09 November 2009

Bangsa Yang Ramah

Cap sebagai bangsa yang ramah tamah kadang tak begitu terasa karena kita memang sudah ada di dalamnya. Apalagi ketika budaya autis merebak seperti sekarang ini. Manusia-manusia di sekitar kita sudah jarang bertutursapa karena lebih asyik ngurus komen status pesbuk di hapenya.

Tapi ketika kita jalan bareng dengan tamu dari luar negeri, cap itu kembali terasa. Beberapa kali aku menjadi guide merangkap sopir mendapat komentar tentang ramahnya bangsa ini yang jarang ada di negara mereka. Masuk pom bensin, petugasnya masih mau menyapa berbasa-basi nanya darimana mau kemana. Masuk warteg, pelayannya ga cuma nanya menu. Tapi masih sempat nanya kabar segala.

Diam-diam aku bersyukur juga menyadari kalo keramahan itu masih ada. Selama ini saling sapa semacam itu memang tak pernah aku pikir sebagai aset budaya bangsa kita. Kadang kita harus melihat dari sudut yang lain baru kita bisa merasakan.

Walau kadang aku gondok juga dengan ramah tamah semacam itu. Seperti sore kemarin pas beli buah bareng istri, pelayannya ramah banget menyapa, "Ceweknya dah ganti lagi ya, mas...?"

!@$##%^$^&&%^#@&*^&*&(*.....

Ilustrasi Senyum Ramah Van Java
Karya Nurkholis
Tujuh Bintang Art Space

0 comments:

Posting Komentar

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena