18 November 2011

Jendela Kereta

Saat mau balik ke Jakarta dari kampung kemarin, mendadak aku pengen naik kereta api. Lama banget aku ga naik kereta rakyat yang murah meriah dengan jumlah pramugari kadang lebih banyak daripada penumpangnya. Ada keasyikan tersendiri saat menumpang kereta ekonomi yang suka aku sebut Argo Pecel. Begitu banyak interaksi yang terjadi dan bisa dijadikan bahan cerita dibandingkan saat aku naik kereta eksekutif yang lebih banyak diisi patung-patung cuek dan hanya peduli dengan gadget di tangannya.

Sampai stasiun aku mendadak bengong melihat papan pengumuman tiket ekonomi sampai bulan depan sudah habis. Dari petugas stasiun didapat informasi bahwa mulai Oktober kemarin, setiap kereta termasuk ekonomi dibatasi jumlah penumpangnya. Berita menarik walau resikonya kapasitas angkut jadi berkurang. Harga tiket 20 ribu perak untuk perjalanan selama 8 jam benar-benar pro rakyat. Apalagi kalo jumlah penumpang sudah dibatasi seperti ini, makin top deh kereta api kita. Sayang aku tak bisa mencoba aturan baru tersebut, sehingga tidak bisa merasakan implementasinya di lapangan.

Soal pedagang asongan yang bejibun, kayaknya juga harus dibatasi dengan aturan tersendiri. Kalo dilarang sama sekali aku ga setuju. Bagaimanapun mereka juga butuh makan sementara pemerintah kita masih belum mampu menyiapkan lapangan kerja untuk semua warganya. Hal lain yang perlu perbaikan adalah soal toilet. Air di toilet kereta ekonomi seringkali menjadi barang langka. Dengan pembatasan jumlah penumpang, kayaknya orang yang menduduki toilet sudah tidak ada lagi.

Aku tak bisa memungkiri bila toilet memang jadi tempat favorit untuk penumpang gelap. Seperti yang sering aku lakukan jaman sekolah dulu. Tiga apa empat orang beli tiketnya satu doang. Pas ada pemeriksaan tiket oleh kondektur, semuanya masuk toilet. Begitu kondektur mengetuk pintu toilet, cukup buka pintu sedikit dan tiket dijulurkan keluar. Selalu sukses karena kondektur ga pernah memaksa masuk untuk melihat ada berapa orang di dalamnya.

Masalah lain yang perlu diperhatikan adalah ketepatan waktu. Untuk yang ini, tidak bisa sepenuhnya kita menyalahkan PT KA. Rumah ortu kebetulan dekat rel kereta dan kalo malem aku suka ngobrol dengan petugas pemeriksa rel atau banghuwer atau bansekower. Siang malam mereka harus jalan kaki menelusuri rel dengan teliti, karena selalu ada saja kerusakan atau pencurian peralatan sinyal atau sekedar baud bantalan rel. Bagaimanapun juga keselamatan penumpang harus diutamakan. Sebelum ada kepastian jalur aman, kepala stasiun tidak berani memberikan sinyal hijau kepada masinis. Atau keterlambatan ini terjadi gara-gara Iwan Fals yang menyatakan kereta terlambat 2 jam sudah biasa. Padahal yang mulanya biasa saja, lama-lama bakal jadi kebiasaan.

Selain pencurian, kebiasaan buruk masyarakat kita adalah soal pelemparan kereta api. Coba saja periksa setiap gerbong kereta, pasti selalu ada jendela yang retak bekas lemparan batu. Kalo pencurian sudah jelas motivasinya ekonomi. Untuk kasus pelemparan ini entah apa maksudnya. Makanya kalo naik kereta malam hari dan kebagian duduk dekat jendela, gorden selalu aku tutup. Minimal bila terjadi pelemparan ada sedikit penghalang agar batu atau pecahan kaca tidak langsung mengenai badan. Kan ga lucu kalo lagi tidur pulas, tahu-tahu bangun dalam posisi ngemut batu koral. Amit amit dah...

Kembali ke soal kereta ekonomi. Aku ikut senang ketika PTKA mulai meluncurkan kereta ekonomi AC Gajah Wong. Semoga kedepannya semua kereta bisa berubah lebih nyaman walau harga tiketnya murah. Kesenjangan sosial antara kereta ekonomi dan eksekutif saat ini memang teramat jauh. Berbanding lurus dengan tiketnya yang cuma 20 ribuan sementara kelas Argo 300 ribuan.

Kalo ini bisa terwujud, orang buta harus bertanya-tanya untuk bisa tahu kereta yang didepannya kelas apa. Selama ini mereka mengetahuinya cukup dengan meraba jendelanya doang. Kalo jendelanya rapat, berarti gerbong eksekutif. Kalo ada celahnya berarti kelas bisnis. Kalo jendelanya ga ada kacanya berarti kereta ekonomi. Miris...

Semoga kereta api semakin maju dengan logo barunya
Dan masyarakat pun bisa memperbaiki isi otaknya
Agar jendela kereta tidak lagi ada yang retak

13 comments:

  1. Kok disebut Argo Pecel? Mengapa? Emangnya kereta yg dinaikin itu apa sih?

    BalasHapus
  2. Aku baru tahu salah satu sebab keterlambatan KA adalah adanya pencurian peralatan sinyal dsb. Parah juga ya ternyata masyarakat kita.

    BalasHapus
  3. iya aq jg kurang gitu suka naik eksekutif, sepiii....
    mahal juga, eman2 duite hehehe
    sekarang dah ada kemajuan, lebih disiplin dan lebih teratur dan nyaman krn pembatasan jml penumpang, dan yg ga punya tiket ga boleh masuk k ruang tunggu.
    wah aku masih kebagian tiket ga nich pengin pulang depan?

    BalasHapus
  4. kalau soal sarana transporatasi umum mah...

    ndak bisa komentar dah...

    cape mi kotek2 dari zaman purba...tidak berubah2 juga

    BalasHapus
  5. Argo Pecel : karena di dalam kereta banyak yang jualan pecel? :piss:

    BalasHapus
  6. Kok tau aku lagi makan pecel?

    eh, pendudukan toilet itu bener ada begitu ya? Kirain cuma dalam pilem doang....

    Kapan ya aku naik argo pecel...

    BalasHapus
  7. coba ada fotonya kereta argo pecelnya ya :) memang dibagi2 pecel ya?kok namanya argo pecel

    BalasHapus
  8. jendela kereta api, bis kota dan jendela pesawat adalah layar televisi yg menyuguhkan beraneka macam pemandangan yg tdk ada running text-nya, gak ada penyiarnya

    BalasHapus
  9. aku baru tau trik ngumpet di toilet... untung di aq sudah sangat dewasa (udah tua malah ya?) dan di daerahku ga ada kereta api, kalo ada dan umur msh usia2 SMA pasti aku coba tuh... wkwkwkwk.
    Artikelnya menarik banget, thanks for share yaaa...

    BalasHapus
  10. naik kereta api,tut,tut,tut
    ke Bandung,Surabaya,love,peace and gaul.

    BalasHapus
  11. Nama yang aneh, argo pecel :P

    http://www.santria.web.id/

    BalasHapus
  12. aku udah ngerasain kok,oms..,, kalo dari surabaya-solo ngga ada perubahan harga, termasuk pedagangnya, cuman kalo pengemis ngga diperbolehkan naik..,,
    tapi kasian juga banyak kursi yg kosong, pun kerasa dibeberapa stasiun...,,

    BalasHapus
  13. Jangankan yang ekonomi. Eksekutif saja kaca gerbongnya pasti retak-retak. :(

    BalasHapus

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena