Ada satu perbuatan baik yang sengaja aku hindari di bulan ramadhan ini. Aku berusaha untuk tidak menolak atau menjalankan sesuatu dengan embel-embel sedang puasa. Misalnya, mau misuh ga jadi trus bilang "kan lagi puasa...."
Aku mungkin mirip bagai bang Toyib yang sudah 3 kali puasa 3 kali lebaran ingin merubah pemahaman pribadi atas nilai ramadhan. Sejak beberapa tahun lalu, setiap ramadhan aku tak lagi ingin muluk-muluk. Mendadak agamis, semua kegiatan yang kira-kira pantas di bulan ramadhan diembat. Namun selepas ramadhan semuanya kembali lenyap tak berbekas.
Menjelang ramadhan, biasanya aku berpikir panjang, cuma untuk memilih satu hal saja yang sederhana tapi berarti buat aku. Aku tak peduli hal itu mungkin tak kental unsur ibadahnya. Namun yang pasti, aku berniat berubah sejak ramadhan dan untuk seterusnya. Makanya aku jarang memilih sesuatu yang berat yang sekiranya aku tak mampu bertahan selepas lebaran. Dan hikmah ramadhan yang ingin aku raih tahun ini adalah stop merokok secara total.
Aku memang perokok berat yang sehari bisa habis 2 bungkus rokok kretek. Namun ada sedikit kelainan pada kebiasaanku dibanding teman yang juga perokok. Selama ini aku tak pernah merokok di rumah. Di luar rumah pun aku jarang merokok bila bersama orang yang bukan perokok. Tapi jangan tanya, ketika aku sedang menghadapi worksheet excel yang njlimet, kereta api saja kayaknya kalah berasap dibanding aku. Asal ketemu kerjaan di kantor, otakku langsung penuh asap. Namun bila aku sedang cuti dan keluar kota bersama keluarga selama seminggu misalnya, ya seminggu itu aku ga pernah menyentuh rokok sama sekali. Makanya tak pernah ada rokok di saku. Semua tersimpan di laci meja kantor dan tak pernah aku bawa kemana-mana.
Berbagai upaya sudah aku coba untuk mengurangi kebiasaan itu, namun tak pernah berhasil. Sampai Yu Windie sempat ngirim permen karet yang mengandung nikotin dari Belanda. Tidak berhasil juga. Tapi dari situ aku bisa mengambil satu benang merah. Bahwa aku merokok bukan karena kecanduan nikotin sebagaimana asumsi umum selama ini. Buktinya bila aku cuti, seminggu tak merokok ga pernah ada keluhan mulut kecut dan sejenisnya. Yang membuatku merasa harus merokok adalah pekerjaanku.
Makanya sempat ada dilema agak panjang ketika memutuskan ramadhan ini aku harus stop merokok. Karena salah satu alternatif untuk menggapai itu adalah aku keluar kerja dan cari kerjaan baru yang tak terlalu banyak berurusan dengan angka-angka. Bagaimanapun juga aku dibesarkan di lapangan, bukan di kantoran. Kembali ke lapangan buatku tak ubahnya kembali ke habitat asli.
Lalu apa urusannya berhenti merokok dengan tidak mengkambinghitamkan puasa..?
Karena setiap ramadhan aku selalu merubah satu kebiasaan buruk. Aku tak mau tersugesti dengan kata-kata yang begitu tren di bulan puasa. Aku tak ingin kata-kata "ga boleh, kan lagi puasa" terbawa masuk ke alam bawah sadar dan akhirnya mempengaruhi tekad itu selepas lebaran nanti. Seolah-olah kita selalu dibisiki, "ga boleh kan selagi puasa, sekarang ga puasa ya boleh dong..."
Pokoknya aku tidak ingin begitu. Buatku, untuk menggapai satu tujuan agar bisa sukses, harus diusahakan setotal mungkin. Segala sesuatu yang tekadnya sudah bulat dan semua tindakan sudah pas di jalannya saja kadang ada yang meleset. Apalagi yang dilakukan setengah-setengah.
Contoh gampangnya, aku pinjem kisah temenku deh. Temenku, cewek, sejak beranjak remaja begitu besar hasratnya ingin punya suami bule dengan alasan biar keren. Dia berusaha keras mulai dari belajar bahasa Inggris sampai mencari-cari kenalan orang asing kesana kemari. Sampai akhirnya niatnya keturutan, dapet kenalan di supermarket trus bisa berlanjut menikah walau penuh keribetan dalam menjalani prosedurnya.
Setelah menikah, temanku ikut suaminya ke Jerman dan sekarang sudah punya anak 2. Aku sempat memuji segala tekad dan usahanya sampai tercapai apa yang dicita-citakan. Tapi ketika aku bilang dia sudah keren beneran, temenku malah jawab gini, " duwe bojo bule...anake ngundange malah mamake...ngerti kaya kuwe seh mbojo karo wong thamrin bae yah....."
Pencapaian harapan hidup memang tidak ada yang sempurna, bila kita tidak sepenuh hati dalam menjalani dan menerima hasilnya. Tapi tawakal setelah berusaha keras tetap lebih baik daripada berdoa sampai mencret tapi tidak ada gerakan nyata. Semoga tercapai lagi satu berkah sederhana di ramadhan tahun ini...
Aku mungkin mirip bagai bang Toyib yang sudah 3 kali puasa 3 kali lebaran ingin merubah pemahaman pribadi atas nilai ramadhan. Sejak beberapa tahun lalu, setiap ramadhan aku tak lagi ingin muluk-muluk. Mendadak agamis, semua kegiatan yang kira-kira pantas di bulan ramadhan diembat. Namun selepas ramadhan semuanya kembali lenyap tak berbekas.
Menjelang ramadhan, biasanya aku berpikir panjang, cuma untuk memilih satu hal saja yang sederhana tapi berarti buat aku. Aku tak peduli hal itu mungkin tak kental unsur ibadahnya. Namun yang pasti, aku berniat berubah sejak ramadhan dan untuk seterusnya. Makanya aku jarang memilih sesuatu yang berat yang sekiranya aku tak mampu bertahan selepas lebaran. Dan hikmah ramadhan yang ingin aku raih tahun ini adalah stop merokok secara total.
Aku memang perokok berat yang sehari bisa habis 2 bungkus rokok kretek. Namun ada sedikit kelainan pada kebiasaanku dibanding teman yang juga perokok. Selama ini aku tak pernah merokok di rumah. Di luar rumah pun aku jarang merokok bila bersama orang yang bukan perokok. Tapi jangan tanya, ketika aku sedang menghadapi worksheet excel yang njlimet, kereta api saja kayaknya kalah berasap dibanding aku. Asal ketemu kerjaan di kantor, otakku langsung penuh asap. Namun bila aku sedang cuti dan keluar kota bersama keluarga selama seminggu misalnya, ya seminggu itu aku ga pernah menyentuh rokok sama sekali. Makanya tak pernah ada rokok di saku. Semua tersimpan di laci meja kantor dan tak pernah aku bawa kemana-mana.
Berbagai upaya sudah aku coba untuk mengurangi kebiasaan itu, namun tak pernah berhasil. Sampai Yu Windie sempat ngirim permen karet yang mengandung nikotin dari Belanda. Tidak berhasil juga. Tapi dari situ aku bisa mengambil satu benang merah. Bahwa aku merokok bukan karena kecanduan nikotin sebagaimana asumsi umum selama ini. Buktinya bila aku cuti, seminggu tak merokok ga pernah ada keluhan mulut kecut dan sejenisnya. Yang membuatku merasa harus merokok adalah pekerjaanku.
Makanya sempat ada dilema agak panjang ketika memutuskan ramadhan ini aku harus stop merokok. Karena salah satu alternatif untuk menggapai itu adalah aku keluar kerja dan cari kerjaan baru yang tak terlalu banyak berurusan dengan angka-angka. Bagaimanapun juga aku dibesarkan di lapangan, bukan di kantoran. Kembali ke lapangan buatku tak ubahnya kembali ke habitat asli.
Lalu apa urusannya berhenti merokok dengan tidak mengkambinghitamkan puasa..?
Karena setiap ramadhan aku selalu merubah satu kebiasaan buruk. Aku tak mau tersugesti dengan kata-kata yang begitu tren di bulan puasa. Aku tak ingin kata-kata "ga boleh, kan lagi puasa" terbawa masuk ke alam bawah sadar dan akhirnya mempengaruhi tekad itu selepas lebaran nanti. Seolah-olah kita selalu dibisiki, "ga boleh kan selagi puasa, sekarang ga puasa ya boleh dong..."
Pokoknya aku tidak ingin begitu. Buatku, untuk menggapai satu tujuan agar bisa sukses, harus diusahakan setotal mungkin. Segala sesuatu yang tekadnya sudah bulat dan semua tindakan sudah pas di jalannya saja kadang ada yang meleset. Apalagi yang dilakukan setengah-setengah.
Contoh gampangnya, aku pinjem kisah temenku deh. Temenku, cewek, sejak beranjak remaja begitu besar hasratnya ingin punya suami bule dengan alasan biar keren. Dia berusaha keras mulai dari belajar bahasa Inggris sampai mencari-cari kenalan orang asing kesana kemari. Sampai akhirnya niatnya keturutan, dapet kenalan di supermarket trus bisa berlanjut menikah walau penuh keribetan dalam menjalani prosedurnya.
Setelah menikah, temanku ikut suaminya ke Jerman dan sekarang sudah punya anak 2. Aku sempat memuji segala tekad dan usahanya sampai tercapai apa yang dicita-citakan. Tapi ketika aku bilang dia sudah keren beneran, temenku malah jawab gini, " duwe bojo bule...anake ngundange malah mamake...ngerti kaya kuwe seh mbojo karo wong thamrin bae yah....."
Pencapaian harapan hidup memang tidak ada yang sempurna, bila kita tidak sepenuh hati dalam menjalani dan menerima hasilnya. Tapi tawakal setelah berusaha keras tetap lebih baik daripada berdoa sampai mencret tapi tidak ada gerakan nyata. Semoga tercapai lagi satu berkah sederhana di ramadhan tahun ini...
:) gutlak ya!
BalasHapusntar kalo mulutnya asem...jilat aja keringet Ncit biar wangi..
wah sob...saya juga perokok...tapi lebih parah sahabat, saya 1 bungkus aja sehari....
BalasHapusgut lak aja sob...kayaknya emank berat ma ninggalin kebiasaan ini...
semua berawaL dari niat masing2, biar udah nyantu tapi kaLo udah niat yah tetap aja bisa nahan. tapi enggak tau deh seLepas Lebaran, pada baLes dendam kaLi yah. hakhakhak...
BalasHapusseperti halnya dalam menggunakan pakaian muslim dan jilbab... jadi seperti musiman aja... >,<
BalasHapusdan setuju dengan komen om rame... semua berawal dari niat ^^
Paling susah kalo ngga ngroko puasa tuh..
BalasHapustapi kalo niatnya puasa pasti bisa
aku aja ngga puasa ngga ngroko
bisa kan?
hehehe
wuiih..sama om..penginnya mandeg udud...tapi aku masih belum bisa....niat udah ada tapi nggak tahu nih belum kelaksana...
BalasHapusmudah-mudahan niat om bisa terlaksana om..amien..
BalasHapuswah lik ... ganeng postingane meh pada tema ne... pada bae ngokok.. sumpah yakin nyong ora niru2... ... ndadakan bareng koh ... mung tulisane rika apik ... gonaku nesih amburadul ora nggenah tata basa ne ... lah kapan2 melu pelatihan tulis menulis apa ya ?? lah ora ngerti tempate koh ... alah tapi mengko nek melu pelatihan tulis menulis ya kakeyen larangan dalam menulis ... haha
BalasHapusaku masih gag paham dengan kalimat: Aku berusaha untuk tidak menolak atau menjalankan sesuatu dengan embel-embel sedang puasa. meski udah ku ulang terus baca dari awal ampe akhir,. bisa dijelaskan..:)
BalasHapussetuju ama komentnya itik bali... ;-))
BalasHapussetuju ama komentnya buwel... :-D
BalasHapussetuju sama semua nya ...
BalasHapus