30 Juni 2011

Kartu Antrian

Sengaja ke BRI pagi-pagi biar tidak terjebak antrian panjang, tetap saja kebagian nomor 48. Padahal menurut jam kerja, bank baru buka 3 menit yang lalu dan monitor antrian baru menunjukan angka 2. Anehnya yang duduk di ruang tunggu ga lebih dari 15 orang. Masih bengong gitu, ada orang yang bangkit dari tempat duduk melangkah keluar. Menjelang pintu, orang itu nanya nomor antrianku dan memberikan kartu antrian dia yang bernomor 28. Ga jadi ambil duit, katanya.

Nasib orang beramal baik, pikirku.
Masih duduk manis menunggu giliran, ada orang keluar lagi dengan alasan sama. Dia tanya nomor antrianku dan memberikan kartunya yang bernomor 19. Iseng-iseng aku nanya ke satpam, kenapa banyak yang pada balik lagi. Dan katanya, pengambilan uang hari ini dibatasi maksimal 25 juta saja. Jadinya yang mau ambil lebih dari itu harus menunggu besok setelah bank dapat kiriman uang dari BRI cabang.

Sempat heran juga dengan daerah yang berstatus ibukota kabupaten, tapi bank cuma ada BRI doang dan itupun berstatus unit. Antrian yang selalu mengular naga panjangnya tak menarik hati bank untuk menambah unitnya. Kasus bank kekurangan uang atau ATM kosong juga bukan hal yang aneh lagi. Padahal di kabupaten Barito Timur ini, perusahaan tambang begitu banyak. Sebagian perusahaan seperti tempatku kerja membayar gaji karyawan atau subkontraktornya lewat BRI juga. Belum lagi karyawan penempatan seperti aku yang sebenarnya gajian melalui bank lain, ikut tergantung dengan ATM BRI satu-satunya itu. Mengapa begitu mengenaskan kualitas layanan publik di daerah kaya raya ini hanya karena berada di luar pulau Jawa.

Balik ke soal antrian...
Pada saat ada orang datang dan aku lihat nomor antriannya 60 sekian, aku kasih ke dia kartu antrianku yang bernomor 28. Setelah mengucapkan terima kasih, orang itu malah bilang gini. "Saya lupa kalo nomor antrian saya habis..."

"Maksud loh..?"

Ternyata banyak yang suka ambil kartu antrian sehari sebelumnya. Kalo dia memang sering berurusan dengan bank dan melihat nomornya masih kecil, suka ambil beberapa biji buat stok. Pantesan saja saat dipanggil banyak yang orangnya tidak nongol. Ternyata ada kolektor kartu antrian disini. Pihak bank juga kayaknya tutup mata dengan kondisi ini dan tidak kepikiran membuat kartu antrian yang hanya berlaku untuk hari yang sama saja.

Tapi BRI masih lebih bagus kok. Mereka mau menyediakan kursi untuk yang menunggu giliran dipanggil ke meja teller. Coba kalo bank lainnya, termasuk bank-bank besar. Ngantrinya memang tidak sepanjang ini, tapi harus rela berdiri termasuk untuk orang jompo dan ibu hamil.

Masih untung ini di pedalaman
Coba kalo di Jawa yang orangnya kreatif
Mungkin sudah ada calo kartu antrian bank...

Kapan pembangunan bisa merata di Indonesia Raya..?
Read More

29 Juni 2011

Side B

Kantor memang menyediakan fasilitas londri untuk semua karyawan yang tinggal di mess. Baju kotor tinggal taruh di keranjang cucian, besoknya sudah tersetrika rapi. Tapi untuk aku pribadi, ada rasa ga nyaman kalo pedaleman dicuciin orang lain. Jadinya hanya kaos, kemeja dan celana saja yang aku kirim ke sana. Singlet dan celana dalam aku cuci sendiri dan dijemur di belakang mess.

Karena pedaleman cuma bawa 5 stel, aku nyucinya setelah kotor 3 stel. Selama ini ga pernah ada masalah dan tak pernah sampai kehabisan stok. Sayangnya sudah seminggu ini, cuaca berubah tak menentu. Sering terjadi hujan mendadak di siang hari yang panas. Jemuran yang harusnya sore sudah kering, pas aku balik ke mess sudah klebus lagi.

Biasanya sih ada yang selalu ngangkatin jemuran. Karena teman bagian programmer memang selalu kerja di mess, tak pernah pergi-pergi. Payahnya sudah hampir sebulan ini, dia ke Jakarta untuk demo sistem yang sudah selesai dibangun. Akibatnya dua hari lalu, aku benar-benar kehabisan pakaian dalam bersih. Mau beli baru, keuangan mepet abis. Ga pake, bisa dikomplen ibue Citra kalo kejepit resetling. Akhirnya terjadilah apa yang seharusnya terjadi. Posisi side B dijalankan.

Biarpun hari ini sudah pake yang bersih lagi, efeknya sudah telanjur terasa. Badan gatal memang sudah biasa disini. Soalnya memang jarang bisa mandi pakai air bersih setiap waktu. Tapi ini kan kasusnya lain. Garuk-garuk kepala atau badan di kantor masih aku anggap wajar. Ini gatal pantat, bisa dibilang kurang ajar kalo pas lagi rapat apa presentasi malah sibuk sendiri.

Mulai kepikiran untuk belajar mengikhlaskan pedaleman masuk londri. Tau bisa apa engga aku ngatasin rasa anehnya.

Semoga ga ada yang nyolong buat melet
Bisa-bisa yang depan ikut kegatelan...
Ada yang pernah ngalamin kaya gini ga..?

gambar dari google
Read More

28 Juni 2011

Adi dan Citra

Ingat tentang kerinduanku untuk kembali bertualang di alam bebas, akupun ingat pernah punya ambisi untuk menurunkan jiwa itu ke anak-anakku. Aku sendiri tak pernah tahu motivasinya apa. Yang aku rasakan hanya sebuah rasa yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata saat kita sudah berada disana. Duduk termenung di puncak gunung sembari menikmati semburat mentari yang muncul di ufuk membuat jiwa benar-benar terasa tentram.

Apalagi ketika anakku terlahir laki-laki. Wah, ambisi itu semakin menjadi-jadi. Namun sayang, sejak kecil jagoanku itu malah lebih tertarik dengan komputer daripada bermain di luar rumah. Berbeda dengan Citra yag hanya sekedar mengacak-acak kabel, Adi terlihat lebih tertarik dengan aplikasinya. Dari umur setahun dia sudah gemar bermain mouse dan klak klik klak klik sana sini. Beberapa bulan berikutnya, kegemarannya balapan motor di game jadul roadrash.

Dari umur 3 tahun dia sudah kenal huruf-huruf di kibod walaupun ngaco. Beberapa huruf memang terbaca sempurna. Namun untuk huruf yang dimainannya digunakan untuk fungsi tertentu, dia akan sebut fungsinya, bukan bunyi hurufnya. Seperti misalnya huruf z yang di game balap jadi tombol gas, sampai menjelang sekolah dia tetap menyebutnya sebagai gas, bukannya jet.

Umur 4 tahun aku kenalkan dia dengan software anak-anak seperti mewarnai gambar atau permainan matematika sederhana. Tapi itu tak bertahan lama, karena pekerjaan ayahnya sepertinya lebih menarik perhatian. Tak pernah aku ajari, hanya dengan memperhatikan aku kerja, dia sudah bisa menggambar tank atau pesawat tempur menggunakan coreldraw. Kalo lagi ngambek ke ayahnya, dia suka cari fotoku dan mencorat-caret menggunakan photoshop. Semakin besar, hobinya ke aplikasi dan game semakin menjadi. Sampai-sampai, ketika ayahnya kerja cukup pakai pentium 3, dia sudah minta komputer AMD Athlon plus nodong, VGAnya yang bagus yah...

Lebih susahnya lagi, sejak TK dia sudah kenal dengan internet gara-gara sering aku ajak kalo lagi nyerpis di warnet. Sampai sekarang setiap kali ada yang kasih uang, tak pernah dia gunakan untuk jajan. Uangnya disimpan dan kalo ditanya untuk apa, pasti dia jawab, buat ke warnet. Untung saja dia bisa diatur jam penggunaan komputernya. Termasuk jadwal ke warnet, dia patuh hanya hari sabtu saja sejak pulang sekolah sampai jam lima sore. Gara-gara itu pula, teman-temannya tidak ada yang memanggil dia Adi, melainkan Didot. Soalnya kalo ditanya nama, dia selalu jawab, adidotcom...

Beralih ke Citra...
Kayaknya justru dia yang punya minat dengan alam bebas. Citra suka berantakin kabel, mencetin tombol power atau duduk di atas laptop, kelihatannya cuma protes karena aku suka sibuk dengan itu dan tak mengajaknya keluar rumah. Anak cewek yang aku harapkan kalem, malah lebih betah lari-lari di halaman daripada mainan boneka. Sejak belajar merangkak, dia sudah suka bermain-main dengan kelinci tanpa rasa takut.

Umur 9 bulan, saat jalan saja masih susah, dia sudah belajar naik meja. Asal lihat pintu terbuka, dia pasti nyelonong keluar dari sekedar nyabutin rumput sampai berantakin pot bunga. Takut lari ke jalan, pintu pagar lebih sering dikunci oleh ibunya. Dan responnya begitu cepat, besoknya dia sudah belajar naik teralis pintu pagar.

Kelihatan juga kalo Citra lebih betah di rumah mbahnya di kampung daripada di Jogja. Disana dia bisa lebih bebas bermain di halaman atau kebun. Mengejar-ngejar ayam atau isengin kucing tetangga. Seminggu di kampung, dijamin kulitnya sudah berubah keling dijemur terus. Mbahnya lengah sedikit saja, dia sudah lari ke belakang rumah dan nyebur ke kolam ikan. Makanya mulai kepikiran. Jangan-jangan ini anak, besok gede sedikit bukannya minta bedak atau lipstik, malah mintanya ransel dan carabiner..?

Harapan tinggal harapan kayaknya...
Tapi itu tak jadi masalah. Lagian aku memang tak suka terlalu mengatur-atur anak tentang minat dan bakatnya. Aku ikutin saja apa yang dia mau. Tak pernah aku kepengen memaksakan sesuatu kepada anak. Biar saja dia temukan jalannya sendiri. Aku hanya bisa mendukung dan meluruskan saja bila dia mendekati bahaya.

Citra cepet gede ya
Temani ayah ke gunung Rinjani
Ibu biarin aja jalan-jalan sendiri
Ke Gunung Simping atau Gunung Sahari...
Read More

Kangen Gunung

Beberapa minggu terakhir ini, sudah beberapa teman mengajakku mendaki gunung. Setiap kali ajakan semacam itu datang, entah kenapa aku jadi pengen uring-uringan sendiri. Sepuluh tahun lebih aku meninggalkan dunia itu dengan segala kerinduan untuk kembali lagi. Bisa jadi aku terinspirasi bukunya Dr. Karl May yang dulu jadi favoritku. Di salah satu bukunya, ada ucapan dari salah satu tokohnya, Winetou kepada Old Shuterhand yang akan meninggalkan Wild West. "Sekali menghirup udara prairie, sejauh apapun kau pergi, pasti jiwamu akan terpanggil kembali..."

Keluyuran ke alam bebas, memang sejak kecil sudah jadi kerjaan sehari-hari mengingat kampungku memang dikelilingi hutan. Namun bertualang dari gunung ke gunung baru aku tekuni semenjak di STM. Awalnya sih gara-gara habis tawuran ditangkap polisi. Dijemur seharian trus nginep semalem di hotel gratisan tanpa AC berbonus nyamuk. Selama di polres itu, aku harus kerja rodi nyapu, ngepel dan bersihin WC. Saat numpang duduk kelelahan di depan kantin, aku lihat ada sosok lembut bermata sayu yang menarik hati untuk kenalan. Nah, dari si manis anak ibu kantin itulah aku jadi kenal mendaki gunung. Hobi tawuran pun terlupakan.

Karena cuma anak kos dengan uang saku pas-pasan, petualanganku hanya terbatas di gunung-gunung pulau Jawa. Itupun lebih banyak dilakukan dengan status bonek. Kemana-mana naik kereta api tanpa bayar disambung numpang truk atau jalan kaki. Gabung grup pecinta alam saat itu hanyalah mimpi buatku. Aku tak mampu beli peralatan yang harganya diluar jangkauan. Kemana-mana cuma bawa ransel yang biasa aku pakai sekolah dengan bekal tak pernah berubah, mie instan.

Bila pendaki lain selalu membawa lipgloss untuk mencegah bibir pecah-pecah, aku cukup mengoleskan mentega. Orang lain membawa pisau swiss yang praktis, aku bawanya golok pinjem penjaga sekolah. Untuk masak tak mampu aku beli parafin apalagi kompor gas portabel. Bawanya karet ban dalam bekas yang aku jadikan "urub-urub" saat mau buat api unggun. Jaketpun seadanya yang selalu dibantu sarung untuk menahan dingin. Aku baru bisa kenalan dengan alat-alat pendakian yang memenuhi syarat, setelah di pramuka bhayangkara berstatus senior. Yang artinya bisa menyalahgunakan peralatan inventaris untuk kepentingan pendakian pribadi.

Hampir tiap minggu atau hari libur aku pergi mendaki. Kalo pas ada duit agak banyak, aku pergi agak jauh. Kalo pas kere mencre, cukup ke gunung Slamet yang saat itu cukup dimodalin 2 ribu perak saja untuk ongkos bus Purwokerto - Bobotsari. Aku sendiri tak tahu kenapa aku bisa keranjingan abis seperti itu. Yang jelas bila terlalu lama tidak naik naik ke puncak gunung, kepala seperti tersugesti berasa senut-senut.

Diawali oleh cewek, diakhiri oleh cewek juga. Bertahun-tahun aku tekuni dunia petualangan, akhirnya harus pensiun ketika aku punya cewek yang tidak suka kegiatanku. Sejak saat itulah, malam-malam liburku berubah total. Bila biasanya malam minggu aku kedinginan di gunung, sejak itu jadi anget-angetan saat ngapel.

Apalagi setelah punya istri
Main ke gunung benar-benar kian terlupakan
Bisa jadi karena di rumah punya mainan gunung juga...

Tapi suer...
Sekarang aku kangen gunung-gunungku..
Kapan bisa kambek maning ya..?
Read More

27 Juni 2011

Dunia Yang Tersisihkan

Dunia anak adalah dunia bermain dan dunia yang harus selalu ceria. Hal yang paling serius pun bila dilakukan anak-anak, tetap unsur bermainnya tak bisa ditinggalkan begitu saja. Seperti misalnya saat aku kecil dulu. Harus menggembala kambing ke tepi hutan sambil cari kayu bakar, mancing ikan di sungai atau cari belut di sawah. Tak pernah kepikiran kalo itu untuk membantu orang tua. Lebih cenderung aku rasakan sungai, sawah dan hutan memang tempat bermainku.

Sayangnya masalah bermain ini kadang dilupakan oleh kita sebagai orang tua. Terlebih di pedalaman seperti di sini. Masyarakat sekitar tambang yang kena imbas langsung maupun tak langsung, memang dibantu oleh perusahaan melalui program CSR atau Comdev. Namun program itu lebih sering ditujukan ke orang tua dengan memberikan bantuan modal, ternak atau fasilitas air bersih.

Padahal anak-anak juga merasakan imbasnya secara langsung. Tempat bermain mereka berkurang karena digusur perusahaan. Mereka tak bisa bebas keluyuran seperti dulu karena kendaraan dan alat berat lalu lalang di sekitar mereka. Mungkin karena mereka tak bisa demo seperti orang-orang tua, hak mereka jadi terlupakan. Padahal naluri bermain mereka tak pernah bisa hilang sehingga mereka pun bermain dengan apa yang mereka temukan di sekitar. Termasuk kubangan bekas alat berat lewat walaupun tercemar limbah yang tentunya kurang baik untuk kesehatan.

Tak bisa kita salahkan mereka yang mandi lumpur berlimbah, karena bermain adalah tuntutan jiwa anak-anak. Dipaksa mengikuti pola permainan anak-anak kota pun sangat sulit, karena disana listrik dan sinyal hape saja tidak ada. Lagipula, tidak semestinya mereka dibawa ke dunia pesbuk atau game, hanya karena tempat bermain mereka tergusur kepentingan ekonomi industri.

Sedih juga melihat kenyataan semacam itu.
Entah kapan mereka tak lagi terjajah dan bebas bermain...?

Mobile Post via XPeria



Read More

26 Juni 2011

Melepas Baterai Laptop

Sering aku melihat temen yang mendadak sibuk mencabut baterai letop dan mencolokan kabel power sebelum menyalakannya. Alasan utamanya adalah biar baterai laptop lebih awet. Cari-cari bahasan teknis dan tanya-tanya ke temen, jawaban yang didapat masih imbang antara yang pro dan kontra.

Aku sendiri cenderung cuek dengan masalah itu. Aku pikir laptop sekarang sudah lebih canggih daripada keluaran sepuluh tahun lalu. Katanya ada fitur yang namanya inteligence charging, yang akan memutus suplai daya ke baterai saat baterai penuh dan menggunakan daya langsung dari adaptor. Yang sering aku lakukan hanya mencabut colokan AC saat indikasi baterai sudah penuh. Itupun bukan karena soal keawetan baterai, melainkan biar adaptor dikasih kesempatan istirahat.

Dengan adanya pemutusan suplai secara otomatis itu, kemungkinan baterai over suplai kayaknya sudah teratasi. Aku bandingkan kasusnya dengan aki mobil atau motor. Biarpun tidak pernah dilepas-lepas, tetap saja butuh waktu satu atau dua tahun untuk sampai soak. Soal baterai laptop ngedrop setelah setahun, aku kira wajar. Tidak mungkin ada peralatan yang masa pakainya sampai selamanya.

Apalah artinya harga baterai dibanding harga komponen lainnya seperti mainboard atau hardisk yang rentan sekali dengan listrik yang tak stabil. Dengan baterai terpasang, kestabilan daya bisa dijaga. Bagaimanapun aku lebih sayang data daripada baterai.

Dengan lepas pasang baterai, laptop yang diciptakan sebagai alat komputasi portabel yang praktis, malah jadi ribet. Saat buru-buru pindah tempat, harus simpen-simpen dan shutdown dulu. Dengan baterai terpasang kan tinggal tutup flip monitor dan sampai di tujuan tinggal buka dan langsung bisa kerja. Sekali lagi, yang paling penting buat aku adalah keamanan data. Baterai nomor sekian dan bisa beli. Kalo data ilang..?

Penyebab baterai cepat soak, menurutku justru panas berlebihan dari laptop yang dipaksa kerja keras seperti saat kerja grafis atau main game berat. Kadang aku lepas baterai juga, tapi hanya saat laptop panasnya diatas normal. Itupun dengan syarat ada UPS. Tanpa UPS aku tidak berani buka-bukaan.

Apalagi buat yang suka mainan laptop sambil boboan, kemungkinan rusak karena panas berlebihan lebih besar lagi. Karena posisi ventilasi yang seuprit selalu terpasang di bagian samping dengan inlet di bagian bawah. Ketika diletakan di kasur atau meja bertaplak kain tebal, lubang pemasukan udara bisa tertutup. Bila terpaksa harus kerja di kasur, laptop selalu aku letakan di atas majalah tebal, triplek atau landasan keras lainnya.

Ada lagi masalah yang lebih berat daripada soal baterai
Saat Citra toilet training...

Ada pendapat lain..?
Read More

Menikah Tanpa Pacaran

Jurnal tentang aniversary kemaren, ternyata mengundang rasa penasaran beberapa temen. Banyak yang tidak percaya kalo keluarga kecilku ini dimulai dengan pertemuan singkat yang berawal dari perkenalan di blog. Pertanyaan paling banyak di YM adalah, kok bisa sih...?

Mungkin hanya teman-teman yang sudah ngeblog bareng sejak 5 tahun lalu saja yang mengerti latar belakangnya. Untuk teman baru, apalagi yang masih muda-muda, aku yakin teramat susah untuk bisa menerima ini. Pola pikir mereka sama dengan jaman aku muda dulu. Menganggap pernikahan adalah sesuatu yang teramat sakral dan membutuhkan pendekatan yang teramat panjang. Menganggap cinta adalah segalanya, sehingga terlalu sibuk memupuk cinta sampai-sampai lupa bahwa membangun keluarga tak hanya butuh itu saja. Begitu banyak hal yang berubah dari diri kita setelah memasuki jenjang pernikahan. Masalah anak, ekonomi, lingkungan dan yang pasti kejenuhan setiap waktu makan tidur bersama, membutuhkan yang namanya komunikasi.

Bicara komunikasi memang teramat gampang. Baru terasa susah ketika kita sudah menjalaninya dan nemu hal-hal yang tidak enak. Yang aku alami, berkali-kali mencoba menjalin hubungan atas dasar cinta justru sulit untuk membuka komunikasi sepenuhnya. Mau menyampaikan suatu kenyataan yang kurang bagus, seringkali dihantui rasa ketakutan. Jangan-jangan kalo aku ngomong, dia kecewa dan ninggalin. Sedikit demi sedikit aku jadi belajar untuk berbohong. Dan ketika kebohongan-kebohongan kecil itu terbuka dengan kondisi sudah terakumulasi, lebih susah lagi untuk mengatasinya.

Dengan tidak adanya rasa yang berlebihan, aku justru lebih gampang untuk mengatakan semuanya termasuk yang paling ga enak. Yang terpikir saat itu, suka ga suka ya terserah kamu, wong kenyataannya begini. Kenyataannya, setelah ngerti istri bisa menerima keburukan itu, dengan sendirinya aku sadar untuk memperbaikinya menjadi lebih baik. Tanpa paksaan atau rasa terpaksa. Dan ketika rasa sayang dan cinta makin membesar, aku sudah terbiasa dengan yang namanya keterbukaan. Semua masalah yang terjadi diselesaikan saat menjelang tidur dengan damai sambil kelonan. Ini rekor tertinggiku, dua tahun hidup bersama belum pernah sampai berantem. Padahal sebelum-sebelumnya, pacaran beberapa bulan saja pasti sudah merasakan apa yang dinamakan cekcok. Kalo sekedar adu mulut sih, baru beberapa hari juga sudah kejadian.

Saat ceting kemarin, ada temen cewek yang kondisinya mirip aku dan istri dulu. Usia menjelang 35 tapi belum juga menemukan jodoh. Membaca ceritaku, dia bilang, itu kan cowok ga banyak beban. Sebenarnya sama saja. Istriku juga bukan cowok dan dia bisa berpikir sama. Berkali-kali mencoba mencari jodoh melalui pacaran tapi selalu saja gagal, kenapa tidak mencoba untuk tanpa pacaran. Toh pake pacaran apa engga resikonya sama, bisa awet bisa bubar jalan. Tidak ada jaminan garansi sama sekali.

Kalo masih ada rasa ragu-ragu, tunda dulu punya anak biar kalo bermasalah tidak ribet. Apalagi buat cewek yang semakin tinggi usia, semakin takut cowok untuk mendekat. Terutama yang tinggal di kampung yang masyarakatnya katrok. Andai kata gagal, ambil saja hikmahnya. Minimal bisa berubah status dari perawan tua menjadi janda kembang. Coba aja bandingin, apa konotasi yang timbul saat mendengar dua istilah itu dan pilih yang mana.

Aku juga sama. Niatku dulu mau menunda punya anak sampai setahun agar bisa saling mengenal lebih dekat dulu. Eh, baru dua tiga bulan sudah merasa mantep dengan pasangan. Akhirnya ya jreknong deh, terlahirlah Citra.

Seperti ceroboh memang. Tapi ini cuma belajar dari pengalaman dan mencoba mencari alternatif baru setelah semua yang diyakini semula tidak berhasil. Walau banyak pemalsuan identitas di internet, aku pikir untuk seorang blogger itu berbeda. Dengan membaca tulisan-tulisannya secara runtut dari awal sampai akhir, minimal kita bisa membaca sedikit tentang watak penulisnya. Kalo carinya di room ceting atau pesbuk, mana aku berani. Susah cari dalil shahihnya. Walnekatun minal iman tuh mana ada..?

Cuma itu yang bisa aku sampaikan ke temen yang hampir uzur, kebelet nikah tapi gagal maning gagal maning. Masa depan anak-anak kan paling utama nantinya. Anak sekarang rata-rata baru mandiri di umur 25 tahun. Kalo umur sudah 35, perlu dipikirkan apakah di saat umur 60 tahun nanti masih mampu membiayai mereka. Rejeki sudah ada yang ngatur memang. Tapi apakah itu berarti kita tak wajib mempersiapkan segala sesuatunya..?

Belajar dari pengalaman, itu saja yang aku jadikan pegangan saat membuat keputusan dengan ibue Citra dulu. Komitmen untuk menjalani hidup bersama suka dan duka dalam arti kata yang sebenarnya sudah cukup dijadikan modal. Masa bolak balik pacaran gagal, masih tetap ngotot pacaran lagi. Keledai saja tak pernah terperosok ke lubang yang sama. Kecuali kondisinya sudah seperti aku sekarang, ya harus ikhlas selalu masuk ke lubang yang sama. Nyoba yang lain pengen benjut apa..?

Segala keputusan ada di tanganmu, teman.
Aku cuma cerita tentang pengalaman pribadi.
Tuntutlah ilmu sampe ke negeri China
Tapi bener engga ilmu itu salah sampe mau dituntut segala..?

Dah ah...
Mulai ngaco...
Read More

25 Juni 2011

Dua Tahun Ku

Dua tahun mungkin waktu yang teramat pendek untuk menguji sebuah kebersamaan. Makin terasa pendek, karena aku tak menganggap kebersamaan ini sebagai suatu ujian, melainkan keberkahan. Rasanya baru kemarin aku kenal seseorang di blog dan mempertanyakan apa keinginannya tentang rumah tangga. Keinginan dalam artian komitmen dan kemampuan untuk menjalaninya, bukan sekedar kata-kata klise yang selalu diucapkan banyak orang. Mendengar jawaban polos yang jauh dari angan-angan muluk, dengan segera aku tanya, "maukah menikah denganku..?"

Mungkin ini sebuah kecerobohan. Berniat menjalani hidup bersama tanpa tahu latar belakang selain yang terbaca di blog. Namun apa artinya semua itu bila rumah tangga buatku bukanlah untuk membuka-buka masa lalu. Membina keluarga adalah langkah untuk masa depan. Komitmen untuk jalan bersama sudah cukup menjadi modal dasar pembangunan.

Apalah artinya saling menumbuhkan rasa sebelum memutuskan, bila kenyataannya, berkali-kali mencoba menyuburkan cinta tetap saja resiko gagal tak bisa ditepis 100%. Terbukti 10 kali aku menyatakan cinta, 15 kali aku ditolak wanita. Cukup pertemuan singkat di terminal kedatangan Adi Sutjipto yang penuh kegugupan sampai lupa kenalan untuk test drivenya. Dan hari ini dua tahun lalu, niat hidup bersama itu disahkan orang tua hanya dengan dasar keikhlasan.

Pacaran setelah menikah ternyata teramat indah. Karena segalanya sudah halalan toyibah. Semua rasa yang dibutuhkan untuk hidup bahagia bisa tumbuh dengan sendirinya seiring waktu berjalan. Dari sekedar membuka hati sampai membuka yang lain-lain semakin mengeratkan rasa untuk terus bersama. Dengan proses awal tanpa cinta, nyatanya kebersamaan tetaplah berasa dan bisa terlahir yang namanya Citra.

Dua tahun memiliki rumah tangga ini, sudah cukup bagiku untuk mengatakan bahwa aku bahagia memilikinya. Segala goda dan coba selalu bisa diselesaikan dengan aman dan nyaman. Biar kata aku bukan pegadaian, namun selalu bisa menyelesaikan masalah tanpa masalah. Hidup harus terpisah jarak akibat tuntutan pekerjaan juga tak mampu menyurutkan segala rasa yang ada.

Citra yang menjadi buah cinta selalu menjadi segalanya dalam keluarga. Apalagi adiknya akan lahir beberapa bulan lagi. Kerinduan untuk selalu berkumpul bersama semakin menggunung. Tiada kata lain yang selalu terucap saat berbagi kata lewat udara, selain kata aku ingin pulang.

Ingin rasanya aku mengarungi lautan kembali ke Jogja
Sayang karungnya malah dipakai untuk tempat beras

Sabar ya, ibu dan anak-anakku...
Kesetiaan dan kesabaran kalian adalah pendorong hidupku
Bukan aku tak ingin membalas budi atas segalanya
Aku cuma masih bertanya, apa benar budi yang jadi pelakunya

Sudahlah...
Sudah mulai error kayaknya otak ini dirundung rindu
Aku sayang kalian semua
Kalo ABG bilang, ai misyu deh...

Terima kasih atas dua tahunnya
Aku hanya bisa buatkan sebuah buku kecil
Di www.rawins.com
Maaf bila masih versi beta
Karena Indonesia pun masih tanah air beta
Terima kasih atas kunjungannya


Read More

24 Juni 2011

Ikut Kalender

Biarpun banyak orang yang tak percaya numerologi, namun terasa sekali pengaruhnya terhadap kehidupan kita. Contoh gampangnya kalender. Ketika tanggal muda, wajah orang pun seperti anak muda. Selalu ceria dan jarang manyun. Begitu tanggal mulai beranjak tua, wajah mulai sering terlihat kusam. Lebih-lebih kalo melihat dompet yang mulai keriput kekurangan isi.

Suasana di kantor pun sama. Saat tanggal muda, sifat sikap orang-orangnya persis anak muda jatuh cinta. Banyak senyum bertebaran dan bicara setengah berbisik pun sudah bisa saling mengerti. Tapi kalo sudah tanggal-tanggal segini, buset dah. Masalah sedikit saja begitu gampang memicu debat panjang tanpa ujung. Persis sikap aki-aki kebelet ABG. Si nenek sudah berteriak keras pun, masih ditanya lagi, "apa kamu bilang..???"

Sebuah siklus perputaran roda kehidupan yang rutin terjadi, namun jarang disadari dengan penuh kesadaran. Salah siapa aku juga tidak tahu. Begitu banyak orang yang bilang, tak ingin diperbudak uang. Namun nyatanya ketika menjauh dari tanggal gajian, ikut juga terbawa suasana. Makanya kalo disuruh milih, aku lebih suka menggarap pekerjaan yang tidak terlalu banyak berinteraksi dengan orang lain ketika tanggal beranjak tua.

Apalagi di lingkungan tambang yang jauh dari peradaban. Mendingan kabur duluan ketika melihat tanda-tanda pertengkaran. Ketika kalender masih muda, nyatanya mereka bisa menyelesaikan masalah besar sambil ngopi-ngopi di warung. Kenapa setelah masa itu lewat, perbedaan pendapat kecil saja sampai mengacung-acungkan golok. Tak jelas siapa benar siapa salah, pokoknya ngotot isdebes.

Katanya, demi masa manusia dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang saling nasehat-menasehati dalam kebenaran dan kesabaran. Tapi itu susahnya minta ampun. Orang salah dinasehati dengan sabar, tetap saja ngotot. Sama ngototnya dengan tukang bubur deket rumah di Jogja. Jelas-jelas nasi sudah menjadi bubur. Masih nekat juga dia jual.

Mau damai saja harus nunggu bulan baru
Tapedeeeh...


Read More

Lapar di Lumbung

Si bos dari Jakarta komplen. Mempertanyakan kenapa mobil operasional baru keluar dealer 2 bulan sudah mogok. Penyebabnya sepele memang. Tapi harus jajan sampe jutaan karena filter solarnya mampet penuh air. Kalo sudah begini, susah juga mencari siapa biang keroknya.

Kalimantan...
Bumi yang kaya sumber daya alam seperti minyak dan batubara, tapi selalu tertinggal untuk urusan ketersediaan energi. Batu bara berserakan kebanyakan numpang lewat doang membiarkan listrik PLN byar pet karena kekurangan pembangkit listrik. Kandungan minyak mentah berlimpah, namun cari BBM saja susah.

Sudah bukan hal aneh, bila antrian di SPBU disini mengalahkan ular naga panjangnya bukan kepalang. Apalagi yang antri solar. Bisa seharian sampai nginep di antrian menunggu mobil tangki pengirim BBM datang. Mau nekat jalan terus, SPBU selanjutnya bisa berpuluh kilometer lagi jaraknya dan pasti harus ngantri lagi. Belum pernah aku lihat ada SPBU yang ready stock. Begitu mobil tangki datang, dijamin langsung ludes. Padahal tiap mobil seringnya dijatah cuma bisa beli 30 liter.

Ada SPBU yang jarang kosong, tapi khusus industri yang harga solar perliternya sekitar 10 ribuan, naik turun harga tiap 2 minggu sekali. Alternatif lainnya adalah beli di eceran. Harga bensin eceran saat ini 6500 perak dan solar 8000. Akibat beli di eceran ini, membuat kendaraan jarang yang awet terutama di filter bahan bakar dan bagian pembakaran. Secara rutin tangki bahan bakar harus dikuras karena banyak airnya. Tak usah heran kalo melihat mobil baru sudah mogok di sini.

Untuk orang sini, mungkin itu hal yang biasa. Tapi untuk pendatang dari Jawa yang stok bahan bakar relatif melimpah, mau ga mau bikin sedih juga. Ga ngerti blas bagaimana pemerintah mengatur regulasi energi, sampai-sampai anak ayam bisa kelaparan mati di lumbung padi. Di saat buminya masih kaya saja sudah begini. Bagaimana bila kekayaan alam itu sudah habis dikeruk nanti..?

Au ah, ati ampu...
Read More

23 Juni 2011

Susah Mandi

Namanya kerja di tambang, biar kata di bagian IT, tetep saja pulang kerja badan kotor berat. Kalo musim hujan, medannya persis kubangan kerbau. Kalo musim kering, panasnya minta ampun sampai bermandi keringat, padahal debu beterbangan begitu tebal. Makanya setiap perjalanan pulang, yang kepikiran adalah mandi, mandi dan mandi...

Padahal untuk urusan mandi disini tidak selalu mudah. Ini saja sudah seminggu tak pernah bisa mandi sore. Menjelang tengah malam baru bisa merasakan kesegaran biarpun airnya ga bersih-bersih amat. Tanah gambut memang membuat air selalu keruh. Batubara berkalori rendah sangat mudah larut dalam air dan seringkali membuat filter pompa mampet.

Saat pulang ke mess. Sudah sedemikian gegap gempita ambil peralatan mandi agar tidak keduluan orang lain, yang ditemukan justru bak kosong dan kran tidak mengalir. Lebih apes lagi, saat masuk ga tengak tengok ke bak, tapi langsung ngebom closet. Habis itu dijamin bakal celingukan lebih parah lagi.

Kadang airnya penuh di bak. Tapi baru saja buka-bukaan malah listrik mati. Tidak terbiasa mandi gelap-gelapan, disuruh meraba-raba dalam gelap bikin setres juga. Apalagi disini kreatifitas karyawannya agak parah. Baru disini aku alami salah satu kerjaan bagian IT adalah ngurus genset. Cari celana di gantungan aja susah, dari luar sudah rame berteriak manggil-manggil untuk betulin genset.

Kemarin sore, niat mandi sore-sore juga batal lagi. Baru mau akan ambil handuk, datang perintah mendadak lewat radio untuk ke tambang. Gimana gak bikin males. Pengen nyegerin badan yang lesu, harus kerja lagi. Padahal status all in yang tidak punya upah lembur.

Saking kebeletnya mandi sore, pas pulang tadi nyempatin mampir ke sungai. Dah kebayang segernya berenang-renang ke tepian. Tapi baru aja buka sepatu, datang rombongan cewek-cewek dari kampung mau mandi juga. Wah, ada segeran tambahan neh. Aku pikir bisa duduk-duduk dulu liatin yang mandi dan baru nyebur setelah mereka pulang.

Eh, malah jadi bete kedatangan serombongan ibu-ibu bawa cucian. Campur baur dah, antara yang mandi, nyuci baju, piring dan ada juga yang nyuci motor. Lebih bete lagi ketika melihat beberapa anak kecil jongkok di ujung sungai ngebuang hajat. Judul akhirnya ya balik kanan maju jalan deh...
Read More

22 Juni 2011

Coretan di Toilet

Inget gambar ilustrasi di jurnal Ngirit Pulsa beberapa waktu lalu. Aku kok jadi inget begitu banyak orang yang suka iseng di toilet. Tidak bermaksud jorok, cuma pengen penyegaran otak saja saat kerjaan tiada habisnya seperti saat ini. Terus terang, kreatifitas mereka di toilet sering membuatku ngakak sendiri di kamar mandi. Dan memang siapa yang menyangkal bila toilet memang tempat paling asik buat cari inspirasi. Tak perlu sampai mempertanyakan apakah Einstein juga menemukan e=mc2 di toilet juga. Kita lihat saja karya-karya anak bangsa dalam bentuk grafiti yang bertebaran terutama di toilet umum.

Beberapa karya seni WC umum yang pernah aku baca dan ingat, diantaranya :

DILARANG BUANG APAPUN KE DALAM CLOSET
Berarti buang eek juga ga boleh ya..?

MANDI = Rp2000
KENCING = Rp500
BAB(PAKE KENCING) = RP2000
BAB(GA PAKE KENCING) = RP 1500
ALL IN ONE = Rp3000 -> UDAH DISKON
Kalo ga salah ini di toilet terminal Tirtonadi

KENCING - 1000
BERAK (DIKIT BANYAK) - 2000
BANYAK BANGET - 3000
DIKIT BANGET - TAHAN DULU

BOKER 5 KALI, GRATIS 1 KALI BOKER DI HARI YANG SAMA

Ada juga tulisan yang kayaknya disponsori lembaga lingkungan hidup.
Terpampang kertas hasil ngeprint

HABIS BUANG AIR HARAP DISIRAM
Dibawahnya ada tulisan pake pulpen.
"GO GREEN, NOT YELLOW"

Ada juga yang puitis
AIR BERIAK TANDA TAK DALAM
HABIS BERAK HARAP DISIRAM

Yang Religius
SIRAMLAH KOTORAN ANDA SAMPAI BERSIH
ATAU ANDA AKAN MENJADI ORANG DZOLIM
SAMA ARTINYA ANDA MENGANIAYA ORANG LAIN
Padahal doa orang teraniaya kan makbul ya..?

Ada lagi yang keranjingan chatting, tapi hapenya mungkin kehabisan pulsa. Jadinya tembok WC pun menjadi sarana

Misalnya

DILARANG CORET2 DINDING SAMBIL EEK..
Trus ada yg nulis dibawahnya
LO JUGA NYORET GOBLOK..
Trus dijawab lagi
LO JUGA BEGO
Lanjutannya lupa. Yang jelas dinding sampai penuh coretan berbalas pantun mereka

Tertulis rapi di tembok pakai cat

BUANGLAH KOTORAN PADA TEMPATNYA
Terus ada yang ngejawab pakai pulpen
PANTAT GUA KAGAK MUAT DI KLOSET!!!
Dibawahnya ada yang nambahin
GOBLOK LOE INI KAN KLOSET JONGKOK!!!

Ada yang iseng berkasar ria pakai spidol
JANGAN BACA TULISAN INI (SELAIN MONYET)
Relpy dibawahnya
MAAF BABI, UDAH TELANJUR BACA
Yang ikut baca, panas juga dan nambahin
UDAH DONG, MONYET DAN BABI YANG AKUR YA...

Yang lain
YANG BERAK DAN KENCING GAK NYIRAM = ANJING
Terus dibawahnya ada yang komen
KALO GA BERAK GA KENCING IKUT NYIRAM GIMANA?
Komen selanjutnya
ANJING KURANG KERJAAN...

Ada juga yang membingungkan seperti yang terpasang di toilet kantor.
Kan ada 2 biji bersebelahan tuh
Di salah satu pintunya tertulis

JANGAN DIPAKAI, SEDANG RUSAK
Tau siapa yang iseng
Ada yang nempelin prin-prinan di pintu sebelahnya

JANGAN DIPAKAI, NANTI RUSAK

Ada kertas ditempel diatas closet
SEBELUM KELUAR HARAP DISIRAM
Dibawahnya ada tulisan pake pulpen
BUKAN KERTAS INI BEGO, TAPI WCNYA..!
Dan memang prin-prinan itu tampak luntur seperti bekas disiram orang

Ada yang punya pengalaman lain..?
Tapi hanya soal grafiti ya
Karya seni lain ga perlu
Apalagi hasil karya suami-suami jauh dari istri

Read More

Mimpi Sedih

Engga biasanya aku mimpi sampe kaget begini.

Entah dimana lokasi syutingnya, yang jelas dalam mimpi barusan aku tuh lagi nyupir malam-malam dan dihadang banjir. Mobil aku pinggirkan dan aku turun numpang berteduh di warung reyot pinggir jalan. Sampai disitu aku kaget melihat penghuni warung ternyata adikku yang cowok lagi jualan gembus, jajanan kampung khas Cilacap.

Melihat adikku jadi penjual gembus, sementara aku berpenampilan necis (eh, emang kapan aku tampil rapi..?), aku kok merasa nelangsa yang tidak terkira. Terasa sesak di dada sampai aku terbangun dari mimpi. Aku terus saja terdiam dengan perasaan sedih tak mau hilang. Apalagi ingat usaha kecil adikku belum lama ini gulung tikar ditipu orang dan sekarang lontang-lantung cari usaha lain.

Tapi setelah sekian lama aku termenung, tanpa aku sadari kesedihanku telah bergeser dari awalnya. Aku tak lagi merasa kondisi adikku yang menyedihkan, tapi justru aku sendiri. Biarpun hidup sederhana dan apa adanya, adikku selalu ulet mencari jalan rejeki. Walau modal pas-pasan yang selalu tumbang saat digoyang orang, dia tak pernah bosan merintis lagi dari nol.

Sedangkan aku..?
Sudah tahu sifatku yang angin-anginan dan keras kepala. Setiap kerja sukanya ribut dengan atasan dengan alasan kreatifitas dihambat. Tapi setiap kali kabur dari pekerjaan, selalu saja aku cari lowongan pekerjaan baru. Tak pernah terpikirkan untuk merintis usaha sendiri dan membuka lowongan agar aku bisa menjadi atasan yang mengerti definisi kreatifitas kerja bagi karyawan. Padahal bila dilihat dari segi sifat, adikku lebih penurut dibandingkan aku yang susah diatur.

Kalo kenyataannya begini
Siapa yang lebih menyedihkan..?


Read More

21 Juni 2011

Ruyati, Manohara dan Priyono Nyoto

Membaca tulisan Anaz beberapa hari lalu tentang Ruyati dan Manohara yang sama-sama jadi korban di negeri orang, aku malah jadi ingat tulisan tentang Priyono Nyoto. Saat iseng-iseng buka statistik pengunjung di Blogger, baru kali ini satu tulisanku dibuka orang sampai lebih dari 300 kali dalam satu hari. Padahal itu hanya tulisan iseng yang ga jelas maksud dan tujuannya. Statistik kedatangan pengunjung menunjukan, sebagian besar sampai ke halaman itu dari google dengan keyword Priyono Nyoto. Padahal untuk tulisan yang bisa dibilang berguna semacam tutorial saja, pengunjungnya tak pernah sebanyak itu.

Aku melihat ada satu benang merah antara kontradiksi Ruyati dan Manohara dengan Priyono Nyoto. Walau ini bukan survai ilmiah, namun paling tidak bisa menggambarkan pemikiran sebagian dari kita akan suatu informasi. Minimal kita bisa menebak bahwa kebanyakan orang masih saja terbius oleh sesuatu yang berbau selebritas. Kita masih saja silau dengan ketenaran seperti halnya siaran berita di tipi seringkali kalah rating oleh tayangan impotaimen. Terbukti pula dari seorang Priyono Nyoto yang tak jelas arahnya, karena berbau-bau ketenaran dan sok artis, begitu banyak orang yang penasaran keluyuran di google.

Kalo dibilang masyarakat kita gampang iba oleh penderitaan orang lain, aku kira tidak. Penderitaan saudara-saudara kita lebih banyak tenggelam oleh glamornya kebobrokan kaum seleb. Lihatlah nasib Ruyati dan Ruyati lainnya yang benar-benar teraniaya. Karena jauh dari sentuhan seleb, saat beritanya muncul di tipi, hanya sebagian kecil saja yang mau tergerak hatinya walau hanya sekedar mendukung doa.

Pemerintah pun sama saja kalemnya bila berkaitan dengan orang kecil. Bagaimana bisa punya wibawa bila ada warganegaranya yang terancam, cuma bisa kirim utusan yang kayaknya cuma dijadikan kesempatan jalan-jalan keluar negeri. Tidakkah pejabat kita melihat bagaimana gigihnya pemerintah Philipina saat ada pahlawan devisanya yang diancam hukuman mati di Arab. Denda sekian milyar untuk pembebasan saja bisa mereka bayarkan walau dengan cara melobi pengusaha untuk membayarkan.

Ada juga fenomena dukungan masyarakat atas ketidakadilan seperti kasus koin Prita. Tapi sepertinya hanya itu saja yang terdengar gaungnya. Pernah juga marak gerakan sekian pesbuker mendukung anu. Waktu itu aku sempat berpikir, bahwa kepedulian sebagian dari kita kepada sesama sudah mulai bangkit. Namun tetap saja tak pernah bertahan lama sampai akhirnya gerakan-gerakan semacam itu makin jarang terdengar lagi.

Budaya semacam ini pada akhirnya suka dimanfaatkan oleh mereka yang memiliki akses ke arah ketenaran. Salah satu contohnya ibunya Manohara. Saat meminta dukungan untuk anaknya yang konon kabarnya teraniaya "entah karena keinginan siapa", setiap hari dia berpenampilan alim, berkerudung, dan pamer air mata. Tapi setelah semuanya lewat, ibu dan anak sama gelonya  berpose setengah telanjang saat dugem.

Lebih parah lagi, budaya mencari dukungan dengan eksen teraniaya ini juga merambah ke petinggi negara. Presiden kok senengnya curhat, gaji gak naik, diancam, difitnah dan sebagainya. Padahal bukan suatu rahasia lagi, kalo curhatan selebritis plat merah justru menuai cemoohan.

Kapan kita mulai belajar peduli kepada orang lain karena mereka adalah manusia. 
Bukan karena mereka seleb atau tidak..?
Read More

19 Juni 2011

Pengingat

Niat awalnya memasang reminder dalam bentuk countdown timer di homepage rawins.com adalah sebagai pengingat kapan website tersebut harus jadi. Emang dasar pelupa plus waktuku kali ini banyak tersita di lapangan yang akses ke internet jadi sangat jarang.

Tapi rencana positif itu malah berfungsi terbalik buat otakku. Waktu awal pasang, melihat disitu masih tertulis 40 hari lagi, perencanaan malah dibuat santai. Begitu aku buka lagi, ternyata sudah kurang dari seminggu, mulai deh kalang kabut. Melihat detik-detik waktu yang terus berjalan mundur, isi kepala mendadak buntu. Sepertinya ada beban berat yang menggelayuti otak untuk cepat berpikir.

Padahal selama ini aku ngerti, bahwa kerja dengan membawa beban justru menghambat kreatifitas. Tapi niatku semula tuh bukan itu. Makanya otak yang biasanya butuh waktu tak begitu lama untuk memikirkan ide, desain dan seterusnya. Ini sampai 2 hari masih saja tak mendapat pencerahan. Saking buntunya, sampai-sampai aku lupa ngeblog, makan dan so pasti, mandi...

Namun justru disitu yang sepertinya menjadi kunci. Badan yang super kecut, membuat prosesi mandi butuh waktu lebih lama. Kamar mandi sumber inspirasi adalah kata yang teramat tepat. Saat itulah aku kepikiran membuat tampilan dalam bentuk buku. Konsultasi dengan si Cemut lewat GTalk, ide makin cerah untuk membuat buku jadul plus foto yang dibikin dalam pola warna sepia.

Ingin tampilan lebih interaktif, mau ga mau harus bikin dalam format flash. Untuk membuka-buka halaman, rencananya dengan mendrag mouse. Script-scriptnya juga sudah nemu di vservu.de sehingga tak perlu bikin sendiri. Resikonya jadi berat memang. Blog saja sudah bikin pake format html5 yang ringan, ini malah kembali ke jaman lampau. Tapi kayaknya tak begitu masalah, karena ini hanya web statik yang jarang diubah-ubah. Jumlah halamannya juga cuma beberapa lembar.

Yang agak payah tuh, aku ga punya foto-foto keluarga dalam format hi res. Comot cimit dari blog, resolusinya sudah dikecilin. Susah juga ngekrop-ngekropnya di sotosop. Minta ibue Citra kirim foto-foto di PC rumah, beliau lagi mudik entah sampai kapan. Weslah, pokoknya serba apa adanya neh...

Kembali ke soal reminder...
Apa yang terjadi memang seringkali berbeda dengan harapan semula. Kerja memang perlu deadline. Tapi kerja dengan memikirkan deadline, malah membuat kerjaan berantakan. Jadinya serba salah memang. Tidak diingetin lupa, diingetin malah sebel. Payah banget yah..?

Yang lebih manusiawi lagi, selama ini aku ga pernah sesetres itu kalo urusan kerjaan kantor. Rampung yo sukur, ga rampung paling disemprot. Cuek bebek lah untuk urusan itu. Toh sekian persen gaji adalah sebagai pembayaran atas semprotan bos.

Pokoknya, dalam beberapa hari ini, aku ga mau tengak-tengok dulu ke reminder itu. Jangan pula ingetin aku soal batas akhir waktunya. Pliss yah...

Read More

16 Juni 2011

Ngirit Pulsa

Dikomplen bagian keuangan, gara-gara ngajuin dana untuk pulsa 300 ribu sebulan. Maksimal bisa kasih 100 ribu plus diceramahin harus ikutan TM tiap pagi biar irit. Aku yang ga pernah mudeng reg-regan dan peraturan tarif hape yang njlimet, baru mudeng dengan istilah Talk Mania. Aku bilang yang bikin boros itu karena sebagian karyawan disini pakai operator lain, malah disuruh beli kartu lain plus hape baru.

Sampe bingung. Katanya kerja di pertambangan yang duitnya ga pake seri, tapi urusan seperti itu saja begitu repot. Jaman kerja di galeri yang lebih banyak unsur sosialnya saja, jatah pulsa per bulan 500 ribu. Padahal pemakaian tak pernah sampai 300 ribu. Nelpon lebih sering pakai telepon kantor kalo pas ga ke lapangan. Trus dikasih hape tipe communicator lagi. Disini, telpon kantor tidak ada, jatah pulsa minim, hape disuruh beli sendiri. Buntut-buntutnya, keluar umpatan berbau rasialis.

Soal TM den sejenisnya, aku memang tak pernah mengikuti. Suer males dengan peraturan tarif yang begitu bertele-tele. Pokoknya nelpon ya nelpon aja. Aku memang sengaja membiarkan tarif telepon yang apa adanya. Bukannya kepengen boros pulsa, tapi cenderung untuk melatih aku ngomong cepat, singkat, padat dan tepat. Aku tak ingin, karena merasa murah, jadi kebiasaan ngoceh ga jelas panjang lebar di telpon. Yang namanya promo selalu ada jebakan betmennya. Suatu saat promo dihilangkan, sementara mulut dah hobi ngoceh, bakalan runyam tar. Apalagi aku bukan tipe orang yang suka gonta-ganti kartu hanya karena pengen murah. 

Sejak awal kenal hape, ganti nomor bisa dihitung dengan jari. Pertama waktu masih di Bandung sekitar tahun 97an, pakai AMPS Komselindo. Ketika GSM mulai merajalela, aku ganti simpati yang harga kartu perdananya 1,3 juta. Itupun belinya harus ngantri pakai KTP segala. Waktu aku pindah sekitar tahun 2003an, simpati Bandung yang saat itu masih pakai roaming aku ganti pakai kartu as Jawa Tengah. Kartu itu sampai sekarang masih aktif dan dipakai oleh ibue Citra. Gara-garanya aku dapat jatah kartu simpati dari kantor, yang aku pakai sampai sekarang. Memang pernah beberapa kali dapat jatah kantor kartu dari indosat, xl atau flexi. Tapi hanya menjadi kartu kedua yang jarang banget dipakai.

Memang banyak yang bilang, kalo tarif telkomsel memang paling mahal. Namun seperti tertulis diatas, aku sengaja tak ingin membiasakan diri punya hobi telpon berlama-lama. Kalo ingat tarifnya mahal, kalo ngomong maunya cepetan. Kecuali kalo nelpon ibue Citra. Ga bakalan mempan pake alasan pulsa mahal untuk menutup telpon. Wong pulsa selalu beliau yang isi. Bukan pula soal fanatik ke salah satu operator. Yang paling utama, aku tuh pelupa. Aneh saja bila aku harus buka-buka catetan ketika ada orang yang nanya no hape.

Soal pelupa ini, mbah buyutku dulu yang punya kerjaan. Waktu kecil, aku diajarin puasa dan doa yang katanya untuk kebaikan di masa depan. Sayang ritual itu tidak boleh serakah dan hanya berlaku untuk satu permintaan saja. Kalo ga salah dulu pilihannya, pengen bagus daya ingatnya apa bagus tampangnya.

Tapi mohon maaf
Suer aku lupa dulu pilih apa

Neh buktinya...
Awalnya nulis apa
Di akhirnya ga nyambung
Kenapa aku pelupa ya, mbah..?

Read More

14 Juni 2011

Si Kodok Lupus

Bukan si kodok namanya kalo ga bikin ulah. Semalem aku suruh jemput ke mess pagi-pagi untuk belanja pipa antena ke kota, jam 6 sudah gangguin orang tidur. Padahal ukuran pagi buat aku tuh sekitar jam 9an karena terbiasa bangun jam 8. Lagian toko mana jam segitu sudah buka. Giliran aku ngebut mandi dan berpakaian, malah dianya yang gantian molor. Nyopir sambil ngantuk bisa berbahaya, katanya.

Belum juga masuk jalan tambang, mobilnya sudah ngesot dan masuk selokan pinggir jalan. Mau ga mau harus ngerepotin banyak orang untuk menarik mobil ke jalan yang benar. Wajar kalo teman-teman menyebut dia si raja amblas. Jangankan saat offroad, wong di jalan aspal saja bisa nyungsep. Di buku laporan mekanik bengkel, kayaknya mobil dia yang paling panjang daftar permintaan perbaikan. Bentar-bentar spion pecah, lampu sein ilang, bemper penyok, dll dll

Nama aslinya sih Yandi. Orang Bugis yang sudah sepuluh tahun lebih malang melintang di daerah sini. Kalo lihat tampangnya, pasti semua orang akan ingat sama pak Tile. Persis sampai ke ompong-ompongnya. Sudah berumur, tapi belum pernah terdeteksi punya keluarga. Orangnya  gaul abis. Di Tamiang, dari anak sekolah sampai pejabat kabupaten bisa dikatakan tak ada yang tak kenal dia. Makanya kalo pergi dengan mobilnya, sebentar-sebentar klakson, bentar-bentar melambaikan tangan. Tak jarang dia sempatkan berhenti dulu untuk menyapa.

Sifat supel dan super gaulnya itu yang mungkin membuat dia tak susah cari kerja walaupun ceroboh. Atau sikapnya yang kocak membuat orang susah untuk marah saat dia membuat ulah. Apalagi kesetiakawanannya sangat tinggi dan tak pernah mau ribut. Apapun kata orang cuma dibalas dengan senyumnya yang mengerikan. Bisa jadi dia tenar karena suka bikin ulah. Bisa juga karena dia memang suka loncat kesana kemari untuk mempertahankan hidupnya yang sebatangkara. Itulah sebabnya dia dikenal dengan panggilan kodok.

Bertemu orang baru atau yang belum dia kenal pun dia tak pernah sungkan langsung mengajak ngobrol. Dia tak pernah peduli itu gelandangan atau pejabat. Sama-sama makan nasi, katanya. Dan herannya, belum pernah aku lihat ada orang yang menolak melayani sikap sok deketnya itu.

Satu hal yang kurang aku sukai dari dia tuh, kalo ketemu cewek cakep. Aku saja baru berani numpang cuci mata doang sambil mikir panjang mau kenalan apa engga. Dia sudah langsung nyamperin dan menambah koleksi nomor telepon di hapenya. Ga enak banget kalah saing sama aki-aki. Mbokyao, sudah tua tuh kasih kesempatan ke yang muda-muda.

Makanya
Biar orang lain menyebutnya sebagai Mister Amblas
Aku lebih suka memanggilnya Lupus
Alias lupa usia...
Read More

13 Juni 2011

Keselamatan Kerja

Niat awalnya adalah memberdayakan masyarakat setempat. Warga sekitar tambang, terutama yang tanahnya dibebaskan untuk penambangan diberi kemudahan untuk menjadi karyawan perusahaan. Warga lokal juga diberi kesempatan untuk andil dalam bisnis pengangkutan batu bara sebagai sub kontraktor dump truck.

Warga yang tidak mampu membeli dump truck secara tunai, dibantu proses leasingnya. DP senilai 100 juta cukup dibayar sebagian dan kekurangannya ditalangi perusahaan untuk kemudian dicicil dengan cara dipotong dari penghasilan, berikut pembayaran angsuran bulanannya. Untuk yang tidak memiliki dana tunai, bisa membayar DP dengan lahan seluas 3 hektar. Dengan catatan, lahan tersebut memang diperlukan oleh perusahaan.

Namun bagaimanapun juga, kapasitas perusahaan ada batasnya. Kemampuan menampung karyawan tak mungkin selamanya ditambah tanpa melihat kapasitas produksi. Sayangnya hal ini kurang bisa dimengerti oleh masyarakat setempat. Pihak HRD sampai mumet menghadapi ancaman ketika ada warga yang melamar kerja dan harus ditolak, karena jumlah karyawan memang sudah over dosis.

Masalah penerimaan karyawan dengan jalur khusus itu juga membuat perusahaan mulai kerepotan. Tanpa screening, menjadikan skill karyawan seringkali tidak sesuai yang dibutuhkan. Pekerjaan yang oleh karyawan kiriman dari Jakarta bisa diselesaikan oleh satu orang, bila diserahkan kepada karyawan lokal, kadang butuh sampai 3 orang. Diajari untuk belajar cepat juga susahnya minta ampun. Tak heran bila pada akhirnya, mereka merasa terjajah karena hanya bisa bekerja di level terbawah dengan pendapatan minim.

Yang agak mencolok dalam hal keselamatan kerja. Merasa menjadi "yang punya kawasan" etos kerja mereka seringkali semau gue. Diperingatkan bukannya sadar, tak jarang malah balik mengancam. Tak aneh bila ada satu pemeo untuk karyawan kiriman. Kalo bisa bertahan sampai tiga bulan, sudah berhak menyandang gelar jagoan.

Sekedar menyosialisasikan pengenaan helm, rompi dan sepatu safety saja butuh waktu berbulan-bulan. Dump truck pengangkut batu bara wajib ditutup terpal untuk menghindari batu jatuh sama saja susahnya. Larangan merokok dan membawa sepeda motor masuk ke tambang masih belum jelas kapan bisa dipatuhi. Akibatnya kecelakaan demi kecelakaan seringkali terjadi.

Aku sendiri suka pesimis. Kapan daerah-daerah seperti ini bisa maju jika orang-orangnya terus saja bersikukuh dengan ketertinggalannya. Padahal setiap kali ada permasalahan, perusahaan juga yang dituntut dengan alasan yang kadang tak masuk akal. Seperti ketika gajian selalu telat karena pihak keuangan kerepotan dengan cara pembayaran tunai. Dibuat aturan gajian harus lewat rekening bank. Saat ada karyawan yang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas sepulang dari ATM, perusahaan dipersalahkan. Katanya, gara-gara gajian lewat bank, karyawan sampai meninggal.

Carut marutnya soal safety ini kadang merembet ke orang yang seharusnya lebih tahu tentang pentingnya keselamatan kerja. Seperti tamu yang mungkin merasa tidak aman menggunakan sopir tambang, dia maksa nyupir sendiri. Padahal ketentuan nyupir di jalur tambang berbeda dengan di jalan raya yang harus selalu ambil kiri. Lagi pula, untuk bisa masuk tambang, sebenarnya sopir harus punya SIMPER, SIM khusus untuk pertambangan.

Seperti beberapa hari lalu juga ada tamu asing yang nyupir sendiri. Saat muter-muter tambang memang tidak ada masalah. Saat parkir, mobilnya mundur sampe nyebur selokan. Ternyata tukang parkirnya si Mister Amblas yang memang suka bikin ulah. Agak rame juga tuh tamu ribut sama si Amblas walau ga sampe berantem.

"What are you doing..?"
"Kan ai dah spik, bekstritnya litel-litel onli, mister..."
"You shout good... good... You don't say stop..?"
"Wai yu atret kontinyu..? Ai spik got.. got.. selokan, mister... selokan..."

Aku ga bisa ngomong apa-apa dah...

Read More

Mempercepat Buffering Video

Sapidol makin menggila. Kalo dulu bisa donlot sampai 100 kbps, sekarang seringkali mentok di angka 20. Ini jelas teramat menyakitkan untuk kaum fakir bandwith sepertiku, yang tontonan satu-satunya adalah video dari internet. Mau lihat clip sepanjang 1 menit saja buffering nya bisa sampai 5 menit. Mau didonlot dulu, menuh-menuhin hardisk. Padahal aku tak bermaksud untuk nonton berulang kali. Paling parah kalo buka di OS Windus. Di Ubuntu sih rada mendingan.

Trus ada temen kasih tahu untuk merubah sedikit setting system windus.
Buka dari Startmenu > Run dan ketik system.ini
Buka pakai notepad. Salin kode dibawah ini
Taruh di bawah tulisan [mci]

page buffer=1000000Tbps
load=1000000Tbps
download=1000000Tbps
save=1000000Tbps
back=1000000Tbps
search=1000000Tbps
sound=1000000Tbps
webcam=1000000Tbps
voice=1000000Tbps
faxmodemfast=1000000Tbps
update=1000000Tbps

Simpan lalu restart komputer. Coba buka video dari youtube misalnya. Aku coba di Windus 7 sih lumayan ada perubahan. Temen yang kasih info, pake cara ini di XP.

Kalo ternyata hasilnya sama saja
Berarti anda termasuk orang yang tidak beruntung.
Banyak-banyaklah beramal dan semoga komputer anda tidak meledak...

Read More

12 Juni 2011

Penjual Buku

Niat bolos dan bobo siang sepanjang hari setelah semalam lembur sampai tengah malam, terus-menerus terganggu. Hape dimatikan juga ga ngaruh, karena orang-orang pada nyamperin ke mess bawa kerjaan. Baru mau nulis pengumuman tidak terima kerjaan untuk ditempel di pintu, malah nongol 2 cewek cakep di depan pintu.

Pantesan rada seger dan beda dengan orang sini. Mereka mahasiswi dari Bandung yang lagi mengisi liburan dengan jualan buku. Manis dan ramah, itu kesan pertama yang aku tangkap. Soal buku yang ditawarkan, sama sekali aku ga mudeng. Yang mereka tawarkan buku tentang kesehatan dan masakan sehat. Trus kebanyakan harganya cukup mahal buat anak kos seperti aku. Makanya cuma aku ajak ngobrol ngalor ngidul saja sekalian numpang cuci mata lihat yang bening-bening.

Lama-lama mereka mendesak aku mau beli yang mana. Kasihan dengan perjuangannya berpanas-panas sampai kesini, apalagi katanya lagi cari tambahan bayar uang kuliah, aku ambil saja yang paling murah. Mereka rayu-rayu lagi untuk beli yang ratusan ribu, aku tetap ogah. Nah, setelah itu keramahannya kok mendadak merosot drastis. Apalagi setelah aku bilang terus terang, beli buku bukan karena butuh, tapi karena si mbaknya cakep. Eh dikomplen, "saya jual buku, bukan jualan cakep..."

Susah amat pengen belajar jujur.
Tar aku bilang jelek, dikira melecehkan.
Lagian bohong itu katanya dosa

Semoga sih bener, dia ngambek karena aku bilang cakep. Agak payah kalo ngambeknya karena aku beli buku paling murah. Berarti masih harus belajar marketing lebih banyak tuh, mbak. Tapi semoga sukses deh jualannya. Jangan sampai patah semangat. Karena jualan buku susah, trus jadi nawarin tampang cakepnya. Amit-amit dah...

Biar sedikit
Toh niatku beramal jariyah
Itung-itung balas budi sama si mbak
Yang sudah beramal gairah...

NB.
No pict ceweknya 
Biarin dibilang hoax juga...
Read More

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena