18 Agustus 2011

Perlawanan

Beberapa jurnal teman membahas tentang kemerdekaan bagi beberapa wilayah Indonesia yang kaya raya namun tetap terbelakang. Dengan mengesampingkan rasa nasionalismeku yang entah masih ada entah tidak, secara prinsip aku setuju. Bukan aku tak ingin mengembalikan kejayaan nusantara seperti jaman Majapahit dulu. Namun melihat ketimpangan antara Jawa dan luar Jawa seperti Aceh atau Papua yang membuat aku miris.

Terlihat jelas didepan mataku saat ini. Bumi Borneo yang begitu kaya bermacam kandungan mineral, setiap hari dikeruk ribuan ton entah kemana hasilnya. Minyak dan batubara disini sumbernya. Tapi listrik tetap saja byar pet karena kekurangan pembangkit. Hutan tropis dibabat habis secara liar tanpa reboasasi. Kemudian tanahnya digali sampai berpuluh meter untuk ambil batubaranya. Setelah itu dibiarkan mangkrak penuh semak.

Pengembalian kekayaan ke daerah entah bagaimana aturan mainnya. Sementara sarana prasana untuk masyarakat tetap saja minim. Biaya hidup mahal, transportasi susah dan pendidikan pun kurang memadai. Yang ingin sekolah agak berkualitas mau tidak mau harus pergi ke Jawa. Payahnya, entah berapa banyak teman di Jogja asal Kalimantan yang enggan kembali setelah selesai kuliah karena alasan keterbelakangan itu.

Keterbelakangan di luar Jawa bisa terjadi itu karena penguasa pusat lupa atau memang sengaja dibuat tak berpendidikan. Dengan tetap biadabnya mereka, minimal mereka tak bisa mikir banyak untuk protes atas perampokan kekayaan alam milik mereka. Makanya aneh bila perlawanan mereka dianggap sebagai gerakan separatis. Penyelesaiannya pun dengan cara mengirim pasukan bersenjata. Bukan mencari apa akar permasalahan kenapa mereka sampai melawan.

Penguasa pusat seringkali terlena oleh para penjilat dari daerah. Mereka yang menindas rakyat, tapi bisa bikin bapak senang, aman amin saja mereka memperkaya diri. Contoh keterlenaan penguasa, tak perlulah terlalu jauh kita pakai sampel raja-raja kecil di daerah. Ambil saja orang terdekat, semisal ajudan.

Saat penguasa mengkampanyekan gerakan hemat energi, masyarakat awam tentu saja heran. Apanya yang dihemat, orang listrik saja sehari cuma nyala 3 kali. Mengadakan demo soal ketersediaan listrik justru akan mendapat bonus sepasukan huru-hara brimob. Minta listrik saat kampanye hemat energi adalah sebuah pembelotan dari unjuk kekuasaan penguasa.

Perlakuannya akan berbeda ketika penguasa bertanya ke ajudan yang dengan sigap menjawab siap sedia mendukung kampanye penguasa. Percakapannya kira-kira begini.

Ajudan : Saya sangat kagum pada kampanye bapak tentang hemat energi
Penguasa : Oh ya? Lalu apa yang kamu lakukan untuk menghemat energi..?
Ajudan : Tiap bapak tampil di tipi, saya langsung matikan tipinya...
Penguasa : Ajudan cerdas. Besok naik gaji ya...



10 comments:

  1. hehehe.... nanti mereka-mereka ini kena hukuman sambil digandoli kekayaannya yang tidak halal. semua kerusakan alam akan berdampak mempercepat kiamat...

    BalasHapus
  2. mungkin karena terlalu lama kita di jajah jadi nya ya kayak gini...

    BalasHapus
  3. Yeah, Indonesia dengan segitu banyak SDA nya, mestinya rakyatnya hidup makmur...lah ini yg makmur cuma segelintir...dasar kikir...

    BalasHapus
  4. Wehehe ajudan jenius. Kalo perlu tipinya di banting aja biar hemat sehemat hematnya xixixi

    BalasHapus
  5. munkin karena kita terlau lama kita dijajah orang, hingga kita balas dendam, celakanya yang jadi sasaran bangsa dan saudara sendiri, ato memang bangsa kita ini bermental tamak

    BalasHapus
  6. keruk terus.... biar dosa makin tambah,

    apa memang para bos tersebut tidak tinggal di daerah lahan bisnis mereka? sehingga bisa merasakan sendiri penderitaan minim listrik

    BalasHapus
  7. ckckckck klo dirumah mah udah hemat energy
    gak tau kalo gedung2 gede, kantor2 pemerintah hemat atau gak :D

    BalasHapus
  8. memang bgeto lah indonesia,mau ampe kapan pun,sampai mulut kita berbusa ngomongin tingkah polah para penguasa....tak akan mampu membuat mereka sadar ataupun melek,sekarang ini antara rakyat dan pemerintah seperti ada pemisah yang sangat tebal,jadi seakan akan "Rakyat Menggonggon,Penguasa Tetap Berlalu",

    kayanetah kaya kue kang,mbuh iya,mbuh ora.......memang bgeto lah indonesia,mau ampe kapan pun,sampai mulut kita berbusa ngomongin tingkah polah para penguasa....tak akan mampu membuat mereka sadar ataupun melek,sekarang ini antara rakyat dan pemerintah seperti ada pemisah yang sangat tebal,jadi seakan akan "Rakyat Menggonggon,Penguasa Tetap Berlalu",

    kayanetah kaya kue kang,mbuh iya,mbuh ora.......

    BalasHapus
  9. yang enak pokoknya yang di jakarta dan di jawa deh. makanya langsung ke sini aja.

    BalasHapus

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena