03 Desember 2011

Karma

Pagi-pagi sudah sarapan ngurus teman yang ribut. Tidak sampai berantem sih. Cuma obrolan ringan antar teman yang lama kelamaan makin meruncing sampai ke status pesbuk. Mending kalo mereka rebutan nomer rekeningku mau balapan beramal. Ini mah ngebanding-bandingin agama. Sampai lebaran monyet juga ga bakalan ketemu. Katrok...

Kayak kurang kerjaan saja mikirin keyakinan orang lain. Agama mah urusan masing-masing sama tuhannya. Soal tuhannya apa terserah keyakinan pribadi tentang siapa yang dianggapnya maha kuasa. Toh kebanyakan orang pada ga konsisten dengan apa yang diucapinnya. Katanya tuhanku anu, tapi kenyataannya dia menuhankan duit. Gelar keagamaan tak pernah menjamin sikap seseorang bisa berjalan lurus. Contoh gampangnya ada di para pejabat kita. Banyak yang bertitel haji tapi korupsi ga pernah berhenti. Bolak-balik ke tanah suci bukannya jadi haji mabrur, malah jadi haji ngan tengik.

Setiap manusia perlu norma untuk mengatur hidupnya. Dan yang namanya norma bukan hanya yang berjudul agama. Terlalu banyak norma yang berbeda. Tapi sejauh tidak mengusik kehidupan kita untuk apa dibanding-bandingkan atau dipermasalahkan. Norma hanya bisa dipakai di lingkungan sendiri. Memaksa orang lain menggunakan norma yang kita anut merupakan sebuah kebiadaban. Seperti saat kita yakin dengan norma tentang aurat harus ditutup, tak bisa kita anggap penganut norma keterbukaan sebagai sesat. Lihat saja saudara kita di Papua yang normanya memang tidak mensyaratkan itu. Selama di sana tidak menjadi masalah, untuk apa kita yang cuma penonton meributkan.

Aku sendiri merasakan, janji-janji tentang akherat kadang tidak efektif untuk mengatur hidup sebagian orang. Itulah sebabnya aku menganggap agama adalah hubungan vertikal dengan tuhan semata. Untuk hubungan horisontal dengan sesama aku lebih suka mengelolanya dengan meyakini apa yang dinamakan karma. Karma selalu datang dibayar kontan tanpa harus menunggu aku mati terlebih dulu. Aku menjahati orang lain, maka aku akan dijahati orang lain juga walau orang yang aku jahati telah memaafkanku. Aku beramal jariyah berbaik hati ajak istri belanja ke mol, sampai rumah istri akan baik banget dan membalasnya dengan amal gairah.

Karma itu tak pernah salah alamat. Seperti ketika aku mengadakan uji kelayakan calon karyawan kemarin. Stafku yang melonco kandidat naik turun tower sambil hujan-hujanan besoknya kena flu berat. Aku bilang ke stafku agar tidak ngomel, karena itu karma habis ngerjain orang lain. Dibilangin begitu, dia malah jawab, "Kok aku yang kena. Aku kan cuma menjalankan perintah bapak..."

Aku cuma nyengir doang dan nyuruh dia istirahat di rumah. Habis itu dari pelabuhan laporan kalo internet disana mati. Aku pun meluncur kesana offroad menerobos hutan sejauh 2 jam perjalanan. Kirain cuma adaptor kebakar atau setingan error. Ternyata antena radio kena petir. Pasukan yang dibawa tidak ada yang berani naik dalam kondisi hujan. Daripada beresiko jatuh karena ga pede kerja di ketinggian 40 meter, mau ga mau aku manjat sendiri. Sudah besinya licin, ada aja masalah seperti alat jatuh dsb. Terpaksa naik turun beberapa kali sampai akhirnya internet kembali normal. Lega rasanya sudah bisa kembali ke mess. Tapi baru saja angkat junjung peralatan ke mobil, jegeeeer... petir kembali menyambar dan staf kantor nyamperin, "pak, internet mati lagi..."

Tapedeh...
Tapi paling tidak keyakinanku terbukti
Karma memang tidak bisa salah alamat...

Stop mikirin keyakinan orang lain yah...

8 comments:

  1. iyah Om :p

    ya salah memang kalau ngurusin keyakinan orang, boro2 mending ngurus diri sendiri. musim ujan, sedia payung :D

    BalasHapus
  2. Pak internet mati lagi... silahkan manjat lagi... hahaha :p

    Maaf Kang, baru bisa mampir lagi gara2 2 minggu lamanya aku hiatus.

    BalasHapus
  3. hubungan vertikal harusnya gak usah diusik. boleh mengingatkan, tapi gak usah diperpanjang apalagi sampe hujat2an.

    soal sebab akibat memang iya. Eh, beruntung loh yang langsung kena karma gak lama. Yang penjahat gak langsung kena karma, ntar numpuuuuuk lama, tau2 sakratul mautnya susah, gak mati2 soalnya dipermainkan setan. runyam kan

    BalasHapus
  4. daripada ribu2 lebih baik damai aja ya :)

    BalasHapus
  5. males ributin akidah kalau orangnya sudah keras kepala

    BalasHapus
  6. hemp...sepertinya sikap toleransi dan saling menghargai perlu lebih ditingkatkan lagi...

    BalasHapus
  7. siiip,,setuju jangan ngurusin agama orang lain,belumtentu kita lebih beik daripada dia,dan karma itu emang ada,pengalaman membuat saya berkata begini :D

    BalasHapus
  8. oia sip gan , saya setuju .mendingan kita urusin aja keyakinan kita sendiri .

    BalasHapus

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena