Sengaja ke BRI pagi-pagi biar tidak terjebak antrian panjang, tetap saja kebagian nomor 48. Padahal menurut jam kerja, bank baru buka 3 menit yang lalu dan monitor antrian baru menunjukan angka 2. Anehnya yang duduk di ruang tunggu ga lebih dari 15 orang. Masih bengong gitu, ada orang yang bangkit dari tempat duduk melangkah keluar. Menjelang pintu, orang itu nanya nomor antrianku dan memberikan kartu antrian dia yang bernomor 28. Ga jadi ambil duit, katanya.
Nasib orang beramal baik, pikirku.
Masih duduk manis menunggu giliran, ada orang keluar lagi dengan alasan sama. Dia tanya nomor antrianku dan memberikan kartunya yang bernomor 19. Iseng-iseng aku nanya ke satpam, kenapa banyak yang pada balik lagi. Dan katanya, pengambilan uang hari ini dibatasi maksimal 25 juta saja. Jadinya yang mau ambil lebih dari itu harus menunggu besok setelah bank dapat kiriman uang dari BRI cabang.
Sempat heran juga dengan daerah yang berstatus ibukota kabupaten, tapi bank cuma ada BRI doang dan itupun berstatus unit. Antrian yang selalu mengular naga panjangnya tak menarik hati bank untuk menambah unitnya. Kasus bank kekurangan uang atau ATM kosong juga bukan hal yang aneh lagi. Padahal di kabupaten Barito Timur ini, perusahaan tambang begitu banyak. Sebagian perusahaan seperti tempatku kerja membayar gaji karyawan atau subkontraktornya lewat BRI juga. Belum lagi karyawan penempatan seperti aku yang sebenarnya gajian melalui bank lain, ikut tergantung dengan ATM BRI satu-satunya itu. Mengapa begitu mengenaskan kualitas layanan publik di daerah kaya raya ini hanya karena berada di luar pulau Jawa.
Balik ke soal antrian...
Pada saat ada orang datang dan aku lihat nomor antriannya 60 sekian, aku kasih ke dia kartu antrianku yang bernomor 28. Setelah mengucapkan terima kasih, orang itu malah bilang gini. "Saya lupa kalo nomor antrian saya habis..."
"Maksud loh..?"
Ternyata banyak yang suka ambil kartu antrian sehari sebelumnya. Kalo dia memang sering berurusan dengan bank dan melihat nomornya masih kecil, suka ambil beberapa biji buat stok. Pantesan saja saat dipanggil banyak yang orangnya tidak nongol. Ternyata ada kolektor kartu antrian disini. Pihak bank juga kayaknya tutup mata dengan kondisi ini dan tidak kepikiran membuat kartu antrian yang hanya berlaku untuk hari yang sama saja.
Tapi BRI masih lebih bagus kok. Mereka mau menyediakan kursi untuk yang menunggu giliran dipanggil ke meja teller. Coba kalo bank lainnya, termasuk bank-bank besar. Ngantrinya memang tidak sepanjang ini, tapi harus rela berdiri termasuk untuk orang jompo dan ibu hamil.
Masih untung ini di pedalaman
Coba kalo di Jawa yang orangnya kreatif
Mungkin sudah ada calo kartu antrian bank...
Kapan pembangunan bisa merata di Indonesia Raya..?
Nasib orang beramal baik, pikirku.
Masih duduk manis menunggu giliran, ada orang keluar lagi dengan alasan sama. Dia tanya nomor antrianku dan memberikan kartunya yang bernomor 19. Iseng-iseng aku nanya ke satpam, kenapa banyak yang pada balik lagi. Dan katanya, pengambilan uang hari ini dibatasi maksimal 25 juta saja. Jadinya yang mau ambil lebih dari itu harus menunggu besok setelah bank dapat kiriman uang dari BRI cabang.
Sempat heran juga dengan daerah yang berstatus ibukota kabupaten, tapi bank cuma ada BRI doang dan itupun berstatus unit. Antrian yang selalu mengular naga panjangnya tak menarik hati bank untuk menambah unitnya. Kasus bank kekurangan uang atau ATM kosong juga bukan hal yang aneh lagi. Padahal di kabupaten Barito Timur ini, perusahaan tambang begitu banyak. Sebagian perusahaan seperti tempatku kerja membayar gaji karyawan atau subkontraktornya lewat BRI juga. Belum lagi karyawan penempatan seperti aku yang sebenarnya gajian melalui bank lain, ikut tergantung dengan ATM BRI satu-satunya itu. Mengapa begitu mengenaskan kualitas layanan publik di daerah kaya raya ini hanya karena berada di luar pulau Jawa.
Balik ke soal antrian...
Pada saat ada orang datang dan aku lihat nomor antriannya 60 sekian, aku kasih ke dia kartu antrianku yang bernomor 28. Setelah mengucapkan terima kasih, orang itu malah bilang gini. "Saya lupa kalo nomor antrian saya habis..."
"Maksud loh..?"
Ternyata banyak yang suka ambil kartu antrian sehari sebelumnya. Kalo dia memang sering berurusan dengan bank dan melihat nomornya masih kecil, suka ambil beberapa biji buat stok. Pantesan saja saat dipanggil banyak yang orangnya tidak nongol. Ternyata ada kolektor kartu antrian disini. Pihak bank juga kayaknya tutup mata dengan kondisi ini dan tidak kepikiran membuat kartu antrian yang hanya berlaku untuk hari yang sama saja.
Tapi BRI masih lebih bagus kok. Mereka mau menyediakan kursi untuk yang menunggu giliran dipanggil ke meja teller. Coba kalo bank lainnya, termasuk bank-bank besar. Ngantrinya memang tidak sepanjang ini, tapi harus rela berdiri termasuk untuk orang jompo dan ibu hamil.
Masih untung ini di pedalaman
Coba kalo di Jawa yang orangnya kreatif
Mungkin sudah ada calo kartu antrian bank...
Kapan pembangunan bisa merata di Indonesia Raya..?