19 Juli 2010

Membagi Rejeki

Beberapa hari lalu, ada seorang teman yang datang ke tempatku untuk "minta tolong" dan aku mohon maaf belum bisa menolong. Trus pagi ini ada sms masuk yang intinya menyayangkan permohonan maafku kemarin. Bunyinya begini, "bilang ga punya duit tapi mau adain lomba. tega bener sih..?"

Yah..
Beginilah resiko hidup di dunia terbuka tanpa privasi. Apa yang kita lakukan dengan mudah diketahui orang lain. Dan efek sampingnya adalah, orang akan lebih mudah mengecam kita ketika melihat apa yang kita tulis di internet tidak sesuai dengan kemauan dia. Hilangnya batas-batas pribadi di internet sering membuat orang salah paham. Banyak yang hanya melihat permukaan tanpa melihat isi langsung memvonis. Sebuah pemikiran yang salah kaprah...

Kembali ke isi sms yang menyangkut soal rejeki...

Selama ini pemikiranku atas rejeki teramat simpel. Gaji aku istilahkan uang perempuan yang tak pernah aku ganggu gugat dan sepenuhnya menjadi hak istri. Di luar itu ada yang aku namakan uang laki-laki, uang tambahan yang aku dapatkan entah darimana. Uang berkelamin cowok ini biasanya aku gunakan untuk keperluan sendiri.

Nah, definisi keperluan sendiri ini yang teramat luas. Yang utama sih untuk beli bensin dan makan siang di kantor. Kadang untuk biaya nongkrong di cafe, menjamu temen yang datang, sumbangan sosial dan ke istri juga. Soalnya istri pernah bilang, perbedaan orang pacaran dan sudah menikah bisa dilihat dari cara membayar ketika makan di warung. Kalo yang bayar cowoknya, berarti masih pacaran. Tapi kalo yang bayar ceweknya, berarti sudah menikah. Dan kadang-kadang istriku suka romantis dengan alasan agar kasih sayang tetap hangat. Jadi pas makan di luar dia suka menginginkan suasana pacaran, termasuk urusan bayar makan...

Penggunaan uang cowok, aku tak pernah pakai pembukuan akuntansi. Karena aku begitu percaya rejeki sudah ada yang atur. Orang Jawa bilang, "asal gelem obah, rejeki mesti tambah..." Dan aku juga begitu meyakini bahwa uang yang kita dapatkan walau itu murni kerja keras kita, kadang bukan rejeki kita. Melainkan rejeki orang lain yang datang melalui keringat kita.

Mendeteksi itu rejeki siapa, caraku sederhana saja. Misalkan aku lagi pengen banget beli VGA yang gede untuk PC, kok ga juga dapat duit, berarti aku anggap belum rejeki. Misalnya trus ada temen datang minta tolong dan aku kepikiran ingin menolong. Tiba-tiba ada rejeki datang entah darimana. Berarti itu memang rejeki temenku yang datang melalui aku. Jadi uang yang datang saat aku berpikir tentang apa, kesanalah uang itu harus aku salurkan.

Itu sudah bertahun-tahun aku jalani dan tak jarang menimbulkan konflik seperti di atas. Tapi aku tetap pada pendirianku tentang rejeki. Beruntunglah istriku selalu bisa mengerti, sehingga ketika dia ingin sesuatu belum tercapai tak pernah merasa perlu untuk ngomel. Yang paling berat justru peperangan dalam diri sendiri. Apalagi kalo aku sudah kayak orang ngidam pengen sesuatu belum keturutan, dan ketika ada yang minta tolong kok tiba-tiba ada uang. Perlu perjuangan keras untuk bisa menekan rasa tak ikhlas.

Seperti ketika hardiskku sudah mulai berteriak-teriak low space warning. Cari-cari obyekan belum juga nemu, istri bilang ingin beli kereta dorong bayi.  Tak lama setelah jawab iya, datang sms, "ko thks yah bantuannya. barusan aku transfer 1jt buat beli rokok"

Walau kebutuhan hardisk mungkin lebih penting, tapi buatku itu tetap rejeki anak dan aku harus ikhlas keperluanku ditunda dulu. Aku sampai malu sendiri ketika terdiam lama di depan kereta bayi dengan roman muka berubah-ubah saat berusaha menekan perasaan. Istriku tampaknya terharu dan memelukku sambil memuji betapa aku begitu perhatian ke anak. Anak lagi tidurpun dilihatin dengan penuh perasaan.

Padahal suer...
Saat itu aku ga sedang mikirin anak...
Tapi lagi mikir, kereta dorong begini aja kok harganya mahal amat...

Ayah yang pelit...
Huuh...

22 comments:

  1. oalahhhhhh
    pelit banget neh bapaknya
    wkwkwkwkwkwk

    BalasHapus
  2. hehehe ga pelit kok
    cuma pengen jujur kalo melawan isi hati sendiri walau untuk kebaikan ternyata berat...

    BalasHapus
  3. mmhh..rejeki yang keliatan dan berbentuk..tp ada jg rejeki yang ga keliatan, dan cm bisa dirasakan, yaitu kesehatan...^_^

    *ga nyambung sm topik ya...heheh..kabur ah kl gitu...*

    BalasHapus
  4. Saya jarang banget deh nemuin blog cowok kayak gini. Salam kenal, Mas. Salam untuk isttri dan anak tercinta.

    Saya nyari2 ending tentang sms tadi dan lombanya, kok nggak ada, Mas? :)

    Btw, tuker tuh, penggunaan kamera pake manula. Kalau ada SLP cuma pake AUTO, mending pake digital aja. Kata para sifu :D

    BalasHapus
  5. ibu wind...
    emang selama ini kalo ngomong rejeki pasti larinya ke soal uang. hehehe mata duitan juga neh..

    BalasHapus
  6. nazkia... emang kenapa dengan blogku..?
    cewek banget ya..?
    haduhhh

    BalasHapus
  7. Kunjungan perdana ke blog ini, ceritanya seru2, membaca cerita sehari2 dr sudut pandang laki2...

    Memang serba salah ya menuliskan status di internet, karena org hanya melihat apa yg tertulis saja tanpa memperdulikan apa yg sesungguhnya terjadi.

    BalasHapus
  8. eh ini ceritanya ga dari sudut kok, di tengah tengah rumah. hehehe

    BalasHapus
  9. sejujurnya ini buken membagi, tapi memang sudah haknya. namun lewat kita.

    BalasHapus
  10. begitu ya..? cuma kok rasanya suka berat ya..?
    hehehe

    BalasHapus
  11. Kunjungan malam bOZ...Sory br mAmpir...!!!
    Koneksi lg lmot ni.ga bs baca smua postingannya!!!

    slamat malam dan met beristirahat sja.

    BalasHapus
  12. hehe... asyik ya kalau sudah menikah, punya istri dan anak... mohon doanya semoga saya bisa cepat menikah dan minta ijin nge-link...

    BalasHapus
  13. yah,berbagi dengan apa yang kita punya dulku aja mas.moga mendapat barokah :D

    hehehe
    kereta dorong ajaib kali mas,jadi harganya mahal...

    BalasHapus
  14. asik dunk dede bayinya punya kereta bayi ^^

    BalasHapus
  15. rejeki
    selalu ada
    ada prioritas
    ada penggunaan
    ada yg tidak ada

    BalasHapus
  16. hahahaha,,,,, ayah yg baik..... >_<
    berkeluaga itu rumit juga yah.....
    tp apa yg paman rawins lakukan udah bener ko ~_^v

    BalasHapus
  17. agak pelit neh..hahaha.. :)

    BalasHapus
  18. Wah, trnyata om rawins ayah yg hbat. bsa mikirin perekonomian bngsa smbil jagain anak (he..he..he)

    BalasHapus
  19. Aku suka sekali dg cara pandangnya tentang rejeki. Begitulah, tak selamanya rejeki yg kita terima untuk diri kita, tapi seringkali itu rejeki utk orang lain yang lewat kita.

    BalasHapus
  20. perumpamaannya kaya makan di warung.
    hehe..
    tapi iya benar jg.

    BalasHapus
  21. Rejeki memang sudah digariskan. datang dan perginya sama sekali tidak terduga, walaupun telah melalui perincian yang detail.

    BalasHapus
  22. ikhlaskan aja..toh buat aak juga..:D

    BalasHapus

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena