23 September 2011

Blogger Mumet

Pertama-tama...
Aku mohon maap ke Anaz yang sudah bersusah payah menulis jurnal "Kang Rawins Jangan Komen di Lapak Saya". Bisa-bisanya aku telat nengokin walau alasannya keterbatasan koneksi. Kalo saja tidak dihubungi melalui japri, mungkin sampai kapanpun aku ga pernah tahu kalo tulisan itu ada. Terus terang aku menyayangkan kenapa Anaz terus menutup jurnal itu. Padahal menurutku bisa dijadikan bahan pembelajaran buat temen-temen blogger.

Aku ucapkan terima kasih atas pembelaan Anaz kepadaku dan R10 yang telah dijadikan tema infotaimen bisik-bisik beberapa teman. Suer aku tak pernah terganggu ketika ada orang mengkomentari, menyindir, menggugat bahkan menghujat tulisanku yang ga pernah jelas ujung pangkalnya. Aku blusukan ke internet cuma untuk cari hiburan. Aku ngeblog hanya untuk membuang unek-unek dalam otak biar segera lepas dan tak membebani aktifitasku sehari-hari. Makanya aku tak pernah mau mempermasalahkan apa yang terjadi di dunia semu ini.

Dikatakan aku dudul, ga jelas, apa-apa ditulis, dikit-dikit dipermasahkan, memang kenyataannya begitu kok. Seperti aku yang tetap merasa damai ketika masuk jadi nominator MPers terdudul, tergaring dan tersaru. Karena memang aku ga suka terikat pada satu tema tertentu. Aku tak punya tendensi atau ambisi apapun dalam menulis jurnal. Aku hanya ingin cerita tentang keseharian yang aku temukan dan tak pernah memaksa orang lain untuk suka atau benci isi tulisanku. Karena hanya cerita sehari-hari, makanya tulisanku pun jadi acak kadut apa saja ada. Masa aku harus salahkan takdir, kenapa keseharianku begitu warna warni.

Salah satu alasan kenapa aku lebih suka menulis tentang pengalaman pribadi daripada sebuah tema berat dan bermutu, karena buatku pengalaman itu fakta. Saat kita bicara ilmiah, aku harus siapkan banyak data hanya untuk menyatakan gantilah kancut tiga hari sekali. Tapi di cerita tentang pribadi, ya bebas saja mau ganti kancut sekali, dua kali apa tiga kali. Yang penting jangan sampai 12 kali saja. Januari, Februari, Maret...

Termasuk ketika menceritakan pengalaman yang berkaitan dengan orang lain. Kalo memang begitu adanya, mau gimana lagi. Namun aku juga sadar bahwa manusia kadang punya salah dan khilaf. Bila memang ada yang melenceng dari kenyataan, aku tak segan segan membuat update tentang itu. Makanya, biar kata orang membuka identitas di internet merupakan sebuah kesalahan. Aku tetap menuliskan profilku apa adanya termasuk alamat, email dan nomor telpon yang bisa dihubungi. Aku tak mau dianggap orang yang tak bertanggungjawab, yang pengen menulis seenak udel tanpa identitas jelas. Beropini tentang orang lain secara anonim buatku engga banget dah.

Itu sebabnya kenapa aku tak pernah memoderasi apalagi menghapus hujatan yang masuk di kolom komentar. Karena aku sadar aku bukan malaikat yang selalu bersih. Aku tak mau menjadi narsis atau jaim yang selalu ingin dipuji orang. Hujatan yang masuk malah aku jadikan pengingat-ingat bahwa tak semua orang suka kepadaku. Malah kalo dipikir, aku lebih permisif kepada penghujat daripada orang baik-baik yang berniat cari nafkah dengan mengasongkan link-link dagangan saat komentar.

Jangankan di internet yang cuma aku jadikan hiburan. Di dunia nyata pun, aku lebih sering nyengir doang kalo ada yang ngomong ga enak. Apa peduliku dengan omongan orang. Hidup sudah susah, ngapain dibikin tambah sulit dengan masalah ga penting. Kecuali sudah mulai menyentuh apa menonjok orang lain, itu sudah beda lagi urusannya.

Membaca blog pribadi itu berbeda dengan membaca web resmi portal berita misalnya. Tak bisa kita menghakimi seseorang hanya dengan membaca satu tulisan saja. Mau ga mau kita harus baca secara runtut banyak tulisannya kalo memang kita berniat memberikan vonis tertentu. Isi blog pribadi pasti angin-anginan mengikuti mood pemiliknya saat menulis. Pagi bilang sayang sorenya menyebut pala loe peyang sudah umum. Satu tulisan tak bisa digeneralisir sebagai visi dari keseluruhan blog tersebut.

Aku cuma berpikir, kalo aku ini hidup di negara bebas. Bicara dan berpendapat itu dijamin kebebasannya oleh undang undang sejauh dilakukan secara bertanggungjawab dan tidak anonim. Konsekuensi dari aku bebas menulis, aku juga harus bisa menerima orang lain yang juga punya kebebasan menulis. Bebas bicara tapi tak bisa bebas mendengar, itu sebuah kebiadaban buatku. Kalopun ada tulisan yang kurang enak diterima, tanggapilah dengan tulisan lagi tanpa harus berapi-api. Minimal di tempat komen atau kalo ngebet banget ya bikin saja satu jurnal khusus.

Bukankah justru perbedaan yang membuat hidup menjadi indah..? Tipi hitam putih saja sudah tak ada yang mau beli karena tipi warna katanya lebih asik. Bayangkan saja kalo segalanya dibuat seragam. Pakai sandal saja ga bakalan nyaman kalo kanan semua.

Terserah orang mau bilang apa. Yang jelas aku merasa nyaman dengan gayaku. Segala masalah, unek-unek aku muntahkan di blog dan cuma aku jadikan guyonan penghilang mumet. Tak pernah aku memaksakan diri untuk bisa mengerti semua orang. Jangankan untuk orang banyak, berusaha mengerti istri yang setiap hari guyon kelon bareng saja sudah susah.

Katanya pengen putih
Kalo keputihan malah ngomel
Katanya tidak mau ada kekerasan
Kalo nemu punyaku lembek malah manyun...

Terima kasih, Naz
Wassalam

TTD
Rawins Mumet




8 comments:

  1. kalau saya pribadi,menggunakan blog sebagai sarana untuk belajar menulis dan membaca. menulis sekaligus membaca kisah-kisah berhikmah. Tapi ada kalanya, blog memang sebagai tempat curahan rasa, mudah-mudahan tidak sampai menggangu pembacanya.

    BalasHapus
  2. biasa aja kakak. aku ga' pernah mikir tentang tanggapan orang, lha wong itu blog punyaku sendiri kok. klo ga' suka ya jangan dibaca.
    bagiku nulis apa aja bisa bikin lega. yang jelas kita bisa nyurahin apa yang ada di otak kita. klo aku marah, yang berantakan. klo lagi seneng, tulisannya bagus. klo sedih ya gitu deh.

    BalasHapus
  3. Ada apa sih ini sebenarnya? Kok sampai2 Kang Rawins nulis panjang kali lebar spt ini? Yang dipermasalahkan tulisan Kang Rawins atau komentar dari Kang Rawins sih..? Ah mbuh lah..., ngapain aku ikutan pusing ya? :p

    BalasHapus
  4. mas Rawins, tadinya blogku bebas merdeka. taulah sendiri disatroni orang dengan bahasa ajaib, seperti deja vu dengan teror SMS beberapa waktu lalu. jadinya diseleksi aja biar orang lain gak kaget aja gitu.... btw, orangnya terobsesi sama aku banget sampai2 blognya khusus bahas aku, hehehe...

    BalasHapus
  5. iya kang harus menjadi diri sendiri itu lbh penting. Tdk usah mikirin kata orang tulisan kita kaya gimana yg penting bsa menyampaikan pesan lewat tulisan yg positif....kirin kata orang tulisan kita kaya gimana yg penting bsa menyampaikan pesan lewat tulisan yg positif....

    BalasHapus
  6. aku nyari mas rawins di fb, ga ada maksud apa2 kok, aku tahu sudah lama temenan di G+ nah, iseng2 aku cari di FB kok ga nemu.... masa sih ga ada mas rawins di FB? jadi aku tanya di grup blogger

    terus aku buka G+ yg sudah agak lama ga aku buka, begitu tahu nama yg dipakai mas rawins di G+ aku carilah nama tersebut di FB, dan ketemu deh

    BalasHapus
  7. saya lbh suka blog yang dudul, klo berat2 bahasannya malah ga ngerti. Jadi, keep on dudul ajalah Om...

    BalasHapus
  8. Koq sepertinya lagi emo(ng)si ni mas? aq sampek baca posting kaya buku diktat ini..hehe Sante aja, Internet adalah dunia UNTUNG, yang bisa memberikan penggemarnya keUNTUNGan, kebUNTUNGan, keberUNTUNGan (..ah aq koq malah ikut2an ngelantur ya?..hehe) thanks :D

    BalasHapus

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena