begitu. Hahaha anak durhaka...

Nginep semalem di Cilongkrang, besoknya balik ke Kawunganten lagi. Tadinya mau nginep agak lama, soalnya kalo lebaran pemuda dan para perantau yang mudik suka iuran bua nanggap wayang di lapangan. Ternyata tahun ini engga dan malah nanggap dangdut. Yoweslah balik aja...

Besoknya hujan seharian dan ga bisa kemana-mana. Baru hari kemarin bisa ngumpul bareng pasukan jaman sekolah di Teluk Penyu Cilacap. Sebenarnya sih datang sebagai undangan. Tapi ketika masanya bayar makan, kok berubah jadi panitia yah..? Hahaha katanya mumpung abis maapan, gapapa ngerjain orang biar dosanya ga kosong-kosong amat.

Hari ini ada undangan dari Kwarcab acara silaturahmi Pramuka Bhayangkara di Purwokerto. Sayang hujan dari malem ga reda-reda. Jadinya bengong lagi neh...

Tapi apapun kejadian-kejadiannya, aku malah berharap lebaran bisa setiap hari. Satu kebahagiaanku saat lebaran adalah, semua orang merasa salah dan tak ada yang mengaku benar. Semua orang tak pernah bosa meminta maaf padahal tak satupun yang mengatakan akan memberi maaf. Aku tak ingin meningalkan lebaran karena sudah bosan menjadi manusia yang sok benar dan ingin menang sendiri.

Benarkah kita tulus saat mengucap maaf kemarin. Atau cuma basa basi yang segera basi beneran setelah lebaran lewat..?

Huuuh...
Itu yang suka membuatku merasa tak perlu ada lagi ritual basa basi bernama lebaran. Semoga pikiranku ini hanya pemikiran sesat sesaat saja...

Siaran langsung di tengah hujan...

Mobile Post via XPeria X-2

Read More

09 September 2010

Ayah jalan duluan ya, nak...

Selama ini, instansi berwenang selalu menganjurkan ke pemudik bersepedamotor agar anak istri pulang terlebih dulu jauh-jauh hari. Jadinya si ayah bisa damai naik sepeda motor sendirian ketika jalanan mulai padat.

Tapi anjuran itu malah terbalik buatku. Aku pulang naik motor duluan sementara Citra dan ibunya berangkat dengan travel nanti malam. Pulang mepet lebaran sebenarnya ga ada yang terlalu penting, mengingat aku sudah tak lagi terikat pekerjaan. Ibunya Citra disuruh mudik duluan pun ga bakalan mau. Karena memang lebih betah di Jogja daripada di kampung.

Berangkat dari Jogja jam 10 lewat jalur selatan selatan hanya butuh waktu 3 jam untuk mencapai gerbang kota Cilacap. Di Karangbolong sebenarnya pengen istirahat. Tapi takut cuaca yang sejak pagi cerah tiba-tiba berubah hujan, aku pilih bablas saja.

Di tipi seringkali disampaikan tips tips untuk pejuang mudik agar tetap fit dalam perjalanan. Aku pun melihat begitu banyak yang benar-benar siap siaga untuk itu. Buktinya sepanjang jalan, warung-warung makan penuh pemudik yang tak ingin staminanya loyo saat merayakan hari kemenangan setelah sebulan penuh berpuasa. Memang tidak semuanya sih. Banyak juga yang memilih istirahat di masjid pinggir jalan, walau sambil tiduran mereka memeluk botol air kemasan.

Memaksakan tetap puasa dalam perjalanan ternyata bisa menuai masalah juga. Saat tiduran di masjid Slarang ini, ada pemudik lain yang berbaik hati menawariku minuman. Karena sayang dengan puasa yang tinggal sehari, aku cuma senyum menolaknya. Ternyata pantang mundur juga tuh orang, terus saja menawari minuman. Aku pun tetap berusaha menolak.

Eh, tahu-tahu orang itu ngomong begini, "ga percaya liat tampangku ya, mas? Mentang-mentang jelek, dikiranya tukang bius pemudik apa?"

Haaaaah...???

Siaran langsung dari masjid Slarang Cilacap sambil siap-siap ngiprit jalan lagi. Satu jam lagi nyampe rumah neh...

Mobile Post via XPeria

Read More

Jogja Kebumen lewat selatan sepi

Jogja Kebumen melalui jalur selatan selatan atau via Petanahan kosong melompong dan bisa ngebut 140 km/jam neh. Kalo lewat Kebumen kota, jangan tanya deh. Banyak banget motor dan macet di komplek komplek pasar.

Mobile Post via XPeria

Read More

08 September 2010

Terakhiran

Sejak tahun 1998, aku pernah bertugas di daerah Pangandaran selama 3 tahun. Disana aku melihat banyak tradisi yang hanya ada di bulan ramadhan. Sebagian besar ritualnya tak jauh berbeda dengan daerah lain pada umumnya. Namun ada satu hal yang aku lihat hanya ada disana, yang disebut terakhiran.

Terakhiran walau muncul hanya di seputaran ramadhan, tapi aku tak melihat ada sangkut pautnya dengan penambahan nilai ibadah. Mungkin karena tradisi ini berlaku di kalangan anak muda, jadi isinya cenderung mengarah ke hura-hura. Seperti terakhiran bagian pertama yang selalu dilakukan menjelang masuk ramadhan. Menyambut ramadhan, di daerahku orang kebanyakan pergi ke makam untuk bersih-bersih lalu mandi besar dan keramas sepulang dari sana. Di beberapa daerah ada yang menyambutnya dengan mandi bareng-bareng di sungai.
Read More

07 September 2010

Persiapan Mudik

Orang lain sudah pada santai-santai di kampung, aku malah baru mulai kepikiran. Tukar pendapat sebentar dengan istri, akhirnya diputuskan Citra dan ibunya pulang menggunakan travel, sedangkan aku pakai sepeda motor.

Mumpung masih ada waktu dua hari, aku periksa dan selesaikan segala urusan. Aku ga mau seperti beberapa tahun lalu. Terlalu meributkan urusan pulang kampung, hal-hal sepele menyangkut rumah selama ditinggal ga kepikir. Habis lebaran bukannya damai bersih dari dosa, malah ribut dengan banyak urusan.

Listrik dan air, walau tanggal 20 masih lama, tapi mending diselesaikan dulu. Takutnya balik ke Jogjanya molor mengingat sekarang jadi pengangguran yang ga terikat ketentuan libur lebaran. Lagipula kalo di kampung suka royal. Takutnya pulang ke Jogja sudah kehabisan duit. Masa buat bayar listrik harus jual kolor di loakan.

Kunci-kunci rumah juga check ulang, terutama pintu pagar yang pake gembok. Paling engga diminyakin karena masih suka hujan. Takutnya karena jarang dibuka tar begitu pulang dari mudik malah gabisa masuk karena gembok macet.

Instalasi listrik sudah aku periksa sepintas. Yang ga perlu seperti komputer atau dispenser dicabut. Yang tetap nancep paling colokan kulkas. Lampu cukup nyalain satu atau dua biji dalam rumah. Kalo gelap total takutnya ada tikus yang kerasan. Bahan makanan yang ga awet, sebaiknya dibawa mudik atau dibagikan ke tetangga yang ga mudik. Gas juga dicabut dari regulator dan ledeng langsung dimatikan dari kran meteran air.

Buat yang langganan koran sebaiknya distop sementara biar ga dianterin tiap pagi. Siapa tahu kalo liat koran numpuk di depan pintu ada yang trus mikir penghuninya belum balik. Kebetulan juga ada saudara yang ga mudik, jadi kunci rumah bisa dititipin. Ke tetangga sebelah juga bilang kalo kunci dititipin ke saudara. Takutnya ada sesuatu, saudara dan tetangga bisa bantu ngecek.

Rumah dah siap ditinggal, travel juga sudah dipesen. Tingal nyervis motor neh. Kilometernya dah lewat dikit dari masa service. Selama ini belum pernah rewel sih, apalagi motornya memang spesialis jalan jauh. Tapi kalo anyar diservis kan lebih mantap.

Tapi sayang, banyak orang yang kayaknya berpikir sama hari ini. Jadinya di bengkel ngantriiiiii panjang banget. Jempol dah sampe pegel komen sana sini lalu ngetik postingan ini, kok ya belum dibawa masuk ruang service juga tuh motor. Mana CSnya sadis-sadis tampangnya. Kalo cakep dan murah senyum kan rada adem neh nunggunya. Sabar...

Siaran langsung dari bengkel Yamaha Gedongkuning

Mobile Post via XPeria X-2

Read More

05 September 2010

Biskuit Khong Guan

Bukan lagi ngiklan. Tapi lagi cerita lebaran jaman dulu di kampungku. Kampung yang berada di lembah sempit dikepung hutan karet dari segala penjuru. Akibat sempitnya areal pertanian bidang pekerjaan lain selain jadi penyadap karet, sebagian besar tenaga produktif merantau ke kota. Karena hampir semuanya merantau ke Jakarta, sampai-sampai semua orang yang pergi dari kampung akan disebut Jakartaan. Setiap ada mobil berplat luar kota, atau melihat tumpukan koper atau kardus di pinggir jalan, orang akan selalu berkata, "wah ada Jakartaan pulang..."
Read More

04 September 2010

Operasi Ketupat

Sekitar 20 tahun lalu, selama beberapa tahun aku tak pernah merasakan yang namanya lebaran bersama keluarga. Seminggu sebelum lebaran, aku sudah harus nongkrong di jalan bantuin pak polisi mengurusi yang pada mudik. Tahun pertama aku gabung di Pramuka Bhayangkara Polres Banyumas, pada tahun 1990, aku masih bisa sering pulang karena pake sistem sift. Sejak tahun kedua, aku masuk jadi pengurus yang mau ga mau harus full mengurus pasukan yang ada di jalanan.

Selama lima lebaran berturut-turut, aku selalu kebagian di Pos Simpatik Buntu, tepatnya di depan Polsek Kemranjen. Kebetulan pos itu mengawasi daerah yang lumayan rawan kecelakaan. Dari perempatan ke utara didominasi tanjakan curam dan belak belok. Ke arah barat dan timur jalanan datar dan lurus. Tapi justru itu yang sering membuat pengendara ngantuk dan lepas kontrol. Apalagi bila dihitung waktu tempuh dari Jakarta, daerah itu merupakan titik puncak kelelahan pengemudi. Makanya yang namanya kecelakaan, setiap hari pasti terjadi.
Read More

03 September 2010

Damar Sewu

Jaman aku kecil dulu, 10 hari terakhir ramadhan disebut dengan istilah likuran. Ini berasal dari sebutan angka 20an dalam bahasa Jawa dimana 21 disebut se likur, 22 ro likur, 23 telu likur dan seterusnya. Waktu itu, ramadhan justru semakin semarak ketika masuk ke masa likuran tersebut. Bila di awal-awal puasa, setelah taraweh hanya satu dua yang tadarus, setelah likuran orang yang iktikaf semakin banyak.

Suasana malam menjadi meriah, karena setiap rumah akan membuat apa yang disebut damar sewu. Semacam obor tapi punya sumbu banyak. Dibuat dari sebatang bambu pasang mendatar pada tiang, lalu dikasih lubang untuk sumbu. Tak cuma di halaman rumah, sepanjang tepi jalan kampung pun warga memasang damar sewu. Sehingga desa yang semula gelap gulita karena belum ada PLN jadi terang benderang. Belum lagi para pemuda suka berkeliling kampung sambil pawai obor.
Read More

Gunung Bangkel

Setelah kemarin seharian ga bisa kemana-mana, karena Citra ga mau ditinggal, hari ini bisa keluar juga. Kasihan Moes, jauh-jauh dari Jombang ke Jogja cuma disuruh jagain Citra. Koyo esbeye wae...

Muter-muter kota panasnya minta ampun. Cari yang adem dalam kota dah penuh orang. Mau ke Kaliurang si Moes katanya bosen. Jadinya aku ajak ke Wonosari. Baru nyampe ringroad, si Moes bilang jam 3 ada janjian mau kopdar sama kalongers Multiply. Takut ga keburu, akhirnya aku belokin ke Gunung Bangkel sebelum Piyungan.

Bukan gunung sih, cuma bukit kecil. Tapi suasananya cukup adem buat menikmati semilir angin. Pemandangan sekitar begitu menghijau didominasi pesawahan di kaki bukit. Untuk sekedar merebahkan badan, bisa numpang di pendopo joglo milik seorang seniman yang ada di puncak bukit.

Katanya sih, pemandangan malamnya juga tak kalah indah. Apalagi bila cuaca cerah atau terang bulan. Konon syahdu banget buat berduaan. Jadi menyesal neh, jaman pacaran ga pernah kesini. Ini ada kesempatan jalan-jalan, bukannya sama cewek, malah sama tuyul bongsor. Hahaha...

Dah dulu ya, mulai terkantuk-kantuk neh...

Siaran langsung dari puncak Gunung Bangkel Bantul

Mobile Post via XPeria

Read More

02 September 2010

Jaga Citra

Ketika presiden berpidato kemarin malem, aku malah nongkrong di alun-alun kidul bareng Moestain dan Priyo Anotherorion. Aku pikir ga bakalan ada yang aneh dengan pidato tersebut, makanya aku pilih keluar rumah dan ngemut jagung bakar.

Ketika pesenanku di lesehan penuh error aku ga berani komplen. Aku maklumi saja rakyat kecil berbuat begitu wong presidennya saja idem. Aku pesen jagung bakar asin malah dikasih yang pedes. Moes pesen es campur malah dikasih sekoteng pake es batu. Persis pejabat kita yang dipesenin untuk mensejahterakan rakyat tapi malah memerasnya untuk kepentingan pribadi.

Aku tidak ngajak tawuran ke penjual jagung, soalnya presiden kita juga mengajarkan yang sama. Kita tidak boleh anarkis dan bertindak yang bermartabat. Daripada aku digamparin tukang martabak kan mendingan ngalah tho..?

Ga nyuruh perang, aku sih setuju saja. Kalo ada yang ngotot minta perang, ya silakan saja. Tapi sebelum perang, tolong seluruh TKI disana disuruh pulang dan dikasih pekerjaan dengan kesejahteraan sepadan dulu. Lalu yang sekolah disana juga balikin dulu dan kasih pendidikan yang setaraf. Setelah itu mau perang, perang aja gih.

Kalo buat aku sih, mendingan dananya digunakan untuk memerangi korupsi pejabat kita dulu. Suruh tuh densus 88 menggantikan KPK biar cepet tuntas. Kalo kurang orang, polantas jadiin densus semua, daripada ngisengin orang lewat doang pake sempritan.

Walau banyak yang mengecam, tapi suer aku terharu banget membaca pidato bapak esbeyek semalem di koran. Ternyata beliau tak cuma perhatian ke videonya ariel doang. Ke anakku juga mau merhatiin ternyata.

Tapi kalo boleh rikuwes ke pak esbeye, jangan cuma jagain Citra doang dong, pak. Sekalian gendongin kalo Citra lagi rewel. Jangan lupa gantiin popok dan cebokin juga. Kalo ngomong tegas ga bisa, masa sih nyebokin gabisa juga. Trus bisanya apa dong..?

Terima kasih pak esbeyek...

Siaran langsung sambil momong Citra yang pipis terus seharian...

Mobile Post via XPeria X-2

Read More

Nglurug Tanpa Bala Bisakah..?

Ketika katanya kedaulatan negara ramai digugat, aku tetap saja tak segera bangkit semangat nasionalismenya. Mungkin benar kata temanku bahwa pikiranku terlalu skeptis bila sudah bicara tentang negara ini. Kecintaanku terhadap bangsa ini justru membuatku lebih banyak diam menyaksikan sepak terjang para pembesar yang kebesaran omong doang.

Ketika pemilik negeri ramai menggugat pengelola negara, aku pun tetap berdiam diri. Termasuk ketika prediksi kekuatan tempur mulai disimulasikan secara terbuka, sukarelawan sudah direkrut, angkatan perang menyatakan siap, aku masih saja belum ingin bergerak.
Read More

Prepegan

Prepegan adalah satu istilah lagi di kampungku yang hanya ada menjelang lebaran. Kata itu digunakan untuk menyebut hari pasaran terakhir di bulan ramadhan. Seperti kebanyakan pasar tradisional umumnya, pasar di kampungku pun hanya buka pada hari pasaran tertentu. Pasar Cilongkrang buka hari minggu pagi saja. Untuk pasar yang agak besar seperti pasar Cipari buka hari senin dan kamis.

Misalkan lebaran jatuh pada hari selasa atau rabu, maka pasaran pada hari senin disebut prepegan. Dimana semua orang tumpah ruah ke pasar untuk belanja kebutuhan lebaran. Pengunjung berjubelan tak kenal panas matahari atau jalanan becek. Sampai-sampai banyak yang lupa bahwa mereka ke pasar adalah untuk merayakan hari kemenangan atas puasanya. Dan kenyataan berbicara lebih banyak orang yang tidak puasa disaat itu dibanding yang puasa.
Read More

01 September 2010

Kapan Ganti Berita..?

Rencana mudik saja belum terpikirkan. Eh, tiap hari selalu saja ada yang ingetin di tipi untuk hati-hati kalo jalan ke Cilacap. Ga perlu disiarkan berulang-ulang kayaknya semua orang dah tahu kalo Cilacap jalanannya ga pernah beres.

Mbokyao sekali kali nyiarkan kalo seluruh koruptor Cilacap dah masuk sel semua, ga cuma boneka Probo doang. Heran juga sih kalo melihat kilang pertamina yang notabene memproduksi aspal adanya di Cilacap. Tapi kondisi jalannya paling ancur se Jawa Tengah. Apalagi dibanding Jogja yang masuk kampung saja sudah hotmix.

Bapak ibu wartawan yth. Kalo cuma jalan rusak, itu sih bukan berita. Apalagi yang disorot selalu jalanan daerah Cibriluk terus. Payah...

Kapan aku bisa mudik tanpa goyang dombret..?

Siaran langsung dari depan tipi dengan hati enek...

Mobile Post via XPeria

Read More

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena