Namanya Eszter Tari. Seniman Hongaria yang hampir satu tahun ini belajar di ISI Yogyakarta. Orangnya cukup ramah dan cepat akrab, apalagi ketika bicara tentang seni lukis.
Sebulan lalu dia datang ke galeri dan berpamitan mau pulang ke negaranya. Aku sempat heran, karena sebelumnya pernah dengar kalo beasiswanya itu dua tahun. Dan ternyata dia tak sudah cape dengan rongrongan aparat imigrasi Indonesia yang tiada habisnya.
Dan terakhir itu dia diminta untuk bayar sebanyak 20 juta rupiah, karena "katanya" dia mengadakan penelitian di Indonesia. Surat keterangan dari kedutaan Hongaria, atase kebudayaan dan rektor ISI tak ada gunanya. Padahal semua menyatakan kalo Eszter itu di Jogja murni untuk belajar seni lukis. Tidak ada urusan bisnis atau komersial apapun.
Masih mangkel dengan kejadian itu, seminggu yang lalu Eszter nongol lagi di galeri. Walau gembira, tetap saja aku tambah dongkol dengan aparat kita. Dulu ngotot minta 20 juta atau deportasi. Tapi begitu sudah mau pulang ke negaranya, kok malah ditawari, "5 juta saja gapapa deh Miss..."
Kapan seni kita maju kalo masih saja kejadiannya seperti itu. Warganegara asing saja mau peduli dengan seni kita, kenapa malah dikomersialkan. Apakah kepedulian pemerintah ke bidang seni hanya sebatas batik saja..?
Ini negara apa sih..?
Sebulan lalu dia datang ke galeri dan berpamitan mau pulang ke negaranya. Aku sempat heran, karena sebelumnya pernah dengar kalo beasiswanya itu dua tahun. Dan ternyata dia tak sudah cape dengan rongrongan aparat imigrasi Indonesia yang tiada habisnya.
Dan terakhir itu dia diminta untuk bayar sebanyak 20 juta rupiah, karena "katanya" dia mengadakan penelitian di Indonesia. Surat keterangan dari kedutaan Hongaria, atase kebudayaan dan rektor ISI tak ada gunanya. Padahal semua menyatakan kalo Eszter itu di Jogja murni untuk belajar seni lukis. Tidak ada urusan bisnis atau komersial apapun.
Masih mangkel dengan kejadian itu, seminggu yang lalu Eszter nongol lagi di galeri. Walau gembira, tetap saja aku tambah dongkol dengan aparat kita. Dulu ngotot minta 20 juta atau deportasi. Tapi begitu sudah mau pulang ke negaranya, kok malah ditawari, "5 juta saja gapapa deh Miss..."
Kapan seni kita maju kalo masih saja kejadiannya seperti itu. Warganegara asing saja mau peduli dengan seni kita, kenapa malah dikomersialkan. Apakah kepedulian pemerintah ke bidang seni hanya sebatas batik saja..?
Ini negara apa sih..?
0 comments:
Posting Komentar
Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih