08 Juni 2011

Paranoid

Seorang teman lama jaman sekolah tiba-tiba nyelonong di pesbuk. Lewat japri dia mengeluh mengidap paranoia dan minta pendapatku tentang caraku mengatasi kelainan itu. Sempat bingung juga, sampai dia ingetin kebiasaan lamaku yang menurutnya masuk kategori paranoid juga. Dia cerita apa yang dialami dan aku pun bisa menerangkan bahwa kasusnya dengan kasusku dulu berbeda.

Temanku bernasib baik, bisa sekolah dan bekerja di negaranya Obama. Sepuluh tahun disana, dia terpengaruh kondisi lingkungan dimana preman pengangguran setiap waktu bolak-balik sambil menenteng senjata api. Jadinya, dia kemana-mana selalu membawa senjata api genggam di balik bajunya untuk jaga diri. Di mobilnya, sepucuk senapan serbu tak pernah ketinggalan. Bergabung juga dengan club menembak sipil dan berlatih terus dia lakukan secara rutin.

Dia mengaku belum pernah bermasalah dengan orang lain menggunakan senjata. Namun seringnya terjadi baku tembak antar gang saat tawuran, membuat rasa ketakutannya makin lama makin menjadi. Sampai akhirnya dia putuskan untuk kembali ke tanah air. Tapi ternyata itu tak menyelesaikan masalah. Biasa membawa senjata kemana-mana, sementara disini merupakan hal terlarang menimbulkan masalah baru. Dia malah merasa tidak aman dengan kenyataan itu. Dan saat ini, dia sedang terapi ke psikiater untuk menghilangkan rasa takut yang berlebihannya itu.

Kalo kasusku dulu lain. Namanya anak STM yang suka tawuran, perasaan terancam suka aku rasakan saat berada di keramaian. Namun yang aku rasakan bukan ketakutan yang tidak pada tempatnya seperti yang temanku rasakan. Aku cuma merasa perlu meningkatkan kewaspadaan saat keluyuran terutama saat sendirian. Sebelum pergi kemana, aku perhitungkan kemungkinan ketemu gerombolan anak sekolah anu yang lagi musuhan dengan sekolahku.

Aku tak mau bawa senjata. Aku cuma memperhatikan sekeliling dan memanfaatkan apa yang ada untuk antisipasi apabila sewaktu-waktu kepepet. Misalnya pas jalan di pertokoan, aku ga perlu sampai celingukan seperti maling takut kepergok. Aku manfaatkan bayangan yang terpantul di kaca etalase untuk orientasi keadaan sekitar. Saat naik motor pun tak mau pakai yang tanpa spion. Rajin nengok spion menjadi kebiasaan, karena temen pernah jatuh dari motor dipukul dari belakang.

Yang masih suka kebawa sampai sekarang adalah kalo masuk warung makan misalnya. Jarang aku mau duduk di dekat pintu dan membelakanginya. Lebih sering cari tempat di pojokan yang leluasa mengawasi pintu dan seisi ruangan. Saat naik kendaraan atau pesawat pun, aku suka melakukan orientasi lingkungan tanpa sadar. Berapa jauh pintu darurat dari tempatku duduk, bagaimana cara mengaksesnya secara cepat. Berapa banyak anak-anak, orang tua atau perempuan yang mungkin butuh bantuan dan berapa banyak orang yang sekiranya bisa membantu saat kondisi darurat.

Semuanya mengalir apa adanya tanpa aku sadari plus tanpa ada rasa ketakutan yang berlebihan. Makanya aku bisa bilang, aku tidaklah paranoid. Melainkan terbiasa waspada dengan segala kemungkinan yang bisa terjadi. Temanku menganggap aku paranoid, mungkin karena aku dulu sering mengajarkan kebiasaanku kepada teman-teman se gang. Semuanya aku lakukan karena tak ingin teman-temanku ada yang celaka, tapi jangan sampai melanggar hukum dengan membawa-bawa senjata ke sekolah. Cukup memperhatikan sekeliling, dimana ada batu, dimana ada kayu dan sebagainya yang bisa dimanfaatkan untuk beladiri sewaktu-waktu kepepet harus berantem.

Untung aku bisa segera insyaf dan tak lagi hobi tawuran. Hanya saja, kebiasaan waspada itu telanjur melekat dan masih kebawa sampai tua. Bukan cuma aku, beberapa teman se gang juga pernah bilang, masih suka merasakan hal yang sama. Dan menurutku itu bukan masalah. Justru bagus agar tidak teledor yang bisa mencelakakan diri dan orang lain. Waspada bukanlah ketakutan.

Malah ada teman yang memuji. Kebetulan istrinya bekas anak buahku di gerombolan. Dia salut dengan ajaranku yang membuat istrinya jadi pemberani sampai sekarang.

"Jangankan ke orang lain, mas. Ke suami sendiri saja dia berani melawan..."

Haduuuh, no komeng deh...

Gambar nyomot dari google

8 comments:

  1. wah2, ampe segitunya ya Om saking waspadanya. saya kalo dah di pesawat ya udah, ndak mikir sampe ke situ :D

    BalasHapus
  2. kirain yang digambar temen situ yang paranoid, cantik amat. saya juga pernah mengalaminya, syukur sekarang sudah sembuh berkat minum air putih setiap hari

    BalasHapus
  3. ngeri juga kalo sampe paranoid gitu alias parno sama sesuatu plus sampe bawa-bawa senjata juga. hih.. ati-ati kalo ketemu mah.

    BalasHapus
  4. Waspada itu perlu. Karena musibah dapat datang kapan saja tanpa bisa diramalkan.

    BalasHapus
  5. waspadalah...waspadalah...!!!! (ikutin bang napi ^^)
    tapi kalau terlalu paranoid, cape jg kali ya n jd ga asik hidupnya

    BalasHapus
  6. sepertinya aku juga harus mulai berlatih waspada nih.. ada baiknya juga selalu bersikap waspada, asalkan tidak terjerumus ke paranoid... hehehe

    BalasHapus
  7. sebentar... waktu aku kuliah di yogya dulu ada 2 gank besar yang saling berseteru... apakah mas rawins masuk salah satunya? :p

    BalasHapus
  8. kebiasaan buat bawa senajata buat ngelindungin diri sendiri ngebuat diri takut secara berlebihan yaa..
    semoga ketakutannya itu cepet ilang :)

    BalasHapus

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena