Masih tentang oleh-oleh dari kampung saat mudik kemarin. Kali ini tentang sepeda motor bersejarah yang teman-teman dan tetangga menyebutnya sebagai belalang tempur.
Sepeda motor atau masyarakat di kampungku dulu menyebutnya dengan nama honda ini dibeli ortu saat aku SMP. Honda bermerk Yamaha ini dipake bapak kerja, karena sepeda onthelnya aku sita buat ke sekolah yang jaraknya 20 kilo dari rumah. Sampai suatu saat aku kerja jadi teknisi telepon umum. Dari perusahaan ada penawaran untuk operasional mau pakai kendaraan kantor atau kendaraan pribadi dengan sistem sewa. Karena diitung-itung sewanya lumayan, aku ajukan proposal ke ortu agar sepeda motornya segera diwariskan.
Selama lima tahun aku di Telkom, sepeda motor ini menjadi teman setiaku. Sejak masih di Kandatel Bandung sampai pindah ke Tasikmalaya lalu Pangandaran, si hitam jadul itu terus saja mengawal setiap mobilitasku. Karena fungsi utamanya untuk kerja, aku mulai utak atik tuh motor agar bisa bawa peralatan lapangan termasuk tangga alumunium seorang diri. Bahkan kunci kontaknya pun aku modifikasi pakai kartu chip, memanfaatkan card reader telepon umum yang aku colong dari gudang kantor. Karena wujudnya yang aneh penuh peralatan tempur kalo lagi ke lapangan, teman-teman mulai menyebutnya dengan nama belalang tempur.
Ketika kroni Megawati mengacak-acak BUMN sampai kacau beliau, dan aku harus hengkang dari sana karena kebanyakan demo menentang penjualan BUMN ke pihak asing, aku banting setir mengais rejeki sendiri. Alhamdulillan dalam waktu setahun usahaku jualan alat wartel maju pesat dan bisa beli sepeda motor baru yang lebih sehat. Belalang tempur pun berpindah lagi kepemilikan ke adikku yang cowok.
Dasar adikku sejak lama keismean motor balap. Motor yang sudah aku acak-acak, langsung diancurin dan dirombak bodi dan mesinnya. Tiap hari yang diutak atik hanya motor sampai-sampai ibuku komplen. Pendapatan wartel yang dikelola adikku sampai tekor terus buat oprak aprek motor. Dari print out hasilnya lumayan, tapi setiap mau bayar setoran ke telkom adikku nodong ortu suruh nambahin.
Ortu yang mulai pusing dengan wujud belalang tempur yang makin aneh, akhirnya mengalah beli honda supar. Karena sudah ga harus gantian dengan ortu, adikku tambah semangat memodifikasinya. Bentar-bentar ke bengkel untuk gorok ini itu atau ngebubut mesinnya tau maksudnya apa. Tapi semakin sering masuk bengkel, bukannya semakin sehat malah jadi ancur. Kacawnya begitu kondisinya berada pada titik paling mengenaskan, dengan santainya adikku melirik supar ortu dan minta tukeran motor. Payahnya ortu nurut aja dikasih motor remuk. Hehehe...
Cukup lama juga si belalang remuk kembali menjadi andalan bapak kemana-mana walau sudah tak bertenaga lagi. Sampai istriku hamil tua kemarin dan merasa ga membutuhkan sepeda motor dalam jangka waktu lama. Istriku minta motornya dibawa ke Cilacap untuk dipergunakan oleh bapak. Katanya ga tega melihat kakek-kakek naik motor jadul jago mogok.
Belalang tempur pun memasuki masa pensiun. Aku pernah bilang agar dikiloin aja daripada disimpen di kandang kayu begitu. Tapi bapak merasa sayang dengan sepeda motor perjuangan itu. Dan kalo dipikir memang bener juga sih. Seluruh keluargaku belajar naik motor ya pake motor itu. Aku sendiri dari sekedar jalan-jalan, kerja, cari cewek, pacaran, menikah sampai punya anak selalu bersentuhan dengan motor itu. Belum adikku yang juga pernah lama membuat kenangan bersama si belalang. Daripada ditawarkan di FJB kaskus, tar malah jadi rame kaya kasus motor cinta, kayaknya mending dibikin monumen aja ya..?
Kan kukenang selalu, belalang tempurku...
Sepeda motor atau masyarakat di kampungku dulu menyebutnya dengan nama honda ini dibeli ortu saat aku SMP. Honda bermerk Yamaha ini dipake bapak kerja, karena sepeda onthelnya aku sita buat ke sekolah yang jaraknya 20 kilo dari rumah. Sampai suatu saat aku kerja jadi teknisi telepon umum. Dari perusahaan ada penawaran untuk operasional mau pakai kendaraan kantor atau kendaraan pribadi dengan sistem sewa. Karena diitung-itung sewanya lumayan, aku ajukan proposal ke ortu agar sepeda motornya segera diwariskan.
Selama lima tahun aku di Telkom, sepeda motor ini menjadi teman setiaku. Sejak masih di Kandatel Bandung sampai pindah ke Tasikmalaya lalu Pangandaran, si hitam jadul itu terus saja mengawal setiap mobilitasku. Karena fungsi utamanya untuk kerja, aku mulai utak atik tuh motor agar bisa bawa peralatan lapangan termasuk tangga alumunium seorang diri. Bahkan kunci kontaknya pun aku modifikasi pakai kartu chip, memanfaatkan card reader telepon umum yang aku colong dari gudang kantor. Karena wujudnya yang aneh penuh peralatan tempur kalo lagi ke lapangan, teman-teman mulai menyebutnya dengan nama belalang tempur.
Ketika kroni Megawati mengacak-acak BUMN sampai kacau beliau, dan aku harus hengkang dari sana karena kebanyakan demo menentang penjualan BUMN ke pihak asing, aku banting setir mengais rejeki sendiri. Alhamdulillan dalam waktu setahun usahaku jualan alat wartel maju pesat dan bisa beli sepeda motor baru yang lebih sehat. Belalang tempur pun berpindah lagi kepemilikan ke adikku yang cowok.
Dasar adikku sejak lama keismean motor balap. Motor yang sudah aku acak-acak, langsung diancurin dan dirombak bodi dan mesinnya. Tiap hari yang diutak atik hanya motor sampai-sampai ibuku komplen. Pendapatan wartel yang dikelola adikku sampai tekor terus buat oprak aprek motor. Dari print out hasilnya lumayan, tapi setiap mau bayar setoran ke telkom adikku nodong ortu suruh nambahin.
Ortu yang mulai pusing dengan wujud belalang tempur yang makin aneh, akhirnya mengalah beli honda supar. Karena sudah ga harus gantian dengan ortu, adikku tambah semangat memodifikasinya. Bentar-bentar ke bengkel untuk gorok ini itu atau ngebubut mesinnya tau maksudnya apa. Tapi semakin sering masuk bengkel, bukannya semakin sehat malah jadi ancur. Kacawnya begitu kondisinya berada pada titik paling mengenaskan, dengan santainya adikku melirik supar ortu dan minta tukeran motor. Payahnya ortu nurut aja dikasih motor remuk. Hehehe...
Cukup lama juga si belalang remuk kembali menjadi andalan bapak kemana-mana walau sudah tak bertenaga lagi. Sampai istriku hamil tua kemarin dan merasa ga membutuhkan sepeda motor dalam jangka waktu lama. Istriku minta motornya dibawa ke Cilacap untuk dipergunakan oleh bapak. Katanya ga tega melihat kakek-kakek naik motor jadul jago mogok.
Belalang tempur pun memasuki masa pensiun. Aku pernah bilang agar dikiloin aja daripada disimpen di kandang kayu begitu. Tapi bapak merasa sayang dengan sepeda motor perjuangan itu. Dan kalo dipikir memang bener juga sih. Seluruh keluargaku belajar naik motor ya pake motor itu. Aku sendiri dari sekedar jalan-jalan, kerja, cari cewek, pacaran, menikah sampai punya anak selalu bersentuhan dengan motor itu. Belum adikku yang juga pernah lama membuat kenangan bersama si belalang. Daripada ditawarkan di FJB kaskus, tar malah jadi rame kaya kasus motor cinta, kayaknya mending dibikin monumen aja ya..?
Kan kukenang selalu, belalang tempurku...
hahhahaha ....seeruuuu ....
BalasHapuspinjem donk belalang tempurnya ....
wah, di kampungku dulu juga begitu, semua motor pasti disebut honda he he...
BalasHapushonda merk yamaha ??? *bingung* hehehe
BalasHapusbrarti si belalang tempur itu salah satu benda keramat keluarga ya mas hehe :P
nganti siki neng nggonku nek wong jaman kuna esih tetep nyebut Sepeda Motor "honda" senajan kue mereke Suzuki,.. nek motor kue sebutan nggo Mobil,..
BalasHapus>Bruetz...
BalasHapusAmbil aja gih di gudang belakang
>joe...
BalasHapusidem yah..? kirain tempatku doang
> ria...
BalasHapusitu kan sama dengan kita menyebut pompa air sebagai sanyo. atau air minum kemasan sebagai aqua...
> asman..
BalasHapusmobil kuwe montor...