31 Januari 2011

Negosiasi Kerja di Pertambangan

Dalam asumsi kebanyakan orang, kerja di pertambangn identik dengan penghasilan besar. Walau tak sepenuhnya salah, namun tidak bisa digeneralisir. Semuanya tergantung di perusahaan mana dia bekerja dan bagaimana negosiasi dia dengan bagian personalia saat memasukan lamaran kerja.

Di perusahaan yang relatif belum besar seperti tempatku kerja, secara umum upah pokok masih di bawah perusahaan bonafid. Tidak ada standar gaji berdasarkan grade karyawan. Negosiasi saat wawancara sangat besar pengaruhnya terhadap karir selanjutnya. Kadang dengan alasan masih percobaan, perusahaan memaksa calon karyawan untuk bergaji rendah. Namun bila sejak status percobaan sudah bergaji rendah, saat diangkat kontrak atau permanen pun kenaikannya tidak terlalu signifikan.

Di perusahaan yang menganut sistem personalia semacam ini, ijasah kadang tidak terlalu berpengaruh. Skil atau kemampuan teknis lebih diutamakan. Seperti karyawan yang masuk bareng kemarin. Karena salah nego, walau dia melampirkan ijasah D3 dalam map lamaran, gajinya sedikit dibawahku yang tak bawa ijasah secuilpun dan hanya menyerahkan daftar riwayat pekerjaan.

Untuk karyawan yang gajinya tidak all in alias memiliki tunjangan tetap dan hak lembur, penghitungan rasio lembur seringkali dibuat hanya berdasarkan upah pokok. Padahal menurut Keputusan Menakertrans no 102 tahun 2004, rasio upah lembur dihitung dari upah pokok ditambah tunjangan tetap. Apabila ada tunjangan tidak tetap, maka harus dilihat besar upah pokok plus tunjangan tetapnya kurang dari 75% total upah berikut tunjangan tidak tetap apa tidak. Apabila kurang, maka akan digunakan nilai 75% kali total upah.

Besarnya penghasilan juga ditentukan oleh status kontrak karyawan tersebut. Karyawan yan berstatus karyawan kantor pusat yang ditempatkan di daerah akan berbeda dengan karyawan lokal yang dikontrak di lokasi tambang. Karyawan lokal sistem penggajiannya seringkali didasarkan pada UMR, walaupun untuk kategori pertambangan upahnya memang lebih tinggi dibanding UMR non pertambangan. Tapi tetap saja ini berpengaruh besar terhadap penghasilan. Itulah sebabnya banyak karyawan yang sudah lama bekerja dengan status lokal berusaha mengajukan lamaran ke kantor pusat agar bisa berstatus karyawan penempatan.

Kasus sebaliknya adalah karyawan yang dijebak karena ketidaktahuannya tentang perstatusan ini. Disini ada 2 orang yang melamar di Jakarta, langsung dibawa ke Kalimantan tanpa banyak upacara dan dibuatkan kontrak disini dengan status karyawan lokal bergaji lokal pula. Dan pada akhirnya dia bingung dengan gajinya yang berbeda dengan karyawan penempatan plus saat cuti pulang kampung dia harus bayar tiket pesawat sendiri. Mau komplen juga bingung karena kontrak sudah telanjur ditandatangani.

Saat nego cuti pun dia dapat roster 24 : 2 yang artinya 24 minggu kerja dapat libur 2 minggu, sedangkan aku 12 : 2. Disini kelihatan perusahaan berusaha mencurangi jatah libur karyawan, dimana dalam satu minggu karyawan mendapat hak libur sehari. Tidak ada penjelasan dari HRD bahwa karyawan dengan kerja sistem roster, dia tak punya libur mingguan. Hari minggu pun dia harus kerja karena liburnya dikumpulkan di akhir periode roster. Libur 2 minggu atau 14 hari itu merupakan akumulasi jatah dia libur mingguan selama 12 minggu itu. Kalau dia kerja selama 24 minggu, seharusnya dia mendapat libur minimal 24 hari dong.

Karena cuti roster merupakan pengganti libur mingguan, seharusnya cuti tahunan selama 12 hari dia dapat juga. Kadang perusahaan berdalih, karena sudah ada cuti roster dia tak berhak atas cuti tahunan. Oh ya, libur sistem roster ini biasanya diberlakukan untuk karyawan yang jauh dari keluarga agar dia punya kesempatan pulang kampung agak lama. Untuk karyawan penduduk setempat digunakan sistem reguler dimana seminggu dia dapat libur sehari dan hanya punya hak cuti tahunan.

Ini penjelasanku kepada teman-teman yang kadang nelpon minta diajak kemari dengan asumsi penghasilan kerja di pertambangan pasti besar. Memang untuk status lokal, kebutuhan untuk tenaga lapangan seperti sopir dump truck atau operator selalu ada. Namun jangan harap bisa berpenghasilan seperti yang berstatus penempatan. Masalahnya untuk diterima sebagai karyawan penempatan itu yang agak sulit karena menuntut skil yang lumayan tinggi dan hanya di beberapa bagian yang terbatas.

Oleh karena itu bila berminat kerja di pertambangan, usahakan jangan salah pada waktu negosiasi awal. Tanyakan hak-hak karyawan secara gamblang tentang tata kerja, upah, kesejahteraan, cuti dan akomodasi termasuk ongkos pulang kampung. Jangan mentang-mentang butuh pekerjaan, nurut saja apa kata perusahaan. Untuk lebih amannya, jangan mau dikontrak untuk jangka panjang terlebih dulu. Minta saja 3 bulan dan negosiasi ulang setelah masa percobaan. Dan soal nego ulang ini harus tercantum juga di kontrak kerja.

Semoga membantu...

Mobile Post via XPeria

Read More

29 Januari 2011

Sayang...

Sayang...
Aku mengerti kerinduanmu
Seperti aku mengerti ketangguhanmu

Hari ini dan esok
Biarkan setiap hari tumbuh dan tumbuh
Selalu tersenyum dan jangan menyerah
Dalam keadaan sangat sulit sekalipun

Sayang...
Aku sangat mencintaimu
Sebesar cintaku pada anakmu

Malam ini...
Antar anakku tidur dengan hangat
Katakan aku sangat mencintainya
Peluklah anakku untukku
Dan beri dia ciuman dari ayah

Sayang...
Serindu apapun dirimu
Aku tak mau kau bersedih
Apalagi nyanyikan lagunya Syahrono

*Aku tak biasa...
Bila tiada kau di sisiku
Aku tak biasa bila ku tidur tanpa
Belalaimu...

Mobile Post via XPeria


Read More

Caping Gunung

Gek jaman berjuang...
Njur kelingan anak lanang...
Mbiyen tak openi..
Ning saiki ono ngendi...


Entahlah...
Pagi-pagi aku malah inget anak lanang yang sekian lama tiada kabar berita tanpa aku bisa menghubunginya. Di tengah medan keras ini hatiku malah jadi lembek koyo telek. Apalagi ketika mengerjakan data fingerprint di depan workshop dengan semilir angin membuai di tengah panasnya tambang. Perasaan tidak ada sesuatu yang memicu ingatanku kepada jagoan. Kalo kemarin sore aku inget Citra, wajar banget karena ibunya sempat cerita kalo dia seharian rewel dan mogok makan.

Di tengah galau itu, ibunya Citra nelpon. Dengan susah payah di tengah bising mesin-mesin workshop, aku bisa menangkap sepotong berita gembira. "Telat bulan dan dites positip..."

Healah...
Inget dua anak di kejauhan saja sudah bikin sedih begini, ini mau ditambah lagi. Alhamdulillah banget deh. Ternyata aku masih dipercaya untuk mengurus calon manusia lagi. Walau yang sudah ada pun aku belum tentu bisa mengurus dengan baik dan benar.

Sore ini katanya mau periksa ke dokter untuk verifikasi ulang lebih detil sekalian konsultasi karena posisinya masih menyusui Citra. Semoga sehat dan segalanya lancar walau aku tak bisa banyak bantu-bantu istri selama kehamilan. Terutama bantu suplai bahan...

Syukur iso nyawang...
Gunung deso dadi rejo...


Mobile Post via XPeria
Read More

27 Januari 2011

Menyikapi Crop Circle

Copas abis dari BETA UFO (www.beta-ufo.org)

Crop Circle, UFO dan Bagaimana Menyikapinya
Oleh Nur Agustinus (BETA-UFO)
 
LAPAN dan berbagai instansi lain dengan cepat menyimpulkan bahwa crop circle di Sleman dan Bantul adalah buatan manusia. Membuat pengamat UFO yang punya pandangan berbeda seakan tidak mengakui kredibilitas ilmuwan serta dianggap keras kepala karena kesukaannya pada fenomena UFO yang masih dianggap sebagai paranormal. Peneliti crop circle di AS, Nancy Talbott dari BLT Research, saat melihat foto-foto yang ada, menyayangkan sikap LAPAN yang terburu-buru dalam membuat kesimpulan.
 

Abu Mashud, tim investigasi BETA-UFO berada di lokasi crop circle Sleman
Sebenarnya, kalau orang-orang ini ditemui secara pribadi, ngobrol bebas dan tidak direkam atau untuk kepentingan publik, mereka mungkin bisa beda pendapatnya dengan apa yang dinyatakan lewat media. LAPAN secara organisasi tentu tidak mau mendapat kesulitan dengan banjir pertanyaan kalau mereka tidak tahu apa yang menyebabkan terjadinya crop circle.
 
Hal yang sama tentu berlaku ketika mereka secara institusi memberi pernyataan tentang UFO. Thomas Djamaluddin sendiri, seorang peneliti LAPAN, ketika masa mudanya pernah tertarik dan menulis tentang UFO di majalah Scientiae. Sebagai orang yang mewakili institusi yang dianggap penting (dan strategis) saat ini, tentu tidak mudah mengatakan bahwa UFO itu ada. Boleh jadi pendapatnya tentang UFO memang seperti itu saat ini, dan itu biasa sebab fenomena UFO ini sampai saat ini masih kontroversi.
 
Sebenarnya, saya melihat untuk kasus crop circle ini agak aneh ketika LAPAN dilibatkan. Hal ini karena LAPAN seharusnya menangani masalah antariksa dan penerbangan, bukan hal-hal yang ada di tanah. Tentu ini terjadi karena crop circle dikaitkan dengan UFO, sementara begitu bicara soal UFO, orang akan menoleh kepada LAPAN. Ini tidak lepas dari pernyataan kepala LAPAN di era tahun 1980an, Bapak J. Salatun, bahwa LAPAN menerima laporan UFO dari masyarakat. Bahkan dalam buku yang ditulis oleh Salatun, "UFO, Salah Satu Masalah Dunia Masa Kini" (1982), beliau bersama anaknya, Adi Sadewo Salatun (kini kepala LAPAN) pernah melihat dan memotret UFO pada tahun 1982.
 
Kita tidak tahu, apa yang dilakukan pemerintah atau militer menyikapi crop circle ini di balik media. Bisa jadi ada pertemuan khusus membahas hal ini dari aspek yang lebih tinggi. Boleh jadi meski dinyatakan bahwa crop circle ini buatan manusia, penelitian lebih lanjut tetap dilakukan dan terlewatkan dari pantauan masyarakat atau media.
 
Ada kesalahpahaman soal crop circle, di mana orang mengira bahwa crop circle adalah bekas pendaratan UFO. Ini adalah persepsi yang keliru. Crop circle adalah pola unik dan misterius di ladang. Memang ada orang yang bisa membuatnya, namun fenomena ini ada lebih dahulu daripada yang dibuat oleh manusia. Banyak hal yang misterius dalam fenomena crop circle, namun jika bukan pengamat serius masalah ini, tentu tidak akan mengikuti perkembangan informasinya.
 
Saya sering ditanya, apakah dari bentuknya bisa ditentukan itu buatan manusia atau alien? Saya mengatakan bahwa akan sangat sulit untuk mengambil kesimpulan sebab cara pembuatan crop circle yang bukan oleh manusia bisa macam-macam, antara lain karena efek pemanasan semacam dengan gelombang microwave, dan bisa juga dengan frekuensi suara. Yang terakhir ini tentu hanya rebah dan tidak akan ditemukan efek pemanasan apalagi radiasi. Namun saya katakan, bahwa kita bisa menilainya dari informasi tentang terjadinya. Seperti yang ada di Sleman, hingga jam setengah dua belas malam, warga tidak melihat ada yang janggal, aneh atau mencurigakan di sawah. Mereka saat itu duduk-duduk di luar rumah. Keesokan harinya sudah muncul crop circle tersebut. Kalau itu manusia yang membuat, maka tentunya "manusia ajaib". Sulit dinalar bahwa manusia membuatnya dalam waktu beberapa jam dalam kondisi gelap dan tanah persawahan yang cenderung basah. Padi yang ada rebah dan tidak kotor kena lumpur, di mana kalau prosesnya diinjak-injak, tentu akan tampak lumpur berlepotan.
 
Penemuan crop circle kedua di Bantul sebenarnya menambah rasa penasaran. Jika memang dibuat manusia, apakah pelakunya sama? Crop circle di Bantul akan sulit diketahui jika tidak ada yang di Sleman sebab bentuknya sulit dilihat dari atas (tidak ada bukit). Hanya karena petani di sana kemudian penasaran setelah mengetahui yang ada di Sleman, mereka menemukan bahwa pola rebahan juga unik, merupakan bentuk geometris yang teratur. Oleh karenanya, crop circle di Bantul ini, kalau dibuat oleh manusia juga tanda tanya besar.
 
Lalu, jika itu dihubungkan dengan UFO, bagaimana terjadinya? Ada video yang berhasil merekam peristiwa dua buah cahaya orbs (bulatan) yang melakkukan manuver dan kemudian terbentuk lingkaran aneh di ladang. Tapi ada juga kesaksian seorang polisi di Inggris yang memergoki tiga makhluk seperti manusia berukuran tinggi yang berada di ladang, dan kemudian polisi itu mendengar suara statik yang mengganggu telinganya. Saat terdengar suara itu, dia melihat tanaman rebah dengan sendirinya. Saat ketiga mahluk itu melihat ada orang yang mengawasinya, mereka lari dan kemudian terlihat ada benda melesat ke angkasa.
 
Boleh jadi crop circle di kawasan Yogya ini dibuat oleh makhluk-makhluk misterius ini. Proses terbentuknya yang misterius, sangat cepat membuat rasa penasaran yang luar biasa. Tentu akan sangat panjang jika polemik siapa yang membuatnya ini terus dilakukan. Crop circle ini sendiri dengan berjalannya waktu akan hilang bekasnya. Petani akan memanen dan menanami kembali ladangnya. Yang tersisa hanya foto-foto, video dan kesaksian warga. Menurut saya, kasus ini akan tetap menjadi misteri dan tidak bisa dijelaskan secara sederhana. Mungkin akan muncul lagi crop circle yang lain. Semoga di kesempatan lain, penelitian lebih serius bisa dilakukan.
 
Surabaya, 27 Januari 2011

Read More

26 Januari 2011

Menulis Tangan

Membudayakan membaca saja sudah susah, apalagi menulis. Kalopun mau kadang lebih suka menulis pendek ga jelas seperti di pesbuk atau kuiknot. Ada juga yang suka nulis panjang dalam buku harian tapi terbatas pada waktu jatuh dan putus cinta.

Menulis kegiatan harian secara manual di lingkungan kerja juga sulit ditemukan. Menulis laporan harian pun lebih banyak sebagai formalitas agar tidak kelihatan nganggur, bukan menjadi hobi. Itupun lebih banyak dibuat di word atau excel untuk kemudian dibuang setelah laporan diterima. Kebiasaanku menulis kejadian yang menyangkut pekerjaan sehari-hari di buku tulis suka dianggap aneh oleh teman-temanku. Ada yang bilang seperti anak sekolah. Ada juga yang bilang gaptek. Jaman canggih kok menulis di buku.

Walau sebenarnya cuma hobi, tapi beberapa kali aku terselamatkan oleh catatan anak sekolah itu. Ketika ada masalah yang sebenarnya aku tidak terlibat, catatan disitu seringkali menjadi alibi yang meyakinkan. Laporan harian yang dibuat di komputer begitu mudah diedit, sehingga tak seberharga tulisan tangan yang sudah lusuh di makan waktu. Ketika tidak ada masalah pun aku suka sekali membaca-baca catatan lama dengan berbagai ekspresi. Kadang senyum kalo membaca hal yang aneh dan kadang enek ketika membaca tentang masalah yang pernah menimpa.

Catatan yang aku buat biasanya dalam 2 bentuk. Pertama seperti agenda yang mencantumkan tanggal dan apa saja yang aku kerjakan hari itu, apa yang aku terima dari kantor dan segala yang bersifat umum. Bentuk kedua adalah catatan detil dari suatu masalah atau barang yang menjadi tangung jawabku. Misalnya saja tentang infrastruktur internet. Akan aku tulis kondisi awal yang aku temukan saat pertama kali tugas itu aku terima. Jumlahnya berapa, kondisinya bagaimana dan seterusnya. Dan di bawahnya akan aku tulis secara kronologis apa-apa yang aku lakukan dengan barang itu. Misalkan tanggal sekian rusak, tanggal sekian aku sevice dan tanggal sekian aku tendang dst dst..

Ini juga seringkali berguna saat aku wawancara masuk kerjaan baru. Walau mencari kerja itu katanya susah, tapi aku aku tak pernah mau dikontrak secara permanen untuk jangka waktu yang panang. Aku akan selalu minta percobaan selama sekian bulan dan negosiasi ulang setelah percobaan. Saat nego ulang itu aku buat semacam laporan kerja dan rencana kedepan bila aku dan perusahaan bisa sepakat untuk melanjutkan pekerjaan. Setelah laporan itu diserahkan biasanya buku itu aku tunjukan. Kadang aku bawa juga catatan dari pekerjaan lama agar perusahaan tahu bahwa aku punya kebiasaan mencatat. Dan buku-buku itulah yang sering aku jadikan andalan saat negosiasi terutama urusan gaji.

Tak ada yang istimewa. Semua hanyalah catatan bebas tanpa struktur yang seringkali acak-acakan. Apalagi bila aku kerja di lapangan. Tulisannya bak anak TK asal kebaca sendiri dan tak jarang banyak tinta yang tehapus kena keringat atau air hujan. Dalam menulis aku tak hanya menuliskan hal yang baik-baik saja. Kesalahan-kesalahanku pun aku cantumkan disitu. Itu pun ternyata bisa menarik simpati orang HRD saat wawancara. Ketika aku tunjukan sesuatu yang mungkin bagi orang lain bisa menjatuhkan imej, mereka jadi bertanya kenapa aku tunjukkan hal semacam itu ketika akan masuk kerja. Aku jawab saja aku butuh catatan dosa agar aku bisa memperbaikinya. Mereka pun menilai aku baik dan jujur walaupun sebenarnya aku suka cuek saja dengan semua aib pribadi dalam pekerjaan. Emang gue pikirin...

Dulu aku juga mencatat kegiatan pribadi dalam buku itu. Tapi setelah kenal blog, aku pindahkan semua hal ga penting itu ke blog sebagai catatan sejarah. Ingin sebenarnya membuat catatan sejarah secara lengkap. Namun mengingat blog juga dibaca teman, aku jadi membatasi pada hal-hal yang sedikit unik saja. Walau ngeblog itu bebas, tapi kalo sehari posting sampai berkali-kali apalagi tentang hal yang ga jelas, kasian temen bisa bete. Sejak saat itulah, catatan manual hanya aku buat untuk urusan pekerjaan.

Walau buat sebagian teman kebiasaanku itu dianggap aneh, tapi buatku tidak. Menulis tangan adalah hobiku. Termasuk menulis tangan ala sarmidi curanmor juga kadang-kadang. Dan itu adalah tentang hidupku...

Mobile Post via XPeria

Read More

Belajar nyupir lagi

Awalnya aku pikir, nyupir di sini tak bakalan jauh berbeda dengan di Jawa. Soal jalanan tanah yang sering berlumpur menurutku malah lebih baik kondisinya dibanding jalanan aspal di Cilacap. Masuk kubangan dengan pick up butut saja aku merasa sudah biasa, jadi menerobos dengan kendaraan 4WD sepertinya tak akan banyak kesulitan. Selama ini aku juga mikir kalo hutan itu diistilahkan alam bebas. Jadi di jalanan dalam hutan aku tak perlu banyak memikirkan undang undang lalu lintas yang selama di kota pun sering aku langgar.

Namun walau tanpa undang undang, disini ada aturan tanpa sanksi yang begitu kuat dipegang semua kendaraan pelintas hutan. Semula aku sempat bingung dengan rambu-rambu di pinggir jalan menuju tambang. Ada tanda panah ke kiri aku pikir jalan akan belok ke kiri, tapi kenyataannya belok ke kanan. Begitu juga sebaliknya. Sempat aku pikir itu rambu-rambu iseng bikinan masyarakat yang jauh dari peradaban. Tapi setelah mengamati perilaku pelintas jalan lain baru aku mudeng.

Selama ini tak peduli jalanan belok ke kanan atau kiri, aku seringkali mengambil sisi jalan sebelah dalam walau harus mencuri jalan orang. Seperti bila belok ke kanan. Asal diperkirakan dari depan tidak ada kendaraan lain, aku akan melangar marka poros jalan dan masuk ke jalur kanan. Disini normanya berbeda. Tak ada keharusan untuk selalu di lajur kiri di saat belok. Melainkan mengambil sisi jalan terluar dengan tujuan pandangan ke depan lebih leluasa. Tak perlu takut kepergok di tikungan dengan kendaraan dari depan, soalnya mereka pun pasti akan mengambil lajur luar. Ini bisa dimengerti karena disini banyak kendaraan berat pengangkut batu bara melintas dan akan sulit menghindar bila kepergok adu muka. Kecepatan mereka memang tidak terlalu tingi, tapi mereka akan sulit untuk berhenti mendadak dengan beban yang berpuluh ton di bak truk nya tanpa kena resiko kendaraan terguling. Itulah sebabnya kenapa di tikungan ke kiri, tanda panah di rambu justru mengarah ke kanan. Maksudnya kita harus ambil lajur kanan saat menikung ke kiri.

Toleransi antar pengguna jalan pun cukup tinggi. Saat berpapasan, kendaraan yang tanpa beban akan mingir dan berhenti memberi kesempatan kendaraan yang bermuatan untuk lewat terlebih dulu, apalagi di kubangan. Bila malam hari, kendaraan yang berhenti akan mematikan lampu besar dan hanya menyalakan lampu senja agar tidak menyilaukan pandangan yang dari depan. Tak perlu kita kedap-kedipkan lampu jauh berkali-kali hanya untuk meminta kendaraan dari depan untuk dim. Saat akan menyalip pun kita tak pernah kesulitan, karena kendaraan yang bermuatan akan menepi memberi kesempatan kendaraan yang bisa lari lebih kencang untuk lewat terlebih dulu. Tidak ada yang merasa benar atau ingin menguasai jalan. Tak ada pula klakson tanpa aturan atau sumpah serapah orang di jalan. Bukan cuma personal tambang saja, masyarakat memiliki perilaku yang sama.

Sebuah keindahan dari kata toleransi di tengah hutan.
Jadi siapa bilang hidup jauh dari peradaban identik dengan kebiadaban..?

Mobile Post via XPeria

Read More

Kangen

"Ayah kangen kita gak ya..?"

Sebuah sms yang masuk tanpa terdeteksi terasa menyentak saat aku baca beberapa jam setelahnya. Ada sepotong rasa yang sulit digambarkan menyeruak mengingat aku hampir melupakan mereka selama dua hari ini.Sungguh aku kangn mereka. Apalagi kepada Citra yang sedang lucu-lucunya dan harus aku tinggalkan sampai bulan April nanti.

Dua hari ini aku memang hampir tak berkutik harus mempertanggungjawabkan warisan masalah yang tak kutahu awal mulanya di kerjaan baru ini. Baru seminggu memegang pekerjaan yang berantakan tanpa ada serah terima ataupun petunjuk dari pemegang tugas sebelumnya, orang kantor Jakarta sudah berteriak-teriak saat aku seharusnya masih dalam masa orientasi permasalahan. Tidur sehari hanya 3 atau 4 jam belumlah mampu untuk membuatku mampu membayangkan apa yang harus aku lakukan di kantor ini. Namun perusahaan seperti tak mau mengerti bahwa aku hanyalah kambing hitam.

Hidup di perusahaan feodal yang menggunakan manajemen rebutan antara keponakan-keponakan juragan memang susah. Mereka dengan mudah bergabung dan pergi di saat timbul masalah atau mulai tidak betah. Andai saja mereka mau menyiapkan sedikit catatan kerja untuk penerusnya nanti mungkin tidak akan serumit ini. Tapi siapa yang melarang mereka bilang "emang gue pikirin..?"

Satu persatu memang bisa aku atasi. Tapi aku bukanlah robot yang bisa kerja nonstop tanpa punya sakit hati dijadikan kambing hitam atas semua kerusakan infrastruktur IT disini. Memang benar semua masalah itu telah membuat roda perusahaan sedikit tersendat. Namun tetap semuanya tak mungkin aku tangani sekaligus. Apalagi aku kerja sendirian di kantor ini dengan segala kekurangan fasilitas pendukung yang sudah menjadi hal umum di luar Jawa.

Tapi sudahlah...
Aku sudah berani menerima pekerjaan ini yang berarti aku harus mampu menyelesaikan kewajibanku. Kuharap kekusutan ini segera teratasi agar aku bisa lebih banyak waktu untuk sekedar menyapa anak istriku.

Sungguh aku begitu merindukan kalian...

Mobile Post via XPeria

Read More

24 Januari 2011

Anti nyamuk

Bila di kerjaan sebelumnya tiap hari di kelilingi SPG, disini tiap waktu dikerubut nyamuk. Apalagi kalo sore. Mulai jam 5 sampai jam 7, pekerjaan sampingannya adalah lomba tepuk tangan. Kayaknya setahun lagi tinggal disini, telapak tangan bisa kapalan setebal telapak kaki neh. Heheh...

Inget cerita di Discovery Channel tentang suku primitif di pedalaman Afrika yang membalurkan tanah atau getah pohon tertentu ke badan untuk mencegah nyamuk, aku pikir orang Dayak juga punya. Tapi tanya-tanya yang di kantor mereka sudah pakai obat nyamuk bakar atau lotion anti nyamuk pabrikan. Makanya pas jalan ke tambang, melihat ada ladang di tengah hutan aku sempatin mampir.

Ada sekeluarga di gubuk tengah hutan itu termasuk anak-anak. Nyamuk disitu pun jauh lebih banyak daripada yang di sekitar kantor. Setelah basa-basi dengan bahasa Indonesia yang teramat susah dipahami akhirnya aku masuk ke poin utama. Ketika aku tanya ada engga resep tradisional pengusir nyamuk, katanya itu soal gampang. Pake merit juga beres. Eh, ga tahu istilahnya yang bener merit, maried, marit apa morat-marit. Bahasanya susah soalnya.

Sudah seneng dapat solusi, segera aku kejar lagi apa yang dimaksid marit itu. Dan jawabnya, "tepuk, garuk, pak..."

Hoalah, jebule...
Kalo gitu sih ga perlu nanya...
Ada yang punya solusi..?

Mobile Post via XPeria

Read More

22 Januari 2011

Waktu Indonesia Bagian XPeria

"Hape canggih tapi pekok..!"

Mungkin itu inti misuh-misuhku dalam beberapa hari ini semenjak hidup di bumi Borneo. Bagaimana tidak. Sejak turun di bandara Syamsudin Noor, setelah pramugari mengingatkan waktu disini lebih cepat 1 jam dari Jogja, hape langsung aku set ke GMT +8. Ini penting karena aku tidak punya alat penunjuk waktu selain di hape.

Tapi seting itu tak pernah bertahan lama, karena beberapa jam kemudian pengaturannya akan kembali semula ke waktu Indonesia barat alias GMT +7. Setiap kali aku rubah setiap kali juga jam hapenya balik maning balik maning.

Awalnya aku ngotot kembalikan ke waktu Indonesia tengah agar tidak kacau dengan urusan kerjaan, terutama untuk alarm bangun tidur. Ga enak aja kerja baru dua hari sudah telat terus karena kesiangan bangun. Padahal saat ini aku juga sedang berusaha menyesuaikan diri dengan masalah perbedaan waktu dengan kantor Jakarta untuk keperluan nelpon agar pas jam kerja.

Cape bolak balik merubah seting tanpa hasil, akhirnya aku cuma pasrah dan memilih untuk mengalah menghitung manual setiap kali butuh informasi waktu. Dalam otak langsung jatuh vonis kalo XPeria ternyata katrok. Kualitas OS bikinan mikrosok mobile ternyata tak seimbang dengan harganya yang mahal. Hape spesialis office tapi ngeyelan. Ngajog mode : on pokoknya.

Sampai saat aku liat tipi semalem, kok jam tayangnya sama dengan waktu Jogja. Seharusnya kan mundur sejam. Tanya ke temen yang sudah lama disini, katanya memang itu yang bener. Belum percaya, aku buka google dari hape. Dan ternyata kalteng memang masuk waktu bagian barat. Kalo kalsel memang bener masuk waktu bagian tengah. Jadi tak salah pramugari ngingetin waktunya bedanya karena memang aku turun di Banjarmasin. Hapeku juga tak salah, walau hanya beberapa kilo dari perbatasan kalsel, aku sudah berada di kalteng.

Katrok tenan.
Gitu aja kok bikin repot...

Mobile Post via XPeria

Read More

21 Januari 2011

Disambut demo

Tugas utama dari Jakarta ke Kalimantan adalah menyusun konsep networking antar site dan kantor pusat. Tapi sudah dua hari disini, tugas itu belum tersentuh sedikitpun karena kondisi di site sedang menghangat. Karyawan tambang protes dengan banyaknya jam lembur yang hilang setelah absen manual diganti dengan fingerprint sejak bulan lalu.

Sudah aku duga sejak awal bahwa status teknisi memang selalu digeneralisir orang. Walau hanya bisa bongkar komputer tanpa pasang, orang-orang akan menganggap bisa betulin AC atau tipi yang ngadat. Dalam kasus ini pun sama. Semua job description dari Jakarta tak digubris petinggi lokal disini dan harus membereskan masalah di fingerprint.

Rada tobat juga dituntut gerak cepat tanpa pengetahuan memadai tentang absensi sidik jari. Apalagi dalam kondisi hidup tanpa internet dan sinyal hape laplep. Untung nemu buku manualnya walau dalam bahasa planet dan harus dipelajari secara trial error sehari semalam. Ternyata masalahnya sepele. Teknisi sebelumnya cuma menginput sidik jari saja tanpa memasukan data lain dan rule rule sesuai jam kerjanya. Wajar kalo hasilnya kacaw beliau dan berbuntut demo karena memang menyangkut urusan perut.

Siang tadi fingerprint yang di kantor PLTU dan lokasi tambang sudah beres entry data dan rule serta sudah bisa aku integrasikan data keduanya. Setelah ini selesai harusnya aku sudah bisa memulai tahapan pekerjaan networking, namun demo lain menghadang di jalanan. Ada LSM yang protes dan memortal jalan truk pengangkut batubara. Padahal jalan itu merupakan jalan khusus dan bukan jalan raya beraspal antar kota. Walau demo itu urusan polisi, tapi tetap saja aku tak bisa bergerak karena jalanan dipenuhi truk mogok.

Tidak ada kerjaan seharusnya aku bisa santai ngeblog. Tapi bagaimana bisa nyaman kalo cari sinyal bagus harus naik ke pohon. Kalo posting sih ngetiknya bisa sambil tiduran begini. Nah pas mau post, harus cari sinyal dulu. Itupun kadang putus di tengah jalan dan harus diulang beberapa kali.

Situasi di lokasi sebenarnya nyaman. Apalagi aku masih bertahan di kantor PLTU yang masih di pinggiran hutan. Dari pemukiman terdekat sekitar 1 kilometer. Kondisi lingkungan sekitar becek berlumpur. Untuk kesana kemari harus pakai kendaraan 4WD kalo ga mau nyium pohon apa nyungsep di selokan. Listrik PLN sudah ada. Tapi jangan harap bisa misuh-misuh mati lampu ala di Jawa. Bisa habis energi buat misuh setiap jam sekali.

Resiko listrik sering mati yang paling terasa adalah air bersih yang kurang. Jadi kalo masuk toilet baunya pesing ya harap maklum, karena air kadang ada kadang tidak. Jangan tanyakan pula untuk urusan mandi walau belum memecahkan rekor buthuk saat jadi relawan merapi kemarin. Minimal disini masih bisa mandi sehari sekali biarpun hanya kebagian air setengah ember.

Dari kantor Jakarta sih bilang aku dapat fasilitas mess. Tapi melihat situasi disini yang mengharuskan tidur seperti ikan asin, aku lebih suka tidur di ruang kantor bermodal matras andalan. Lebih nyaman di lesehan ber AC dan tidak perlu umpel-umpelan walau gabisa ompol-ompolan.

Makan sih ga masalah karena ada beberapa ibu-ibu yang masak di dapur. Yang bikin rada ribet adalah babi. Untung saja ada tukang masak orang Solo yang sudah menetap disini yang ngasih tahu dan memilihkan lauk yang bukan babi atau dicampuri tetelan babi.

Nah, kayaknya untuk urusan tidur dan makan ini aku yang harus demo ke kantor. Demo sendirian dianggep ga yah..?

Mobile Post via XPeria

Read More

Welkamtudejanggel

Pukul 19:00 waktu Indonesia tengah aku mendarat di bandara Syamsudin Noor Banjarmasin. Baru saat itu aku tahu bahwa bandaranya berada di Bandarbaru yang berjarak 25 km dari Banjarmasin. Rencana mencari penginapan batal karena masih ada travel menuju Tamianglayang.

Menggunakan kendaraan berjenis elf aku duduk di muka di samping pak supir yang sedang bekerja. Perjalanan yang ga nyaman blas karena duduk agak miring mepet persneling. Sandaran kepala memang ada, tapi aku harus tetap duduk tegak tanpa bersandar karena kakiku terlalu panjang membuat dengkul mentok dashboard. Mau tidur juga susah karena musik dari speker cempreng tak juga mau berhenti. Lima jam lebih bertahan dalam situasi yang membuat pantat panas dan pinggang pegel. Untung jalanan beraspal mulus jauh dari bayanganku semula.

Menjelang tujuan sempat mumet juga karena sopir ternyata tak tahu lokasi pembangunan PLTU. Informasi dari kantor juga katrok, bilangnya 2 km dari Tamianglayang, tapi sudah berkilo-kilo mobil berjalan pelan, belum ketemu juga. Ketika akhirnya orang yang di site mau mengangkat telepon, baru saat itu informasinya jelas. Yang bener 2 km dari perbatasan Tamianglayang yang artinya 15 km dari ibukota kabupaten Barito Timur itu.

Sekitar jam 2 pagi sampailah aku di depan papan nama PLTU. Setelah bayar travel 130 ribu, aku masuk ke bakal lokasi PLTU yang beceknya minta ampun. Payahnya pos security kosong tanpa ada mahluk hidup. Aku samperin satu persatu bedeng di lahan seluas 6 hektar itu untuk mencari rumah berpenghuni. Sepuluh menit berblekukan ria di tanah becek, baru ketemu kantornya di ujung lokasi.

Pengennya sih langsung cari kasur empuk. Tapi tak tahu harus tidur dimana. Akhirnya ngobrol dengan 2 orang satpam disitu sampai hampir subuh. Ada untungnya kemana-mana bawa matras sehingga tak perlu pusing ketika harus tidur lesehan.

Belum juga kenyang tidur, rombongan ibu-ibu tukang masak bikin keributan di dapur. Cuma ngobrol sih, tapi kencengnya minta ampun. Akhirnya aku bangun lagi dan jalan-jalan muter-muter lokasi yang sudah mulai terang benderang.

Bersambung...

Mobile Post via XPeria
Read More

19 Januari 2011

Diplonco

Setelah deal dengan catatan di HRD, bagian IT menyuruh aku berangkat ke lokasi pertambangan hari senin depan untuk belanja peralatan dan training terlebih dulu. Makanya kemarin aku nurut saja disuruh muter-muter di mangga dua cari perabotan yang ternyata bukan untuk aku bawa.

Sepulang belanja aku disuruh pasang jaringan LAN di gedung baru 5 lantai yang akan dijadikan kantor. Lalu aku tanya materi trainingnya apa saja. Kalo cuma narik kabel LAN dan PABX sih ngapain harus latihan lagi. Sambil merem juga bisa walau pasti ga bener hasilnya. Saat itu baru orang IT nya ngomong, aku harus bantuin beres-beres jaringan sebelum berangkat, karena dia sedang diuber deadline pindahan kantor.

Tentu saja aku wegah. Tugasku bukan di head office, tapi di mining site. Aku juga bilang, kalo mau ngerjain jangan kayak gitu dong caranya. Kalo bilangnya harus test dulu mungkin aku ga bakal komplen. Mau mlonco aja istilahnya training.

Aku tinggalin kerjaan dan maju ke HRD agar keberangkatanku dipercepat dengan alasan tidak perlu training lagi. Semula sih agak ngeyel karena orang IT belum bilang aku boleh pergi. Aku buka kontrak kerjanya dan minta dibuatkan tambahan bahwa aku kerja di head office juga dengan tambahan kompensasi uang makan dan transport. Bagaimanapun juga bertahan lebih lama di Jakarta lumayan boros. Memang aku nginep di tempat teman yang ga harus ngekos. Tapi numpang terlalu lama kan ga enak. Apalagi bila di tempat teman lama. Aku yang pengen istirahat dari sore, harus basa basi ngobrol sampe tengah malem. Ga nyaman blas...

Mutung tetap menjadi senjata andalan. Ancamanku, berangkat sekarang atau aku pulang kampung..? Ternyata masih ampuh dan aku bisa berangkat sore ini ke Banjarmasin walau sempat bingung, mengingat sampai sana hari sudah malam. Padahal dari Banjarmasin ke lokasi masih harus menempuh perjalanan darat selama 5 jam menggunakan travel.

Mutung memutung ini tetap diperlukan dalam mencari kerja. Soalnya beberapa teman yang masuk bareng ternyata bisa dikerjain juga. Mereka sempat heran ketika tahu aku berangkat duluan. Mereka juga bingung melihat aku dapat libur per 3 bulan sementara mereka 6 bulan. Mentang-mentang butuh kerjaan, mereka nurut saja apa kata perusahaan. Padahal mana ada perusahaan yang peduli dengan nasib karyawan. Perusahaan maunya bayar sedikit tapi dapet banyak. Emang enak dikerjain orang..?

Gitu aja dulu deh cerita tentang perploncoanku di kantor baru. Semoga penerbangan kali ini aman nyaman dan terkendali.

Mobile Post via XPeria
Read More

17 Januari 2011

Pergi lagi

Hari ini lagi kena tulah kayaknya. Dulu pernah sesumbar tidak akan pakai rajasinga yang begitu menyebalkan, ternyata hari ini mau tidak mau harus pakai itu. Sebenarnya untuk ke Jakarta kali ini dah booking mandala yang minggu malam. Makanya sempat bete pas dengar mandala gulung tikar yang artinya harus ganti penerbangan. Padahal yang namanya penerbangan Jogja Jakarta minggu sore sampai senen pagi, butuh keajaiban untuk bisa dapat tiket mendadak. Makanya aku bilang menjilat ludah sendiri ketika jadwal paling pagi adalah lion air jam 11 yang masih tersisa 2 kursi. Mau maksa pakai jadwal sore penerbangan lain ga enak. Masa hari pertama di kantor baru dah harus bolos...

Tapi tadi rada terhibur juga. Citra dan ibunya yang biasanya cuma dadah di depan rumah, tiba-tiba mengantar sampai bandara. Jadi terharu neh. Campur sedikit trenyuh juga harus meninggalkan mereka sampai 3 bulan kedepan. Memang di saat jauh seperti ini, suka baru terasa bahwa kebersamaan itu teramat indah. Padahal saat bersama, keindahannya seringkali tak seindah saat terpisah seperti ini. Pantas saja kadang orang memaksakan diri dengan kata mangan ora mangan asal kumpul.

Jadi inget kalo aku kadang suka sewenang-wenang kepada mereka. Aku suka ga adil juga. Kalo anak lagi pinter saja aku bilang mirip ayahnya. Giliran ngomongin idungnya pesek, pasti dibilang nurunin ibunya. Seperti ketika Citra begitu serius memperhatikan aku, ibunya akan bilang anaknya seneng punya ayah cakep. Giliran Citra terus menatap ibunya, gantian aku bilang anaknya bangga punya ibu pinter. Pinter nyari ayah yang cakep maksudnya. Hoeks... Hihihi

Maafkan ayah ya...
Besok ga bakalan iseng lagi. Titip ibu ya, nak. Ibu ga boleh nakal selama ayah pergi. Sementara masih bertahan di Jakarta dulu beberapa hari untuk cari alat perang sebelum berangkat ke pedalaman. Misyu tenan deh...

Curhat ga penting dari Pamulang

Mobile Post via XPeria

Read More

16 Januari 2011

Dawed Closed

Dapet pas jalan-jalan kemaren...

Dawed hitam siapa takud...?
Nemu di Pundong Jl Paris

Pipisnya di closed jangan di oven
Nemu di lavatory ruang IT IAIN Kartasura

Getog Mejig
Nemu selepas Klaten ke arah Solo

Minum spraet bisa bikin hidup lebih hidup
Nemu di Jl Parangtritis

Read More

14 Januari 2011

Momong

Benar-benar hari-hari penuh kebersamaan. Setelah kemarin muter-muter Solo seharian, hari ini jatahnya keliling Jogja. Ketika lapar melanda, ibue Citra kasih ide ke Amplaz sekalian aku cari buku di gramed. Sayang gramed masih tutup pasca kebakaran beberapa hari lalu.

Makan nasi goreng pete di solaria lumayan enak walau harga tidak sefamiliar di angkringan Pakualaman. Pelayannya cukup ramah walau sedikit menyebalkan, makan juga belum dah harus bayar. Trus bau hangus sisa kebakaran juga sedikit mengganggu.

Sayang Citra mendadak rewel. Ibue memang sempat membelikan roti di bread talk. Mungkin pas nyuapin tangan ibunya abis pegang sambel jadinya anak megap-megap sampai gumoh. Ga enak dengan tetangga sebelah yang lagi makan, Citra yang terus nangis aku bawa keluar dan jalan-jalan di plasa. Dia baru diem setelah ada SPG nyamperin dan ngegendongnya. Lumayan nemu bebisiter gratisan yang rada enak dipandang sambil nunggu ibue selesai makan. Untung istriku baik hati. Aku ngobrol dengan cewek cakep dia ga ngambek. Malah nimbrung ikut nanya-nanya ke si mbak, "1500 cc ya, mbak..? kalo yang matic berapa. Bisa testdrive ga bla bla bla..."

Takut obrolan berlanjut dan bisa berakibat gawat, buruan aku ajak ibue Citra pergi. Baru inget kalo jam 2 ada janji di IAIN Solo. Buruan aku meluncur kesana dengan kedua penumpang tak mau ditinggal. Itung-itung jalan-jalan, katanya.

Tiba kembali di Jogja sudah hampir maghrib. Habis mandi aku pikir asik buat nina boboin Citra buat ngeganti jatah malam jumat yang semalem kelupaan. Eh, ada yang bilang ingin bersepedaan di alun-alun kidul. Yoweees... Berangkat lagi. Mumpung masih di rumah...

Ngetik di alun-alun selatan Jogjakarta sambil nonton yang masangin di beringin kurung.

Mobile Post via XPeria

Read More

13 Januari 2011

JJS

Hari ini rencananya ke STAIN Kartasura untuk belajar tentang VOIP dan VPN. Eh, juragan bilang mau ikut sehingga judulnya berubah menjadi JJS alias Jalan Jalan Solo.

Dalam setiap acara jalan, bagian terpentingnya adalah wisata kuliner. Berhubung kangen makanan kampung plus melihat tulisan soto sokaraja di pertigaan Sawit, langsung deh banting supir kesana. Tapi sampe nyasar-nyasar ke pesawahan, ga ketemu juga tuh warung sotonya. Sampai akhirnya pasrah dan balik kanan.

Tak kuat didemo warganegara cacing, hasrat berubah. Soto apapun boleh yang penting enak. Menyusuri tepian jalan mata terus jelalatan mencari-cari sasaran. Dasar mata laper, begitu melihat tulisan soto kopi langsung parkir didepannya. Belum sempat turun dari mobil keburu sadar kalo itu tulisannya foto kopi.

Nyampe Jl Slamet Riyadi, nemu warung bebek goreng bu Slamet. Cukup ramai dan didepannya ada banyak kendaraan parkir. Pelayanannya cukup ramah, baru saja duduk sudah ditanya sama si mbak, "mau paha apa dada..?"

Tak butuh waktu lama bebek terhidang. Dagingnya empuk dengan bumbu begitu terasa nikmat. Sambel pedas berikut lalapan daun pepaya dan kemangi plus petai goreng pakai bawang. Tidak bisa banyak cerita, pokoknya bebek seharga 13 ribu perpotong itu memang nikmat banget disaat kelaparan seperti ini.

Penyakit kronis ketika perut kenyang adalah kantuk datang. Sehingga satu-satunya keinginan hanyalah pulang dan tidur. Lumayan les-lesan juga nyupir dari Solo ke Jogja. Apalagi di sebelah Citra dan ibunya terlelap dengan damainya. Ndilalah nyampe rumah ga ada orang dan katanya lagi nongkrong di Malioboro. Terpaksa jalan lagi untuk ambil kunci. Heeeehhhhh... Ngantuuuukkk...

Siaran langsung dari dapur sinambi ngrebus air buat mandi.

Mobile Post via XPeria
Read More

Wawancara

Kilas balik ke acara wawancara kerja yang didapat saat plesir tak jelas kemaren.

Saat temen yang hampir 20 tahun ga ketemu bilang di sebelah kantornya butuh beberapa orang tenaga IT untuk penempatan di Kalimantan Tengah. Tanpa bawa segala macam perabotan layaknya orang ngelamar kerja aku datang ke kantor itu. Ditanya ijasah dan sebagainya dengan terus terang aku sampaikan tidak punya. Akupun balik nanya yang akan dipekerjakan tuh otakku atau ijasahnya. Dan akhirnya aku cuma diminta bikin CV.

Sempat mumet sampai aku inget punya simpenan CV di email. Pinjem komputer dan printernya, dapet deh daftar riwayat hidup yang entah bener entah tidak. Bosen mempertanyakan sertifikasi akademis yang selalu aku jawab tidak ada, pertanyaan mulai mengarah ke bidang teknis. Masalah seperti ini pun buatku tak jadi masalah. Kunci sukses wawancara sebenarnya bukan benar apa salah, tapi pede apa engga saat kita bohong. Walau katanya bohong itu dosa, tapi justru acara tipu menipu itu yang selalu membuatku bisa kerja.

Masalahnya sebenarnya sederhana. Aku tahu terlalu banyak bidang tapi tidak ada yang mateng sedikitpun. Semuanya cuma secimit-secimit tanpa ada satu bidang pun yang benar-benar pro kecuali urusan bikin hoax. Aku lebih sering bekerja di maintenance umum jadinya tak pernah ambil satu bidang spesifik. Apalagi budaya di masyarakat kita, asal disebut teknisi, selalu dianggap serba bisa. Sudah jelas statusnya teknisi komputer yang cuma bisa format instal doang, eh ada tipi rusak suruh betulin. Makanya untuk hal yang berkaitan dengan kelistrikan arus kuat tegangan menengah dan rendah, jaringan kabel telepon, jaringan komputer dan urusan hardware software aku berusaha tahu walau secuil tak detil.

Makanya pas wawancara kemarin, ditanya apa saja dengan pede aku jawab bisa, pak. Untung saja setelah itu tidak dikejar bisanya sejauh mana, sehingga aku tidak harus pasang tampang "celilian" di depan interogator. Acara bumbu membumbui juga perlu banget agar kelihatan meyakinkan. Seperti ketika ditanya, menguasai linux apa engga. Dengan sigap aku jawab, saya sering pakai, pak.

Padahal suer, yang aku tahu tentang linxu cuma sekedar instal ubuntu dan make buat ngetik doang. Urusan setting server dan segala macem, meneketehe. Untung nanyanya cuma bisa linux apa engga, jadinya aku ga harus berbohong lebih jauh. Biar mantap dan mengalihkan pertanyaan agar tidak masuk ke detilnya, aku bumbuin dengan keuntungan perusahaan yang pakai linux. Kusampaikan juga kalo beberapa bulan lalu, konimex Solo sistemnya dilinuxan semua dan sampai sekarang tidak ada keluhan. Yang mewawancarain manggut-manggut mengira proyek linuxisasi itu aku yang kerjain. Padahal suer, aku cuma denger cerita itu dari bagian IT konimex pas aku presentasi data center beberapa bulan lalu. Begitu juga dengan pertanyaan tentang VPN, WAN, server dan sebagainya, semuanya aku jawab bisa walau aslinya mbuh.

Mungkin terlalu sembrono mengiyakan semua itu. Namun aku punya patokan tersendiri. Selama masih dibidang listrik tegangan distribusi, jaringan telepon dan komputer, aku bisa belajar cepat. Karena secara prinsip aku sudah punya gambaran walau sekedar baca teori dan belum pernah praktek. Tapi yang paling penting, aku sadar bahwa ini sekedar wawancara yang pasti akan sangat berbeda dengan kenyataan setelah di lapangan nantinya.

Berbekal kepedean itu pula aku lebih banyak ngeyel sepanjang wawancara. Seperti soal cuti, dari perusahaan mintanya pakai roster 24 - 2. Dalam artian 24 minggu kerja dan libur 2 minggu. Aku maunya 8 - 2, walau akhirnya deal 12 - 2. Yang sempat mentok adalah di negosiasi gaji. Aku minta 10 juta dan perusahaan maunya 5 juta perbulan. Berebut argumen terus sampai akhirnya ditunda besok hari. Tapi hari kedua malah tambah kacau. Dari sebelumnya nawar 5, sekarang malah turun jadi 4,5 cuman kemampuanku diketeng. Dari sebelumnya aku menawarkan diri untuk bidang kerja kelistrikan, telepon dan komputer, dengan gaji 4,5 hanya untuk komputernya saja. Katanya itu sudah final dan pilihannya hanya teken kontrak atau cabut.

Sialan, ga suka aku digertak-gertak seperti itu. Walau akhirnya mengalah, aku iyain gaji segitu tapi ditambah fasilitas mess dan makan 3 kali sehari, transportasi dan cuti tahunan diluar cuti roster yang 12 - 2 tadi. Aku juga ga mau kalo langsung kontrak tahunan. Aku minta status percobaan 3 bulan dan setelah itu negosiasi ulang. Ternyata disetujui sehingga aku punya ancang-ancang selama 3 bulan kedepan untuk menyusun rencana masa depan berlapis. Minimal nantinya aku punya alasan untuk mempertanyakan bila gaji status percobaan dan kontrak tidak ada perbedaan signifikan. Dan aku pun punya kesempatan untuk nego ulang  bila ternyata aku dipekerjakan diluar urusan komputer, seperti betulin genteng bocor atau nyabutin rumput tetangga misalnya.


Salah satu alasan kenapa aku mau mengalah, sebelumnya aku sempat ngobrol dengan bagian teknis disitu dan katanya disana merupakan tambang baru yang infrastrukturnya belum memadai. Karena pekerjaanku bersifat perintisan makanya aku berani ambil resiko dengan harapan aku bisa memasang pondasi sistem yang kokoh yang akan aku jadikan senjata nego pasca percobaan. Masalahnya ketika aku tanya tentang ini itu dan menyangkut database, orang IT nya bilang "itu tugas saudara mencari dan menyusun strukturnya.."

Nah ini dia peluangnya. Aku harus kumpulin pasukan secepat mungkin untuk memikirkan sistem paling cocok tapi susah dipahami orang lain. Sehingga saat dipasang nanti, orang lain hanya bisa menjadi updater saja dan sistemnya aku yang pegang. Jadinya bila terpaksa aku hengkang karena gagal negosiasi, akan butuh waktu panjang bagi orang lain mempelajari detilnya. Atau mungkin aku lakukan kejahatanku yang dulu dimana sistemnya bisa aku remote dan selalu aku isengin dari warnet sepeninggal aku dari situ karena tak mau naikin gaji.

Tapi itu proyek jangka panjang deh. Yang paling penting aku harus bisa siapkan model sistemnya dan bisa dibuktikan ketangguhannya dalam 3 bulan kedepan. Dan pasukan IT STAIN sore tadi sudah bilang ok ketika aku telpon minta bantuan. Kuharap proses ini bisa sukses. Masalah hasilnya nanti bonyok sih sudah biasa. Yang penting prosesnya aku tak mau gagal.

Nawaitu deh...
Sampai 3 bulan ke depan aku akan berjuang di pedalaman Kalimantan...
Read More

Selamat Ulang Tahun

Tak terasa sudah 10 tahun kamu lahir ke dunia.
Walau tak bisa sepanjang itu kebersamaan kita.
Namun kali ini ayah tak bisa berpanjang kata.
Ayah sedang mengejar cita-cita, nak.
Ayah sedang tak ingin menghujat siapapun atas keterpisahan kita.
Ayah hanya ingin ucapkan Selamat Ulang Tahun.
Kamu tetap jagoan ayah selamanya.
Itu saja...
Read More

12 Januari 2011

Travelling Ga Jelas

Untuk urusan jalan-jalan seperti sekarang, penentuan waktunya diatur secara tak tertulis tanpa pernah dibahas antara aku dan istri. Bila aku punya tujuan pasti, aku yang bilang ke istri, berapa hari aku akan pergi dan istri akan menyiapkan segala perbekalannya tanpa banyak tanya. Kalo istri ikut semua perabotan masuk koper. Tapi kalo pergi sendiri, semua kebutuhanku akan masuk ransel.

Istriku memang cukup teliti untuk soal bekal perjalanan. Dia tak mau bawa baju ganti untuk 4 hari bila hanya pergi 2 hari, begitu juga sebaliknya. Kebutuhan pakaian akan dirinci hari pertama butuhnya apa, hari kedua apa dan seterusnya. Suka dipertimbangkan juga di tujuan akan beli kaos apa kemeja misalnya. Itu suka dihitung untuk mengurangi beban pakaian yang akan dibawa. Jadinya ga bakalan ribet seperti seorang temenku yang ga peduli perginya berapa hari, pokoknya beragam jenis pakaian harus ada. Untuk antisipasi hal yang tak terduga, katanya demi imej. Maklum seleb...

Makanan atau minuman juga disesuaikan perjalanan. Kalo cuma sejam dua jam biasanya cuma dibekalin permen sama air mineral. Kalo diperkirakan lama, makanan agak berat dibawakan juga. Aku memang tidak boleh jajan di jalan, apalagi jajan di sarkem. Kalo di warteg sih boleh walau tidak dianjurkan.

Balik ke soal aturan...
Bila perjalananku tidak jelas seperti yang sekarang, istrilah yang akan menentukan lamanya pelesiran. Memang tak pernah ada kata terucap aku harus berapa lama. Tapi aku suka itung dari jumlah kancut yang disiapkan. Kalo cuma 2 biji, berarti jatahnya cuma sehari. 4 biji artinya 2 hari dan seterusnya. Makanya istri suka takut kalo aku kembali ke sifat jadulku. Dulu kancut sebiji bisa berhari-hari soalnya. Pake acara side A, side B dan kalo kepaksa bisa ada side C juga.

Dengan metode matematikancut itu, artinya aku harus pulang hari ini. Kemarin sore aku sempat cek di website, tiket pagi ini ke Jogja cuma 180 ribu. Sayang malah ngobrol sampe lupa booking. Malemnye pas mau booking, angkanya sudah berubah jadi 450 ribu. Biadab...

Rajasinga harganya diatas 350an. Untung nemu batavia cuma 280 ribu, tapi jam 2 siang yang artinya aku harus melanggar setengah ketentuan kancut dan harus bengong lebih lama di bandara.

Baru mau berangkat, datang telpon dari kantor kemaren yang di AM Sangaji nyuruh kesana lagi. Biar cepet aku pake ojek dari Kebon Sirih. Eh tukang ojeknya kepedean, ga apal jalan ga mau nanya. Jadinya malah muter-muter ga karuan pake katangkep polisi segala melanggar perboden.

Empot-empotan juga mikir terbang jam 2, jam 11 baru nyampe di kantor Rimau untuk ngelanjutin nego kemarin. Udah tau aku lagi hobi ngeyel, eh orang HRDnya ga juga mau ngalah. Biar cepet aku mengalah dengan catatan. Baru merasa lega bisa deal, eh si bapak bilang, "sekarang langsung training beberapa hari dan senen berangkat ke Kalimantan..."

Weh, enak aja...
Gantian aku yang ngotot ga mau ngalah. Pokoknya mau tidak mau sekarang aku pulang ke Jogja dan senen besok baru ke Jakarta lagi. Orang bagian ITnya rada ngotot juga, katanya kelamaan padahal kebutuhan disana mendesak. Untung ditengahi orang HRD yang lebih pengertian dan mengijinkan aku pulang dulu setelah aku kasih alesan, aku harus ganti oli dulu biar aman nyaman terkendali. Dan itu teramat penting melebihi segalanya.

Yah, pokoknya aku pulang hari ini untuk general overhaul dulu sebelum berangkat. Harus full service deh...

NB
Makin kepikiran tambah tak jelasnya aku. Niat mau ke Batam, nyampe Jakarta bisa belok ke Kalimantan Tengah. Jangan-jangan besok malah nyampenya ke Hongkong..???

Siaran langsung dari terminal 1C gate C4 Bandara Soetta.

Mobile Post via XPeria

Read More

Di Jakarta

Senin malam..
Cuaca yang kurang bersahabat membuat perjalanan kali ini lebih lambat dari biasanya. Untung sampai Jakarta cerah sehingga bayangan macet akibat banjir sementara bisa ditepis.

Begitu turun di terminal 3 dan mengaktifkan hape, masuk sms dari teman jaman STM dulu. Tahu aku di Jakarta temanku minta aku nginep di rumahnya di Pamulang. Kangen katanya hampir 20 tahun ga ketemu. Nongkrong di tempat pemberhentian Damri bandara. Nanya ke petugas yang jualan tiket untuk jurusan Lebakbulus masih ada apa engga. Jawabannya kurang memuaskan, "kayaknya sih masih, pak..."

Lama nunggu trus mikir Pamulang tuh jauh, aku inget si dokter yang merangkap doktor alias mondok di kantor di Lemhanas Kebon Sirih. Jadinya aku minta tiket Damri yang ke Gambir. Udah gitu baru inget si dokter baru masuk kantor tuh hari Selasa sedangkan ini baru menjelang awal Selasa. Saat itu masuk bus Damri jurusan Blok M. Tanpa pikir panjang aku masuk tak menghiraukan teriakan petugas tiket yang bilang tiketku ke Gambir. Aku pikir apa bedanya wong harganya sama 20rebu dan bentuk tiketnya pun sama ke berbagai jurusan.

Lagi mikir cari teman di daerah Blok M, lalu lintas agak kusut di Slipi. Lihat mikrolet 09 aku inget ada teman di Rawabelong. Loncat deh dari bus ke mikrolet. Sampai pertigaan Rawabelong aku nelpon temenku itu, eh dia lagi di Permata Hijau. Akupun bilang tengkiu dan siap-siap cari sasaran lain sebelum akhirnya temanku bilang, "tungguin bentar, lagi beli sate doang..."

Akupun sigap menjawab, "dibungkusin ga. Kalo dibungkusin nunggu agak lama juga ok..." hahah clamit mode : on

Udah damai dapet penginepan plus makan gratis aku inget temen lama yang di Pamulang. Telpon-telponan deh ngalor ngidul ga jelas sampai akhirnya bilang kalo sebelah kantornya butuh beberapa orang IT untuk di Kalimantan. Kalo minat aku disuruh datang ke Jl AM Sangaji. Aku pun mengiyakan dengan catatan jangan tanya soal ijasah atau sertifikat formal lainnya. Aku ga punya soalnya. Trus temanku bilang coba aja datang dan nego sendiri. Akupun mengiyakan dan selalu siap selama yang disuruh kerja itu tangan dan otakku, bukan ijasahku. Lagian aku ke Jakarta cuma bawa dengkul sama kolor doang. Eh, plus keberuntungan juga ding.

Selasa...
Pagi-pagi langsung check out dari rumah teman di Rawabelong. Sampai Palmerah macetnya minta ampun. Daripada ga maju ga mundur turun deh dari mikrolet dan jalan kaki sampai Slipi. Tiba-tiba aku ingat gaya jalan itu. Hahaha Jakarta banget pokoknya. Jalan tergesa kadang sedikit berlari selasap selusup kesana kemari. Manuver badan lincah diselingi loncat kecil menghindari kendaraan, pedagang kaki lima, jalan becek dan pejalan kaki lain. Sebuah style berjalan yang sempat terlupakan sejak aku jadi orang Jogja yang selalu santai. Pokoknya bernostalgia sepanjang Palmerah - Slipi ini, aku cuma pengen bilang, "gue suka gaya loe..."

Nyambung Tanah Abang akhirnya sampai deh di tujuan. Tapi soal wawancara tar aku tulis dalam jurnal tersendiri deh. Soalnya acara tipu-tipu ngeboongin orang HRD nya cukup banyak kalo harus diceritain disini. Intinya wawancara beres dan tinggal tunggu keputusan. Habis itu tujuanku ke tempat si dokter di Lemhanas. Pengalaman selama ini bila menggelandang di Jakarta, disitu penginepan gratis paling nyaman. Syukur-syukur ketemu mbah Muladi yang sejak beliau hengkang dari Semarang ga pernah liat lagi selain di tipi. Siapa tahu disangoni. Ngarep mode : on

Cuman, kalo nginep di Kebon Sirih harus siap begadang. Soalnya temenku itu paling doyan makan dan ngobrol. Dan lokasi favorit buat nongkrong makan adalah di Jl Sabang. Semalem sempat sih si dokter nanya kali aja ada lokasi lain yang asik buat nongkrong. Aku inget kang Khamse si botak juragan teh botol Muara Angke. Kalo kesana biasanya selalu dibakarin ikan. Tapi sayang, beliau sudah naik jabatan jadi distributor minuman botol dan bilang tak bisa diganggu selain hari minggu. Yaudah akhirnya cuma bisa nongkrong di tempat biasa sambil nonton monas. Monasi goreng apa uduk ada kok...

Ngetik sambil nunggu sarapan di Kebon Sirih

Mobile Post via XPeria

Read More

10 Januari 2011

Tanpa Tujuan

Belum ada yang menarik dari perjalanan yang baru sepotong ini. Kalopun ada yang nyebelin mungkin hanya airport tax yang naik jadi 35ribu perak dari sebelumnya 25ribu. Ketika aku tanya kenapa naik, si bapak penjaga loket jawabnya, "cabe aja naik, pak.." Jadinya aku mulai mudeng kalo harga cabe pun berkorelasi dengan tarif pelayanan bandara.

Yang masih kepikiran saat bengong menunggu boarding ini adalah pertanyaan istriku saat aku pamitan tadi, "mau ke tempat siapa..?"

Suer...
Dari kemarin aku selalu bilang mau ke Jakarta, Jakarta dan Jakarta tapi tak pernah kepikiran disana mau kemana. Yang ada di otak cuma ke Jakarta cari tambahan ongkos buat mencoba peruntungan di Batam nanti. Jangankan punya planning di Batamnya mau ngapain wong di Jakarta yang sekarang aja belum jelas mau kemana.

Kebiasaan tak pernah mau ambil pusing tentang hidup memang suka membuatku terkesan menyepelekan masalah. Keinginan menikmati hidup juga membuatku tak mau berpikir rumit tentang kesulitan. Aku lebih suka menjalani hidup dengan mengalir apa adanya. Terkesan sembrono memang. Namun kenyataannya aku masih bisa hidup sampai sekarang tanpa banyak merasakan kepedihan walau sebenarnya jalan hidupku tak selalu manis.

Aku sendiri tak tahu apa aku hidup berdasar wangsit atau sekedar halusinasi semata. Saat kepikiran ingin ke Jakarta aku langsung saja pesan tiket. Ndilalah kalo lagi kepengin, suka ada rejeki entah darimana. Sampai di Jakarta baru aku mikir mau terus kemana, sekedar untuk numpang tidur syukur-syukur dapet makan. Herannya tanpa aku rencanakan jauh-jauh hari selalu ada saja jalan yang aku temukan mendadak.

Salah satu faktor yang paling membantu adalah internet. Kebiasaan ngeblog di jalan seperti sekarang ini suka membuatku bernasib baik. Tak jarang penawaran jadi tempat tujuan aku dapatkan dari teman setelah baca aku sedang menuju kemana. Seperti saat ini, aku belum tahu setibanya di Cengkareng mau kemana. Namun aku yakin sampai sana aku sudah punya tujuan. Mungkin terlalu gegabah, tapi entah kenapa selama ini keyakinanku jarang gagal walau kadang meleset.

Tapi bukan berarti aku selalu pergi tanpa tujuan. Pergi dengan tujuan pasti lebih sering aku lakukan, walau tak jarang buntutnya meleset ke sasaran lain. Seperti ketika aku belajar macul di Jakarta yang kemarin. Saat aku sudah dianggap lulus dan disuruh siap-siap untuk bekerja, aku malah pamitan mau jadi relawan Merapi. Entahlah, aku sendiri sering tak mengerti dengan isi otakku. Namun aku sendiri tak pernah merasa terbebani dengan pilihan-pilihan itu. Walau orang lain menganggap aku sering bertindak bodoh, tapi nyatanya aku selalu mendapat keajaiban untuk menyelesaikan masalahku.

Pokoknya aku sampai Cengkareng dulu. Aku akan kemana dan berbuat apa, nanti malam pasti sudah ada jawabannya. Walau tak jelas begini, tapi yang pasti tujuanku adalah cari tambahan bekal untuk mencoba peruntungan di daerah yang belum pernah aku injak sebelumnya.

Siaran langsung dari bandara Adisucipto sambil nunggu boarding jam 18:30

Mobile Post via XPeria

Read More

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena