16 Februari 2010

Kangen Guruku

Empat tahun lalu, Multiply buatku hanya sebuah tempat mencari lagu untuk di donlot. Tak perlu nulis atau post apapun aku begitu pede dengan hedsot pentol korek selama setahun. Tiga tahun lalu baru aku mulai iseng mengisinya dengan tulisan-tulisan yang sebenarnya bermutu tapi menurutku tidak. Aku cuma cari di blog lain lalu disalin mentah-mentah di blogku.



Sampai suatu ketika aku dan geng ebeg dikecam orang dan dikatakan sebagai sampah perusuh. Aku tidak pernah tersinggung dengan kata-kata semacam itu, karena internet hanya tempat refreshing saja buatku. Sekasar apapun yang aku dapat tetap aku tersenyum saja. Bahkan waktu itu, cap sampah itu justru membangkitkan semangatku untuk bisa menulis secara mandiri. Walau tetap mengutip tulisan orang lalu ditambah dengan opiniku sendiri. Itulah sebabnya aku sangat berterima kasih kepada seorang teman yang bernama sopi, dan aku anggap sebagai guruku di internet.


Aku dan geng ebegku waktu itu mendadak menjadi insan serius semua. Diskusi-diskusi panjang bertebaran di blog-blog anggaota geng. Namun semua itu sekedar diskusi dan bukan debat. Kita hanya saling membuka pikiran masing-masing untuk suatu masalah tanpa saling menekan orang lain untuk mengakui kebenaran pemikiran orang yang lainnya. Persoalan-persoalan yang kadang ekstrim pun dibuka, tapi hanya sekedar wacana. Dan ketika kembali ke alam nyata, semua keributan di blog tak pernah mengusik pertemanan.

Cuma sayangnya, ketika sampah perusuh sudah mulai belajar serius kepada sang guru. Justru saat itu pasukan sang guru malah berubah arah. Jangankan mau nimbrung berdiskusi, menengok pun sepertinya malas. Apalagi setelah demam pesbuk melanda, budaya menulis mereka sepertinya sirna dan cukup dengan menulis status setiap hari.

Buatku sendiri, menulis itu bebas dan itu hak asasi. Tapi setidaknya aku butuh penyeimbang dari orang-orang yang berpikiran bersebrangan denganku. Bagaimanapun juga latar belakangku membuatku sering menulis tentang kekerasan ibu terhadap anak. Dan guruku itu seorang aktifis Rifka Anisa yang selalu memperjuangkan perempuan terkait dengan kekerasan dalam rumah tangga. Apalagi sekarang guruku sudah menjadi direktur di LSM ternama itu. Minimal aku berharap dia bisa menyumbangkan pikiran-pikirannya tentang perempuan dan KDRT dalam bentuk blog yang terinci dan dalam bahasa yang mudah aku pahami sebagai orang awam.

Memang saat ini, guruku juga masih aktif berteriak melalui status pesbuknya. Tapi menurutku statement-statement keras dan pendek kadang membuat orang lain salah memahami maksudnya. Sehingga apa yang diharapkan dari teriakannya itu malah hasilnya terbalik dengan yang diharapkan. Bagaimanapun sosok direktur LSM seharusnya bisa mencerminkan visi dan misi lembaga yang dibawanya. Sopi adalah Rifka dan Rifka adalah Sopi.

Tapi ini hanyalah sekedar harapan kepada seorang teman sekaligus guruku. Aku sama sekali tak ingin memaksanya untuk kembali menulis. Semoga tidak bagai mengharap duren turun dari langit.

Minimal peribahasa jaman aku SD bisa dikatakan benar maknanya. Guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Saat aku sebagai muridnya mulai bisa kencing berdiri, gurunya ngabur ke pesbuk dan melupakan MP dan kebiasaannya menulis.

Aku merindukanmu, Sop...

0 comments:

Posting Komentar

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena