Pada jaman dahulu kala, ada seorang petani kurus kering yang hobinya mancing. Dia memiliki sebidang tanah yang sebenarnya sangat subur. Tapi karena hobi mancing yang tiada habisnya dari mulai mancing jaer sampai mancing kerusuhan, ladangnya jadi sering terbengkalai. Namun pak tani kelihatannya tidak mau tahu. Dia tetap bersikukuh, di tanahnya tongkat kayu dan batu pun jadi tanaman.
Pak tani orangnya keras kepala dan sok pinter tapi bodoh. Seperti ketika kebunnya ditanami pare. Bertahun-tahun hasil panennya selalu pahit, tapi dia tak mau tahu. Setiap online isinya cuma ganti status dan koman komen di status orang. Tak pernah terpikirkan bagaimana caranya agar hasil kebunnya berbuah manis.
Sampai suatu hari datanglah seorang juragan kaya dari seberang lautan di negeri Durban.
“Pak, parenya saya beli semua. Seratus perak sekilonya ya..”
“Wah, ga bisa gan. Di pasar saja sekilo seribu.”
“Itu kan kemarin. Mulai besok pare tidak laku. Yang laku adalah ketimun. Makanya pak tani nanam ketimun saja. Bibit ketimunnya sekarang saya bawa kok, bayarnya bisa nyicil sepuluh kali. Bunganya ringan kok, pak..”
Rayuan maut saudagar centil yang pinggulnya selalu bergoyang ketika bicara membuat pak tani hanyut. Tanpa crosscheck ke pasar, kebun parenya dibabat habis dan ditanami bibit ketimun dapat ngutang dari sang saudagar.
Belum lagi hutang bibit ketimunnya lunas, saudagar itu datang lagi menawarkan seekor anjing buldog asli peranakan Kalibagor.
“Saya tidak suka anjing, gan...” pak tani menolak halus.
Saudagar tersenyum centil, “Iya saya tahu, pak tani kan sukanya ke saya. Tapi anjing ini bukan untuk diperistri, pak. Untuk jaga kebun. Soalnya kalau tidak dijaga, nanti ketimun bapak bakal dicuri kancil. Sewanya murah kok...”
Akhirnya pak tani pun menyewa anjing penjaga itu. Dan setelah berjalan sekian lama, dia mulai merasakan beban. Setiap bulan harus membayar cicilan bibit ketimun, membayar sewa anjing dan masih harus memberi akomodasi yang memadai ke anjing penjaganya itu. Kadang dia komplen ke si buldog. Tapi pak tani selalu menurut setiap dijawab, “kalau tidak ada saya, nanti kebunnya diganggu kancil, pak...”
Sampai kemudian, isu pencemaran nama baik itu didengar oleh si kancil. Kancil pun berniat datang ke rumah pak tani untuk berdialog. Mendengar rencana kancil, buldog segera laporan kepada juragannya.
“Gawat, gan. Kancil mau klarifikasi ke rumah pak tani.”
“Santai saja, dog. Kamu bikin grup di pesbuk saja. Gerakan anti kancil, biar pak tani percaya si kancil jahat.”
“Okelah kalo begitu. Buat bayar warnetnya mana, gan..?”
“Kamu pakai saja internet di rumah pak tani.”
“Lha, itu kan untuk membentuk opini publik. Eksekusi lapangannya bagaimana..?”
“Pasang pagar keliling agar kancil tidak bisa menemui pak tani.”
“Biayanya..?”
“Ya minta ke pak tani juga dong. Jangan lupa di mark up dan bagianku 20% ya...”
Usai meeting jarak jauh antara juragan dan bawahan, si buldog segera membuat gerakan sejuta pesbuker anti kancil. Dia pun menemui pak tani dan menceritakan rencana kedatangan kancil beserta bumbu-bumbunya. Kemudian buldog mengajukan proposal pembuatan pagar keliling kebun untuk mencegah serbuan pasukan kancil.
“Kok mahal banget sih, bull..?” tanya pak tani yang masih bingung campur heran. “Aku bisa dimarahin istriku nanti...”
“Jangan takut, pak. Bilang saja ini berdampak sistemik, harus segera diatasi...”
“Lalu duitnya darimana..?”
“Kan bisa kasbon dulu ke juragan saya...”
Sambil manggut-manggut pak tani menuruti kata-kata buldog. Dia ngutang lagi ke juragan dari Durban untuk membangun pagar keliling kebun. Tapi karena biayanya banyak dikorupsi buldog demi mengejar setoran ke juragannya, banyak pagar yang bolong-bolong. Dan buldog yakin kancil yang berbadan kecil dengan mudah menyelusup masuk. Maka buldog pun laporan lagi ke sang juragan.
Saudagar kaya datang ke rumah pak tani dan menganjurkan untuk menambah penjaga di setiap sudut pagar kebunnya. Agar tidak terlihat nepotisme dan mendapatkan harga termurah, sang saudagar menawarkan untuk membuat panitia penerimaan tender penjaga. Lagi-lagi argumen disertai senyuman maut saudagar membuat pak tani takluk dengan syarat si buldog juga harus ikut tender. Soalnya pak tani juga mulai sebel dengan penjaga gendut doyan makan itu. Lelang tender dilakukan terbuka di depan rumah tani, sehingga pak tani semakin yakin prosesnya transparan dan hasilnya tidak akan mengecewakannya.
Penawaran pertama datang dari pasukan rubah Gumelar, perbulan minta lima ribu. Musang dari Cibriluk menawarkan harga delapan ribu. Lalu Kucing Gunung Simping minta sepuluh ribu sebulannya. Karena si buldog menawarkan harga duabelas ribu, saudagar segera bertanya.
“Kamu sudah bosan kerja, dog..? kok mahal amat...? ”
“Ssssst... menangkan saja tenderku, gan.”
“Ya ga bisa, penawaran kamu paling mahal..”
“Aku nawarin dua belas ribu, maksudnya gini, gan. Lima ribu kasihin ke rubah dari Gumelar, suruh pasukan dia yang kerja. Sisanya kita bagi dua. Ok..?”
“Setuju deh kalo begitu...” sahut saudagar kaya dengan mata berbinar-binar. Seneng juga dia punya anak buah yang loyal dan cerdas.
Singkat cerita kebun pak tani aman dari serangan kancil sampai masanya panen. Namun sayang seribu sayang, ketika panen tiba bukan uang melimpah yang didapatkan pak tani. Semua panen ketimun diangkut saudagar ke negerinya dan dibayar murah. Yang tersisa hanyalah catatan utang-utangnya ke saudagar yang belum terbayar oleh hasil panennya.
Pak tani pun walau lesu masih tetap mengangguk ketika saudagar menghiburnya. “Tenang pak tani. Kalau pak tani tidak punya uang untuk menanam ketimun lagi, nanti saya kasih bon lagi ya...”
Sementara kancil di tepi hutan juga hanya bisa menarik nafas panjang tak bisa menemui pak tani untuk mengingatkannya. Dalam hati dia mengeluh, “Kenapa aku harus dilahirkan di negeri pak tani yang tak pernah sadar hidupnya terjajah..? Kenapa pula orang masih juga percaya sebuah konspirasi bahwa aku suka ketimun. ”
Siapa pencuri yang sebenarnya..?
Ilustrasi The predator
Karya Andi Ramdhani
Read More