Pernah saya ngobrol dengan teman yang baru saja membuka usaha. Dia cerita tentang rasa mindernya yang kadang muncul bila mengingat pesaing-pesaingnya yang sudah begitu besar dan menguasai pasar. Dan dari obrolan itu saya ingat beberapa buku yang pernah saya baca. Saya juga ingat pepatah yang mengatakan "masa kecil adalah masa yang paling indah."
Waktu kecil kita digendong, disayang dan makan pun disuapin. Anak kecil dianggap lemah dan tidak ada yang merasa terancam olehnya. Masa itu kita bebas menangis atau berteriak tengah malam sekalipun dan semua orang bisa memaklumi. Orang pun tak merasa jengkel saat kita ngompol di pangkuannya.
Sebuah peluang untuk marketer yang masih merasa kecil. Bagaimanapun juga perahu kecil lebih mudah belak belok atau bermanuver tajam dibandingkan kapal besar. Kita bebas membuat suatu keputusan akan berbelok kemana tanpa harus melibatkan banyak orang dari nakhoda, navigator, juru mudi sampai kelasi di kapal besar. Ketika perusahaan masih kecil, kita bisa bebas berimprovisasi, mencoba ide-ide liar tanpa kesulitan berarti. Ini tak mungkin dilakukan oleh perusahaan besar yang sudah menggurita.
Perusahaan kecil bisa menyelinap kesana kemari tanpa dicurigai orang termasuk ketika mencoba hal yang sedikit nakal walau ini tidak direkomendasikan. Beda dengan gajah raksasa yang kemana dia melangkah, seluruh makhluk yang berada di sekitar hutan bisa mendengar derap langkahnya. Akan sulit sekali untuk bergerak bebas tanpa diketahui arahnya oleh pesaing.
Seorang presiden melakukan kesalahan kecil, akan menuai hujatan yang luar biasa. Berbeda dengan seorang ketua RT. Hanya segelintir orang saja yang mau peduli atau meminta pertanggungjawaban atas tindak tanduknya. Perusahaan sekelas BCA atau Ramayana akan sukar ditoleransi kesalahannya oleh konsumen. Karena mereka sudah menganggap merk itu merupakan bagian dari dirinya. Bandingkan dengan merk kemarin sore..? Ah... who cares!
Anak kecil begitu menggemaskan walau setelah besar nanti berubah menyebalkan. Serupa di dunia usaha. Tidak jarang merk-merk kelas kakap dituding kolonialis, kapitalis, monopolis, hedonis, dan yang semacamnya. Setidaknya Telkom, PLN, Mc Donald's, Gucci pernah mengalami kecaman semacam itu. Kadang pesaing dengan memanfaatkan opini publik menyerang dengan sarana itu. Nah, untuk perusahaan kecil, siapa yang merasa terancam..? Ini bisa meredam efek persaingan usaha dari kompetitor.
Tidak ada kecap yang bukan nomor satu. Tapi kenapa Avis, rental mobil di Amerika mengaku "We try harder. Because we are only number two." Merk-merk minor biasanya lebih tahu diri dan memiliki daya juang yang tinggi. Mereka akan berupaya sekeras dan sekreatif mungkin agar tidak dilindas oleh kompetitor besar. Dengan jumlah konsumen yang masih terbatas, personal touch kepada setiap pelanggan teramat memungkinkan untuk dilakukan.
Gunakan kesempatan merebut simpati dan menanamkan nama baik ke setiap konsumen selagi masih kecil. Ini modal yang bagus sekali untuk bisa cepat membesar. Yang penting, pertahankan "sentuhan khas" kita agar tak dianggap kacang lupa sama kulitnya.
Ayo majukan merk kita sebelum menggurita. Kalau jeneng sudah bagus, jenang pasti akan datang. Nikmatilah masa kecil dengan bahagia.
Small is beautiful...
Arsip Angsakecil
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar
Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih