Beberapa tahun yang lalu saya pernah menyimak Gelombang Ketiganya Alfin Toffler yang mencetuskan istilah 3M dalam perkembangan jaman, yaitu Muscle, Machine dan Mind. Ramalan tentang 3 gelombang perubahan memang telah menjadi kenyataan. Gelombang pertama (Muscle - otot) ialah lahirnya masyarakat pertanian, kedua (Machine - Mesin) yaitu tumbuhnya masyarakat industri, dan ketiga (Mind - Pikiran) yaitu munculnya masyarakat informasi yang kemudian disusul masyarakat yang berbasis pengetahuan knowledge based society.
Teknologi informasi memang memegang peranan penting saat ini, dimana orang mulai lebih banyak menghabiskan waktu di depan layar komputer yang terkoneksi internet daripada bersosialisasi dengan masyarakat sekitar. Apalagi di kota-kota besar dimana gaya hidup metropolis mulai merebak menjadi sebuah tren masyarakat. Terasa sekali seperti saat saya pertama kali menginjakkan kaki di Ibu kota. Seringkali saya menanyakan alamat seseorang yang sebenarnya masih di lingkungan itu tapi dijawab dengan kata tidak tahu. Sampai akhirnya saya justru mengandalkan Yahoo Messenger yang saya instal di HP untuk mencari panduan arah saat saya tersesat.
Dalam perkembangan lebih lanjut, semakin terasa bila sulit sekali untuk bisa hidup bermasyarakat seperti pada waktu saya masih di desa. Hubungan dengan orang lain lebih banyak melalui SMS, telpon ataupun Instan Messenger. Istilah curhat atau gendu-gendu rasa dengan teman-teman seide, sehati atau seperjuangan beralih menggunakan fasilitas blog daripada duduk bareng sambil menikmati secangkir kopi di lesehan Malioboro.
Ini menurut saya sudah mulai menggeser superioritas Mind Wave nya Futurolog Alfin Toffler. Dimana setelah 3M, kini muncul sebuah frasa lagi yaitu eM atau emotion, emosi.
Apa iya sih teknologi yang mengandalkan mesin yang jelas-jelas barang mati bisa memiliki emosi..? Selama ini bila kita mendengar kata iptek, yang terlintas dalam benak adalah sesuatu yang ruwet, njlimet, canggih dan serba digital. Sedangkan emosi adalah sesuatu yang manusiawi dan sangat analog.
Tapi coba lihatlah sekeliling kita, atau mungkin kita sendiri pernah mengalami. Saat kita sedang gembira dan penuh keceriaan tiba-tiba mendadak berubah menjadi sedih kadang sampai kehilangan semangat hidup, hanya karena menerima sepotong pesan pendek melalui SMS. Ini membuktikan bahwa SMS yang notabene merupakan teknologi yang paling sederhana dalam suatu sistem seluler telah mampu merubah emosi kita secara drastis.
Pergeseran kultural dari hubungan antar manusia yang telah begitu tergantung pada teknologi mau tidak mau diikuti dengan masuknya pengaruh-pengaruh iptek kedalam perasaan kita. Dan ini menurut saya merupakan peluang yang bagus buat seekor anak angsa yang tengah belajar marketing. Kenyataan membuktikan bahwa mitos emosi hanya milik perempuan dan pikiran itu milik laki-laki sudah tidak seluruhnya benar. Kini semua gender telah mengantungkan alur hidupnya ke arah emosi yang seringkali meninggalkan pikiran. Teman-teman laki-laki saya sudah mulai belanja kebutuhan pribadinya hanya karena merasa ada sesuatu yang bisa menyentuh emosinya dari suatu produk daripada memikirkan sebenarnya dia benar-benar membutuhkan barang itu atau tidak.
Cobalah untuk belajar melihat ke sekeliling kita. Emosi ada dimana-mana dan itu merupakan suatu peluang. Cobalah...
Arsip AngsaKecil
Dalam perkembangan lebih lanjut, semakin terasa bila sulit sekali untuk bisa hidup bermasyarakat seperti pada waktu saya masih di desa. Hubungan dengan orang lain lebih banyak melalui SMS, telpon ataupun Instan Messenger. Istilah curhat atau gendu-gendu rasa dengan teman-teman seide, sehati atau seperjuangan beralih menggunakan fasilitas blog daripada duduk bareng sambil menikmati secangkir kopi di lesehan Malioboro.
Ini menurut saya sudah mulai menggeser superioritas Mind Wave nya Futurolog Alfin Toffler. Dimana setelah 3M, kini muncul sebuah frasa lagi yaitu eM atau emotion, emosi.
Apa iya sih teknologi yang mengandalkan mesin yang jelas-jelas barang mati bisa memiliki emosi..? Selama ini bila kita mendengar kata iptek, yang terlintas dalam benak adalah sesuatu yang ruwet, njlimet, canggih dan serba digital. Sedangkan emosi adalah sesuatu yang manusiawi dan sangat analog.
Tapi coba lihatlah sekeliling kita, atau mungkin kita sendiri pernah mengalami. Saat kita sedang gembira dan penuh keceriaan tiba-tiba mendadak berubah menjadi sedih kadang sampai kehilangan semangat hidup, hanya karena menerima sepotong pesan pendek melalui SMS. Ini membuktikan bahwa SMS yang notabene merupakan teknologi yang paling sederhana dalam suatu sistem seluler telah mampu merubah emosi kita secara drastis.
Pergeseran kultural dari hubungan antar manusia yang telah begitu tergantung pada teknologi mau tidak mau diikuti dengan masuknya pengaruh-pengaruh iptek kedalam perasaan kita. Dan ini menurut saya merupakan peluang yang bagus buat seekor anak angsa yang tengah belajar marketing. Kenyataan membuktikan bahwa mitos emosi hanya milik perempuan dan pikiran itu milik laki-laki sudah tidak seluruhnya benar. Kini semua gender telah mengantungkan alur hidupnya ke arah emosi yang seringkali meninggalkan pikiran. Teman-teman laki-laki saya sudah mulai belanja kebutuhan pribadinya hanya karena merasa ada sesuatu yang bisa menyentuh emosinya dari suatu produk daripada memikirkan sebenarnya dia benar-benar membutuhkan barang itu atau tidak.
Cobalah untuk belajar melihat ke sekeliling kita. Emosi ada dimana-mana dan itu merupakan suatu peluang. Cobalah...
Arsip AngsaKecil
0 comments:
Posting Komentar
Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih