22 September 2010

Kafir

Barusan baca sebuah tulisan yang berjudul Koruptor Itu Kafir. Sebenarnya ga ada yang aneh dalam tulisan itu, tapi aku kok jadi kepikiran dengan judulnya. Bukan aku menyetujui tindakan korupsinya, tapi aku meras kurang sreg dengan istilah kafirnya. Kenapa di jaman serba terbuka ini, orang masih saja begitu mudah mengobral kata kafir, yang menurutku sudah berada di luar ranah kemanusiaan lagi.

Kata kafir, sudah sejak lama dijadikan propaganda membodohi umat manusia agar mau saling serang dengan saudaranya. Gambaran jadul mungkin bisa dilihat di film Sang Pencerah. Upaya meluruskan arah kiblat yang keliru dianggap perbuatan kafir hanya karena perhitungannya mengandalkan peta buatan Belanda yang non muslim.


Di jaman repotnasi seperti sekarang ini, paling terasa adalah ketika musim pemilu. Banyaknya partai berbasis agama membuat mereka berebut kyai berpengaruh agar bisa menyeret umatnya ke salah satu partai. Tak jarang kyai-kyai sesat dengan mudah mengatakan kafir kepada saudaranya yang tidak mau berpikiran sama dalam berpolitik, terutama di kampung-kampung.

Kasus lain adalah ketika melihat sebuah kejahatan keji. Tak jarang kita berucap tanpa kita sadari, "dasar kafir tak beragama..." Kenapa sebuah kejahatan selalu dihubungkan dengan kekafiran. Bila nyatanya sebagian besar penjahat di dunia, di KTPnya selalu tertulis beragama. Seorang atheis dapat saja menjadi seorang humanis, sebagaimana Fidel Castro yang begitu dicintai rakyatnya. Atau Voltaire yang memperjuangkan kebebasan rakyat jelata Prancis dari kungkungan penguasa pemerintahan dan penguasa agama yang absolut. 

Di lain sisi, Mr Bush yang aku yakin beragama nyatanya telah menjadi teroris nomor satu di dunia walaupun bersembunyi dibalik nama anti terorisme. Di negeri ini ada Front Preman Indonesia yang juga jelas-jelas beragama, namun selalu belajar menjadi teroris kecil-kecilan dengan dalih amar ma’ruf nahi munkar.

Lihatlah seperti apa Udin ngetop menjual agama untuk mencari pengikut militan. Dengan dalih jihad melawan orang kafir, dia bisa mendapatkan orang yang siap mati. Mereka menganggap Tuhan bangga dengan jalan kematiannya itu. Tapi menurut korban yang tak bersalah, apakah mereka juga mengatakan itu keadilan Tuhan.? Untuk masalah ini mungkin kita bisa bercermin dari sebuah percakapan antara Richard Lion Heart dan Robin Longstride dalam film Robinhood 2010.

Richard : Apa pendapatmu tentang perang salib-ku? Apakah Tuhan senang dengan pengorbananku?
Robin : Dia tidak senang.
Richard : Mengapa kau berkata begitu?
Robin : Pembantaian di Acre, Yang Mulia. Ketika kau memerintahkan kami menggiring 2.500 pria Muslim, perempuan, dan anak-anak bersama-sama, wanita muda di kakiku, dengan tangan terikat, dia menatapku. Tidak ada ketakutan di matanya. Tidak ada kemarahan. Yang ada cuma rasa kasihan. Karena ia tahu, ketika kau memberikan perintah, dan pedang kami memenggal kepala mereka, saat itulah kita kehilangan Tuhan. Kita semua. Kehilangan Tuhan.

Kadang niat kita mengatakan orang lain kafir adalah untuk menunjukkan bahwa kita adalah manusia beragama. Namun kenyataannya, ketika kata itu terucap, kita pun sudah berubah menjadi golongan yang sama dengan orang yang kita tuduh. Ingatlah analogi jari tangan. Saat kita menunjuk orang, hanya satu jari telunjuk yang teracung ke orang lain. Jari lainnya mengarah ke diri kita sendiri.

Kafir atau tidak, itu hak prerogatif Tuhan. Manusia tak berhak ikut menyentuhnya. Keyakinan adalah urusan habluminallah masing-masing orang. Kepada orang lain, area kita adalah hablumminannas. Tak perlu lagi kita obral kata kafir dalam kehidupan sehari-hari. Semakin sering kita mengucapkannya, semakin gencar kita menjauhkan Tuhan dari umatnya.

Ingatlah, Indonesia masih tanah air beta. Belum full version. Jangan salahkan bila masih banyak bug didalamnya. Masyarakatnya gampang dihasut, dipecahbelah dan diadu domba. Yang pinter kerjaannya minteri orang lain. Yang punya kuasa senangnya menindas rakyat kecil. Kalo kita yang merasa kecil tidak segera merubah pikiran agar lebih terbuka, kapan kita lepas dari penindasan politik kotor ini.

Benar kata Jayabhaya...

Ing jaman edan
Ora edan ora keduman
Sing edan
Ora kathokan...

Tinggalkan perpecahan yang mengatasnamakan agama
Karena tuhan tidak akan merasa bangga
Kayaknya...

15 comments:

  1. kadang kita lupa untuk melihat pada diri sendiri ketika menghakimi orang lain >.<

    BalasHapus
  2. Bener kata inge.... untuk jama sekarang ini sudah gak pantas kata-kata "kafir" ditujukan pada seseorang,..

    BalasHapus
  3. wah, Indonesia tanah air beta.... I like that ..

    BalasHapus
  4. bener.. kenapa laguna indonesia tanah air beeetha... ayo ditunggu apdetannya... apdetan full version.. masa pake crack terus..hehehe

    Linduaji M

    BalasHapus
  5. berarti sinetron yang berjudul 'kafir' juga kurang tepat ya..:)

    BalasHapus
  6. yah, semuanya sekrang tinggal bagaimana kita memandang. pandangan orang berbeda2. yang penting kita yakin pada apa yang yakini mas. ^_^

    BalasHapus
  7. kiamat sudah dekat, mari bertaubat :)

    BalasHapus
  8. Kafir atau tidak, itu hak prerogatif Tuhan. Manusia tak berhak ikut menyentuhnya. Keyakinan adalah urusan habluminallah masing-masing orang. Kepada orang lain, area kita adalah hablumminannas. Tak perlu lagi kita obral kata kafir dalam kehidupan sehari-hari. Semakin sering kita mengucapkannya, semakin gencar kita menjauhkan Tuhan dari umatnya.

    saya spakat pak..

    BalasHapus
  9. pasti yg ngarang buku tuh py alasan mengatakan kafir...


    tp memang miris jg sih ketika org2 dgn mudahnya blg kafir ke org lain...meskipun satu akidah

    BalasHapus
  10. Kafir kalo ditempatku yang biasa terima uang itu
    yang diswalayan kalo abis belanja gitu

    BalasHapus
  11. Bukan kayanya Brow.. tapi pastinya Tuhan emank gak bangga sama Perpecahan dengan nama SARA..... aku setuju Sob... kayanya udah gak relevan klo apa2 disebut kafir....tapi aku setuu juga sama Skydrugz.. kemungkinan si penulis punya alasan tersendiri.....

    BalasHapus
  12. iiiaa,,, intinya lidah tidak bertulang,, mulutmu harimau mu.. jadii,, kita sebagaii manusia memang harus hati2 jika berucap....

    BalasHapus
  13. kutipan artikel: "Kafir atau tidak, itu hak prerogatif Tuhan. Manusia tak berhak ikut menyentuhnya."

    hmmm, sekilas kalimat ini terasa indah dan baik. tapi kalimat ini sangat tdk pantas diucapkan kecuali oleh oleh seorang muslim, bahkan tak layak diucapkan oleh orang yg berakal. ajaran islam melarang beberapa hal sehubungan dg org kafir, misal: wanita muslimah dilarang menikah dg laki2 kafir. bagaimana larangan ini bisa diterapkan jika manusia tdk berhak menilai seseorang kafir atau tidak. itu hanya satu dari banyak larangan atau perintah yg hanya bs diterapkan setelah seseorang bisa diketahui kafir atau tidak.

    BalasHapus
  14. maaf salah tulis: hmmm, sekilas kalimat ini terasa indah dan baik. tapi kalimat ini sangat tdk pantas diucapkan oleh seorang muslim, bahkan tak layak diucapkan oleh orang yg berakal. ajaran islam melarang beberapa hal sehubungan dg org kafir, misal: wanita muslimah dilarang menikah dg laki2 kafir. bagaimana larangan ini bisa diterapkan jika manusia tdk berhak menilai seseorang kafir atau tidak. itu hanya satu dari banyak larangan atau perintah yg hanya bs diterapkan setelah seseorang bisa diketahui kafir atau tidak.

    BalasHapus
  15. peran Tuhan sudah diambil manusia...:))

    BalasHapus

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena