Da Vitri Code

Menyaksikan lomba foto model di tengah kali Code yang juga untuk mendukung program kali bersih, aku kok malah kepikiran novel Da Vinci Code. Selain sama-sama menggunakan kata code walau beda makna, tujuan keduanya hampir sama. Ingin memunculkan sesuatu yang bersih dari kotoran-kotoran yang selama ini dianggap lumrah.

Pikiranku juga melayang lagi ke kontradiksi isi novel itu dengan kenyataan di sekitar. Bila novel itu berusaha memunculkan fakta lewat fiksi. Di kehidupan sehari-hari, kita malah disodori berbagai gambaran dimana kenyataan dipaksakan agar menjadi fiksi.

Berbagai carut marut kasus yang melibatkan orang gedean begitu njlimetnya, sampai-sampai penonton dibikin bingung untuk menilai mana yang fakta dan mana yang fiktif. Kalo dibilang aparat kita tidak punya kemampuan intelektual tinggi untuk membongkar kasus, kayaknya juga ga mungkin. Soal terorisme yang begitu rumit, sampai Amerika saja pecicilan ga pernah tuntas, ditangani polisi kita melalui densus 88 banyak kasus selesai dengan mudah. Bila melihat kenyataan seperti ini, perlukan lingkup wewenang densus 88 ditambah sampai ke ranah korupsi..?

Kemajuan teknologi ternyata bukan menambah cerah kehidupan kita. Yang ada makin bikin orang blingsatan tak tahu arah tujuan. Budaya instan, telat mikir, suka cari sensasi dan sok heboh untuk hal basi tetap saja belum berubah. Contohnya soal keong racun saja yang simpel. Hanya karena mau fun di trit kaskus, pro kontra di kalangan kaskuser bergulir sampai akhirnya bisa diselesaikan dengan adem. Setelah semuanya basi, baru masyarakat kita heboh kemana-mana. Dari kemaren kemana aja bos..?

Apalagi kalo soal orang gedean. Awal mulanya damai sejahtera makan duit rakyat, setelah dibikin heboh baru bikin sensasi membuka aib teman-teman seperjuangannya dulu. Itu pun dilakukan setelah dipensiun paksa. Waktu masih jadi pejabat ngapain aja ga pernah tereak..?

Sayangnya semua gerakan itu hanya dikerjakan pada waktu masih ramai. Begitu beritanya ketilep berita lain, langsung segalanya ewes ewes bablas angine. Tindak lanjutnya ga pernah kedengaran kentutnya. Seolah kita semua lupa pepatah lama, "didalam pantat yang sehat terdapat kentut yang kuat..."

Kapan kita tetap semangat membongkar semuanya sampai titik darah penghabisan..? Masa kalah dengan fotografer di tengah kali Code yang tak pernah lelah mengarahkan model sampai basah kuyup. Apakah hanya untuk urusan semacam itu kita bisa terus berprinsip maju perut pantat mundur..?

Yoweslah...
Kayaknya berteriak tiap hari juga ga bakal ada gunanya. Mending nyebur lagi ke kali Code untuk mencari misteri si Vitri. Ai laik Da Vitri Code...