Soreku Telah Senja

Waktu kecil dulu, aku suka banget nongkrong di pinggir sawah setiap sore. Belum adanya play station atau warnet membuat sawah di tepian sungai adalah tempat favorit. Selalu ada anak-anak menggembala kambing atau kerbau disana. Kalau penggembala kerbau biasanya membawa suling, penggembala kambing seringnya bikin sempritan dari jerami. Itu yang membuat sore itu tak pernah kesepian oleh lengkingan yang bersahut-sahutan.

Aku yang suka banget mendelegasikan kambing ke adik, lebih suka petantang-petenteng bawa ketapel. Hasil buruan nanti dibakar rame-rame bareng teman-teman. Kalo nasib lagi baik, aku suka dapat burung puyuh atau ayam-ayaman. Kalo lagi apes, paling digampar orang karena batu ketapel nyelonong ke jenong orang lewat.

Acara penutup sebelum pulang biasanya nyebur ke sungai sekalian mandi sore. Ga perlu mikirin sabun antivirus, pokoknya asal pulang basah kuyup sah sudah. Lagian waktu itu adanya cuma sabun batangan cap tangan yang serbaguna. Buat mandi, cuci baju sekalian cuci piring juga. Paling banter menggosok badan pakai batu koral mungut dari rel kereta dan sikat gigi pakai alang-alang atau sabut kelapa. Baju dan celana dikucek sekalian trus dipake pulang. Nanti sampai rumah baru diisis di jemuran biar besok pulang sekolah sudah kering dan bisa dipakai dinas ke sungai lagi.

Saat aku pulang kampung kemarin, soreku yang indah dulu terasa banget sepinya. Cukup lama aku termenung sendirian disana, mencoba membuka lagi cerita-cerita lama yang benar-benar tinggal cerita. Tiada lagi anak-anak penggembala kambing. Kalo pun ada yang cari rumput, semuanya orang tua dan aki-aki. Anak meniup suling di punggung kerbau pun tak ada lagi. kalo yang sliwar sliwer pecicilan pakai sepeda motor sambil smsan sih banyak.

Penembak jitu pakai ketapel pun agaknya sudah punah. Anak-anak mudanya kulihat lebih suka berlatih menembak di point blank. Tak ada lagi yang rajin mengorek-orek tanah mencari batu bulat agar tembakannya jitu. Mereka malah sibuk mendiskusikan berbagai cheat yang bisa dipakai mencurangi permainan. Beberapa anak yang sempat aku tanya mau kemana, sebagian besar jawabannya mau ke warnet atau main PS. Benar-benar musnah budaya produktif di kalangan anak sekarang.

Untuk mengisi waktu yang terasa sangat sepi, aku coba bikin mainan yang dulu suka dibuat saat hujan dan tak bisa berburu. Wayang dari batang daun singkong kering. Cukup lama aku berbicara dengan masa lalu diwakili wayangku itu. Aku baru beranjak ketika keponakanku memanggil-manggil. Saat berjalan pulang, wayang buatanku aku berikan ke keponakanku dengan harapan dia bisa tahu bahwa mainan itu pernah teramat eksis di masa lalu.

Dan jawaban keponakannku adalah, "Bebeh. Ora gaul temen..."

Huuuh...

Soreku di sawah tepi sungai itu benar-benar telah senjakala...