Kalimantan, bumi yang penuh sumber daya alam tapi selalu kekurangan energi. Tulisan solar habis di setiap SPBU sudah menjadi pemandangan umum di sini. Kendaraan mengular antri bbm juga sudah bukan hal aneh lagi. Untuk bensin memang agak mendingan. Paling parah adalah solar. Barisan kendaraan menunggu solar datang ke SPBU bisa sampai menginap di pinggir jalan. Mau nekat ke SPBU berikutnya juga tidak menjamin akan langsung dapat solar.
Teramat jamak disini, mobil sekelas fortuner atau pajero sport isi bahan bakar di eceran. Daripada menunggu tanpa kejelasan waktu, beli bensin eceran seharga 6500 atau solar 8000 masih bisa ditolelir. Masih lebih murah dibanding beli solar di SPBU industri yang harganya tak pernah jauh dari kisaran 10 ribu perak.
Antri bbm itu teramat menyebalkan. Sudah nunggunya lama, trus sering dijatah paling banyak 30 liter. Kelangkaan bbm itu, selain suplai dari pertaminanya mungkin kurang, SPBU juga harus berbagi dengan para pengecer yang kulakan. Bisa dibilang separuh dari jatah bbm SPBU menjadi hak pengecer. Saat SPBU ditutup dan dikasih papan pengumuman bbm habis, tidak selalu berarti benar-benar habis.
Larangan pertamina untuk tidak melayani pembeli menggunakan jerigen diakali dengan menggunakan jerigen-jerigen kecil. Kadang ada yang melayani pembeli menggunakan jerigen besar, tapi dilakukan malam hari. Dari luar kelihatannya SPBU sudah tutup. Tapi bila diperhatikan dengan seksama, dalam kegelapan SPBU tampak kesibukan petugasnya melayani sepeda motor berjerigen.
Ada lagi yang lebih canggih mengakali larangan itu. Awalnya aku juga heran melihat banyak vespa parkir di seputaran SPBU. Ternyata vespa itu sudah tidak bermesin dan keluar masuk SPBU dengan cara didorong. Bagian semok yang aslinya bagasi dan tempat mesin dimodifikasi jadi tangki. Sehingga sekali isi full bisa sampai puluhan liter. Sepintas memang tidak terlalu mencurigakan. Tapi aneh saja rasanya melihat vespa masuk SPBU diisi solar.
Bisnis bbm eceran ini memang lumayan menggiurkan. Apalagi kendaraan industri juga banyak yang nyelonong isi bbm ke pengecer. Satu dump truk saja, sehari butuh solar sekitar 100 liter. Namun apapun penyelewengan yang terjadi, aku tak ingin menyalahkan para pengecer. Mereka juga warga negara yang butuh mencari nafkah. Apa salah mereka melakukan pelanggaran bila kenyataannya pemerintah yang mengajari mereka dengan bertindak tidak adil. Setiap hari berapa ribu ton batu bara dan minyak mentah diangkat dari perut bumi Kalimantan. Tapi kompensasi ke masyarakat lokal teramat minim. Listrik belum merata ke setiap wilayah. Itupun kondisinya byar pet dengan kualitas tegangan seringkali menyedihkan.
Lagipula keberadaan pedagang eceran ini teramat membantu, karena jarak antar SPBU lumayan jauh dan cuma ada di jalan besar. Jalan raya sekelas jalan alternatif kalo di Jawa ga bakalan ada yang namanya SPBU. Apalagi sepanjang jalan didominasi hutan yang pasti akan kesulitan kalo sampai mobil kehausan di jalan. Sebagian besar wilayah juga belum terjangkau sinyal hape. Jadi jangan harap bisa teriak minta tolong lewat bbm saat kehabisan bbm. Apalagi kirim sms mama minta bensin.
Pokoknya harus perhitungkan deh tangki mobil dengan jarak tempuh perjalanan. Jangan sampai cerita burung seorang temen cewek yang kehabisan bensin di pinggiran hutan terulang lagi. Sudah sejam nunggu kendaraan lain yang bisa ditumpangi sampai penjual bensin terdekat ga juga nongol, yang lewat malah orang kampung yang menggembalakan kerbau. Daripada jalan kaki, sekali-kali naik kerbau kan ga masalah. Yang jadi masalah justru karena dia ga berani naik sendiri sampai akhirnya harus ngebonceng di belakang.
Sampai di tempat jual bensin, terjadilah percakapan seperti ini.
"Naik kerbau kok ngebut amat. Emang ga takut jatuh, mbak..?"
"Ya engga lah. Kan bisa pegangan.."
"Meluk kenceng ya..? Kok kayaknya sopir kebonya hepi banget.."
"Hush sembarangan. Gaenak dong meluk-meluk orang ga kenal. Aku cuma melingkarkan tangan ke sekeliling pinggangnya sambil berpegang erat-erat pada tanduk pelananya.."
"Eh, mbak. Emang naek kebo pake pelana..?"
Teramat jamak disini, mobil sekelas fortuner atau pajero sport isi bahan bakar di eceran. Daripada menunggu tanpa kejelasan waktu, beli bensin eceran seharga 6500 atau solar 8000 masih bisa ditolelir. Masih lebih murah dibanding beli solar di SPBU industri yang harganya tak pernah jauh dari kisaran 10 ribu perak.
Antri bbm itu teramat menyebalkan. Sudah nunggunya lama, trus sering dijatah paling banyak 30 liter. Kelangkaan bbm itu, selain suplai dari pertaminanya mungkin kurang, SPBU juga harus berbagi dengan para pengecer yang kulakan. Bisa dibilang separuh dari jatah bbm SPBU menjadi hak pengecer. Saat SPBU ditutup dan dikasih papan pengumuman bbm habis, tidak selalu berarti benar-benar habis.
Larangan pertamina untuk tidak melayani pembeli menggunakan jerigen diakali dengan menggunakan jerigen-jerigen kecil. Kadang ada yang melayani pembeli menggunakan jerigen besar, tapi dilakukan malam hari. Dari luar kelihatannya SPBU sudah tutup. Tapi bila diperhatikan dengan seksama, dalam kegelapan SPBU tampak kesibukan petugasnya melayani sepeda motor berjerigen.
Ada lagi yang lebih canggih mengakali larangan itu. Awalnya aku juga heran melihat banyak vespa parkir di seputaran SPBU. Ternyata vespa itu sudah tidak bermesin dan keluar masuk SPBU dengan cara didorong. Bagian semok yang aslinya bagasi dan tempat mesin dimodifikasi jadi tangki. Sehingga sekali isi full bisa sampai puluhan liter. Sepintas memang tidak terlalu mencurigakan. Tapi aneh saja rasanya melihat vespa masuk SPBU diisi solar.
Bisnis bbm eceran ini memang lumayan menggiurkan. Apalagi kendaraan industri juga banyak yang nyelonong isi bbm ke pengecer. Satu dump truk saja, sehari butuh solar sekitar 100 liter. Namun apapun penyelewengan yang terjadi, aku tak ingin menyalahkan para pengecer. Mereka juga warga negara yang butuh mencari nafkah. Apa salah mereka melakukan pelanggaran bila kenyataannya pemerintah yang mengajari mereka dengan bertindak tidak adil. Setiap hari berapa ribu ton batu bara dan minyak mentah diangkat dari perut bumi Kalimantan. Tapi kompensasi ke masyarakat lokal teramat minim. Listrik belum merata ke setiap wilayah. Itupun kondisinya byar pet dengan kualitas tegangan seringkali menyedihkan.
Lagipula keberadaan pedagang eceran ini teramat membantu, karena jarak antar SPBU lumayan jauh dan cuma ada di jalan besar. Jalan raya sekelas jalan alternatif kalo di Jawa ga bakalan ada yang namanya SPBU. Apalagi sepanjang jalan didominasi hutan yang pasti akan kesulitan kalo sampai mobil kehausan di jalan. Sebagian besar wilayah juga belum terjangkau sinyal hape. Jadi jangan harap bisa teriak minta tolong lewat bbm saat kehabisan bbm. Apalagi kirim sms mama minta bensin.
Pokoknya harus perhitungkan deh tangki mobil dengan jarak tempuh perjalanan. Jangan sampai cerita burung seorang temen cewek yang kehabisan bensin di pinggiran hutan terulang lagi. Sudah sejam nunggu kendaraan lain yang bisa ditumpangi sampai penjual bensin terdekat ga juga nongol, yang lewat malah orang kampung yang menggembalakan kerbau. Daripada jalan kaki, sekali-kali naik kerbau kan ga masalah. Yang jadi masalah justru karena dia ga berani naik sendiri sampai akhirnya harus ngebonceng di belakang.
Sampai di tempat jual bensin, terjadilah percakapan seperti ini.
"Naik kerbau kok ngebut amat. Emang ga takut jatuh, mbak..?"
"Ya engga lah. Kan bisa pegangan.."
"Meluk kenceng ya..? Kok kayaknya sopir kebonya hepi banget.."
"Hush sembarangan. Gaenak dong meluk-meluk orang ga kenal. Aku cuma melingkarkan tangan ke sekeliling pinggangnya sambil berpegang erat-erat pada tanduk pelananya.."
"Eh, mbak. Emang naek kebo pake pelana..?"
Kapan keadilan itu akan sampai ke pedalaman..?
saya yang bergelut di bidang eceran merasa dirugikan, kalo statemen itu bisa terjadi. #miris..
BalasHapusorang endonesa emang pd kreatip yach...
BalasHapusklo utk pemerintah no comment, mbundet plus mumet dewe nek ngomongke pemerintah
hahaha gak kebayang meluk kebo
BalasHapusiya sih di balikpapan sering tuh SPPBU ada tulisan tutup bensin dan solar habis....
BalasHapussaya kaget waktu pertamakali nymape balikpapan,,perasaan ni kota penghasil minyak.....
emang mas...ngantri itu membosankan...
BalasHapuskacau2 mmg ini negara...minyak diekspor semua smp lupa klo negara sendiri butuh minyak...
barusan sy buka rawins.com keren euy...kayak buku :D
mantap deh...
kalau aku ga setuju dengan pengecer, krn bikin bbm mahal :(
BalasHapusVespane dah swap engine nggo mesin Turbo diesel D4D ne fortuner kui boz... :))
BalasHapus