Kalimantan dan sungai merupakan dua bagian yang tak bisa dipisahkan. Kondisi wilayah yang begitu luas penuh hutan lebat dengan jumlah penduduk sedikit, membuat infrastruktur jalan raya bisa dibilang kurang. Membangun jalan raya membutuhkan biaya tinggi sementara disana teramat banyak sungai besar dan panjang sampai ratusan kilometer. Akibatnya perahu klotok merupakan alternatif transportasi yang murah bagi masyarakat setempat. Bahkan industri perkayuan dan pertambangan pun lebih banyak menggantungkan diri kepada transportasi melalui sungai dibanding jalan hauling.
Secara umum bisa dilihat, semua kota besar di Kalimantan berada tepi sungai besar. Misalnya Samarinda dengan sungai Mahakamnya, Banjarmasin dengan sungai Barito dan Martapura, Pontianak dengan sungai Kapuas dan Palangkaraya dengan sungai Kahayan. Hanya Balikpapan yang tidak memiliki sungai besar. Namun tetap saja dekat pantai sehingga transportasi air tetap dominan.
Memiliki daerah yang berair mungkin akan ribet, kalo saja bumi Dayak ini tidak menyediakan kayu ulin. Sejenis kayu yang tahan terendam air sampai berpuluh tahun tanpa keropos. Bisa dilihat di kota seribu sungai Banjarmasin, dimana rumah panggung dengan tiang kayu ulin menjadi pemandangan umum. Biar kata rumah tembok berlantai keramik, tetap saja dibangun diatas panggung kayu di atas paya atau rawa. Alasan utamanya, membuat rumah panggung biayanya lebih murah dibanding harus mengurug genangan untuk pondasi rumah.
Begitu banyak sungai di Kalimantan, yang konsekuensinya jadi banyak jembatan besar dan panjang melintas di atas sungai. Yang paling menarik perhatianku adalah jembatan gantung. Apalagi jembatan gantung di daerah pedalaman, kesannya lebih eksotis dibanding jembatan bailey atau konstruksi beton. Kalo yang agak kotaan dikit biasanya pakai bentangan kawat baja. Yang agak ke pinggiran masih ada yang pakai tali kapal berlantai papan.
Walaupun aku suka dengan eksotisme jembatan gantung, tetap saja aku pernah bermasalah dengannya. Waktu itu aku ikut tim perintis yang akan membuka hutan untuk jalan hauling. Jembatannya memang sudah parah. Letaknya di tengah hutan yang jarang dilewati sehingga pemeliharaan dari warga setempat sangat kurang. Di kampung terdekat sebenarnya sudah diingatkan untuk tidak melintas menggunakan kendaraan. Dasar nekat tetap saja aku lewat. Waktu berangkat memang lancar walau harus sport jantung mendengar suara kayunya berderak-derak. Saat pulangnya itu yang hampir celaka karena jembatan runtuh. Untung runtuhnya pelan-pelan dan posisi mobil sudah mendekati ujung jembatan. Sehingga masih bisa tancap gas dan ga harus nyebur ke sungai.
Kasus kedua memang tidak pakai acara jantung copot, tapi malah lebih nyebelin walau yang bikin mangkel bukan jembatannya. Saat itu ada cewek karyawan kantor pusat yang lagi inspeksi ke site. Udah tahu masuk hutan, eh dianya rese sok feminim pakai rok pendek banget. Waktu masih di mobil sih lumayan buat pemandangan. Tapi amal gairah mata usil ternyata membawa karma buruk. Kendaraan mogok di tengah jalan.
Teriak-teriak melalui radio, akhirnya dapat pertolongan. Ada mobil tim survai standby kurang lebih satu kilo dari posisiku. Cuma sayangnya, untuk menuju kesana harus jalan kaki melalui jalan tikus. Payahnya lagi posisi mobil ada di sebrang sungai dekat perkampungan. Kalo mobilnya harus nyamperin ke posisiku, bisa makan waktu sejam muter dulu sampai 20 kiloan.
Karena harus berprinsip lady first, keputusan aku serahkan beliau yang rese tadi. Setelah mikir panjang antara jalan sekilo dan nunggu sejam berbonus dikerubut nyamuk hutan, akhirnya dia pilih jalan kaki. Pas nyampe sungai, ternyata jembatan gantungnya teramat darurat dan papannya jarang-jarang. Kalo orang situ mungkin sudah terbiasa, tapi ini cewek Jakarte coy. Sampe pusing aku melihatnya uring-uringan dan bolak-balik teriak minta solusi.
Solusi gimana lagi orang kondisinya begitu. Waktu aku tawarkan untuk megangin dia saat nyebrang saja, kayaknya berat banget untuk mengiyakan. Dipikirnya aku sengaja curi-curi kesempatan untuk pegang-pegang dia kali. Kalo saja aku boleh berdoa yang dikabulkan tanpa syarat, mendingan aku minta dia pingsan saja sekalian. Bisa langsung digotong tanpa berisik. Plus bonus bisa kasih nafas buatan untuk menyadarkannya setelah sampai sebrang nanti.
Dengan syarat dia yang berpegangan dan bukan aku yang megang, akhirnya mau juga dia meniti jembatan goyang keren itu. Baru dapat setengah jalan, sudah mogok lagi dia gara-gara di ujung sana banyak anak-anak lagi mandi di sungai. Aku tanya apa hubungannya takut nyebrang dengan orang mandi. Eh, jebul cuman sepele. Pas lewat nanti, dia takut diintip celana dalamnya dari bawah.
Mulai merasa bete, aku cuma kasih saran dengan lemah lembut
Kalo memang takut keliatan kancutnya
Lepas saja lalu disimpen di tas
Gitu aja kok repost...
Secara umum bisa dilihat, semua kota besar di Kalimantan berada tepi sungai besar. Misalnya Samarinda dengan sungai Mahakamnya, Banjarmasin dengan sungai Barito dan Martapura, Pontianak dengan sungai Kapuas dan Palangkaraya dengan sungai Kahayan. Hanya Balikpapan yang tidak memiliki sungai besar. Namun tetap saja dekat pantai sehingga transportasi air tetap dominan.
Memiliki daerah yang berair mungkin akan ribet, kalo saja bumi Dayak ini tidak menyediakan kayu ulin. Sejenis kayu yang tahan terendam air sampai berpuluh tahun tanpa keropos. Bisa dilihat di kota seribu sungai Banjarmasin, dimana rumah panggung dengan tiang kayu ulin menjadi pemandangan umum. Biar kata rumah tembok berlantai keramik, tetap saja dibangun diatas panggung kayu di atas paya atau rawa. Alasan utamanya, membuat rumah panggung biayanya lebih murah dibanding harus mengurug genangan untuk pondasi rumah.
Begitu banyak sungai di Kalimantan, yang konsekuensinya jadi banyak jembatan besar dan panjang melintas di atas sungai. Yang paling menarik perhatianku adalah jembatan gantung. Apalagi jembatan gantung di daerah pedalaman, kesannya lebih eksotis dibanding jembatan bailey atau konstruksi beton. Kalo yang agak kotaan dikit biasanya pakai bentangan kawat baja. Yang agak ke pinggiran masih ada yang pakai tali kapal berlantai papan.
Walaupun aku suka dengan eksotisme jembatan gantung, tetap saja aku pernah bermasalah dengannya. Waktu itu aku ikut tim perintis yang akan membuka hutan untuk jalan hauling. Jembatannya memang sudah parah. Letaknya di tengah hutan yang jarang dilewati sehingga pemeliharaan dari warga setempat sangat kurang. Di kampung terdekat sebenarnya sudah diingatkan untuk tidak melintas menggunakan kendaraan. Dasar nekat tetap saja aku lewat. Waktu berangkat memang lancar walau harus sport jantung mendengar suara kayunya berderak-derak. Saat pulangnya itu yang hampir celaka karena jembatan runtuh. Untung runtuhnya pelan-pelan dan posisi mobil sudah mendekati ujung jembatan. Sehingga masih bisa tancap gas dan ga harus nyebur ke sungai.
Kasus kedua memang tidak pakai acara jantung copot, tapi malah lebih nyebelin walau yang bikin mangkel bukan jembatannya. Saat itu ada cewek karyawan kantor pusat yang lagi inspeksi ke site. Udah tahu masuk hutan, eh dianya rese sok feminim pakai rok pendek banget. Waktu masih di mobil sih lumayan buat pemandangan. Tapi amal gairah mata usil ternyata membawa karma buruk. Kendaraan mogok di tengah jalan.
Teriak-teriak melalui radio, akhirnya dapat pertolongan. Ada mobil tim survai standby kurang lebih satu kilo dari posisiku. Cuma sayangnya, untuk menuju kesana harus jalan kaki melalui jalan tikus. Payahnya lagi posisi mobil ada di sebrang sungai dekat perkampungan. Kalo mobilnya harus nyamperin ke posisiku, bisa makan waktu sejam muter dulu sampai 20 kiloan.
Karena harus berprinsip lady first, keputusan aku serahkan beliau yang rese tadi. Setelah mikir panjang antara jalan sekilo dan nunggu sejam berbonus dikerubut nyamuk hutan, akhirnya dia pilih jalan kaki. Pas nyampe sungai, ternyata jembatan gantungnya teramat darurat dan papannya jarang-jarang. Kalo orang situ mungkin sudah terbiasa, tapi ini cewek Jakarte coy. Sampe pusing aku melihatnya uring-uringan dan bolak-balik teriak minta solusi.
Solusi gimana lagi orang kondisinya begitu. Waktu aku tawarkan untuk megangin dia saat nyebrang saja, kayaknya berat banget untuk mengiyakan. Dipikirnya aku sengaja curi-curi kesempatan untuk pegang-pegang dia kali. Kalo saja aku boleh berdoa yang dikabulkan tanpa syarat, mendingan aku minta dia pingsan saja sekalian. Bisa langsung digotong tanpa berisik. Plus bonus bisa kasih nafas buatan untuk menyadarkannya setelah sampai sebrang nanti.
Dengan syarat dia yang berpegangan dan bukan aku yang megang, akhirnya mau juga dia meniti jembatan goyang keren itu. Baru dapat setengah jalan, sudah mogok lagi dia gara-gara di ujung sana banyak anak-anak lagi mandi di sungai. Aku tanya apa hubungannya takut nyebrang dengan orang mandi. Eh, jebul cuman sepele. Pas lewat nanti, dia takut diintip celana dalamnya dari bawah.
Mulai merasa bete, aku cuma kasih saran dengan lemah lembut
Kalo memang takut keliatan kancutnya
Lepas saja lalu disimpen di tas
Gitu aja kok repost...
Untung runtuhnya pelan-pelan dan posisi mobil sudah mendekati ujung jembatan. Sehingga masih bisa tancap gas dan ga harus nyebur ke sungai.<---seperti adegan di film2 adventure aja ya sob,, detik2 terakhir di ujung2nya selamat,,hehe
BalasHapusbener kang, kalo takut di intip kancutnya, lebih baik disimpan saja dalam tas biar kagak kelihatan he he he...
BalasHapusoalah, ke daerah pedalaman pake rok toh. Aku yang di kota aja pake celana terus... panjang kamsudnya
BalasHapusKunjungan silaturahmi malam di sahabat Celoteh Rawins...
BalasHapusMasih ada jembatan gantung seperti itu yah...mengerikan juga kalau melihat gambarnya
Hati-hati itu kalau menyeberang lewat jembatan gantung seperti itu...takutnya bisa jatuh...sungai-sungai di kaliamnta setahu saya kan besar-besar tentunya juga dalam-dalam...berbahaya
BalasHapusKunjungan perdana.
BalasHapusSyukur dh kalo selamat ya sob.
Foto jembatannya serem juga ya..
Walah kalo aq udah ndeprok di tempat x yach. Soale trauma ama ketinggian hihi.
BalasHapusAlhmdlh ya, runtuhnya nunggu orang lwt dl. Di tempatku ada kejadian, orang jejer2 diatas jembatan besar liat banjir. Tiba2 jembatannya putus di tengah. Puluhan orang hanyut terbawa arus. Ngeri bngt pokok'e hikz
bener tuh kalau takut diintip copot aja terus taruh ditas dan beres nda ada masalah
BalasHapusWakakakakaka...
BalasHapusGelooooooooooooo
Entuh cewek ngapa gak pake celana panjang, yaks?
Eh, lihat jembatannya saya sport jantung. Byuhhh
wah mantabs infonya sama blognya
BalasHapusngeri liat gambar jembatan gantungnya, ga bakalan sanggup nyebrang.
BalasHapussalam
Salam kenal sobat,kunjungan perdana....pasti perjalanannya Melelahkan banget tapi bakal jdi kenangan dan sejarah yg tak terlupakan....hehehehe...
BalasHapusSalam kenal :)
BalasHapusJujur saya emang takut lewat jembatan tinggi n sempit gitu, jangankan yang kayu yang bethon aja kalau sempit saya milih merem n minta dituntun...tapi kalau yang kek gambar itu merem jadi sukses kejebur ya...hehehhe
wew..jembatan seperti itu enaknya cuman buat outbond kali ya
BalasHapushadeeehhh dipertambangan masih aja ya ada cewek rempong
Salah sendiri kenapa juga pake rok mini.. cape deeehhh
BalasHapusbah... itu bukan jembatan gantung mas...tapi benang gantung....
BalasHapuslucu banget, tahu mau ke hutan pakai rok mini, tahu ada cowo suka pemandangan, masih juga pakai rok mini :(
BalasHapusbener juga omongannya bang kumis, rok mini banyak masalah!!!
BalasHapus