Mungkin judul ini terlalu aneh buat orang lain, mengingat kebanyakan orang berpikir Nusakambangan justru pulau buangan untuk penjahat kelas kakap. Tapi entahlah. Di Alcatraz yang notabene tanah air sendiri saya justru dijahati dan akhirnya terbuang dari sana terlunta-lunta dari satu kota ke kota lain tanpa arah tujuan pada awalnya.
Setelah saya memiliki niat untuk hijrah dan mencari pelajaran-pelajaran baru tentang hidup dan cara mempertahankannya, masih sering terdengar selentingan berita tak sedap dari sana. Seperti sore kemarin saat YM saya aktif di HP. Sedih dan teramat nelangsa yang saya rasakan. Sudah saya ikhlaskan tubuh dan hati ini dicampakkan dari sana. Kenapa masih saja sisa-sisa kenangan yang tertinggal dilemparkan keluar bagaikan sampah yang teramat hina. Pedih, jendraaal... Mengapa yang seperti itu masih saja harus terjadi dan kenapa pula harus sampai ke depan mata dan telinga saya. Padahal saya sudah berusaha meminimalisir dan memutuskan jalur-jalur informasinya.
Mungkin inilah efek teknologi informasi yang telah membobol batasan-batasan wilayah hukum, ekonomi, geografis, kultural dan telah merambah ke hal-hal yang menyangkut masalah individual sampai mampu merubah emosi seseorang. Dunia yang begitu luas seolah tak bisa lagi dipergunakan untuk sembunyi, karena semuanya seperti sudah berada dalam genggaman tangan.
Kadang-kadang saya merasa berubah melankolis bagai pelantun balada ketika Ebiet G Ade mendendangkan "Aku Ingin Pulang" di speaker PC. Apalagi saat kerinduan-kerinduan akan keindahan surga pantai selatan itu mengusik ujung hati saya, keinginan untuk kembali teramat terasa. Namun selalu saya urung untuk membalik haluan. Saya tak boleh kalah oleh perasaan-perasaan sentimentil itu. Saya bertekad untuk pulang kesana dengan mengepakkan sayap, bukan lagi merangkak.
Ya... Saya harus terbang saat kembali ke Bumi Wijayakusuma. Seberat apapun halangan dan hambatannya saya harus terus belajar terbang dan tidak menjadi angsa kecil lagi. Harus..!!!
Saya akan selalu merindukanmu Nusakambanganku...
Setelah saya memiliki niat untuk hijrah dan mencari pelajaran-pelajaran baru tentang hidup dan cara mempertahankannya, masih sering terdengar selentingan berita tak sedap dari sana. Seperti sore kemarin saat YM saya aktif di HP. Sedih dan teramat nelangsa yang saya rasakan. Sudah saya ikhlaskan tubuh dan hati ini dicampakkan dari sana. Kenapa masih saja sisa-sisa kenangan yang tertinggal dilemparkan keluar bagaikan sampah yang teramat hina. Pedih, jendraaal... Mengapa yang seperti itu masih saja harus terjadi dan kenapa pula harus sampai ke depan mata dan telinga saya. Padahal saya sudah berusaha meminimalisir dan memutuskan jalur-jalur informasinya.
Mungkin inilah efek teknologi informasi yang telah membobol batasan-batasan wilayah hukum, ekonomi, geografis, kultural dan telah merambah ke hal-hal yang menyangkut masalah individual sampai mampu merubah emosi seseorang. Dunia yang begitu luas seolah tak bisa lagi dipergunakan untuk sembunyi, karena semuanya seperti sudah berada dalam genggaman tangan.
Kadang-kadang saya merasa berubah melankolis bagai pelantun balada ketika Ebiet G Ade mendendangkan "Aku Ingin Pulang" di speaker PC. Apalagi saat kerinduan-kerinduan akan keindahan surga pantai selatan itu mengusik ujung hati saya, keinginan untuk kembali teramat terasa. Namun selalu saya urung untuk membalik haluan. Saya tak boleh kalah oleh perasaan-perasaan sentimentil itu. Saya bertekad untuk pulang kesana dengan mengepakkan sayap, bukan lagi merangkak.
Ya... Saya harus terbang saat kembali ke Bumi Wijayakusuma. Seberat apapun halangan dan hambatannya saya harus terus belajar terbang dan tidak menjadi angsa kecil lagi. Harus..!!!
Saya akan selalu merindukanmu Nusakambanganku...
0 comments:
Posting Komentar
Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih