Ketika ditawarin untuk pegang posisi personalia atau keuangan, langsung aku pilih yang kedua. Seperti ketika di Jakarta dulu, aku malah milih jadi teknisi ketimbang di Human Resources. Masalahnya bukan karena pegang uang yang jadi pertimbangan, melainkan jenis pekerjaan yang dihadapi.
Di bagian teknik atau keuangan, aku hanya berurusan dengan benda mati dan angka-angka. Resikonya memang lebih besar dibanding ngurus karyawan di HRD. Jadi teknisi resikonya paling kesetrum. Atau kalo di keuangan paling nombokin kalo tekor pas rekapan. Tapi kan kerjaannya teknis dan tidak harus berurusan dengan perasaan orang lain.
Nah, ketika kena krisis akhir tahun 2008 lalu, di kantor diadakan perampingan karyawan. Keuangan dan personalia digabung menjadi General Affair. Jadinya mau ga mau aku bersinggungan dengan karyawan juga. Menyeleksi, mengangkat dan membina karyawan. Kelihatannya tidak terlalu berat karena sistemnya sudah ada. Tapi itu beban yang lumayan berat juga buatku. Soalnya ketika ada karyawan yang tidak beres, tetap saja raportku ikut merah.
Aku bukan orang yang terbiasa banyak kata dalam pekerjaan. Misalnya ketika ada karyawan yang aku suruh menyelesaikan sesuatu sampai beberapa kali dan tidak juga dikerjakan, aku lebih suka langsung mengerjakannya daripada harus menyuruh lagi. Seperti pembantuku dulu beberapa kali aku tegur ngepelnya kurang bersih dan ndableg, besoknya aku pel lantai sendiri. Dan ternyata dengan cara seperti itu, pembantuku malah bisa lebih rajin di kemudian hari.
Hanya sayangnya, tidak setiap orang bisa seperti itu. Ada juga yang malah sepertinya sengaja memanfaatkan kelemahanku dengan kerja semaunya. Toh nanti dikerjain si Eko... Dan payahnya, itu adalah managerku sendiri. Dan ketika aku laporkan, Jakarta malah balik menyalahkanku. Yang milih orang tuh siapa..?
Dan yang paling berat di HRD buatku adalah ketika aku harus memberhentikan karyawan. Apalagi bila karyawan itu sudah berkeluarga, punya anak masih kecil-kecil dan tidak ada penghasilan lain. Belum lagi ketika merengek minta kebijaksanaan sambil membawa anak istri. Duh, kadang setres beneran tuh...
Trus ada satu hal yang belum terpecahkan selama ini. Aku tuh punya akuarium di depan mess di bagian belakang kantor. Setiap kali ada karyawan yang keluar atau diberhentikan, ikannya pasti ada yang mati. Karyawan keluar satu, ikan mati satu. Dulu pas keluar dua orang, ikannya juga mati dua. Aku sebenarnya tak percaya mitos atau hal-hal semacam itu. Tapi mau tidak mau kadang aku mikir juga. Kenapa bisa begini..?
Dan siang tadi, si bos nanyain tentang karyawanku yang kemarin pamit mudik dan ternyata nyusul pacarnya ke Jakarta. Ketika aku jawab belum balik, bos bilang, "yowes ganti wae..." Baru saja aku menyelesaikan obrolan itu, seorang karyawan produksi masuk kantor dan laporan ikan mati satu.
Kenapa ya..?
Di bagian teknik atau keuangan, aku hanya berurusan dengan benda mati dan angka-angka. Resikonya memang lebih besar dibanding ngurus karyawan di HRD. Jadi teknisi resikonya paling kesetrum. Atau kalo di keuangan paling nombokin kalo tekor pas rekapan. Tapi kan kerjaannya teknis dan tidak harus berurusan dengan perasaan orang lain.
Nah, ketika kena krisis akhir tahun 2008 lalu, di kantor diadakan perampingan karyawan. Keuangan dan personalia digabung menjadi General Affair. Jadinya mau ga mau aku bersinggungan dengan karyawan juga. Menyeleksi, mengangkat dan membina karyawan. Kelihatannya tidak terlalu berat karena sistemnya sudah ada. Tapi itu beban yang lumayan berat juga buatku. Soalnya ketika ada karyawan yang tidak beres, tetap saja raportku ikut merah.
Aku bukan orang yang terbiasa banyak kata dalam pekerjaan. Misalnya ketika ada karyawan yang aku suruh menyelesaikan sesuatu sampai beberapa kali dan tidak juga dikerjakan, aku lebih suka langsung mengerjakannya daripada harus menyuruh lagi. Seperti pembantuku dulu beberapa kali aku tegur ngepelnya kurang bersih dan ndableg, besoknya aku pel lantai sendiri. Dan ternyata dengan cara seperti itu, pembantuku malah bisa lebih rajin di kemudian hari.
Hanya sayangnya, tidak setiap orang bisa seperti itu. Ada juga yang malah sepertinya sengaja memanfaatkan kelemahanku dengan kerja semaunya. Toh nanti dikerjain si Eko... Dan payahnya, itu adalah managerku sendiri. Dan ketika aku laporkan, Jakarta malah balik menyalahkanku. Yang milih orang tuh siapa..?
Dan yang paling berat di HRD buatku adalah ketika aku harus memberhentikan karyawan. Apalagi bila karyawan itu sudah berkeluarga, punya anak masih kecil-kecil dan tidak ada penghasilan lain. Belum lagi ketika merengek minta kebijaksanaan sambil membawa anak istri. Duh, kadang setres beneran tuh...
Trus ada satu hal yang belum terpecahkan selama ini. Aku tuh punya akuarium di depan mess di bagian belakang kantor. Setiap kali ada karyawan yang keluar atau diberhentikan, ikannya pasti ada yang mati. Karyawan keluar satu, ikan mati satu. Dulu pas keluar dua orang, ikannya juga mati dua. Aku sebenarnya tak percaya mitos atau hal-hal semacam itu. Tapi mau tidak mau kadang aku mikir juga. Kenapa bisa begini..?
Dan siang tadi, si bos nanyain tentang karyawanku yang kemarin pamit mudik dan ternyata nyusul pacarnya ke Jakarta. Ketika aku jawab belum balik, bos bilang, "yowes ganti wae..." Baru saja aku menyelesaikan obrolan itu, seorang karyawan produksi masuk kantor dan laporan ikan mati satu.
Kenapa ya..?
0 comments:
Posting Komentar
Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih