Aku masih saja termangu memikirkan kata-kata "fool in love" itu, ketika pesan di YM muncul dari seorang teman. Ternyata dia sudah nyasar sampai ke blog ini padahal aku harapkan ini tetap tersembunyi rapi hanya untuk aku dan seseorang yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Dia juga membahas tentang tulisan yang itu. Lebih parah dia mengatakan itu bukanlah kedunguan cinta tapi kebodohan seorang laki-laki.
Hmmm... aku makin dalam merenungkan semua itu. Benarkah aku begitu bodoh selama ini..?
Selama ini yang aku sebut kedunguan laki-laki adalah pengalaman ciuman pertamaku dengan seorang perempuan yang ada dalam hatiku. Aku hidup di jaman yang masih polos dimana pacaran hanya sekedar formalitas istilah dan tidak ada seremonial seperti layaknya saat ini. Dengan pacar pertama dan kedua aku hanya tau jalan bareng tanpa bergandengan tangan dan ngapel pun duduk bersebrangan meja. Aku baru menjamah bibir perempuan dengan pacar ketigaku ketika teman-teman se genk mengajak adu keberanian mendadu bibir dengan hadiah mendaki ke gunung Lawu gratis.
Aku ngapel dan berpamitan pulang dengan dag dig dug. Di depan kos-kosan cewekku, aku harus menjalani taruhan itu dengan beberapa pasang mata mengawasi dari kejauhan untuk menguji nyaliku. Dan aku berhasil mendapatkan bonus itu hanya dengan menempelkan bibir dengan kaku selama beberapa detik tanpa ada ekspresi atau sensasi selain seluruh tubuh mendadak panas dingin.
Tapi menurutku itu tidak sedungu temanku yang hidup di era kebebasan seksual seperti sekarang ini. Temanku seorang yang teramat jaim dan dia mau bergaul dengan gembel macam aku hanya karena dia sering butuh isi kepalaku saja. Dan dia begitu bangga menceritakan kepada setiap temannya ketika berhasil menggaet seorang perempuan indah yang memiliki jabatan lumayan di perusahaan.
Hanya sebulan setelah dia memamerkan itu, dia berkeluh kesah ketika aku sedang membongkar-bongkar server di kantornya. Mukanya tampak kusut ketika menceritakan kencan pertamanya begitu indah dan romantis sampai akhirnya bisa bergumul di sofa, tapi pulang dengan wajah yang acak-acakan.
"Kami bergumul dengan penuh gairah di sofa. Malam yang aku pikir akan begitu indah. Tapi tak peduli bagaimana usahaku mendekatinya hasilnya selalu sama. Setiap kali aku aku berharap di membuka sedikit bibirnya agar bisa kulumat lembut, dia akan membuka mulutnya seperti akan menelan separuh wajahku. Sampai akhirnya aku kehilangan gairahku dan hanya menelan kecewa."
Sepertinya ada kekecewaan yang lebih besar dalam kehidupan ini selain menemukan seseorang yang tepat, humoris, cantik, berpendidikan dan jabatan tinggi, memiliki bau yang harum dan tidak membuat kita malu saat jalan bareng, namun dungu dalam hal ciuman.
Kalau bicara soal ciuman yang sebenarnya, mungkin aku harus jujur bahwa aku belajar dari pacarku yang selanjutnya. Waktu itu aku masih lugu dengan pengalaman ciuman yang baru sekali seumur hidup dan tanpa kesan apa-apa. Aku dan dia berjalan-jalan di kebun kubis lereng gunung Slamet seusai mendaki. Kami duduk berdua bercerita tentang cita-cita. Sampai tiba-tiba dia memberikan sebuah ciuman yang lembut dan bertubi-tubi sebelum akhirnya memisahkan lidahnya yang basah dan hangat. Benar-benar membuatku mabuk kepayang dalam pusaran hasrat yang memberiku kepuasan untuk pertama kalinya.
Kesempatan kedua terjadi saat seharian berada di tempat kosku mengerjakan proposal kegiatan. Duduk bersama melepas kepenatan jari seharian ngetik telah membangkitkan keberanianku untuk menciumnya terlebih dahulu. Balasan yang teramat hangat telah membangkitkan gairahku sampai hampir mendekati puncaknya. Namun ketika tanganku mulai tergerak untuk beraksi, dengan lembut tapi tegas dia menghentikan aksiku tanpa melepas bibirnya dari bibirku.
Begitulah... Dia menghentikannya sebelum melewati garis merah. Sampai akhirnya kami berpisah dua tahun kemudian, dia tak pernah bisa aku jamah lebih jauh dari sebatas ciuman. Buat dia, ciuman bukanlah menu pembuka melainkan menu utamanya.
Ciuman tidak bisa berbohong. Ciuman adalah ungkapan cinta ketika kata-kata tak lagi cukup untuk mengungkapkannya. Dan sekaligus sebagai ujian apakah kita bisa membuktikan cinta itu benar-benar tulus dengan menghentikan semuanya saat menuntut lebih.
Benar-benar perempuan cerdas yang telah mengajarkan cinta yang cerdas dengan ciuman yang teramat cerdas.
Dan sepertinya bisa menarik nafas lega. Selama ini aku bisa. Berarti aku bukan laki-laki dungu.
Semoga...
angsa kecil yang dungu...
0 comments:
Posting Komentar
Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih