12 Juli 2010

Perhatian

Beberapa kali pulang kampung menengok anak istri, tiba-tiba aku merasa bahwa aku begitu kurang perhatian kepada mereka. Seminggu atau dua minggu sekali aku hanya bisa bersama satu atau dua hari. Itupun banyak tersita oleh istirahat setelah lelah di perjalanan atau malah jalan-jalan kemana.

Yang sangat terasa adalah perhatianku ke Citra. Bisa dikatakan aku tak pernah melakukan apa-apa kepadanya. Beda dengan ketika aku mengurus kakaknya dulu. Hampir segala sesuatunya aku yang kerjakan. Bahkan mungkin bisa dikatakan yang tidak aku lakukan hanyalah menyusuinya saja.

Sekian lama aku berusaha peduli dan memperhatikan orang-orang di sekelilingku, baru kali ini aku merasa bersalah atas kurangnya perhatianku kepada anak. Di kerjaan, di komunitas dan di banyak tempat sepertinya aku tak pernah kurang untuk hal yang satu itu. Walau tak jarang perhatianku itu di terima secara miring oleh orang lain dan justru menjadi sumber masalah bagiku.

Masalahnya sebagian dari kita itu memiliki sifat yang aneh. Ketika ada orang lain yang memperhatikan, bukannya perhatian balik sesuai yang diharapkan yang dilakukan. Malah jadi merasa di atas angin dan buntutnya menyepelekan orang yang penuh perhatian itu. Misalnya di kerjaan. Memperhatikan anak buah dengan sepenuh hati, harapannya adalah agar pekerjaan dilakukan lebih profesional. Tapi kenyataan di lapangan, justru suka sebaliknya. Tak jarang yang malah jadi semaunya sendiri dengan alasan, "wah bolos dikit ga masalah, si bos orangnya baik kok..."

Tapi menurutku, berniat memperhatikan orang lain dalam porsinya bukanlah suatu hal yang jelek. Makanya aku sebisa mungkin berusaha peduli walau kadang sulit. Aku katakan dalam porsinya, karena bisa jadi aku kebablasan dalam melakukan itu, misalnya memperhatikan orang mandi di kali, dll dll...

Memberikan perhatian tanpa memperhatikan sekeliling dengan seksama juga bisa tidak mengenakan. Seperti ketika musim demam bola saat ini. Ketika semua anak-anak sibuk mengejar bola di tengah lapangan, seorang anak kecil malah berdiri mematung sambil bersandar di tongkat bambu yang ditancapkan di tepi lapangan. Hanya matanya saja yang mengikuti kemana bola dikejar-kejar temannya. Hasrat untuk turut bergembira mengejar bola sepertinya tak ada.

Merasa jadi orang yang penuh perhatian, aku dekati anak kecil itu. "Kamu kenapa malah diam di pinggir lapangan..?"

Eh, anak itu malah menatapku dengan sorot mata yang aneh. Aku tanya lagi, "kamu dimusuhin teman-temanmu..?"

Kali ini dia menggeleng, tapi matanya makin aneh menatapku. Aku tersenyum dan berusaha membangkitkan semangatnya, "Jadi anak harus penuh semangat dong. Ayo ikut yang lain mengejar bola. Om temenin mau..?"

"Maunya om gimana sih..?"

Buset...
Dibilanging baik-baik malah jawab sambil manyun. "Kok kamu bilang begitu ke om sih..?"

"Kalo aku ikut ke tengah lapangan, trus yang jagain gawang siapa..?"

Gantian aku yang manyun...

7 comments:

  1. Sfat seperti itu kaang sering kita temukan pada dirikita juga....biasa KeGE'ERan heheeee...!!!
    Menarik sekali tulisannya + Contoh ceritanya...

    met pagi met beraktivitas

    BalasHapus
  2. Kunjungan pagi.....!!!
    Sekalian bagi bagi walpaper gratis nii ....

    BalasHapus
  3. he he, gawangnya ngga usah dijagain .....

    BalasHapus
  4. iyah gog... itu kenyataan yang suka bikin sebel. hehe

    BalasHapus
  5. met pagi juga juragan kertas dinding..

    BalasHapus
  6. rubi aja yang jagain mau..?
    hehehe

    BalasHapus
  7. wakakakakkk... lucu tuh percakapan yang terakhir.. sok perhatian, eh ga taunya tuh anak emang lagi jaga gawang.... wkwkwkwkwkwwkk....

    BalasHapus

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena