17 September 2011

Ngiklan

Paling ga ngarti dengan iklan di tipi yang konon biayanya paling mahal, padahal paling dibenci oleh pemirsa. Aku memang bukan orang advertising yang paham seluk beluk periklanan. Tapi aku melihat kenyataan di sekitarku, dimana teman-teman suka ngomel saat film lagi seru-serunya tiba-tiba dipotong iklan. Biasanya mereka langsung sibuk mencari remot untuk memindah chanel. Jarang banget aku lihat orang sengaja mencari-cari iklan saat nonton tipi. Kalo ada yang hobi, paling banter cari di koran terutama iklan obat kuat atau lowongan kerja.

Biarpun aku ga begitu suka nonton tipi, tetep saja aku suka sebel dengan yang namanya iklan. Bukan soal acara yang kepotongnya. Melainkan buntut dari tayangan pendek itu. Suasana rumah yang damai bisa mendadak ribut ketika ibu dan anak mulai rebutan remot. Yang satu pengen mindahin chanel yang ga lagi iklan, yang satunya malah sibuk cari iklan. Dampak terakhirnya justru akan menimpaku yang gabisa onlen karena letop pasti disita untuk mengalihkan perhatian Citra ke youtube.

Aku sendiri juga bingung, kenapa anak sekarang begitu suka nonton iklan. Atau iklan tipi memang sengaja didesain agar disukai anak-anak? Karena bagaimanapun juga, jiwa anak-anak memang universal. Selalu ada sifat kekanak-kanakan dalam diri manusia dewasa, namun tidak untuk sebaliknya. Dengan menyentuh sisi yang selalu ada itu, ketertarikan orang dewasa terhadap produk yang diiklankan mungkin bisa mencapai sasaran.

Cuma sayang, pembuat iklan kadang kurang kontrol terhadap materinya. Mencoba memaksakan suatu imej ke dalam benak konsumen dengan mengabaikan banyak sisi, sehingga tanpa disadari unsur kurang mendidik terbawa serta. Terasa berlebihan namun selalu dilakukan. Mungkin prinsipnya, makin nyleneh makin menarik perhatian. Sepertinya mereka lupa, bahwa iklan itu lebih menarik untuk anak-anak yang masih polos apa adanya.

Rasanya ga enak banget kalo inget jagoanku dulu tiba-tiba berteriak mengikuti iklan minyak angin, "bikin anak kok coba-coba..." Ketika aku luruskan bahwa yang bener itu "buat anak" bukan "bikin anak". Dengan enteng dia jawab, "bikin dan buat kan sama, yah..?"

Jangankan anak-anak. Orang dewasa pun kadang kurang mampu menerjemahkan materi iklan. Seperti teman-teman penggemar iklan lowongan kerja di sini. Ada yang berteriak gembira saat menemukan kalimat, dibutuhkan tenaga muda, pengalaman tidak mutlak. Padahal menurutku, itu artinya calon karyawan harus siap digaji dibawah standar. Atau, dapat bekerja dalam tim. Itu artinya harus siap mengajari orang lain yang belum mengerti tentang pekerjaan itu. Berwawasan luas, artinya bidang pekerjaan yang ditawarkan tidak spesifik. Harus siap jadi tukang apa aja atau seksi sibuk sekali.

Yang agak payah kalo syaratnya, wanita, single, menarik. Siap-siap saja jadi pajangan. Bisa jadi kerjanya enteng, ga perlu banyak mikir dan penghasilannya lumayan asal ga mikir moral. Memang ga semuanya begitu. Tapi paling tidak itu bisa membuktikan bahwa iklan kadang tidak mencapai sasaran secara efektif.

Seperti misalnya saat menyaksikan iklan obat gatal
Melihat yang akting cakep dan pamer bodi aduhai
Bukannya tertarik pada produk obat gatalnya
Tapi malah jadi sibuk garuk-garuk kepala
Gatal pengen kawin lagi...

Bisa gak sih bikin iklan tanpa efek samping buat anak-anak..?


4 comments:

  1. begitu memang mas...

    gurita media pasti selalu menyasar anak kecil spy bisa mendapatkan pelanggan setia sampai tua.


    lbh baik budayakan anak membaca dari pada nonton :D

    BalasHapus
  2. kalau Alvin justru iklan yang di tonton loh mas

    BalasHapus
  3. Lah, Kang Rawins nggak mau nikah lagi kan?

    *buru2 nelpon Emaknya Citra

    BalasHapus
  4. iklan tv yg paling lama adalah RCTI betul ga?

    paling gak itulah yg terjadi di film barat :(

    kalau sinetron rcti aku ga tahu krn ga suka sinetron

    BalasHapus

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena