23 Desember 2011

Konsisten

Seorang teman curhat tentang manajemen perusahaan yang katanya tidak konsisten. Aku cuma nyengir doang ketika dia ngomel-ngomel disertai teori-teori pengelolaan usaha. Padahal sejak awal dia datang, aku sudah ingatkan dia agar menahan diri sementara waktu, jangan terlalu sok hanya karena dia ke site ditarik langsung oleh direktur.

Aku sarankan dia melakukan pengamatan dan adaptasi dulu barang sebulan sebelum mengeluarkan segala kemampuan dan idealismenya. Ini perusahaan keluarga yang menggunakan manajemen toko dimana semua anggota keluarga besar bisa mengambil keputusan sepihak tanpa kompromi dengan pihak lain. Pahitnya baru terasa ketika muncul permasalahan, mereka dengan mudah memaafkan kesalahan saudaranya dan menimpakannya kepada bawahan yang hanya berstatus pelaksana.

Makanya dia ngeyel-ngeyel tentang definisi kata konsisten, aku cuma balik bertanya apakah di jaman ini masih ada konsistensi yang seutuhnya. Konsistensi hanya sekedar slogan tanpa isi karena kita memang terbiasa menggunakan standar ganda dalam menjalani kehidupan. Tak ada lagi yang namanya konsistensi bila kita masih saja memperhitungkan untung dan rugi.

Lihat saja aktifis jalanan yang awalnya rajin berteriak tentang kesejahteraan rakyat. Begitu punya kesempatan duduk di kursi empuk, kebanyakan berubah menjadi anggota hewan yang sesungguhnya. Kita sendiri yang sering hanyut ikut meneriakan anti korupsi, di kesempatan lain suka belajar korupsi kecil-kecilan walau hanya mencuri waktu. Datang ke kantor langsung online bukannya buka email kerjaan tapi nyempatin dulu komen sana sini di jejaring sosial atau blog pribadi.

Menjadi baik seringkali hanya kepura-puraan belaka karena terbawa euforia sesaat. Seperti saat bangsa ini memperingati hari pahlawan, dari sekedar status sampai jurnal blog didominasi kata-kata tentang cinta tanah air. Tapi baru saja mengetikan rasa nasionalisme itu, tanpa merasa dosa kita buka google untuk mencari donlotan lagu dangdut terbaru secara gratis. Kalo memang benar kita nasionalis seperti yang baru kita tulis, kenapa tidak beli kaset berstatus legal agar para pekerja seni kita bisa lebih berkreasi. Konsistenkah itu..?

Contoh lain adalah acara berbalas komen saat ada seorang teman menulis tentang kebenciannya kepada arogansi Amerika. Aku ketik dibawahnya, "kalo benci Amerika jangan pake windows dong..."
Bukannya ngerti malah ngeles, "tapi kan bajakan, bukan beli.."
"Laptop kamu pake komponen Amerika juga."
"Suka-suka gua dong. Duit-duit gua, emangnya laptop dapat nyolong..?"

Nah lho...

Yang paling anget kayaknya tanggal 22 kemaren. Hampir semua orang menuliskan kecintaannya pada ibu. Tapi nyatanya mama sms minta pulsa ga mau ngasih. Eh, kalo ini engga ding...

Intinya buat aku pribadi, sangat males meneriakan kata konsisten karena dunia memang tidak mendukung. Kecuali kalo kita memang sudah siap dianggap aneh oleh lingkungan sekitar. Dunia selalu berubah dengan cepat memaksa kita harus sefleksibel mungkin menjalaninya. Berusaha konsisten hanya akan membuat kita ditertawakan orang lain. Seperti ketika aku ditanya ulang tahun ke berapa dan aku jawab 20, banyak teman yang komplen.

Masa dari tahun ke tahun masih 20 juga.
Kan konsisten, sob...
Pekok...

17 comments:

  1. Hm... aku mau kasih komen apa ya?
    hehe.... mau ucapin met malam aja deh (ga nyambung kan? biarin... hihi).

    met istirahat ya... :-)

    BalasHapus
  2. Tenang, aku dengan sadar hati juga ngaku orang yg gak konsisten kok :)

    Nyampe kantor ngeblog dulu iya, kadang matiin koneksi kantor untuk download film jepang iya, ngasih link downloadan MP3 sama Android Apps yg berbayar iya juga di blog sebelah, jadi klo ditanya konsisten... aku mending bilang kadang harus konsisten tapi ada kalanya gak harus konsisten... :)

    BalasHapus
  3. ungkapan kekesalan terlihat jelas disana..


    Sudahlah bosan rasa dengan bualan, maka ada yang bakar diri, menjahit mulut and etc...

    Sipa menjadi orang aneh,,..? Butuh perenungan yang dalam Mas??.,.,.,

    BalasHapus
  4. konsisten sama dengan idealis ya kira2,,konsisten itu relatif lah , terkadang hrs menyesuaikan kondisi juga

    BalasHapus
  5. Ini bukti kebobrokan moral bangsa, di mana manusia semakin sulit memegang kata2nya...hehehe

    BalasHapus
  6. Tapi gua pikir2 lagi...emang kata2 bisa dipegang ya? Itu kan bentuknya abstrak, cuma udara bau jigong yg keluar dari mulut...hehehe

    BalasHapus
  7. wkwkwkw...
    kayaknya udah bukan rahasia perusahaan ini yaa.. ckckck

    BalasHapus
  8. Lah mbuh ora urusan ora urunan.Malah mumet nek soal konsisten

    BalasHapus
  9. Susah buat aku untuk konsisten. Weekend ini janjinya mau di rumah buat belajar, nyatanya baru baca dua paragraf textbook langsung ketiduran. Giliran buka internet mau blogwalking, mata malah melek diajak blogwalking berjam-jam..

    BalasHapus
  10. emang susah mas buat konsisten di jaman seperti ini,,


    wah kalao yang terakhir konsistennya biar umurnya gak nambah :D

    BalasHapus
  11. Embuh lah Kang, yg jelas utk bisa konsisten ngeblog saja susahnya minta ampun hehehe

    BalasHapus
  12. konsisten?
    setiap hari kan orang berubahhh~
    wingi ngomong opo saiki wis bedo ahaha

    BalasHapus
  13. sulit melaksanakan arti dari kata "konsisten" ya sob :) hehehe

    BalasHapus
  14. Konsisten diberbagai aspek...
    Konsisten anti amerika.
    Konsisten Pake produk amerika.
    Konstisten Nasionalis.
    Konsisten Cinta Bajakan.

    BalasHapus
  15. betul sekali gan, sepertinya tidak ada yang namanya konsisten, setiap saat pasti bisa berubah, jangankan dalam hal berusaha, dalam hal sehari-hari pun sering kita jumpai atau melakukannya.

    BalasHapus

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena