13 Januari 2011

JJS

Hari ini rencananya ke STAIN Kartasura untuk belajar tentang VOIP dan VPN. Eh, juragan bilang mau ikut sehingga judulnya berubah menjadi JJS alias Jalan Jalan Solo.

Dalam setiap acara jalan, bagian terpentingnya adalah wisata kuliner. Berhubung kangen makanan kampung plus melihat tulisan soto sokaraja di pertigaan Sawit, langsung deh banting supir kesana. Tapi sampe nyasar-nyasar ke pesawahan, ga ketemu juga tuh warung sotonya. Sampai akhirnya pasrah dan balik kanan.

Tak kuat didemo warganegara cacing, hasrat berubah. Soto apapun boleh yang penting enak. Menyusuri tepian jalan mata terus jelalatan mencari-cari sasaran. Dasar mata laper, begitu melihat tulisan soto kopi langsung parkir didepannya. Belum sempat turun dari mobil keburu sadar kalo itu tulisannya foto kopi.

Nyampe Jl Slamet Riyadi, nemu warung bebek goreng bu Slamet. Cukup ramai dan didepannya ada banyak kendaraan parkir. Pelayanannya cukup ramah, baru saja duduk sudah ditanya sama si mbak, "mau paha apa dada..?"

Tak butuh waktu lama bebek terhidang. Dagingnya empuk dengan bumbu begitu terasa nikmat. Sambel pedas berikut lalapan daun pepaya dan kemangi plus petai goreng pakai bawang. Tidak bisa banyak cerita, pokoknya bebek seharga 13 ribu perpotong itu memang nikmat banget disaat kelaparan seperti ini.

Penyakit kronis ketika perut kenyang adalah kantuk datang. Sehingga satu-satunya keinginan hanyalah pulang dan tidur. Lumayan les-lesan juga nyupir dari Solo ke Jogja. Apalagi di sebelah Citra dan ibunya terlelap dengan damainya. Ndilalah nyampe rumah ga ada orang dan katanya lagi nongkrong di Malioboro. Terpaksa jalan lagi untuk ambil kunci. Heeeehhhhh... Ngantuuuukkk...

Siaran langsung dari dapur sinambi ngrebus air buat mandi.

Mobile Post via XPeria
Read More

Wawancara

Kilas balik ke acara wawancara kerja yang didapat saat plesir tak jelas kemaren.

Saat temen yang hampir 20 tahun ga ketemu bilang di sebelah kantornya butuh beberapa orang tenaga IT untuk penempatan di Kalimantan Tengah. Tanpa bawa segala macam perabotan layaknya orang ngelamar kerja aku datang ke kantor itu. Ditanya ijasah dan sebagainya dengan terus terang aku sampaikan tidak punya. Akupun balik nanya yang akan dipekerjakan tuh otakku atau ijasahnya. Dan akhirnya aku cuma diminta bikin CV.

Sempat mumet sampai aku inget punya simpenan CV di email. Pinjem komputer dan printernya, dapet deh daftar riwayat hidup yang entah bener entah tidak. Bosen mempertanyakan sertifikasi akademis yang selalu aku jawab tidak ada, pertanyaan mulai mengarah ke bidang teknis. Masalah seperti ini pun buatku tak jadi masalah. Kunci sukses wawancara sebenarnya bukan benar apa salah, tapi pede apa engga saat kita bohong. Walau katanya bohong itu dosa, tapi justru acara tipu menipu itu yang selalu membuatku bisa kerja.

Masalahnya sebenarnya sederhana. Aku tahu terlalu banyak bidang tapi tidak ada yang mateng sedikitpun. Semuanya cuma secimit-secimit tanpa ada satu bidang pun yang benar-benar pro kecuali urusan bikin hoax. Aku lebih sering bekerja di maintenance umum jadinya tak pernah ambil satu bidang spesifik. Apalagi budaya di masyarakat kita, asal disebut teknisi, selalu dianggap serba bisa. Sudah jelas statusnya teknisi komputer yang cuma bisa format instal doang, eh ada tipi rusak suruh betulin. Makanya untuk hal yang berkaitan dengan kelistrikan arus kuat tegangan menengah dan rendah, jaringan kabel telepon, jaringan komputer dan urusan hardware software aku berusaha tahu walau secuil tak detil.

Makanya pas wawancara kemarin, ditanya apa saja dengan pede aku jawab bisa, pak. Untung saja setelah itu tidak dikejar bisanya sejauh mana, sehingga aku tidak harus pasang tampang "celilian" di depan interogator. Acara bumbu membumbui juga perlu banget agar kelihatan meyakinkan. Seperti ketika ditanya, menguasai linux apa engga. Dengan sigap aku jawab, saya sering pakai, pak.

Padahal suer, yang aku tahu tentang linxu cuma sekedar instal ubuntu dan make buat ngetik doang. Urusan setting server dan segala macem, meneketehe. Untung nanyanya cuma bisa linux apa engga, jadinya aku ga harus berbohong lebih jauh. Biar mantap dan mengalihkan pertanyaan agar tidak masuk ke detilnya, aku bumbuin dengan keuntungan perusahaan yang pakai linux. Kusampaikan juga kalo beberapa bulan lalu, konimex Solo sistemnya dilinuxan semua dan sampai sekarang tidak ada keluhan. Yang mewawancarain manggut-manggut mengira proyek linuxisasi itu aku yang kerjain. Padahal suer, aku cuma denger cerita itu dari bagian IT konimex pas aku presentasi data center beberapa bulan lalu. Begitu juga dengan pertanyaan tentang VPN, WAN, server dan sebagainya, semuanya aku jawab bisa walau aslinya mbuh.

Mungkin terlalu sembrono mengiyakan semua itu. Namun aku punya patokan tersendiri. Selama masih dibidang listrik tegangan distribusi, jaringan telepon dan komputer, aku bisa belajar cepat. Karena secara prinsip aku sudah punya gambaran walau sekedar baca teori dan belum pernah praktek. Tapi yang paling penting, aku sadar bahwa ini sekedar wawancara yang pasti akan sangat berbeda dengan kenyataan setelah di lapangan nantinya.

Berbekal kepedean itu pula aku lebih banyak ngeyel sepanjang wawancara. Seperti soal cuti, dari perusahaan mintanya pakai roster 24 - 2. Dalam artian 24 minggu kerja dan libur 2 minggu. Aku maunya 8 - 2, walau akhirnya deal 12 - 2. Yang sempat mentok adalah di negosiasi gaji. Aku minta 10 juta dan perusahaan maunya 5 juta perbulan. Berebut argumen terus sampai akhirnya ditunda besok hari. Tapi hari kedua malah tambah kacau. Dari sebelumnya nawar 5, sekarang malah turun jadi 4,5 cuman kemampuanku diketeng. Dari sebelumnya aku menawarkan diri untuk bidang kerja kelistrikan, telepon dan komputer, dengan gaji 4,5 hanya untuk komputernya saja. Katanya itu sudah final dan pilihannya hanya teken kontrak atau cabut.

Sialan, ga suka aku digertak-gertak seperti itu. Walau akhirnya mengalah, aku iyain gaji segitu tapi ditambah fasilitas mess dan makan 3 kali sehari, transportasi dan cuti tahunan diluar cuti roster yang 12 - 2 tadi. Aku juga ga mau kalo langsung kontrak tahunan. Aku minta status percobaan 3 bulan dan setelah itu negosiasi ulang. Ternyata disetujui sehingga aku punya ancang-ancang selama 3 bulan kedepan untuk menyusun rencana masa depan berlapis. Minimal nantinya aku punya alasan untuk mempertanyakan bila gaji status percobaan dan kontrak tidak ada perbedaan signifikan. Dan aku pun punya kesempatan untuk nego ulang  bila ternyata aku dipekerjakan diluar urusan komputer, seperti betulin genteng bocor atau nyabutin rumput tetangga misalnya.


Salah satu alasan kenapa aku mau mengalah, sebelumnya aku sempat ngobrol dengan bagian teknis disitu dan katanya disana merupakan tambang baru yang infrastrukturnya belum memadai. Karena pekerjaanku bersifat perintisan makanya aku berani ambil resiko dengan harapan aku bisa memasang pondasi sistem yang kokoh yang akan aku jadikan senjata nego pasca percobaan. Masalahnya ketika aku tanya tentang ini itu dan menyangkut database, orang IT nya bilang "itu tugas saudara mencari dan menyusun strukturnya.."

Nah ini dia peluangnya. Aku harus kumpulin pasukan secepat mungkin untuk memikirkan sistem paling cocok tapi susah dipahami orang lain. Sehingga saat dipasang nanti, orang lain hanya bisa menjadi updater saja dan sistemnya aku yang pegang. Jadinya bila terpaksa aku hengkang karena gagal negosiasi, akan butuh waktu panjang bagi orang lain mempelajari detilnya. Atau mungkin aku lakukan kejahatanku yang dulu dimana sistemnya bisa aku remote dan selalu aku isengin dari warnet sepeninggal aku dari situ karena tak mau naikin gaji.

Tapi itu proyek jangka panjang deh. Yang paling penting aku harus bisa siapkan model sistemnya dan bisa dibuktikan ketangguhannya dalam 3 bulan kedepan. Dan pasukan IT STAIN sore tadi sudah bilang ok ketika aku telpon minta bantuan. Kuharap proses ini bisa sukses. Masalah hasilnya nanti bonyok sih sudah biasa. Yang penting prosesnya aku tak mau gagal.

Nawaitu deh...
Sampai 3 bulan ke depan aku akan berjuang di pedalaman Kalimantan...
Read More

Selamat Ulang Tahun

Tak terasa sudah 10 tahun kamu lahir ke dunia.
Walau tak bisa sepanjang itu kebersamaan kita.
Namun kali ini ayah tak bisa berpanjang kata.
Ayah sedang mengejar cita-cita, nak.
Ayah sedang tak ingin menghujat siapapun atas keterpisahan kita.
Ayah hanya ingin ucapkan Selamat Ulang Tahun.
Kamu tetap jagoan ayah selamanya.
Itu saja...
Read More

12 Januari 2011

Travelling Ga Jelas

Untuk urusan jalan-jalan seperti sekarang, penentuan waktunya diatur secara tak tertulis tanpa pernah dibahas antara aku dan istri. Bila aku punya tujuan pasti, aku yang bilang ke istri, berapa hari aku akan pergi dan istri akan menyiapkan segala perbekalannya tanpa banyak tanya. Kalo istri ikut semua perabotan masuk koper. Tapi kalo pergi sendiri, semua kebutuhanku akan masuk ransel.

Istriku memang cukup teliti untuk soal bekal perjalanan. Dia tak mau bawa baju ganti untuk 4 hari bila hanya pergi 2 hari, begitu juga sebaliknya. Kebutuhan pakaian akan dirinci hari pertama butuhnya apa, hari kedua apa dan seterusnya. Suka dipertimbangkan juga di tujuan akan beli kaos apa kemeja misalnya. Itu suka dihitung untuk mengurangi beban pakaian yang akan dibawa. Jadinya ga bakalan ribet seperti seorang temenku yang ga peduli perginya berapa hari, pokoknya beragam jenis pakaian harus ada. Untuk antisipasi hal yang tak terduga, katanya demi imej. Maklum seleb...

Makanan atau minuman juga disesuaikan perjalanan. Kalo cuma sejam dua jam biasanya cuma dibekalin permen sama air mineral. Kalo diperkirakan lama, makanan agak berat dibawakan juga. Aku memang tidak boleh jajan di jalan, apalagi jajan di sarkem. Kalo di warteg sih boleh walau tidak dianjurkan.

Balik ke soal aturan...
Bila perjalananku tidak jelas seperti yang sekarang, istrilah yang akan menentukan lamanya pelesiran. Memang tak pernah ada kata terucap aku harus berapa lama. Tapi aku suka itung dari jumlah kancut yang disiapkan. Kalo cuma 2 biji, berarti jatahnya cuma sehari. 4 biji artinya 2 hari dan seterusnya. Makanya istri suka takut kalo aku kembali ke sifat jadulku. Dulu kancut sebiji bisa berhari-hari soalnya. Pake acara side A, side B dan kalo kepaksa bisa ada side C juga.

Dengan metode matematikancut itu, artinya aku harus pulang hari ini. Kemarin sore aku sempat cek di website, tiket pagi ini ke Jogja cuma 180 ribu. Sayang malah ngobrol sampe lupa booking. Malemnye pas mau booking, angkanya sudah berubah jadi 450 ribu. Biadab...

Rajasinga harganya diatas 350an. Untung nemu batavia cuma 280 ribu, tapi jam 2 siang yang artinya aku harus melanggar setengah ketentuan kancut dan harus bengong lebih lama di bandara.

Baru mau berangkat, datang telpon dari kantor kemaren yang di AM Sangaji nyuruh kesana lagi. Biar cepet aku pake ojek dari Kebon Sirih. Eh tukang ojeknya kepedean, ga apal jalan ga mau nanya. Jadinya malah muter-muter ga karuan pake katangkep polisi segala melanggar perboden.

Empot-empotan juga mikir terbang jam 2, jam 11 baru nyampe di kantor Rimau untuk ngelanjutin nego kemarin. Udah tau aku lagi hobi ngeyel, eh orang HRDnya ga juga mau ngalah. Biar cepet aku mengalah dengan catatan. Baru merasa lega bisa deal, eh si bapak bilang, "sekarang langsung training beberapa hari dan senen berangkat ke Kalimantan..."

Weh, enak aja...
Gantian aku yang ngotot ga mau ngalah. Pokoknya mau tidak mau sekarang aku pulang ke Jogja dan senen besok baru ke Jakarta lagi. Orang bagian ITnya rada ngotot juga, katanya kelamaan padahal kebutuhan disana mendesak. Untung ditengahi orang HRD yang lebih pengertian dan mengijinkan aku pulang dulu setelah aku kasih alesan, aku harus ganti oli dulu biar aman nyaman terkendali. Dan itu teramat penting melebihi segalanya.

Yah, pokoknya aku pulang hari ini untuk general overhaul dulu sebelum berangkat. Harus full service deh...

NB
Makin kepikiran tambah tak jelasnya aku. Niat mau ke Batam, nyampe Jakarta bisa belok ke Kalimantan Tengah. Jangan-jangan besok malah nyampenya ke Hongkong..???

Siaran langsung dari terminal 1C gate C4 Bandara Soetta.

Mobile Post via XPeria

Read More

Di Jakarta

Senin malam..
Cuaca yang kurang bersahabat membuat perjalanan kali ini lebih lambat dari biasanya. Untung sampai Jakarta cerah sehingga bayangan macet akibat banjir sementara bisa ditepis.

Begitu turun di terminal 3 dan mengaktifkan hape, masuk sms dari teman jaman STM dulu. Tahu aku di Jakarta temanku minta aku nginep di rumahnya di Pamulang. Kangen katanya hampir 20 tahun ga ketemu. Nongkrong di tempat pemberhentian Damri bandara. Nanya ke petugas yang jualan tiket untuk jurusan Lebakbulus masih ada apa engga. Jawabannya kurang memuaskan, "kayaknya sih masih, pak..."

Lama nunggu trus mikir Pamulang tuh jauh, aku inget si dokter yang merangkap doktor alias mondok di kantor di Lemhanas Kebon Sirih. Jadinya aku minta tiket Damri yang ke Gambir. Udah gitu baru inget si dokter baru masuk kantor tuh hari Selasa sedangkan ini baru menjelang awal Selasa. Saat itu masuk bus Damri jurusan Blok M. Tanpa pikir panjang aku masuk tak menghiraukan teriakan petugas tiket yang bilang tiketku ke Gambir. Aku pikir apa bedanya wong harganya sama 20rebu dan bentuk tiketnya pun sama ke berbagai jurusan.

Lagi mikir cari teman di daerah Blok M, lalu lintas agak kusut di Slipi. Lihat mikrolet 09 aku inget ada teman di Rawabelong. Loncat deh dari bus ke mikrolet. Sampai pertigaan Rawabelong aku nelpon temenku itu, eh dia lagi di Permata Hijau. Akupun bilang tengkiu dan siap-siap cari sasaran lain sebelum akhirnya temanku bilang, "tungguin bentar, lagi beli sate doang..."

Akupun sigap menjawab, "dibungkusin ga. Kalo dibungkusin nunggu agak lama juga ok..." hahah clamit mode : on

Udah damai dapet penginepan plus makan gratis aku inget temen lama yang di Pamulang. Telpon-telponan deh ngalor ngidul ga jelas sampai akhirnya bilang kalo sebelah kantornya butuh beberapa orang IT untuk di Kalimantan. Kalo minat aku disuruh datang ke Jl AM Sangaji. Aku pun mengiyakan dengan catatan jangan tanya soal ijasah atau sertifikat formal lainnya. Aku ga punya soalnya. Trus temanku bilang coba aja datang dan nego sendiri. Akupun mengiyakan dan selalu siap selama yang disuruh kerja itu tangan dan otakku, bukan ijasahku. Lagian aku ke Jakarta cuma bawa dengkul sama kolor doang. Eh, plus keberuntungan juga ding.

Selasa...
Pagi-pagi langsung check out dari rumah teman di Rawabelong. Sampai Palmerah macetnya minta ampun. Daripada ga maju ga mundur turun deh dari mikrolet dan jalan kaki sampai Slipi. Tiba-tiba aku ingat gaya jalan itu. Hahaha Jakarta banget pokoknya. Jalan tergesa kadang sedikit berlari selasap selusup kesana kemari. Manuver badan lincah diselingi loncat kecil menghindari kendaraan, pedagang kaki lima, jalan becek dan pejalan kaki lain. Sebuah style berjalan yang sempat terlupakan sejak aku jadi orang Jogja yang selalu santai. Pokoknya bernostalgia sepanjang Palmerah - Slipi ini, aku cuma pengen bilang, "gue suka gaya loe..."

Nyambung Tanah Abang akhirnya sampai deh di tujuan. Tapi soal wawancara tar aku tulis dalam jurnal tersendiri deh. Soalnya acara tipu-tipu ngeboongin orang HRD nya cukup banyak kalo harus diceritain disini. Intinya wawancara beres dan tinggal tunggu keputusan. Habis itu tujuanku ke tempat si dokter di Lemhanas. Pengalaman selama ini bila menggelandang di Jakarta, disitu penginepan gratis paling nyaman. Syukur-syukur ketemu mbah Muladi yang sejak beliau hengkang dari Semarang ga pernah liat lagi selain di tipi. Siapa tahu disangoni. Ngarep mode : on

Cuman, kalo nginep di Kebon Sirih harus siap begadang. Soalnya temenku itu paling doyan makan dan ngobrol. Dan lokasi favorit buat nongkrong makan adalah di Jl Sabang. Semalem sempat sih si dokter nanya kali aja ada lokasi lain yang asik buat nongkrong. Aku inget kang Khamse si botak juragan teh botol Muara Angke. Kalo kesana biasanya selalu dibakarin ikan. Tapi sayang, beliau sudah naik jabatan jadi distributor minuman botol dan bilang tak bisa diganggu selain hari minggu. Yaudah akhirnya cuma bisa nongkrong di tempat biasa sambil nonton monas. Monasi goreng apa uduk ada kok...

Ngetik sambil nunggu sarapan di Kebon Sirih

Mobile Post via XPeria

Read More

10 Januari 2011

Tanpa Tujuan

Belum ada yang menarik dari perjalanan yang baru sepotong ini. Kalopun ada yang nyebelin mungkin hanya airport tax yang naik jadi 35ribu perak dari sebelumnya 25ribu. Ketika aku tanya kenapa naik, si bapak penjaga loket jawabnya, "cabe aja naik, pak.." Jadinya aku mulai mudeng kalo harga cabe pun berkorelasi dengan tarif pelayanan bandara.

Yang masih kepikiran saat bengong menunggu boarding ini adalah pertanyaan istriku saat aku pamitan tadi, "mau ke tempat siapa..?"

Suer...
Dari kemarin aku selalu bilang mau ke Jakarta, Jakarta dan Jakarta tapi tak pernah kepikiran disana mau kemana. Yang ada di otak cuma ke Jakarta cari tambahan ongkos buat mencoba peruntungan di Batam nanti. Jangankan punya planning di Batamnya mau ngapain wong di Jakarta yang sekarang aja belum jelas mau kemana.

Kebiasaan tak pernah mau ambil pusing tentang hidup memang suka membuatku terkesan menyepelekan masalah. Keinginan menikmati hidup juga membuatku tak mau berpikir rumit tentang kesulitan. Aku lebih suka menjalani hidup dengan mengalir apa adanya. Terkesan sembrono memang. Namun kenyataannya aku masih bisa hidup sampai sekarang tanpa banyak merasakan kepedihan walau sebenarnya jalan hidupku tak selalu manis.

Aku sendiri tak tahu apa aku hidup berdasar wangsit atau sekedar halusinasi semata. Saat kepikiran ingin ke Jakarta aku langsung saja pesan tiket. Ndilalah kalo lagi kepengin, suka ada rejeki entah darimana. Sampai di Jakarta baru aku mikir mau terus kemana, sekedar untuk numpang tidur syukur-syukur dapet makan. Herannya tanpa aku rencanakan jauh-jauh hari selalu ada saja jalan yang aku temukan mendadak.

Salah satu faktor yang paling membantu adalah internet. Kebiasaan ngeblog di jalan seperti sekarang ini suka membuatku bernasib baik. Tak jarang penawaran jadi tempat tujuan aku dapatkan dari teman setelah baca aku sedang menuju kemana. Seperti saat ini, aku belum tahu setibanya di Cengkareng mau kemana. Namun aku yakin sampai sana aku sudah punya tujuan. Mungkin terlalu gegabah, tapi entah kenapa selama ini keyakinanku jarang gagal walau kadang meleset.

Tapi bukan berarti aku selalu pergi tanpa tujuan. Pergi dengan tujuan pasti lebih sering aku lakukan, walau tak jarang buntutnya meleset ke sasaran lain. Seperti ketika aku belajar macul di Jakarta yang kemarin. Saat aku sudah dianggap lulus dan disuruh siap-siap untuk bekerja, aku malah pamitan mau jadi relawan Merapi. Entahlah, aku sendiri sering tak mengerti dengan isi otakku. Namun aku sendiri tak pernah merasa terbebani dengan pilihan-pilihan itu. Walau orang lain menganggap aku sering bertindak bodoh, tapi nyatanya aku selalu mendapat keajaiban untuk menyelesaikan masalahku.

Pokoknya aku sampai Cengkareng dulu. Aku akan kemana dan berbuat apa, nanti malam pasti sudah ada jawabannya. Walau tak jelas begini, tapi yang pasti tujuanku adalah cari tambahan bekal untuk mencoba peruntungan di daerah yang belum pernah aku injak sebelumnya.

Siaran langsung dari bandara Adisucipto sambil nunggu boarding jam 18:30

Mobile Post via XPeria

Read More

Satu Permintaan

Ketika jin botol berubah pelit dan hanya mau memberikan satu permintaan, apa yang akan kita ambil dari tiga pilihan tersedia, ilmu pengetahuan, kekuasaan atau harta kekayaan..?

Orang bilang ilmu adalah sumber dari segala sumber kehidupan. Dengan berilmu tinggi kita bisa menjadi kaya. Bisa juga membuat kita berkuasa. Orang kaya tak berilmu akan membuatnya terkungkung dalam gudang uangnya tanpa pernah mau tahu dunia luar. Penguasa tak berilmu pun hanya akan menciptakan tirani yang melupakan kata kemanusiaan. Menjadi pintar bisa membuat kita mendapatkan banyak hal. Minimal kita bisa memintari orang lain agar merasa bodoh untuk bisa dibodohi.

Memilih kekuasaan bisa jadi pilihan tepat. Dengan menjadi penguasa kita bisa membuat banyak hal dengan mudah. Orang-orang kaya akan mendekat dan bisa dijadikan sapi perah, walau sebenarnya mereka jadi parasit tanpa kita sadari. Orang-orang pinter pun tak sulit kita kumpulkan untuk agar menjadi bodoh didepan kekuasaan. Dengan kekuasaan kita bisa merubah isi buku sejarah di sekolahan. Bisa membuat ribuan orang tak bisa bersuara dibenamkan beserta harta bendanya ke kolam lumpur. Tak sulit pula menyuruh aparatnya untuk menghapus catatan uang rakyat semacam di century.

Jangankan untuk urusan dalam lingkup negara semacam itu. Dengan kekuasaan kita bisa mengobok-obok negara lain tanpa harus mengotori tangan. Betapa banyak negara-negara kaya yang akhirnya babak belur dibawah kekuasaan orang lain. Indonesia raya  memiliki sejarah panjang dibawah ketiak negara miskin tapi berkuasa sejak jaman VOC sampai Freeport. Lihat pula bagaimana Afganistan yang kaya uranium, Iraq yang kaya minyak, harus hancur lebur hanya karena tak memiliki kekuasaan yang kuat. Dan minggu lalu Sudan mengalami nasib yang sama harus dipecah menjadi dua negara dengan menyisakan konflik merebutkan daerah kaya minyak.

Memilih punya harta kekayaan tak terbatas pun bukan pilihan buruk. Dengan uang kita bisa membeli segalanya. Tak ingin dianggap bodoh, kita mudah membeli ijasah seperti yang suka dilakukan anggota hewan yang malu hanya berijasah SMP. Dengan uang kita bisa membeli isi otak profesor agar tidak ribut saat karyanya kita akui sebagai hasil pemikiran kita. Kekuasaan dan hukum pun seringkali bisa kita beli dengan uang. Tak perlu menjadi seorang penguasa, seorang PNS golongan IIIA saja bisa membuat presiden bungkam, apalagi kelas sipir penjara. Cuma pelesir ke Bali pun bisa menyita perhatian seluruh media sepanjang waktu mengalahkan plesirannya artis Hollywood.

Pilih satu dari tiga. Apa pilihan anda..?

Kalo aku sih cukup bilang, "jangkrikkk...!!!"
Read More

09 Januari 2011

Tentara Jogja Merdeka

Ga penting sebenarnya. Cuma lagi pengen melamun saat Ngayogyokarto Merdhiko terwujud dan sistem keprajuritan dimodernisasi. Untuk antisipasi perkembangan dunia kejahatan, dibentuk Bregada Anti Teror yang dilatih secara khusus untuk perang kota.

Itulah sebabnya corak lurik dipilih untuk camo, agar mudah menyelinap tanpa ketahuan musuh di tengah keramaian. Selasap selusup di Malioboro ga bakalan dikira pasukan bersenjata, paling banter dianggap baju dagangan di asongan. Bandingkan dengan bila mereka menggunakan camo loreng, dari jauh udah keliatan sama musuh. Camo hitam juga dihindari karena bila pakai hitam musuh suka bilang, "siapa takut..."

Sayang aku belum dapat gambaran untuk pasukan ceweknya. Kalo ternyata pake kemben, apa tidak malah bikin musuh pengen menyerang ya..?

Ada yang bisa memperkirakan bentuknya ga..?
Read More

08 Januari 2011

Tiket Online Mandala

Salah satu alasan kenapa aku suka pakai penerbangan mandala, selain karena kecewa dengan si raja singa adalah kemudahannya untuk urusan pesan tiket. Aku cukup buka website lalu bayar lewat sms banking mandiri. Kode konfirmasinya juga akan dikirim melalui sms untuk ditunjukin pada waktu check in. Maskapai lain rata-rata minta pakai kartu kredit. Kartu debit kebanyakan bisa juga sih, cuman harus melalui atm. Ribet harus keluar rumah juga.

Tapi pas pesan tiket kemarin, hampir saja kecele karena ada perubahan di website yang tidak aku sadari. Begitu pilih waktu dan tujuan penerbangan, terlihat disitu ada tarif promo rp 1213.545 dengan harga setelah pajak 239.900. Biasanya setelah itu cukup klik next next next dan harga tidak berubah. Kecuali kalo kita mau nambahin bayar asuransi atau nyumbang carbon free. Pas mau balas sms sebagai konfirmasi pembayaran baru aku tahu kalo harganya sudah berubah menjadi rp 418.400


Takut salah, aku ulangi lagi pemesanan. Ternyata ada perubahan sistem yang biasanya biaya tambahan itu defaultnya "no", dalam artian baru akan ditambahkan biayanya bila kita menghendaki. Sekarang defaultnya "yes", yang berarti bila kita tidak merubah apapun, berarti kita menyetujui membayar semua tambahan itu.


Kelihatan di kolom biru sebelah kiri, ada tambahan check in baggage 60 ribu. Sebelumnya ini tidak ada. Kalaupun bagasi kita lebih dari 20 kg, tambahan pembayaran akan dilakukan saat check in. Kalo disini kita tidak teliti, saat tidak membawa bagasipun kita akan tetap bayar 60 ribu perak.

Ada lagi tambahan 2nd bag 30 ribu. Second bag ini maksudnya tas kedua yang dibawa masuk ke kabin. Selama ini tidak begitu dipersoalkan kita bawa 2 tas ke kabin seperti aku biasanya satu ransel kecil dan satu tas letop. Asal ukurannya masih masuk ke bagasi kabin masih dihalalkan. Kalo kita hanya bawa 1 tas ke kabin, masa harus bayar 30 ribu..?

Kemudian Qjump 50 ribu perak. Qjump ini maksudnya agar kita dapat prioritas dan tak perlu ikut dalam antrian panjang saat check in dan boarding. Lalu kalo lebih banyak orang yang ikut qjump daripada yang engga, apa tidak perlu ngantri lagi..? Trus bila ternyata tidak begitu panjang antriannya atau malah lengang, apa ga mubazir bayar 50 ribu.

Kalo fly carbon ini sumbangan proyek pengurangan efek karbon dari emisi gas buang pesawat. Itung-itung sebagai tanggung jawab kita mengurangi efek global warming atas pemilihan sarana perjalanan kita. Kalo plusguard itu asuransi perjalanan. Terserah kalo ini mah. Kalo yakin pesawatnya mau jatuh di perjalanan ya sebaiknya bayar. Lumayan buat warisan anak istri.Kalo yakin slamet ya usah maksain bayar. Lumayan 20 rebu juga.


Tadinya sempet bete melihat semuanya harus dibayar. Sampai lihat ada tulisan klik disini untuk melihat opsi tambahan diatas tombol lanjutkan. Wah langsung deh semuaya diklik tidak terima kasih. Termasuk bagasi juga dihilangkan. Siapa tahu petugas check in nya teledor dan ga mau usilin bagasi kita. Indonesia raya kan pelupa orang-orangnya. Kalopun inget, gampang diajak damai. Heheh...


Udah beres mengembalikan harga tiket ke harga terjangkau, muncul masalah baru. Biasanya setelah konfirmasi pembayaran via sms akan muncul kode konfirmasi yang akan kita gunakan saat check in. Lha kok bisa-bisanya yang muncul malah nama Dimas untuk penerbangan Balikpapan Jogja tanggal 17 Maret. Walau akhirnya bisa ketemu kode konfirmasi pesananku, tapi payah juga neh website mandala yang baru ini. Masa kode konfirmasi bisa ketauan orang lain. Untung cuma pesanannya Dimas, coba kalo yang muncul namanya Sony Laksono..?

Kalo kurang jelas klik gambarnya ya..


Read More

Susis

Rambut sudah mulai panjang walau belum gondrong. Biasanya aku potong rambut ke salon langganan setiap pulang kampung. Karena belum ada rencana mudik dalam waktu dekat, terpaksa aku harus cari tukang cukur baru. Kalo ke langganan, aku cukup duduk manis dan tukang cukurnya bisa langsung babat tanpa perlu menginterogasi lagi. Aku memang malas ganti-ganti tukang cukur, soalnya aku termasuk orang yang gagap mode.

Bukan hanya urusan potongan rambut, untuk semua hal yang menyangkut penampilan aku memang sangat tergantung kepada istriku. Termasuk urusan beli baju apa celana aku juga tak pernah berangkat sendiri. Pernah mencoba maksa malah mubazir karena langsung dikecam banyak orang, norak katanya. Itu terjadis sejak masih bujangan dulu. Makanya pakaianku didominasi kaos-kaos even semacam perkemahan atau kegiatan pemuda lainnya. Sampai-sampai urusan perkancutan pun kalo ibuku ga rajin membelikan dan menyortir yang lama, bisa-bisa semua koleksi kancutku berwarna pink semua. Padahal waktu beli semuanya putih-putih melati.

Selain gapmod, aku kan juga harus nyenengin istri. Ga masalah aku atau orang lain menganggap potongannya jelek, asal istriku bilang bagus buat aku dah cukup. Lagian ga mungkin lah istriku menjerumuskan aku agar terlihat jelek di mata orang lain. Wong ga dijelek-jelekin juga dah ancur kok.

Untuk urusan pangkas rambut, dulu aku menjadi langganan tetap mbah Karmo. Tukang cukur keliling yang suka mangkal di DPR alias dibawah pohon rindang. Tak perlu pilih-pilih model yang membingungkan, cukup bilang cukur brush apa cukur bathok, mbah. Tapi sayang, sepeninggal mbah Karmo, anak turunnya tidak ada yang mau mewarisi profesinya itu. Lalu istriku mengenalkan aku dengan salon yang selama ini aku hindari hanya karena aku takut banci.

Dan selanjutnya aku tak pernah lagi kemana-mana agar tak perlu briefing ulang oleh istriku tentang model rambut yang diinginkan seperti tukang pangkas kemarin. Tukang cukurnya cowok tapi bawel kalo ga mau disebut ga mudengan. Dah dibilang urusan model dan lain lain tanyanya ke istriku, eh nanya aku lagi aku lagi. Bosen bolak-balik ditanya padahal jawabanku selalu sama, akhirnya aku beri penekanan, "kalo ada yang kurang jelas, tanyanya ke istriku saja yah..."

Eh, malah jawabnya, "susis yo, mas..?"
"Apaan susis..?"
"Suami sieun istri..."

Ealah, korban sule...
Read More

07 Januari 2011

KDRT

Nemu di blog istri...
Tentang kekejaman ayah terhadap anak katanya...
Dasarrr...!!!

Bete nonton tipi
Berita ga mutu apalagi sinetron...

Ayah lagi nyetrika
Bantuin ah...

Bantuin ngemut popok yaa

Malah disetrap di kamar belakang

Ayah payah, mending bantuin ibu beresin meja ah

Tapi susah sambil berdiri
Tarik ke lantai dulu ya..

Hasilnya diiket-iket kaya bayi

Bales dendam ah...

Ada sasaran neh...

Kasih pinjem letop apa tak brakot..?

Akhirnya bisa dikuasai...

Sayang tidak bertahan lama...
Read More

05 Januari 2011

Berbagi Pekerjaan Rumah

Seorang teman yang rumah tangganya cukup bahagia dunia akherat, bru di juru, bro di panto, tiba-tiba mengkomentari suaminya dengan istilah "dasar jawa tulen", hanya karena suaminya jarang mau bantu kerjaan rumah tangga. Aku tahu itu bukan ungkapan sakit hati wong dari segala hal suaminya merupakan lelanang jagad buat temenku. Kata itu tercetus karena mungkin dia merindukan adanya kebersamaan dalam rumah untuk hal-hal yang sepele. Sudah sifat manusia ketika yang besar bisa diraih, dia suka merindukan hal yang kecil.

Aku sendiri tak pernah mau tahu urusan internal mereka. Namun kata-kata jawa tulen itu cukup mengganggu mengingat aku juga orang Jawa. Walau kita biasa mengeneralisir sesuatu yang sedikit untuk semua, tapi menurutku masalah laki-laki Jawa enggan mengerjakan pekerjaan rumah adalah kasus per personal. Sejak kecil aku sudah dibiasakan membantu pekerjaan di dapur karena memang baru ada anak cewek setelah adikku yang bungsu lahir. Jadinya aku dan adikku yang cowok tak aneh lagi dengan yang namanya cuci baju atau piring. Lingkungan di kampungku juga tidak menganggap tabu laki-laki mengerjakan pekerjaan perempuan.

Di rumah tidak ada aturan yang membagi-bagi ini kerjaanku itu kerjaan istri. Pokoknya bila melihat ada yang perlu dikerjakan, siapa saja yang mampu dan mau itu yang pegang. Tak pernah ada ketentuan aku ga boleh ngepel atau istri betulin genteng bocor dan sebaliknya. Saat aku masih kerja pun begitu. Pulang kerja melihat istri menghadapi setrikaan yang menggunung, aku bebas saja milih mau ngerjain setrikaan atau ngerjain yang nyetrika. Tak pernah ada paksaan, toh sama-sama hangat.

Walau aku akui, ada beberapa teman yang memang enggan pegang kerjaan rumah dengan alasan itu urusan perempuan. Beberapa teman ada yang bilang cari duit saja susah, kenapa harus ikut mikir kerjaan di rumah. Kalo yang kerja kantoran mungkin tak begitu aneh. Tapi ada teman yang buka warung makan. Saat di warung dia tak merasa bermasalah masak ini itu dan cuci piring. Tapi begitu pulang ke rumah, boro-boro mau menyentuh. Lihat istrinya sibuk banget dia tetep damai duduk thingkrang di depan tipi sambil ngebul. Jadi walau kerjaannya sama, kalo lokasinya berbeda, berbeda pula artinya.

Tapi sekali lagi, itu cuma beberapa contoh kasus dan tidak mewakili laki-laki Jawa. Tapi engga tau juga ding kalo kondisi di Jogja beda dengan di kampungku Cilacap sana. Soalnya di Jogja aku ga begitu gaul sampai ke detil pekerjaan rumahan. Yang pasti LSM pemberdayaan perempuan Rifka Anisa masih saja sibuk konseling tentang laki-laki yang tak mau bantu pekerjaan istri dan bisa dianggap sebagai KDRT. Ketika juragan Rifka Anisa mampir ke rumah melihat aku sedang nyetrika, malah dikatakan ini kasus yang per personal dan tidak bisa digeneralisasi. Jadi kesimpulannya mbuh karena aku tak bisa bicara data atau hasil survai.

Kalo boleh jujur, aku harus angkat topi kepada makhluk bernama perempuan. Lebih banyak pekerjaan laki-laki yang bisa dikerjakan perempuan daripada sebaliknya. Yang pasti aku damai dengan rumah tangga tanpa aturan ini. Sapa yang mau dan mampu, semua boleh mengerjakan. Disaat tidak ada yang mau, tak pernah dipermasalahkan. Aku tak ingin mengeluh saat nyuci sambil momong Citra sementara istriku asik pesbukan. Sama seperti istriku yang tak pernah komplen aku tidur lelap pasca kerja keras sementara dia harus melek tengah malam nenenin Citra.

Buatku, berbagi tugas tanpa dibagi-bagi ternyata mengasyikan. Jalan sendiri-sendiri dalam komunikasi juga bikin nyaman. Mengerjakan sesuatu tanpa ada yang nyuruh-nyuruh bisa membuatku tak ingin ngedumel.

Mungkin disitu letak indahnya kebersamaan.
Bersama lelaki Jawa tulen sekalipun...

Ada pendapat lain..?

Read More

04 Januari 2011

Menyikapi Fenomena Alam

Jogja sempat sedikit heboh siang tadi hanya karena kejadian biasa yang terlalu didramatisir. Halo matahari sebenarnya hampir sama dengan pelangi dimana cahaya matahari dibiaskan di atmosfir. Bila pelangi dibiaskan oleh titik-titik air, halo dibiaskan oleh butiran es yang posisinya di atmosfir lebih tinggi daripada pembiasan pelangi. Mungkin karena itulah kenapa halo berbentuk bulat penuh sedangkan pelangi hanya berupa lengkungan.

Aku tak mempermasalahkan orang beropini dan berusaha menyebarkannya baik melalui lisan atau tulisan. Namun untuk hal-hal yang bisa menimbulkan keresahan orang banyak, seyogyanya penyampaiannya dilakukan dengan lebih hati-hati. Apalagi sebagian masyarakat kita bila menyampaikan informasi tak disertai sumbernya, padahal itu dikutip lagi dan dikutip lagi. Sehingga ketika informasinya telah membias kemana-mana, sulit untuk ditemukan informasi asalnya.

Sebagai contoh ketika dituliskan di sebuah blog bahwa fenomena halo kadang berhubungan dengan bencana alam. Kata kadang ditebalkan dan diberi garis bawah agar tidak terlewat. Segala dugaan itu juga disertai berbagai bukti yang menguatkan dan melemahkan dengan kesimpulan mengambang (karena memang belum bisa dikatakan benar atau tidak) agar pembaca bisa menyimpulkan sendiri setelah crosscheck kesana kemari. Tapi budaya Indonesia Raya, betapa berat untuk sekedar membuka mesin pencari mencari data pendukung dan langsung membuat kesimpulan sesuai isi otaknya lalu dipublikasikan sepotong-sepotong. Data yang begitu lengkap cuma ditulis "fenomena halo berhubungan dengan bencana alam", kadangnya hilang. Lebih parah lagi bila masuk ke pesbuker yang tak suka bahasan panjang dan ilmiah, yang tersisa cuma. "eh, halo tuh pertanda bencana tau...?"

Bahkan media online macam kompas, viva maupun detik pun lebih suka menitikberatkan pada pertanda bencananya daripada mengungkap bahasan teknis mengapa halo bisa terjadi. Tipi sama lebaynya kalo terlalu kasar dikatakan tolol. Tahu masyarakat kita "gumunan", yang diwawancarai kok malah artis yang isi otaknya tak seindah casingnya. Biar lebih dahsyat trus dibumbui wawancara dengan paranormal yang tak jelas. Sepertinya mereka begitu senang bila bisa membuat masyarakat resah dengan berita-beritanya. Bila kemudian dibreidel seperti acaranya Penisore yang mengatakan Jogja kota bencana dan akan banjir darah (yang ternyata tak terbukti), kan gampang bikin acara baru dengan format lama. Cukup ganti nama menjadi [bukan] Silit, dah bisa kembali tayang.

Hidup di masyarakat yang kental adonan kleniknya memang susah. Yang anti klenik pun kadang terlalu membabibuta agamanya sehingga tak bisa mencerahkan masyarakat. Seperti di blog temen yang menulis tentang fenomena halo tadi. Aku mencoba mengajaknya diskusi tentang hubungannya dengan bencana. Bila itu salah berarti bia menepis keresahan masyarakat, bila benar bisa dicarikan antisipasinya, maksudku cuma itu. Eh, komen panjang lebar sampai nyari bacaan sana sini cuma dijawab pendek, wallahu'alam.

Untuk membicarakan sebuah fenomena yang belum bisa disimpulkan secara jelas, wallohu'alam memang sebuah kata yang paling tepat untuk menutup berbagai dugaan yang simpang siur. Tapi mengatakan kuasa tuhan di awal wacana menurutku cuma milik orang bego yang ingin disebut agamis. Malu untuk mengakui kalo dia pemalas dan tidak mau bersusah payah mencari jawaban. Lebih parah lagi bila ada yang menanggapi dengan pemikiran bersebrangan, tak jarang dianggap sebagai penyerangan yang lalu dijawab dengan kata mitos atau musyrik.

Begitu pemalaskah kita sampai lupa bahwa banyak hal yang sekarang lumrah, beberapa tahun lalu juga masih menjadi mitos atau khayalan semata. Begitu mudah pula kita mengatakan orang yang mencoba berpikirrasional sebagai musyrikun. Bagaimana umat mau pinter kalo ada pertanyaan susah cukup dijawab wallahu'alam. Padahal tuhan sendiri tak akan meminterkan umatnya bila umat itu sendiri tak mau belajar. Mencoba sepenuhnya menggunakan akal untuk mencari jawaban malah dikatakan kafirun. Padahal kita tak dilarang untuk belajar ke negeri china yang komunis asalkan tak mengubah keyakinan asal. Toh hukum tak cuma tentang naqli saja, dalil aqli juga diperhitungkan.

Dari arah manapun kita melihat sebuah fenomena alam, buatku tak jadi masalah sepanjang tidak membuat masyarakat resah. Tidak apa kita bicara tentang pertanda bencana sejauh penyampaiannya seimbang antara faktor pendukung dan penyangkalnya. Mari kita jadikan teman-teman kita masyarakat yang dewasa dalam menyaring informasi. Buang jauh-jauh ikat kepala yang mengekang otak sehingga tak bisa berpikir terbuka. Jangan menjadi klenik. Jangan pula menjadikan agama sebagai sumber kebodohan.

Belajarlah menjadi cerdas dalam menyikapi fenomena alam.
Tuhan akan senang kepada umatnya yang mau berpikir keras sebelum bertawakal.
Wallahu'alam bishawab

Read More

Cashback Yamaha

Saat istriku ambil sepeda motor kemarin, aku memang kurang teliti saat menerima kwitansi. Aku memang gampang percaya ke orang, apalagi dengan Yamaha aku bisa dibilang dah langganan dan selama ini hubunganku baik. Beberapa hari baru ketahuan kalo nilai tertera di kwitansi dan dengan pembayaran selisih 700 ribu. Bukan jadi lebih mahal, tapi ada potongan atau yang biasa disebut cashback.

Setiap beli motor memang suka dikasih potongan sekian ratus ribu dan suka dikonfirmasikan didepan. Tapi untuk yang ini kok diam-diam saja. Dan ketika aku tanyakan, katanya cashback  digunakan untuk komisi yang bawa konsumen dan biaya BBN. Payah nih Sumber Baru Rejeki, pelayanannya jadi payah gini.

Setahuku pembayaran motor on the road tuh dah termasuk biaya BBN. Kalopun ada penambahan yang suka terjadi di awal tahun biasanya disampaikan dari awal dan masa sih sampai 500ribu. Trus yang 200 ribu katanya untuk komisi yang bawa konsumen, dalam hal ini mungkin calonya. Padahal aku tak pernah urus ini itu lewat perantara dan langsung ke salesnya. Di lain sisi, aku kadang membantu atau sekedar merekomendasikan temen yang akan beli motor juga tak pernah ada yang namanya komisi. Paling banter cuma dikasih sego pecel doang.

Sayang aku ga suka ribut-ribut soal uang, makanya cukup aku selesaikan dengan kata "yoweslah..." Mungkin itu memang rejeki mereka dan aku cuma numpang lewat doang. Padahal aku ga pernah cuek ke orang lain. Seperti sopir yang antar motor juga aku kasih sekedar buat beli rokok. Kenapa harus bohong dan berbelit-belit. Andai kata terus terang pun kayaknya aku ga bakalan rewel. Wong prinsipku rejeki tuh ga bakalan salah orang.

Ada yang tahu ga, masalah cashback, biaya tambahan BBN dan komisi ini merupakan kebijakan Yamaha atau masing-masing dealer..?

Ada yang tahu ga, bisa ga sih plat nomer XY yang biasa digunakan untuk nomor sementara bisa digunakan untuk nomor permanen..? Istriku kayaknya suka nomor itu walau menurutku ga nyetel blash...


Read More

01 Januari 2011

Masih Seperti Kemarin

Kemarin sore, banyak sekali wajah-wajah antusias bersliweran di jalan. Lalu lintas yang padat merayap tak mengurangi semangat mereka yang katanya mau menyongsong tahun baru penuh harapan baru dengan semangat baru.

Tapi itu kemarin...
Pagi ini, aku tak melihat lagi wajah-wajah yang konon telah bersemangat baru. Semuanya telah kembali semula seperti hari-hari sebelumnya. Yang tersisa malah wajah kuyu dan tumpukan sampah di jalanan.

Sebagian dari kita memang tak pernah bosan dengan acara basa basi seperti itu. Setiap momen didramatisir agar punya alasan untuk berhura-hura. Saling mengucap selamat, telpon sana sini dan berbagi sms menurutku tidak ada salahnya. Tapi membuat harapan tanpa tindakan sama saja dengan bermimpi di siang bolong.

Bila memang mengharap masa depan lebih baik, sepertinya belajar tidak membuang sampah sembarangan saat merayakan tahun baru lebih bermakna daripada saling mengucap selamat. Belajar tertib di jalanan mungkin akan lebih baik daripada mencopot knalpot saat konvoi.

Benarkah ada harapan di tahun yang baru ini, bila semua pemikiran dan tindakan kita masih saja sama dengan tahun sebelumnya..?

Mobile Post via XPeria



Read More

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena