Bicara tentang sandal jepit, aku merupakan salah satu penggemar beratnya. Tidak ada tendensi khusus apalagi unsur politik selain kepraktisannya dalam keseharian. Lagipula harganya murah dan tersedia di banyak tempat. Sehingga kalo sampai ilang, aku bisa segera dapat gantinya tanpa harus merogoh kocek terlalu dalam.
Sejarah panjangku dengan alas kaki murahan itu lumayan panjang. Berawal dari masa kecil di desa terpencil terkurung perkebunan karet, dimana nyeker sudah menjadi budaya yang menyatu dengan kehidupan. Waktu SD, ke sekolah pun aku aku bertelanjang kaki. Memiliki sepasang sandal jepit merupakan sebuah kebanggaan yang hanya didapat saat menjelang lebaran. Makanya sandal merupakan barang kesayangan yang hanya dipakai pada kesempatan tertentu saja.
Waktu itu, kebanyakan rumah berlantai tanah. Namun anehnya, yang setiap hari bersandal jepit adalah orang-orang yang rumahnya sudah berlantai semen. Akupun mulai rutin bersandal jepit, setelah rumah ortu dilapisi tegel. Katanya sih biar lantai ga kotor, karena saat akan masuk rumah sandal ditinggal di luar.
Padahal kebiasaan melepas sandal saat akan masuk tempat tertentu pernah berakhir tragis juga. Seperti aku kecil saat diajak ke rumah mbah naik kereta api. Karena sudah jadi kebiasaan, saat naik kereta, sandal aku lepas juga di depan pintu gerbong. Dan hasilnya aku menangis keras-keras begitu turun dari kereta sandalku tak ada di depan pintu.
Kedekatanku dengan sandal jepit bukannya tak pernah menimbulkan masalah. Seperti saat aku masih jadi tukang serpis komputer keliling. Aku suka ditolak orang ketika akan memperbaiki komputer di suatu instansi. Seolah-olah yang aku gunakan untuk kerja adalah sandal jepit, bukan tangan dan otakku.
Saat jadi orang kantoran pun, berangkat dari rumah tetap bersandal jepit. Pas masuk kantor baru pakai sepatu, walau setelah masuk ruangan aku kembali berjepit ria. Beberapa masalah yang aku temukan di masa itu, biasanya kalo pas harus meeting di perusahaan lain. Begitu sampai tujuan aku celingukan. Karena sepatu yang biasanya standby di kolong jok mobil ternyata diturunkan ibue Citra untuk dicuci.
Paling sering dapat komplen tuh kalo pas bertemu teman yang selalu menomorsatukan penampilan. Mereka seperti ga ada bosennya mempersoalkan sandal jepitku, sampai komplen ke istri. Ibue sih biasanya cuma nyengir doang. Tapi aku kadang enek juga kalo dah ada yang komentar bawa-bawa profesi. Misalnya, "manager kok ga kuat beli sepatu..."
Halah, apa urusannya semua itu dengan sandal jepit. Budaya menebak isi dari kulit memang cukup membudaya di sekitar kita. Sepertinya mereka lupa bahwa sesuatu yang kelihatan baik belum tentu isinya baik. Begitu juga sebaliknya. Buktinya kalo kita dengar orang bilang sandal ilang, pasti yang kepikir pertama adalah masjid. Ironis kan..?
Apapun orang bilang, aku ga akan peduli. Pokoknya sandal jepit forever dah. Bagaimanapun juga cari duit itu susah. Jadi sudah sepantasnya kita menghargai hasil jerih payah kita memeras keringat. Sandal bermerk buatku cuma pemborosan. Beli mahal-mahal kok terus diinjak-injak. Ga ada penghargaan sama sekali. Hahaha biadab...
Eh, temen-temenku yang pinter-pinter
Kalo boleh nanya, siapa sih penemu sandal jepit..?
Sejarah panjangku dengan alas kaki murahan itu lumayan panjang. Berawal dari masa kecil di desa terpencil terkurung perkebunan karet, dimana nyeker sudah menjadi budaya yang menyatu dengan kehidupan. Waktu SD, ke sekolah pun aku aku bertelanjang kaki. Memiliki sepasang sandal jepit merupakan sebuah kebanggaan yang hanya didapat saat menjelang lebaran. Makanya sandal merupakan barang kesayangan yang hanya dipakai pada kesempatan tertentu saja.
Waktu itu, kebanyakan rumah berlantai tanah. Namun anehnya, yang setiap hari bersandal jepit adalah orang-orang yang rumahnya sudah berlantai semen. Akupun mulai rutin bersandal jepit, setelah rumah ortu dilapisi tegel. Katanya sih biar lantai ga kotor, karena saat akan masuk rumah sandal ditinggal di luar.
Padahal kebiasaan melepas sandal saat akan masuk tempat tertentu pernah berakhir tragis juga. Seperti aku kecil saat diajak ke rumah mbah naik kereta api. Karena sudah jadi kebiasaan, saat naik kereta, sandal aku lepas juga di depan pintu gerbong. Dan hasilnya aku menangis keras-keras begitu turun dari kereta sandalku tak ada di depan pintu.
Kedekatanku dengan sandal jepit bukannya tak pernah menimbulkan masalah. Seperti saat aku masih jadi tukang serpis komputer keliling. Aku suka ditolak orang ketika akan memperbaiki komputer di suatu instansi. Seolah-olah yang aku gunakan untuk kerja adalah sandal jepit, bukan tangan dan otakku.
Saat jadi orang kantoran pun, berangkat dari rumah tetap bersandal jepit. Pas masuk kantor baru pakai sepatu, walau setelah masuk ruangan aku kembali berjepit ria. Beberapa masalah yang aku temukan di masa itu, biasanya kalo pas harus meeting di perusahaan lain. Begitu sampai tujuan aku celingukan. Karena sepatu yang biasanya standby di kolong jok mobil ternyata diturunkan ibue Citra untuk dicuci.
Paling sering dapat komplen tuh kalo pas bertemu teman yang selalu menomorsatukan penampilan. Mereka seperti ga ada bosennya mempersoalkan sandal jepitku, sampai komplen ke istri. Ibue sih biasanya cuma nyengir doang. Tapi aku kadang enek juga kalo dah ada yang komentar bawa-bawa profesi. Misalnya, "manager kok ga kuat beli sepatu..."
Halah, apa urusannya semua itu dengan sandal jepit. Budaya menebak isi dari kulit memang cukup membudaya di sekitar kita. Sepertinya mereka lupa bahwa sesuatu yang kelihatan baik belum tentu isinya baik. Begitu juga sebaliknya. Buktinya kalo kita dengar orang bilang sandal ilang, pasti yang kepikir pertama adalah masjid. Ironis kan..?
Apapun orang bilang, aku ga akan peduli. Pokoknya sandal jepit forever dah. Bagaimanapun juga cari duit itu susah. Jadi sudah sepantasnya kita menghargai hasil jerih payah kita memeras keringat. Sandal bermerk buatku cuma pemborosan. Beli mahal-mahal kok terus diinjak-injak. Ga ada penghargaan sama sekali. Hahaha biadab...
Eh, temen-temenku yang pinter-pinter
Kalo boleh nanya, siapa sih penemu sandal jepit..?
Pertama-tama sandal jepit ini di temukan di daerah Cina Utara yang pada saat itu di pimpin oleh Kaisar Cing Cang Ke Ling. Penemuan sandal jepit tidak disengaja. Di mana pada saat itu, kaisar sedang berburu harimau dengan busur panahnya melihat si kaki seribu melintas di ibu jari kakinya, karena merasa jijik, si kaisar latah, sambil berkata “ eh sial..gua jepit lo”.
BalasHapusDari sana tersebar gosip dari mulut ke mulut, bahwa kaisar itu latah. Ini akibat ulah comel dari pengawal kaisar yang melihat kelatahan kaisar dan memberikan kabar ini pada media Cek Li Cek, media cetak gosip mingguan di Cina Utara. Untuk menjaga kewibawaahn kaisar, maka para penasehat kaisar bersidang. Dari sidang muncul keputusan, bahwa harus ada alas kaki, buat kaki kaisar agar terhindar dari serangga menjijikan, maka di buatlah alas kaki dari kayu, dengan memberikan tiang pendek pas dekat ibu jari. Hal itu sekaligus sebagai peringatan bagi para gosiper, kalau masih menggosip kaisar latah akan diinjak dan dijepit lho. Itu kisah sandal jepit dari Cina walau pun ini masih perlu dibuktikan kebenarannya.
Kalau menilik dari masa keemasan Eropa, sandal jepit ini muncul saat revolusi industri di Ingris. Sandal jepit muncul, di mana para petani meninggalkan ladangnya dan bekerja menjadi buruh di pabrik-pabrik. Pada saat itu kaum buruh tidak memakai alas kaki ke pabrik, mereka persis seperti kebiasaan petani ladang yang cekeran. Karena mereka sering cekeran tentu saja pabrik menjadi kotor. Clening service yang bertugas membersihkan sering mengeluh karena banyak pasir yang terbawa ke ruangan. Mereka sering ngomel-ngomel : “ Sand All…sand…All…stupid ”. Karena pabrik sangat bising, maka terdengarnya menjadi “Sandal jepit”. Maka para buruh memakai sandal jepit untuk menghindari omelannya. Sejarah ini pun ini juga masih diragukan faktanya.
Kalau perkembangan di Indonesia, Sandal jepit ini sebenarnya sudah mulai ada dari Jaman Tarumanagara di Bogor, sekitar abad ke 7 . Hal tersebut dibuktikan dengan penemuan batu tulis yang didalamnya ada tulisan/prasasti dan telapak kaki Raja. Telapak kaki tersebut sebenarnya adalah cetakan,untuk membuat sandal raja. Sayang sekali tidak ada keterangan sandal apa yang dibuat. Tetapi yang jelas dari cetakan telapak kaki raja tidak ada tanda kaki raja pecah-pecah (rorombehen), berarti kaki raja sehat dan saya yakin raja sudah pakai sandal.
love,peace and gaul.
kalau kondangan pakai sendal jepit pernah gak mas?:)
BalasHapusancen uenak boss.. panggel sendal jepit.. .. gen nang piyungan gak mampir..boss.. he.he.he.
BalasHapusdibilangin sandhal jepit ditemukan oleh pak hansip karena ketinggalan di pos ronda owkk....
BalasHapus#teteup ngeyel komentar nang kene.. :P
saya ke pondok indah mall pakai sandal jepit ditegur satpam :(
BalasHapusYa.. meskipun cinta dg sandal jepit, jangan lantas sandal jepit dipakai kemana aja dong :)
BalasHapusSetuju om... Saya salah satu pecinta sandal jepit. Tapi cinta itu harus terduakan dengan sepatu APboot kalo lagi kerjo blusukan lewat rowo....
BalasHapus