30 September 2011

Jagoan Baruku

Biar bukan malem jumat kliwon, tadi malam benar-benar malam yang menegangkan. Sejak sore sampai lewat tengah malam dibantai habis oleh big bos dengan target-target mendesak dengan tenggat waktu mepet. Usai meeting ibue Citra nelpon kalo perutnya mulai terasa mules.

Jauh dari rumah saat istri melahirkan ternyata lebih menegangkan dibanding mendampingi di sisinya. Alhamdulillah prosesnya cepat dan lancar walau cuma di tempat bidan desa. Jam setengah dua terasa mules, jam empat kurang seperempat lahir. Laki-laki, sehat, berat 3,1 kg dan panjang 49 cm. Report body belum bisa dilaporkan karena belum terima kiriman fotonya. Paling-paling tak bakalan jauh dari bapaknya yang jelek.

Paginya pun suasana masih menegangkan ketika aku nego ke big boss, minta pengunduran jadwal kerja minggu depan agar aku bisa pulang kampung dulu. Agak alot juga sampai akhirnya didapat keputusan jadwal minggu depan diajukan aku kerjakan hari ini dan yang diundur adalah jadwal minggu selanjutnya. Semakin cepat aku selesaikan pekerjaan itu semakin cepat aku bisa pulang. Padahal ibue sejak mulai merasa mules sudah berkali-kali minta aku cepetan pulang. Benar-benar dangdut banget. Antara cinta dan dilema.

Berat hati sudah pasti. Tapi menyesali jelas tidak boleh ada dalam kamusku. Bagaimanapun juga itu resiko jadi kuli yang tak bisa berbuat semaunya tanpa ada secoretan dari atasan pulpen di kolom approve. Untung ibue selalu bisa mengerti keadaanku dan tidak banyak mengeluh.

Semalem semua tugas sengaja aku pepetkan ke awal bulan, karena perkiraan lahir dari dokter sekitar akhir Oktober atau awal Nopember. Pengennya saat itu kerjaanku sudah longgar dan aku bisa ambil cuti dengan tenang. Makanya rada kaget pas ibu bilang mulai mules, karena perhitungan dokter baru delapan bulan lewat. Bisa jadi dokter salah hitung, atau adiknya Citra memang sudah buru-buru pengen keluar mau komplen ke bapaknya yang ga pernah nengokin. Kalo delapan bulan lewat kayaknya tidak menunjukkan ibue bodo. Baru bisa dibilang beloon tuh kalo kayak tetangga sebelah yang ga tahu kalo hamil tuh harus sembilan bulan. Ini baru nikah 4 bulan sudah melahirkan.

Sabar ya...
Tetaplah semangat walau kelahiranmu disambut bendera setengah tiang dimana-mana
Ayah segera selesaikan tugas dan secepatnya pulang
Menangislah yang keras, nak..

Mobile Post via XPeria
Read More

Tanggal Tua

Tanggal tua, kerjaan numpuk, eh si bos dari Jakarta datang. Tidak dikasih ribet pun, setiap akhir bulan merupakan siklus yang membuat orang-orang berubah sensitif. Wajah-wajah lelah yang bertebaran di tambang makin jarang yang kelihatan tertawa lepas. Apalagi yang level supervisor ke atas. Kedatangan bos ke site sama saja seperti masuk ke arena pembantaian dari pagi sampai hampir pagi lagi. Katanya sih meeting, tapi perasaanku mengatakan kalo itu kuliah subuh dengan metode semi pendadaran.

Status tanggal tua plus habis lebaran, kayaknya hampir semua orang keuangannya dalam kondisi limited edition. Sudah sebulan pengeluaran bengkak selama puasa, masuk lebaran apalagi. Tradisi mudik memang membuat orang suka lepas kontrol anggaran. Tambahan THR sepertinya tak ada efek samping sama sekali. Dampaknya cari wajah ceria di saat-saat seperti ini rasanya susah banget. Jangankan kelihatan hepi, sudah pasang tampang kusut saja masih ada yang tega nyamperin dan bilang, "pinjem duit dong..."

Dilanda suntuk begini, yang kepikiran hanya wajah Citra dan ibue di rumah. Hawanya cuma pengen pulang biar bisa melepas semua beban otak saat bercengkrama dengan mereka. Pengennya sih buka skype, namun ibue di kampung ga ada koneksi internet. Nelpon pun cuma bisa sebentar-sebentar doang di sela-sela jeda rapat. Udah gitu, Citra kok nyebelin banget. Cuman pengen dengar ocehannya saja susahnya minta ampun. Tiap telpon ibue dikasihin, cuma jawab pendek, "emoh..." Lalu  ngacir nguber-uber ayam lagi. Apa sebenarnya salah dan dosaku, nak..?

Nelpon ibue juga didominasi kata kangen yang buntut-buntutnya jadi bikin sedih. Apalagi kalo sudah membuka cerita lama waktu hamil Citra yang selalu dielus-elus sepanjang hari. Kayaknya kok kasihan amat dengan adiknya yang jarang punya kesempatan ditengokin. Mau disuruh cari hiburan jalan-jalan kemana, aku sendiri juga bingung di kampung cuma ada sawah dan kebon. Buka-buka web juga ga ada koneksi. Aku juga lupa pas mau pulang kampung, tumpukan buku dan majalah di Jogja tak dibawa serta. Aku minta baca buku apa saja yang ada, katanya malah malah menambah kesedihan di tanggal tua.

"Emang baca buku apaan, bu..?"
"Buku tabungan, yah.."
$%#@%^&(?


Read More

29 September 2011

Pelan-Pelan Saja

Urusan kesejahteraan pasukan, aku tak pernah bisa cuek. Daripada anggota tim telantar, aku lebih suka bikin keributan di ruangan HRD. Bukannya sok perhatian. Tapi aku butuh alat untuk menekan anak buah dalam urusan pekerjaan. Karena yang paling efektif untuk memaksa karyawan mau kerja lebih baik ternyata, "mau naik gaji gak loe..?"

Biar begitu, kadang aku bete juga kalo ada yang merengek-rengek minta diperjuangkan kenaikan gajinya. Ga perlu minta-minta pun asal kinerjanya baik, pasti aku usahakan kok. Susahnya, kadang ada yang ga instropeksi diri dan malah mengatakan aku pilih kasih. Padahal buat aku ngotot ke HRD juga butuh data kinerja yang jelas agar alasanku cukup kuat.

Karena kinerja setiap orang berbeda-beda, kenaikan yang aku usulkan juga tidak sama antara orang yang satu dengan yang lainnya. Setiap ada yang gajinya berubah, aku selalu berpesan agar jangan banyak omong ke orang lain. Tapi dasar mulut manusia susah diatur, selalu bocor maning bocor maning.

Ada lagi yang kepedean. Belum lama naik dah minta naik lagi. Atau mengeluh naiknya kurang banyak. Ga mikir kali kalo mengusulkan kenaikan itu lumayan sulit karena memang teramat sensitif buat karyawan maupun perusahaan. Lagian kalo cuma mikir kebutuhan, mana ada cukupnya kalo ga dicukup-cukupin.

Aku sendiri merasakan waktu pertama kali kerja dapat gaji 90 ribu. Awalnya damai tapi begitu tahu teman gajinya 200 ribu, otak suka mendadak panas. Yang kepikiran kalo gajiku bisa segitu, kayaknya ga perlu mumet lagi mikir pengeluaran. Nyatanya gaji 500 ribu, sejuta, empat juta, tujuh juta dan seterusnya tetap saja terasa ga ada lebihnya.

Status karyawan memang ada masalah tersendiri untuk urusan pengeluaran. Merasa punya penghasilan tetap tiap bulan, orang jadi lebih berani dalam hal hutang. Padahal dalam hal ini, kita suka salah ngitung terus. Punya gaji sejuta sudah kepotong cicilan 200 ribu. Saat pengen ngutang lagi, tetap mikirnya gajiku sejuta, bukannya sisa gajiku tinggal 800 ribu. Makanya setiap gajian senengnya cuma sesaat dan setelah itu kembali mumet mikir cicilan rumah yang kurang 19 tahun 10 bulan, cicilan mobil kurang 45 bulan plus tagihan kartu kredit yang overlimit.

Makanya walau pengen gaji gede, aku tak ingin kenaikannya terlalu drastis. Naik tinggi terlalu mendadak suka bikin kaget dan bisa mengacaukan pengaturan pengeluaran. Sama kacaunya dengan kita punya gaji besar trus tahu-tahu terjun bebas ke titik nol. Katanya roda kehidupan kan selalu berputar. Bila naiknya pelan, turunnya juga pelan. Jadinya kita bisa lebih siap mental menghadapinya. Berharap naik tanpa turun lagi kayaknya sesuatu hal yang ga mungkin banget di dunia ini.

Sekolah saja bertahap dari kelas 1, 2, 3 dan seterusnya. Kelas 1 langsung ke kelas 6, biarpun keren tapi kan bikin mumet juga. Jangankan soal kerjaan, soal permainan pun sebaiknya bertahap. Waktu SD main PS, SMP PS2, SMA ganti PS3. Tar kalo dah kuliah mainnya PSK kali.

Kalopun terjadi pengurangan, tetap lebih asik sedikit-sedikit seperti pacaran anak sekarang. Dengarkan saja kata-kata ceweknya. Jam pertama mungkin yang diucapkan, "oooh Jhon, don't touch me..." Satu jam berikutnya, "oooh Jhon, don't touch..." Begitu dan begitu seterusnya, setiap jam berkurang satu kata sampai akhirnya sunyi...



Read More

27 September 2011

Pilih Sendiri

Untuk urusan membentuk tim kerja, selama ini aku lebih mementingkan kekompakan daripada sekedar kemampuan. Pengalaman selama ini, dikasih pasukan orang-orang pinter tidak menjamin pekerjaan selesai tepat waktu. Kebalikannya saat dapatnya orang berskil pas-pasan, namun punya kemauan belajar keras dan bisa kompak, pekerjaan bisa segera kelar.

Sesuatu yang memang manusiawi banget. Ketika orang merasa punya kemampuan, dia seringkali merasa enggan bila pemikirannya ditentang. Sehingga apa yang menjadi target tim seringkali terlupakan oleh ego. Sudah beberapa kali aku aku mengalami bagaimana susahnya mengatur orang pinter untuk bekerjasama. Sepintas memang seperti kerja bareng, tapi yang terjadi sebenarnya adalah perang dingin saling sikut dari belakang.

Itulah sebabnya, setiap kali aku ditugaskan untuk membentuk tim kerja, aku selalu memilih sendiri orang-orangnya. Seperti pekerjaan pembangunan sistem komputerisasi dan jaringan di tambang sekarang ini. Dari awal aku ngotot ke HRD agar aku yang cari anggotaku atau aku pulang kampung saja daripada punya tim yang ga kompak.

Punya tim yang bisa cepat menyelesaikan pekerjaan ternyata tak sepenuhnya disukai oleh beberapa pihak. Karena kekompakan itu juga seringkali melebar keluar masalah tugas. Seperti ketika ada inspirasi yang tersumbat, seluruh pasukan satu komando bilang minta tiket pulang kampung. Dengan kondisi seperti ini, mau ga mau perusahaan jadi mikir panjang untuk mengabaikannya. Kejadiannya tentu akan berbeda, bila ada salah satu anggota yang egois tetap tinggal dengan bonus naik jabatan.

Menerima tim bentukan perusahaan, dari dulu masalahku cuma satu. Sekolahku yang STM saja tidak lulus suka dipermasalahkan secara diam-diam oleh mereka yang merasa dirinya berpendidikan tinggi. Orang-orang seperti itu kadang lupa bahwa segala teori yang didapat di sekolahan seringkali berbeda dengan kondisi di lapangan. Saat menemukan masalah, mereka suka kebanyakan wacana dan perhitungan di atas kertas yang susah dikompromikan dengan apa yang aku pernah temukan. Makanya aku lebih suka dengan orang tahu penyelesaian masalah walau tak tahu sama sekali dasar teorinya. Orang-orang semacam itu biasanya lebih terbuka pemikirannya dan bisa menerima jalan tengah yang diputuskan tanpa ngedumel di belakang. 

Saat tim mulai tidak kompak dan pertentangan sering terjadi, persaingan pada akhirnya menjadi bumbu tak sedap yang menghambat pekerjaan. Dalam kondisi perang dingin seperti itu, bagaimana mungkin masalah besar bisa diselesaikan, bila yang kecil pun dibesar-besarkan untuk menonjolkan diri.

Mending kalo pekerjaannya bukan sesuatu yang beresiko tinggi. Aku pernah mengalaminya saat masih kerja di dinas gangguan PLN dulu. Ada orang baru yang sebenarnya pinter tapi terlalu banyak mengumbar teori masuk dalam timku. Entah apa motivasinya, dia seringkali nyelonong sendiri tanpa koordinasi. Beberapa masalah kecil yang terjadi, dia memang berhasil menuntaskannya secara cepat yang biasanya dilanjut dengan membusungkan dada saat evaluasi dengan pimpinan.

Sampai akhirnya ada kasus trafo yang terminalnya sudah membara tapi circuit breakernya tak mau trip. Karena memang ada SOP tentang pemadaman seminimal mungkin dalam setiap gangguan, aku perintahkan timku untuk bersiap tanpa bertindak terlebih dulu. Maksudku, aku akan ukur beban beberapa trafo di sekitar situ terlebih dulu agar bisa memindah beban sebelum memulai pekerjaan. Bagaimanapun juga memutus aliran listrik secara manual saat kondisi beban tinggi terlalu berbahaya. Dia ngeyel dengan itung-itungan yang aku tak mengerti sampai bisa memberikan batas waktu trafonya meledak bila tidak dimatikan dalam sekian menit.

Sudah aku perintahkan dia untuk menunggu sementara beberapa orang aku suruh mengukur beban dulu. Eh saat aku tinggal, dia nekat naik dengan perhitungan situasi masih dalam tahap aman. Baru saja aku kelar mengukur beban, dari radio ada panggilan darurat. Saat aku sampai ke lokasi, si tukang ngeyel itu lagi pecicilan sambil teriak-teriak minta tolong di atas tiang listrik. Rupanya saat dia naik, suhu trafo mendadak naik secara drastis. Karena gugup, saat mau turun menyelamatkan diri, sabuk pengamannya malah nyangkut. Untung timku bisa bergerak cepat membuka air break switch, sehingga aku tak harus melihatnya gosong terbakar. Dia selamat dan pekerjaan selesai. Tapi pas evaluasi bulanan, timku dapat raport merah. Karena membuka air break switch itu artinya memadamkan hampir seluruh kota.

Untung permohonanku dia dimutasi bisa disetujui pimpinan. Kalo engga, bisa jadi kalo ada kejadian yang sama di kemudian hari, aku harus gunakan kemampuan supranaturalku. Tak perlu pontang-panting kesana kemari dan cukup kasih instruksi lewat radio dari kantor. Yang kalo dibikin sinetron, teksnya kira-kira begini.

A : Kutu satu kutu kupret, bagaimana kondisi disana..?
B : Panas, pak. Trafonya hampir meledak. Saya ga bisa turun..
A : Jangan panik. Bisa buka tutup panelnya ga..? Kalo perlu bongkar paksa
B : Kalo dibongkar, nanti garansinya batal dong...
A : Semprul kronis, cepetan congkel pake obeng..!
B : Sudah, pak. Banyak kabel disini...
A : Potong kabel hitam dekat kamu tuh..!
B : Siap laksan.. prettt *komunikasi terputus...
A : Gimana sih, goblok diabisin sendiri. Potong kabel hitam tuh kabel di panel, bukannya kabel headset radio. Bawa hape gak dia..?
B : Halo, pak
A : Lama amat sih ngangkatnya, pake musik yuknowmisowel segala...?
B : Itu namanya RBT, pak. Gaul dong gauuul...
A : Gaul pala loe peyang. Udah kebelet dikecapin loe ya..?
B : Iya maap. Potong kabel hitam ya..? Sudah semua, pak..
A : Kok semua. Satu saja yang hitam...!
B : Kan gosong, pak. Semuanya hitam
A : Kalo kabel ke pompa putus, pendinginnya ga jalan, bego..!
B : Kalo begitu tekan F9 saja, pak. Biar diulangi dari save point
A : Ngaco, emangnya lagi main game..? Bentar lagi meledak, monyong..!
B : Trus harus gimana dong..?
A : Beneran kamu ga bisa turun dari situ
B : Suer, pak. Berani taruhan semua chip poker saya buat bapak kalo boong
A : Yaudah, kamu ikuti semua ucapan saya !!
B : Siap, pak. Buruaaan...
A : Ina…!!
B : Saya Budi, pak. Bukan Ina.."
A : Sialan, lo. Masih ngeyel juga..!!
B : Iya, pak. Ina...
A : Lilahi..!
B : Lilahi..
A : Wa ina Ilaihi rojiun..!!!
B : ??%%??**#..

Read More

Met Ultah Bu

Sebenarnya setiap tahun aku berusaha menyiapkan kejutan buat ibue Citra. Cuma entah aku rada katrok apa emang bego, yang terjadi malah aku yang suka terkejut karena rencananya berantakan. Seperti rencanaku untuk hari ini. Cukup panjang waktuku menyiapkannya, tapi hadiah yang kupesan malah datang duluan jauh-jauh hari. Payahnya, pagi ini aku malah lupa kalo ibue ulang tahun. Untung ada bibi Rossy yang ingetin aku komen di jurnal semalem.

Pokoknya selamat ulang tahun ya...
Semoga dan semoganya pilih sendiri saja asal yang baik-baik. Aku tinggal mengamini saja dari jauh. Sebenarnya aku ingin pulang merayakan hari bersejarah ibu dalam kebersamaan. Tapi apa daya cutiku belum sampai. Nikmati saja berdua bersama Citra. Paling tidak, tanpa kepulanganku ibu bisa ngirit dan tak harus makan ke Kaliurang atau Parangtritis. Kalo repot pergi sendiri tapi pengen makan di luar, bawa saja nasi dari dapur keluar rumah dan makan di halaman.

Maafkan aku, ibu
Untuk urusan setahun sekali saja kok selalu kacau. Juga untuk hadiahnya yang mungkin ga sesuai keinginan ibu. Pengennya sih ibu terima tepat di hari ini, tapi kok salesnya kerajinan dikirim duluan. Bukan aku ga tahu kalo ibu mengimpikan toyota rush sejak lama. Kalo mendengarkan kata hati sih, sebenarnya aku ingin belikan fortuner atau pajero sport. Tapi ibu kan badannya kecil, kayaknya kurang matching kalo mobilnya kegedean.

Sempat kepikiran juga toyota yaris apa honda jazz. Tapi aku kan tahu kalo ibu pulang kampung suka kaya pedagang sayur kulakan di pasar Giwangan. Kasian kalo mobilnya kekecilan. Orang pamitnya ke pasar cuma beli kangkung saja, pulangnya jok belakang sampai dilipat penuh belanjaan. Semoga ibu berkenan cuma pake xenia dan jangan bilang lagi kere aja belagu. Doain saja aku cepet naik gaji apa dapet kerjaan baru yang berani bayar lebih.

Bukan soal belagunya, ibu. Kemarin kan cuma ada Citra doang, mungkin pakai motor cukup. Sebentar lagi adiknya lahir. Ga tega aku bayangkan ibu bepergian sendiri pake motor bawa bayi dua biji. Yang penting ibu selalu hati-hati di jalan dan antisipasi nakalnya Citra yang tak bisa diam.

Ada satu hal lagi yang tidak boleh ibu lupakan
Mobil memang sudah diasuransikan all risk
Tapi pagar rumah kan engga...

Selamat ulang tahun, ibu
Salam sayang dari jauh


Read More

BBM Eceran

Kalimantan, bumi yang penuh sumber daya alam tapi selalu kekurangan energi. Tulisan solar habis di setiap SPBU sudah menjadi pemandangan umum di sini. Kendaraan mengular antri bbm juga sudah bukan hal aneh lagi. Untuk bensin memang agak mendingan. Paling parah adalah solar. Barisan kendaraan menunggu solar datang ke SPBU bisa sampai menginap di pinggir jalan. Mau nekat ke SPBU berikutnya juga tidak menjamin akan langsung dapat solar.

Teramat jamak disini, mobil sekelas fortuner atau pajero sport isi bahan bakar di eceran. Daripada menunggu tanpa kejelasan waktu, beli bensin eceran seharga 6500 atau solar 8000 masih bisa ditolelir. Masih lebih murah dibanding beli solar di SPBU industri yang harganya tak pernah jauh dari kisaran 10 ribu perak.

Antri bbm itu teramat menyebalkan. Sudah nunggunya lama, trus sering dijatah paling banyak 30 liter. Kelangkaan bbm itu, selain suplai dari pertaminanya mungkin kurang, SPBU juga harus berbagi dengan para pengecer yang kulakan. Bisa dibilang separuh dari jatah bbm SPBU menjadi hak pengecer. Saat SPBU ditutup dan dikasih papan pengumuman bbm habis, tidak selalu berarti benar-benar habis.

Larangan pertamina untuk tidak melayani pembeli menggunakan jerigen diakali dengan menggunakan jerigen-jerigen kecil. Kadang ada yang melayani pembeli menggunakan jerigen besar, tapi dilakukan malam hari. Dari luar kelihatannya SPBU sudah tutup. Tapi bila diperhatikan dengan seksama, dalam kegelapan SPBU tampak kesibukan petugasnya melayani sepeda motor berjerigen.

Ada lagi yang lebih canggih mengakali larangan itu. Awalnya aku juga heran melihat banyak vespa parkir di seputaran SPBU. Ternyata vespa itu sudah tidak bermesin dan keluar masuk SPBU dengan cara didorong. Bagian semok yang aslinya bagasi dan tempat mesin dimodifikasi jadi tangki. Sehingga sekali isi full bisa sampai puluhan liter. Sepintas memang tidak terlalu mencurigakan. Tapi aneh saja rasanya melihat vespa masuk SPBU diisi solar.

Bisnis bbm eceran ini memang lumayan menggiurkan. Apalagi kendaraan industri juga banyak yang nyelonong isi bbm ke pengecer. Satu dump truk saja, sehari butuh solar sekitar 100 liter. Namun apapun penyelewengan yang terjadi, aku tak ingin menyalahkan para pengecer. Mereka juga warga negara yang butuh mencari nafkah. Apa salah mereka melakukan pelanggaran bila kenyataannya pemerintah yang mengajari mereka dengan bertindak tidak adil. Setiap hari berapa ribu ton batu bara dan minyak mentah diangkat dari perut bumi Kalimantan. Tapi kompensasi ke masyarakat lokal teramat minim. Listrik belum merata ke setiap wilayah. Itupun kondisinya byar pet dengan kualitas tegangan seringkali menyedihkan.

Lagipula keberadaan pedagang eceran ini teramat membantu, karena jarak antar SPBU lumayan jauh dan cuma ada di jalan besar. Jalan raya sekelas jalan alternatif kalo di Jawa ga bakalan ada yang namanya SPBU. Apalagi sepanjang jalan didominasi hutan yang pasti akan kesulitan kalo sampai mobil kehausan di jalan. Sebagian besar wilayah juga belum terjangkau sinyal hape. Jadi jangan harap bisa teriak minta tolong lewat bbm saat kehabisan bbm. Apalagi kirim sms mama minta bensin.

Pokoknya harus perhitungkan deh tangki mobil dengan jarak tempuh perjalanan. Jangan sampai cerita burung seorang temen cewek yang kehabisan bensin di pinggiran hutan terulang lagi. Sudah sejam nunggu kendaraan lain yang bisa ditumpangi sampai penjual bensin terdekat ga juga nongol, yang lewat malah orang kampung yang menggembalakan kerbau. Daripada jalan kaki, sekali-kali naik kerbau kan ga masalah. Yang jadi masalah justru karena dia ga berani naik sendiri sampai akhirnya harus ngebonceng di belakang.

Sampai di tempat jual bensin, terjadilah percakapan seperti ini.
"Naik kerbau kok ngebut amat. Emang ga takut jatuh, mbak..?"
"Ya engga lah. Kan bisa pegangan.."
"Meluk kenceng ya..? Kok kayaknya sopir kebonya hepi banget.."
"Hush sembarangan. Gaenak dong meluk-meluk orang ga kenal. Aku cuma melingkarkan tangan ke sekeliling pinggangnya sambil berpegang erat-erat pada tanduk pelananya.."
"Eh, mbak. Emang naek kebo pake pelana..?"
 
Kapan keadilan itu akan sampai ke pedalaman..?



Read More

26 September 2011

Susah Sinyal

Beberapa hari masuk pedalaman yang tak terjangkau sinyal hape, begitu balik ke mess pengennya langsung nelpon ke rumah. Eh, telkomsel malah kurang kerjaan melenyapkan sinyal dari seputaran mess. Aku tunggu sampe 3 hari, belum juga balik tuh si sinyal. Entah lagi ngeluyur kemana sampe lupa pulang.

Kalo saja di telpon terakhir ibue tidak bilang Citra lagi demam, mungkin aku bisa lebih tenang. Terasa banget begitu menyedihkannya kerja jauh dari keluarga. Apalagi saat si kriwil sakit dan ibue sudah tinggal menghitung hari sampai saatnya melahirkan. Dengkul rasanya mendadak bludrek.

Ibue memang mau melahirkan di kampung biar ada yang ngurus. Tapi kalo sinyal hape mendadak ilang begini, jadi ga bisa ceting sebagai alternatif komunikasi. Pemerataan pembangunan Indonesia Raya kayaknya memang cuma mimpi di siang bolong. Dibilang apapun juga, tetap saja daerah pinggiran dan pedalaman selalu dinomorduapuluhtujuhkan. Sampai-sampai untuk urusan komunikasi saja harus kesulitan begini. Kapan internet kenceng bisa menjangkau sampai ke pelosok desa..?


Waktu Citra masih di mbahnya yang di Cilongkrang, aku memang lebih tenang. Disana sepupunya ngumpul sehingga untuk urusan makan tak begitu susah. Berbeda dengan di mbah Kawunganten dimana anak-anak sebaya Citra jarang. Jadinya kebiasaan susah makan pasti kambuh. Bangun tidur paling banter lari ke kebun belakang untuk bermain dengan ayam atau kambing peliharaan mbahnya.

Di mbah yang satunya, Citra memang masih saja suka bermain dengan kelinci. Tapi saat sepupu-sepupunya berebutan disuapin mbah uti, dia akan nimbrung makan rame-rame. Memang sudah pada misah rumah, namun cucu-cucu simbah jarang mau tinggal di rumah sendiri dan lebih suka ngumpul di rumah mbahnya. Dan Citra, biarpun secara usia dia paling kecil, namun secara silsilah keluarga paling tua. Makanya dia tak pernah mau kalah oleh saudaranya, termasuk urusan rebutan disuapin.



Walau aku tahu ibue begitu telaten ngurus anak, tetap saja aku ga tenang kalo tidak ada kabar berita seperti sekarang ini. Lebih ga tenang lagi kalo masalah sinyal ini berlarut-larut sampai bikin heboh warga mess. Bisa jadi tiap malem orang-orang ga bakalan bisa tidur karena ketakutan. Karena tak jauh dari mess memang ada kuburan.

Beberapa waktu lalu ada berita burung tersebar dari mulut seorang warga mess yang melihat ada cewek duduk di atas nisan. Berhubung dia sedikit pleboi dan termasuk pemberani, disamperin tuh cewek yang lagi sibuk smsan. Mungkin niatnya iseng-iseng berhadiah, siapa tahu bisa dapat mangsa untuk teman malem mingguan.

Apalagi setelah melihat wujudnya normal dan kakinya menapak tanah, makin semangat dia. Diajak kenalan dan ngobrol pun mau menjawab dengan santai. Sampai akhirnya sampai ke pertanyaan, "mau smsan saja sampai ngumpet di kuburan, takut ketauan selingkuh ya..?"

"Engga, bang. Kalo smsan enakan di atas nisan. Soalnya kalo di bawah suka susah sinyal..."



Read More

25 September 2011

Jembatan Gantung

Kalimantan dan sungai merupakan dua bagian yang tak bisa dipisahkan. Kondisi wilayah yang begitu luas penuh hutan lebat dengan jumlah penduduk sedikit, membuat infrastruktur jalan raya bisa dibilang kurang. Membangun jalan raya membutuhkan biaya tinggi sementara disana teramat banyak sungai besar dan panjang sampai ratusan kilometer. Akibatnya perahu klotok merupakan alternatif transportasi yang murah bagi masyarakat setempat. Bahkan industri perkayuan dan pertambangan pun lebih banyak menggantungkan diri kepada transportasi melalui sungai dibanding jalan hauling.

Secara umum bisa dilihat, semua kota besar di Kalimantan berada tepi sungai besar. Misalnya Samarinda dengan sungai Mahakamnya, Banjarmasin dengan sungai Barito dan Martapura, Pontianak dengan sungai Kapuas dan Palangkaraya dengan sungai Kahayan. Hanya Balikpapan yang tidak memiliki sungai besar. Namun tetap saja dekat pantai sehingga transportasi air tetap dominan.

Memiliki daerah yang berair mungkin akan ribet, kalo saja bumi Dayak ini tidak menyediakan kayu ulin. Sejenis kayu yang tahan terendam air sampai berpuluh tahun tanpa keropos. Bisa dilihat di kota seribu sungai Banjarmasin, dimana rumah panggung dengan tiang kayu ulin menjadi pemandangan umum. Biar kata rumah tembok berlantai keramik, tetap saja dibangun diatas panggung kayu di atas paya atau rawa. Alasan utamanya, membuat rumah panggung biayanya lebih murah dibanding harus mengurug genangan untuk pondasi rumah.

Begitu banyak sungai di Kalimantan, yang konsekuensinya jadi banyak jembatan besar dan panjang melintas di atas sungai. Yang paling menarik perhatianku adalah jembatan gantung. Apalagi jembatan gantung di daerah pedalaman, kesannya lebih eksotis dibanding jembatan bailey atau konstruksi beton. Kalo yang agak kotaan dikit biasanya pakai bentangan kawat baja. Yang agak ke pinggiran masih ada yang pakai tali kapal berlantai papan.

Walaupun aku suka dengan eksotisme jembatan gantung, tetap saja aku pernah bermasalah dengannya. Waktu itu aku ikut tim perintis yang akan membuka hutan untuk jalan hauling. Jembatannya memang sudah parah. Letaknya di tengah hutan yang jarang dilewati sehingga pemeliharaan dari warga setempat sangat kurang. Di kampung terdekat sebenarnya sudah diingatkan untuk tidak melintas menggunakan kendaraan. Dasar nekat tetap saja aku lewat. Waktu berangkat memang lancar walau harus sport jantung mendengar suara kayunya berderak-derak. Saat pulangnya itu yang hampir celaka karena jembatan runtuh. Untung runtuhnya pelan-pelan dan posisi mobil sudah mendekati ujung jembatan. Sehingga masih bisa tancap gas dan ga harus nyebur ke sungai.

Kasus kedua memang tidak pakai acara jantung copot, tapi malah lebih nyebelin walau yang bikin mangkel bukan jembatannya. Saat itu ada cewek karyawan kantor pusat yang lagi inspeksi ke site. Udah tahu masuk hutan, eh dianya rese sok feminim pakai rok pendek banget. Waktu masih di mobil sih lumayan buat pemandangan. Tapi amal gairah mata usil ternyata membawa karma buruk. Kendaraan mogok di tengah jalan.

Teriak-teriak melalui radio, akhirnya dapat pertolongan. Ada mobil tim survai standby kurang lebih satu kilo dari posisiku. Cuma sayangnya, untuk menuju kesana harus jalan kaki melalui jalan tikus. Payahnya lagi posisi mobil ada di sebrang sungai dekat perkampungan. Kalo mobilnya harus nyamperin ke posisiku, bisa makan waktu sejam muter dulu sampai 20 kiloan.

Karena harus berprinsip lady first, keputusan aku serahkan beliau yang rese tadi. Setelah mikir panjang antara jalan sekilo dan nunggu sejam berbonus dikerubut nyamuk hutan, akhirnya dia pilih jalan kaki. Pas nyampe sungai, ternyata jembatan gantungnya teramat darurat dan papannya jarang-jarang. Kalo orang situ mungkin sudah terbiasa, tapi ini cewek Jakarte coy. Sampe pusing aku melihatnya uring-uringan dan bolak-balik teriak minta solusi.

Solusi gimana lagi orang kondisinya begitu. Waktu aku tawarkan untuk megangin dia saat nyebrang saja, kayaknya berat banget untuk mengiyakan. Dipikirnya aku sengaja curi-curi kesempatan untuk pegang-pegang dia kali. Kalo saja aku boleh berdoa yang dikabulkan tanpa syarat, mendingan aku minta dia pingsan saja sekalian. Bisa langsung digotong tanpa berisik. Plus bonus bisa kasih nafas buatan untuk menyadarkannya setelah sampai sebrang nanti.

Dengan syarat dia yang berpegangan dan bukan aku yang megang, akhirnya mau juga dia meniti jembatan goyang keren itu. Baru dapat setengah jalan, sudah mogok lagi dia gara-gara di ujung sana banyak anak-anak lagi mandi di sungai. Aku tanya apa hubungannya takut nyebrang dengan orang mandi. Eh, jebul cuman sepele. Pas lewat nanti, dia takut diintip celana dalamnya dari bawah.

Mulai merasa bete, aku cuma kasih saran dengan lemah lembut
Kalo memang takut keliatan kancutnya
Lepas saja lalu disimpen di tas
Gitu aja kok repost...





Read More

Hantu Ngungsi

Saat perjalanan malam menerobos hutan bersama teman yang penakut, tidak ada tema obrolan yang lebih menarik selain tentang hantu. Walau sedikit kejam, ngerjain teman penakut bisa jadi trik yang tepat untuk membuang kantuk. Apalagi kalo posisinya nyupir, menyebalkan banget melek sendiri ditemani dengkuran para penumpang yang kelelahan.

Bicara tentang hantu, sebenarnya omongan oranglah yang membuat kita merasa ketakutan. Hanya karena banyak orang bilang di suatu tempat ada hantunya, saat mau lewat situ sudah ngeper duluan. Padahal bila ada penampakan yang sebenarnya, rasa takut tak begitu besar dan malah suka dijadikan bahan guyonan.

Sebagai orang yang dibesarkan di sebuah desa kecil di tepi hutan, soal hantu sempat akrab dengan kehidupan sehari-hari. Anak-anak jaman aku kecil sudah biasa direcoki mereka saat main petak umpet di malam purnama. Ngumpet di kuburan atau di balik pohon besar memang sengaja dilakukan agar tidak mudah ditemukan oleh yang jaga gawang. Kalo terus ada makhluk lain yang iseng, biasanya cuma lari serabutan sambil tertawa-tawa.

Jaman dulu, kebiasaan tidur di masjid sudah menjadi hal yang lumrah. Anak cowok tidur di rumah cuma akan jadi bahan ejekan teman-teman. Udah gede masih ngempeng, katanya. Namanya anak cowok ngumpul, ga bakalan bisa kita tidur sore-sore. Apalagi kalo lagi musim buah. Tiap malam pasti bergerilya nyolong buah-buahan milik orang dan biasanya dipilih yang pemiliknya pelit.

Pernah suatu ketika lagi nyari duku yang pohonnya dekat sumur beji. Kenapa disebut sumur beji aku ga tahu. Yang jelas itu sumur tua yang tak pernah kering di kemarau panjang sekalipun. Semua orang tahu kalo di sumur itu suka ada penampakan. Tapi gerombolanku mana mau peduli. Bayangan duku yang manis lebih menggoda iman. Pas lagi mungutin duku yang berserakan, masih dikasih bonus ada yang jatuh dari pohon. Karena heran duku terus menerus berjatuhan, akhirnya pada nengok ke atas.

Kontan pasukan teroris kecil itu ngacir melihat sosok berbaju putih lagi duduk ongkang-ongkang di dahan pohon. Tapi biarpun lari tunggang langgang, tetap saja sambil tertawa-tawa. Si kuntilanak sialan yang baik hati juga kayaknya ikut senang. Cekikikan dia melihat yang pada lari sambil terpeleset jatuh bangun.

Tapi jangan salah. Makhluk iseng semacam itu bukan cuma ada di pohon besar doang. Di masjid tempatku tidur juga ada. Warga kampungku menyebutnya sebagai jin pengimaman. Maksudnya adalah jin yang tinggal di ruangan tempat shalat imam. Selama aku menjalani kehidupan sebagai anak masjid, sudah beberapa kali ada teman yang dipindahkan ke belakang masjid, bak air wudhu atau ke dalam bedug besar. Yang dipindah itu biasanya anak yang suka kencing sembarangan dan kena sarung tapi nekat ga pulang untuk ganti. Bisa juga anak rese yang dikerjain teman-teman. Saat sudah pulas dia dipindahkan ke tempat imam sehingga penghuninya ngambek.

Setelah jaman berubah modern. Desa mulai ramai dan terang benderang oleh listrik. Anak-anaknya pun sudah berubah visi ke televisi dan tidak ada lagi yang nginep di masjid. Makhluk-makhluk ghaib itupun mulai minder kehilangan teman bermain. Seingatku, penampakan mereka sudah jarang banget dengar sekitar aku kelas 5 SD. Sekarang apalagi, cerita-cerita semacam itu sudah benar-benar lenyap dari kampungku.

Kadang aku kangen dengan suasana masa kecil dulu. Kayaknya kok indah banget bisa hidup berdampingan saling berbagi keceriaan. Tak ada ketakutan yang mendalam akan kegelapan malam seperti yang dirasakan anak sekarang. Padahal yang mereka tahu hanya hantu tipi yang diserem-seremin secara berlebihan. Entah pada kemana teman-teman malamku itu sekarang. Apa mereka ngungsi ke tengah hutan karena pohon-pohon besar di desa habis ditebangi. Atau karena malu mereka digambarkan lucu saat tampil di tipi..?

Jin masjid yang tak butuh pohon besarpun sudah lama tak ada beritanya lagi
Apa dia takut karena di kampung sekarang banyak tukang jahit ya..?
Habisnya didepan kiosnya suka dipasangin papan pengumuman
Terima permak segala jenis jin...





Read More

24 September 2011

Mandi Tanpa Mumet

Tidak mandi sudah biasa
Kalo mandi luarbiasa...


Kutipan lagu bersejarah sejak jaman pramukaan dulu yang kadang masih berlaku hingga kini. Disini air bersih kadang susah. Kalo tidak ada jadwal kerjaan yang bikin keringetan, mandi sekali sehari sudah dianggap cukup. Apalagi aku tinggal satu kamar dengan pasukan programmer yang anti mandi pagi, sehingga status anak manja alias mandinya jarang semakin menjadi.

Temen-temen programmer memang jarang mandi pagi dengan alasan setiap malam begadang. Kalo pagi-pagi terus mandi bisa bikin badan meriyang. Ini kebalik dengan kebiasaanku. Kalo habis begadang, pagi-pagi aku justru harus mandi biar badan seger dan tidak ngantuk saat ngantor. Apalagi bila harus ke lapangan dan harus nyupir sendiri, tanpa mandi dulu bisa tidur di jalan tar.

Mandi sehabis begadang bikin sakit kepala memang pernah aku rasakan dulu. Sampai suatu saat aku dibilangin temen untuk merubah cara mandinya. Kebiasaanku sebelumnya, yang pertama kali diguyur saat mandi adalah kepala. Minimal cuci muka dulu baru menyiram badan. Sekarang cara mandinya dibalik, pertama kali disiram adalah kaki. Lalu siram, betis, dengkul, paha dan seterusnya. Kepala Diguyur paling akhir setelah badan merasa dingin.

Penjelasan medisnya aku tidak tahu. Bisa jadi analoginya sama dengan kasus kita kena gerimis sebagaimana aku tulis di hujan pertama. Seperti mesin mobil yang dipake terus menerus tanpa istirahat, kurang tidur membuat suhu badan meningkat agar suplai darah ke otak lebih banyak. Pendinginan secara mendadak akan membuat pembuluh darah mengecil yang mengakibatkan otak kekurangan darah. Wajar kalo kemudian kepala jadi pusing.

Bila kita guyur perlahan mulai dari kaki, paling tidak tubuh diberi kesempatan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan suhu itu. Informasi dari sensor tubuh sudah direspon sehingga asupan darah ke otak sudah diatur untuk antisipasi. Bisa jadi, kaki juga sebenarnya kaget ketika dia mendapat kesempatan pertama diguyur air. Tapi kan kaki itu tak sevital otak bila pembuluh darahnya menyempit mendadak. Kecuali untuk mereka yang otaknya di dengkul, mungkin beda lagi ceritanya.

Salah satu alasan kenapa kaki dulu yang dikasih rangsangan, mungkin berkaitan dengan wacana refleksologi. Dimana menurut pandangan medis China kuno, telapak kaki merupakan tempat berkumpulnya seluruh ujung syaraf dari seluruh tubuh. Segala penyakit yang ada di sekujur badan, bisa disembuhkan dengan memberikan rangsang ke syaraf telapak kaki.

Kasus semacam ini sering aku rasakan saat harus nyupir jarak jauh keluar kota. Saat lelah dan mata terasa berat, aku suka turun dari mobil dan berjalan-jalan di tempat berkerikil tidak rata tanpa alas kaki. Bila menemukan air pun, aku tak hanya cuci muka doang. Telapak kaki selalu aku siram juga. Entah itu benar secara ilmiah atau cuma sugesti, aku tak berani ambil kesimpulan. Coba saja sendiri deh, toh mudah dan murah tanpa efek samping. Tapi bila sakit berlanjut, hubungi dokter saja.

Yang jelas aku sudah rutin mandi pagi tanpa pusing kepala
Apalagi kalo habis lembur malam di rumah
Keramas pagi bener-bener bikin fresh
Kalopun kadang terasa sakit
Biasanya kepala yang lain




Read More

23 September 2011

Blogger Mumet

Pertama-tama...
Aku mohon maap ke Anaz yang sudah bersusah payah menulis jurnal "Kang Rawins Jangan Komen di Lapak Saya". Bisa-bisanya aku telat nengokin walau alasannya keterbatasan koneksi. Kalo saja tidak dihubungi melalui japri, mungkin sampai kapanpun aku ga pernah tahu kalo tulisan itu ada. Terus terang aku menyayangkan kenapa Anaz terus menutup jurnal itu. Padahal menurutku bisa dijadikan bahan pembelajaran buat temen-temen blogger.

Aku ucapkan terima kasih atas pembelaan Anaz kepadaku dan R10 yang telah dijadikan tema infotaimen bisik-bisik beberapa teman. Suer aku tak pernah terganggu ketika ada orang mengkomentari, menyindir, menggugat bahkan menghujat tulisanku yang ga pernah jelas ujung pangkalnya. Aku blusukan ke internet cuma untuk cari hiburan. Aku ngeblog hanya untuk membuang unek-unek dalam otak biar segera lepas dan tak membebani aktifitasku sehari-hari. Makanya aku tak pernah mau mempermasalahkan apa yang terjadi di dunia semu ini.

Dikatakan aku dudul, ga jelas, apa-apa ditulis, dikit-dikit dipermasahkan, memang kenyataannya begitu kok. Seperti aku yang tetap merasa damai ketika masuk jadi nominator MPers terdudul, tergaring dan tersaru. Karena memang aku ga suka terikat pada satu tema tertentu. Aku tak punya tendensi atau ambisi apapun dalam menulis jurnal. Aku hanya ingin cerita tentang keseharian yang aku temukan dan tak pernah memaksa orang lain untuk suka atau benci isi tulisanku. Karena hanya cerita sehari-hari, makanya tulisanku pun jadi acak kadut apa saja ada. Masa aku harus salahkan takdir, kenapa keseharianku begitu warna warni.

Salah satu alasan kenapa aku lebih suka menulis tentang pengalaman pribadi daripada sebuah tema berat dan bermutu, karena buatku pengalaman itu fakta. Saat kita bicara ilmiah, aku harus siapkan banyak data hanya untuk menyatakan gantilah kancut tiga hari sekali. Tapi di cerita tentang pribadi, ya bebas saja mau ganti kancut sekali, dua kali apa tiga kali. Yang penting jangan sampai 12 kali saja. Januari, Februari, Maret...

Termasuk ketika menceritakan pengalaman yang berkaitan dengan orang lain. Kalo memang begitu adanya, mau gimana lagi. Namun aku juga sadar bahwa manusia kadang punya salah dan khilaf. Bila memang ada yang melenceng dari kenyataan, aku tak segan segan membuat update tentang itu. Makanya, biar kata orang membuka identitas di internet merupakan sebuah kesalahan. Aku tetap menuliskan profilku apa adanya termasuk alamat, email dan nomor telpon yang bisa dihubungi. Aku tak mau dianggap orang yang tak bertanggungjawab, yang pengen menulis seenak udel tanpa identitas jelas. Beropini tentang orang lain secara anonim buatku engga banget dah.

Itu sebabnya kenapa aku tak pernah memoderasi apalagi menghapus hujatan yang masuk di kolom komentar. Karena aku sadar aku bukan malaikat yang selalu bersih. Aku tak mau menjadi narsis atau jaim yang selalu ingin dipuji orang. Hujatan yang masuk malah aku jadikan pengingat-ingat bahwa tak semua orang suka kepadaku. Malah kalo dipikir, aku lebih permisif kepada penghujat daripada orang baik-baik yang berniat cari nafkah dengan mengasongkan link-link dagangan saat komentar.

Jangankan di internet yang cuma aku jadikan hiburan. Di dunia nyata pun, aku lebih sering nyengir doang kalo ada yang ngomong ga enak. Apa peduliku dengan omongan orang. Hidup sudah susah, ngapain dibikin tambah sulit dengan masalah ga penting. Kecuali sudah mulai menyentuh apa menonjok orang lain, itu sudah beda lagi urusannya.

Membaca blog pribadi itu berbeda dengan membaca web resmi portal berita misalnya. Tak bisa kita menghakimi seseorang hanya dengan membaca satu tulisan saja. Mau ga mau kita harus baca secara runtut banyak tulisannya kalo memang kita berniat memberikan vonis tertentu. Isi blog pribadi pasti angin-anginan mengikuti mood pemiliknya saat menulis. Pagi bilang sayang sorenya menyebut pala loe peyang sudah umum. Satu tulisan tak bisa digeneralisir sebagai visi dari keseluruhan blog tersebut.

Aku cuma berpikir, kalo aku ini hidup di negara bebas. Bicara dan berpendapat itu dijamin kebebasannya oleh undang undang sejauh dilakukan secara bertanggungjawab dan tidak anonim. Konsekuensi dari aku bebas menulis, aku juga harus bisa menerima orang lain yang juga punya kebebasan menulis. Bebas bicara tapi tak bisa bebas mendengar, itu sebuah kebiadaban buatku. Kalopun ada tulisan yang kurang enak diterima, tanggapilah dengan tulisan lagi tanpa harus berapi-api. Minimal di tempat komen atau kalo ngebet banget ya bikin saja satu jurnal khusus.

Bukankah justru perbedaan yang membuat hidup menjadi indah..? Tipi hitam putih saja sudah tak ada yang mau beli karena tipi warna katanya lebih asik. Bayangkan saja kalo segalanya dibuat seragam. Pakai sandal saja ga bakalan nyaman kalo kanan semua.

Terserah orang mau bilang apa. Yang jelas aku merasa nyaman dengan gayaku. Segala masalah, unek-unek aku muntahkan di blog dan cuma aku jadikan guyonan penghilang mumet. Tak pernah aku memaksakan diri untuk bisa mengerti semua orang. Jangankan untuk orang banyak, berusaha mengerti istri yang setiap hari guyon kelon bareng saja sudah susah.

Katanya pengen putih
Kalo keputihan malah ngomel
Katanya tidak mau ada kekerasan
Kalo nemu punyaku lembek malah manyun...

Terima kasih, Naz
Wassalam

TTD
Rawins Mumet




Read More

Kuntilanak Tertib

Sudah beberapa hari aku dikerjain jaringan internet pelabuhan yang kasusnya sama dengan di PLTU dulu. Dari pagi sampai hampir pagi lagi cuma naik turun tower, ulur-ulur kabel dan utak atik router. Peralatan sudah diganti, setingan sudah yakin tidak ada yang keliru, tapi internet tetap ngambek tak mau jalan. Apa mungkin aku harus curhat sama pohon lagi seperti waktu di PLTU sebagaimana aku ceritakan di jurnal Goyang Hantu Palem.

Kalau pun itu bisa menyelesaikan masalah, yang rada ribet di laporan ke kantor Jakarta nantinya. Melaporkan detil pekerjaan teknis apa adanya pasti akan dipertanyakan. Karena masalah semacam itu semestinya cukup satu hari untuk ngeberesinnya. Tiga hari belum kelar, setelah teratasi di kolom penyelesaian masalah ditulis, ngobrol dengan pohon. Mungkin jawaban atas laporannya nanti bisa begini, lain kali kalo nemu masalah, tanyakan saja pada pohon yang bergoyang. Haha...

Yang agak nyebelin pas hari kedua di pelabuhan. Baru saja turun dari tower sekitar jam 2 malem, sopir laporan kalo dia ditelpon kepala bagian sarana. Katanya besok pagi harus antar surveyor. Aku kasih ijin dia balik ke kantor asal setelah antar surveyor, dia balik lagi ke pelabuhan. Eh, dia malah pasang tampang memelas minta ditemenin, katanya ngantuk berat dan ga kuat nyupir lagi. Pasukan aku tanya ada yang mau nemenin, semua menjawab dengan lebih memelas lagi. Mau ga mau aku aku mengalah ngantar sopir balik ke mess menerobos hutan 2 jam perjalanan.

Pagi-pagi pas balik ke pelabuhan, si sopir nanya gini, "semalem ga liat apa-apa, pak..?"

Ternyata semalem minta dianter pulang tuh, bukan semata-mata dia ngantuk. Tapi takut melewati pohon cempedak yang di tengah hutan. Katanya kalo malem jumat suka ada kuntilanak nongol disitu. Kalo ga mau berenti, mesin mobil suka dimatiin. Kadang-kadang pake acara sulap segala, tau-tau sudah ada di dalam mobil. Makanya disitu rawan mobil nyungsep ke selokan pinggir jalan.

Tapi itu kata orang. Nyatanya semalem ga ada apa-apa. Bukannya ngarep pengen nyungsep. Cuman sedikit heran. Kuntilanak saja mau tertib mengikuti jadwal penampakan secara rutin. Kok manusia seringkali susah dikasih aturan. Maunya gajian utuh tapi urusan bolos jadi hobi.

Apa kemunculannya tiap malem jumat tuh dalam rangka mencari sasaran untuk menjalankan sunah ya..?
Kalo urusannya itu, asal lagi di rumah, aku juga kayaknya jarang bolos tuh.

Read More

20 September 2011

Stasiun Cilongkrang

Saat pulang kampung kemarin, aku sempatkan waktu sejenak menengok bekas stasiun kereta di kampungku. Ada sedikit rasa sedih melihat tempat bermain di masa kecil yang tinggal sepotong dalam kondisi rusak parah itu. Bagaimanapun juga, stasiun kereta itu merupakan saksi bisu jaman keemasan kampungku di masa lampau.

Keberadaan tempat pemberhentian kereta yang lebih dikenal dengan nama stasiun Cilongkrang itu merupakan salah satu dari banyak bangunan peninggalan Belanda satu persatu mulai hancur tanpa perawatan. Dari puluhan bangunan bersejarah berarsitektur Eropa yang ada, hanya tinggal dua buah yang sampai kini terawat baik. Itupun sudah mulai tercemari modifikasi disana sini.

Kampungku dulu cukup maju dibanding daerah lain di sekitarnya. Jauh lebih maju dibanding daerah-daerah yang kini telah jadi kota. Saat kota-kota lain masih gelap gulita, kampungku sudah terang benderang teraliri listrik dari onderneming perkebunan karet. Ketika orang baru dengar yang namanya tipi, di pabrik sudah ada tipi umum yang setiap malam ramai pengunjung bak pasar malam. Untuk keperluan komunikasi, warga kampungku tak cuma mengenal surat pos dan telegram saja. Telpon onthel di pabrik karet boleh dimanfaatkan masyarakat sekitar.

Karena sarana transportasi darat masih teramat kurang dan jalanan yang ada juga aspalnya rusak, stasiun Cilongkrang menjadi tulang punggung angkutan massal yang murah meriah. Setiap menjelang jadwal kereta uap lewat, stasiun selalu penuh calon penumpang dan barang. Di luar jadwal kereta, stasiun juga ramai dimanfaatkan orang untuk jual beli di emplasemennya. Anak-anak masa itu pun suka bermain di stasiun dan petak umpet diantara gerbong yang berhenti.

Seiring pemindahan pabrik setelah privatisasi perkebunan dan dilebur kedalam PTPN, hiruk-pikuk manusia juga mulai meredup. Pasar yang biasanya selalu ramai juga menjadi sepi sampai akhirnya bubar sama sekali. Nasib stasiun kereta itu pun turut kehilangan pamor. Apalagi setelah kereta uap jurusan Banjar - Kroya dihapus, stasiun secara resmi ditutup oleh PJKA.

Dari keseluruhan bangunan stasiun, kini hanya tersisa bekas tempat penjualan karcisnya saja. Ruang tunggu dan lain-lainnya sudah lenyap, entah roboh entah dibongkar orang. Dari dua jalur rel yang ada, kini hanya tinggal satu jalur saja. Jalur lori ke arah pabrik karet pun sudah tak ada bekasnya sama sekali. Urat nadi transportasi kini beralih ke mobil angkutan, bus dan sepeda motor. Semua kejayaan kereta api dan stasiun Cilongkrang di masa lalu, akhirnya hanya tinggal kenangan.

Aku memang tak bisa mengeluhkan kemajuan jaman yang terus berkembang. Namun sebagai manusia, aku tetap butuh kenangan masa lalu. Sehingga tak jarang aku menyesali, kenapa bangunan-bangunan yang seharusnya menjadi cagar budaya tak dilestarikan untuk keperluan lain. Padahal dibanding gedung-gedung baru yang dibangun untuk perkantoran pemerintah misalnya, bangunan peninggalan Belanda itu jauh lebih kuat. Kenapa tidak itu saja dimanfaatkan dan justru dirobohkan.

Begitu dendam dengan sisa-sisa penjajah atau memang sengaja bangun baru agar dapat ngembat duit proyek sebenarnya..?




Read More

Hujan Pertama

Sebenarnya Citra sudah biasa dengan acara hujan-hujanan di halaman rumah. Mungkin karena kemarin merupakan hujan pertama setelah kemarau, akhirnya demam juga dia. Soal itu sebenarnya sudah diantisipasi ibue agar dia ga sampe keluar rumah. Tapi bukan Citra namanya kalo ga selalu cari-cari kesempatan melarikan diri. Nyelonong lewat jendela pun dilakukan. Dan payahnya, semua sepupunya diajak serta. Jadinya mbah Uti yang repot cucunya sakit semua.

Selama ini, aku selalu biarkan Citra mandi hujan untuk melatih kekebalan tubuhnya. Syaratnya bukan gerimis dan bukan hujan pertama. Penjelasan ilmiah kenapa gerimis bisa bikin sakit aku ga tau. Bisa jadi volume air saat gerimis terlalu sedikit, sehingga tak bisa membasahi seluruh tubuh. Saat kepala basah dan suhunya mendingin, sementara suhu tubuh masih tetap panas, perbedaan suhu kepala dan badan ini yang bisa bikin keseimbangan kacau. Beda dengan hujan lebat yang mendinginkan seluruh tubuh dari ujung rambut sampai ujung kaki secara total. Tubuh akan mengenali anomali suhu ini dan segera bereaksi menyeimbangkan suhu dengan menggigil dan jantung akan mengatur denyutnya agar aliran darah terutama ke otak tetap terjaga. Makanya jarang orang sakit bila kena hujan lebat.

Bisa juga berkaitan dengan tingkat keasaman air hujan pertama. Volume air yang kecil membuat pembersihan kadar asam atmosfir berlangsung lebih lambat. Ukuran titik air yang lebih kecil membuat kadar asam dalam setiap titik airnya lebih besar. Bila hujan itu lebat, segala polusi asam dan kotoran di atmosfir lebih cepat dibersihkan oleh hujan. Sehingga tak butuh waktu terlalu lama untuk mencapai titik air ber-ph normal.

Kata wikipedia, ph hujan normal berada di angka 6. Bisa dikategorikan hujan asam, bila ph nya kurang dari 5,6. Hujan asam disebabkan oleh belerang yang merupakan pengotor dalam bahan bakar fosil. Nitrogen yang bereaksi dengan oksigen membentuk sulfur dioksida dan nitrogen oksida. Zat-zat ini berdifusi ke atmosfer dan bereaksi dengan air untuk membentuk asam sulfat dan asam nitrat yang mudah larut dalam air hujan. Air hujan yang asam tersebut akan meningkatkan kadar keasaman tanah dan air permukaan yang terbukti berbahaya bagi kehidupan ikan dan tanaman.

Batasan hujan pertama untuk Citra mandi hujan, aku ga mengharuskan setelah kemarau panjang. Tidak hujan selama seminggu pun, aku tak mau lepas Citra keluar saat hujan pertamanya. Kondisi udara di jaman industri seperti sekarang tidak menjamin dalam waktu seminggu atmosfir masih bersih dari pencemaran asam.

Walau tidak dibahas secara spesifik dalam wikipedia, petrichor dan geosmin mungkin ikut andil jadi penyebab sakit di hujan pertama. Petrichor ini dalam keseharian sering disebut sebagai wangi tanah basah. Cukup banyak juga pecinta hujan yang suka memuja-muja wanginya tanah di hujan pertama. Wikipedia hanya menyebutkan, earth smell ini disebabkan oleh minyak atsiri yang dihasilkan tumbuhan saat musim kering dan diserap oleh tanah dan bebatuan. Saat hujan turun, minyak tersebut dilepas ke udara bersama geosmin dan kompon lainnya sehingga menebarkan aroma khas. Bisa saja ada kandungan zat yang bisa bikin pusing dalam wanginya tanah basah itu.

Karena sudah telanjur, aku cuma bisa minta ibue menjaga asupan gizinya biar bisa lekas sehat kembali. Apalagi sifat  Citra memang begitu. Suka alam bebas dan susah dikekang. Menjaga daya tahan tubuhnya tetap tinggi akan lebih efektif daripada melarang-larang dia mandi hujan. Tinggal mencari pengalih perhatian agar dia tidak keluar rumah saat gerimis dan hujan pertama.

Hujan pertama bikin sakit merupakan hukum alam
Toh hujan-hujan selanjutnya pasti mengasyikan
Aku yakin ibue juga pasti sudah paham betul
Kaya apa sakitnya saat hujan lokal pertama
Dan betapa indahnya hujan selanjutnya
Doooh, jadi pengen pulang...

Cepat sehat ya, nak...

Read More

19 September 2011

Sandal Jepit

Bicara tentang sandal jepit, aku merupakan salah satu penggemar beratnya. Tidak ada tendensi khusus apalagi unsur politik selain kepraktisannya dalam keseharian. Lagipula harganya murah dan tersedia di banyak tempat. Sehingga kalo sampai ilang, aku bisa segera dapat gantinya tanpa harus merogoh kocek terlalu dalam.

Sejarah panjangku dengan alas kaki murahan itu lumayan panjang. Berawal dari masa kecil di desa terpencil terkurung perkebunan karet, dimana nyeker sudah menjadi budaya yang menyatu dengan kehidupan. Waktu SD, ke sekolah pun aku aku bertelanjang kaki. Memiliki sepasang sandal jepit merupakan sebuah kebanggaan yang hanya didapat saat menjelang lebaran. Makanya sandal merupakan barang kesayangan yang hanya dipakai pada kesempatan tertentu saja.

Waktu itu, kebanyakan rumah berlantai tanah. Namun anehnya, yang setiap hari bersandal jepit adalah orang-orang yang rumahnya sudah berlantai semen. Akupun mulai rutin bersandal jepit, setelah rumah ortu dilapisi tegel. Katanya sih biar lantai ga kotor, karena saat akan masuk rumah sandal ditinggal di luar.

Padahal kebiasaan melepas sandal saat akan masuk tempat tertentu pernah berakhir tragis juga. Seperti aku kecil saat diajak ke rumah mbah naik kereta api. Karena sudah jadi kebiasaan, saat naik kereta, sandal aku lepas juga di depan pintu gerbong. Dan hasilnya aku menangis keras-keras begitu turun dari kereta sandalku tak ada di depan pintu.

Kedekatanku dengan sandal jepit bukannya tak pernah menimbulkan masalah. Seperti saat aku masih jadi tukang serpis komputer keliling. Aku suka ditolak orang ketika akan memperbaiki komputer di suatu instansi. Seolah-olah yang aku gunakan untuk kerja adalah sandal jepit, bukan tangan dan otakku.

Saat jadi orang kantoran pun, berangkat dari rumah tetap bersandal jepit. Pas masuk kantor baru pakai sepatu, walau setelah masuk ruangan aku kembali berjepit ria. Beberapa masalah yang aku temukan di masa itu, biasanya kalo pas harus meeting di perusahaan lain. Begitu sampai tujuan aku celingukan. Karena sepatu yang biasanya standby di kolong jok mobil ternyata diturunkan ibue Citra untuk dicuci.

Paling sering dapat komplen tuh kalo pas bertemu teman yang selalu menomorsatukan penampilan. Mereka seperti ga ada bosennya mempersoalkan sandal jepitku, sampai komplen ke istri. Ibue sih biasanya cuma nyengir doang. Tapi aku kadang enek juga kalo dah ada yang komentar bawa-bawa profesi. Misalnya, "manager kok ga kuat beli sepatu..."

Halah, apa urusannya semua itu dengan sandal jepit. Budaya menebak isi dari kulit memang cukup membudaya di sekitar kita. Sepertinya mereka lupa bahwa sesuatu yang kelihatan baik belum tentu isinya baik. Begitu juga sebaliknya. Buktinya kalo kita dengar orang bilang sandal ilang, pasti yang kepikir pertama adalah masjid. Ironis kan..?

Apapun orang bilang, aku ga akan peduli. Pokoknya sandal jepit forever dah. Bagaimanapun juga cari duit itu susah. Jadi sudah sepantasnya kita menghargai hasil jerih payah kita memeras keringat. Sandal bermerk buatku cuma pemborosan. Beli mahal-mahal kok terus diinjak-injak. Ga ada penghargaan sama sekali. Hahaha biadab...

Eh, temen-temenku yang pinter-pinter
Kalo boleh nanya, siapa sih penemu sandal jepit..?

Read More

Goyang Hantu Palem

Boleh percaya boleh tidak.
Selama jadi pekerja hutan, salah satu masalahku adalah gangguan perangkat yang sulit dijabarkan secara teknis. Sebagai teknisi, alat ukur merupakan satu pedoman yang tak bisa ditinggalkan dalam segala hal. Memang banyak kasus dimana modifikasi perangkat harus dilakukan di lapangan. Walau itu menyalahi manual pabriknya, tapi tetap saja masih bisa diperhitungkan secara teknis. Saat semua ukuran dan setelan sudah berada di jalan yang benar, tapi alat tidak berfungsi normal, bagaimana caraku membuat laporan ke kantor pusat. Masa harus bikin laporan dengan status X-Files..?

Di tambang ini, tower di belakang mess merupakan tempat perkenalan pertamaku dengan masalah di luar akal itu. Radio untuk hotspot guesthouse sering tak berfungsi walau secara teknis statusnya oke. Berbagai upaya dilakukan sampai akhirnya mengganti seluruh perangkat dari hulu sampai hilir tak juga menyelesaikan masalah. Saat itu baru aku mengerti, kenapa karyawan bagian IT support kiriman dari Jakarta, bisa diganti beberapa kali dalam jangka waktu relatif pendek.

Aku sendiri bisa dibilang hampir putus asa. Sampai suatu malam aku duduk di teras belakang menghadap ke arah tower. Tiba-tiba pohon palem di depanku bergoyang-goyang keras. Awalnya aku cuek, aku pikir cuma kena angin. Lama-lama aku mulai sadar kalo angin tidak bertiup dan pepohonan di sekitar situ semuanya diam tak bergerak.

Takut cuma diisengin temen, aku periksa ke sekeliling pohon palem, siapa tahu ada tali atau apa. Tapi hasilnya nihil. Aku baru kepikiran kalo ada sesuatu yang tak tampak, ketika aku keceplosan ngomong, "diem dong.." Eh, beneran pohonnya terus diam. Dari situ aku terus mencoba berkomunikasi dengan penghuni pohon palem. Karena aku bukan paranormal yang bisa melihat makhluk gaib, obrolanku dijawab dengan goyangan pelepah daun. Kalo setuju, pelepah palemnya akan mengangguk-angguk keatas kebawah. Kalo engga, akan bergoyang ke kiri ke kanan. Hanya pelepah yang menghadap ke arahku, sedangkan pelepah lainnya tetap diam. Asal dia lagi mood, kalo disuruh goyang dombret, bakal goyang dia.

Komunikasinya memang cuma satu arah, aku tanya dia jawab dan ga bisa sebaliknya. Ketika aku bilang, tolong dong jangan isengin tower radio, eh daunnya mengangguk-angguk. Entah itu sebuah kebenaran atau cuma kebetulan, yang jelas perangkatku mendadak berfungsi tanpa masalah sampai sekarang.

Tidak ada permintaan aneh-aneh. Yang jelas ketika melihat pohon itu bergoyang-goyang keras saat tidak ada angin, itu tandanya dia ingin diajak bicara. Ga perlu ngobrol terlalu lama, asal disapa sudah cukup. Mulanya aku dianggap orang gila oleh temen-temen satu mess, gara-gara suka ngomong dengan pohon kalo malem. Tapi lama-lama mereka suka ikut nimbrung. Sejak saat itu, kalo pohon palem mulai bergoyang, teras belakang langsung rame oleh orang-orang gila baru.

Aku ga mau mikir macem-macem soal hal itu apalagi disangkut-pautkan dengan soal tahayul dan sebagainya. Selama tidak ada yang aneh-aneh, aku anggap saja itu sebagai hiburan buat manusia-manusia hutan kesepian. Apalagi yang ini tidak mau mengganggu seperti hantu cewek yang suka menampakan diri di jalan menuju pelabuhan.

Kalo mendengar isunya, yang itu sih agak keterlaluan isengnya. Suka matiin mesin atau lampu kendaraan yang lewat. Kabar burungnya ada karyawan yang malem-malem lewat situ sepeda motornya mendadak mogok. Lalu ada cewek nyamperin bilang mau numpang. Karena ga percaya hal begituan, cewek itu diboncengin sambil ngebut di jalanan hutan yang amburadul. Menjelang mess, baru dia histeris setelah penumpangnya mendadak hilang dari boncengan.

Masih dalam suasana hati ga jelas, ndilalah besoknya dia harus lewat hutan lagi. Trus cewek yang kemarin kelihatan nyetop di tengah jalan. Belum sempat ngomong apa-apa karena ketakutan, si ceweknya dah ngomel duluan, "kalo bawa motor yang bener dong. Masa penumpang jatuh di jalan dicuekin..?"

"Oooh.. kemarin jatuh ya..? Kirain menghilang..?
"Lihat neh, kepala sampe benjol gini..."
"Maafin deh, mbak. Jidatnya masih sakit ya..?"
"Engga. Cuma sedih aja. Nasib kok jelek-jelek amat. Sudah punggung bolong, kepala pake benjol juga..."

Read More

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena