18 Februari 2010

Pinter atau Keblinger..?

Mungkin memang sudah menjadi tabiat sebagian dari kita, begitu mudah memvonis sesuatu tanpa mau melihat lebih dekat terlebih dahulu. Tak jarang perilaku itu ditambahin dengan acara perngeyelan sebelum mencoba.

Seperti pagi tadi ketika aku bilang lagi cari lagu-lagu Budhha Bar pesenan istriku yang tak suka lagu klasik untuk pengisi waktunya. Temen di kantor langsung ceramah panjang lebar. Ibu hamil mendingan dibanyakin ngaji, dll dll daripada diperdengarkan lagu yang tidak sesuai keyakinan. Diceramahin begitu aku malah bengong sendiri. Apalagi ketika aku tanya apa dia tahu lagu Buddha Bar kayak apa, dia malah geleng kepala.

Tentang apa yang baik untuk ibu hamil, aku sudah yakin istriku tahu banget. Gurunya tuh google dan gramedia, dan dia sudah biasa crosscheck atas informasi yang dibacanya sebelum menganggap sebuah informasi itu benar atau hoax. Tentang gizi, sepertinya sudah makanan sehari-hari ditambah pengalamannya selama menjadi baby sitter. Dan soal ngaji aku tak perlu mengkhawatirkan lagi. Bagaimanapun juga istriku jebolan Tambakberas yang levelnya sama dengan Tebuireng.

Aku sendiri tidak menyalahkan stafku itu, karena memang hal semacam itu sudah menjadi budaya dalam sebagian besar masyarakat kita. Mendengar kata Buddha langsung asumsinya lari ke masalah religi. Apalagi ketika mendengar kata Bar, pikirannya melayang ke diskotik. Padahal itu hanya sebuah label musik saja. Dan nyatanya ketika sudah selesai terdonlot satu lagu aku coba mainkan sebuah lagu yang ternyata berirama padang pasir, dia malah bilang, "kok enak mas..?"

Ceramah senada yang lebih keras pernah aku dapatkan di Kompasiana, ketika sedang ramai-ramainya film 2012. Seorang teman begitu keras mengutuk film itu dan sama kerasnya menyanggah ketika aku bilang itu film tentang bencana dan bukan kiamat. Dan yang membuatku tak habis pikir adalah ketika aku tanya, sudah lihat filmnya apa belum..? Dia menjawab, "untuk apa melihat film itu. Kata MUI haram ya haram hukumnya. Ga takut dosa loe..?"

Aku langsung mundur teratur saat itu. Ya percuma saja ngotot-ngototan dengan orang yang tidak tahu apa-apa tentang hal yang dibicarakannya.

Tidak tahu tapi ngeyel. Sebuah budaya yang membuat bangsa kita gampang dipecah belah. Setiap apa yang sekilas berbau lain, tanpa mau menyentuh orang langsung menjauh. Dan ketika menemukan apa yang dianggap sepemikiran, tanpa crosscheck langsung diterima. Seolah lupa sejarah Aceh yang tak pernah terjajah harus takluk dikacaukan oleh Snouck Hurgronje hanya karena dia memakai sorban dan fasih berbahasa Arab.

Kapan kita mulai belajar membuka pikiran dan mau melihat lebih dekat sebelum memvonis orang lain..?

0 comments:

Posting Komentar

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena