26 November 2011

Kaya Bahasa

Buat tukang keluyuran keluar daerah seperti aku, perbedaan bahasa memang sering jadi kendala. Tapi jujur aku lebih suka masuk daerah yang bahasanya asing sama sekali daripada yang kosa katanya mirip-mirip bahasa yang aku ketahui tapi berbeda arti. Seperti misalnya bahasa Banjar yang banyak mengadopsi kosa kata Melayu, sepintas kelihatannya lebih mudah dipelajari. Tapi justru disitu awal mula masalahnya. Merasa banyak kata yang tahu artinya, akhirnya malah jadi menyepelekan dan sok pede maksain pake bahasa itu saat ketemu komunitas penggunanya. Berbeda dengan bahasa yang sama sekali asing. Merasa ga ngerti artinya, otak tak perlu mikir lagi langsung nanya apa maksudnya.

Contohnya ketika ada teman yang cerita, "bininya beranakan halus..." Otak akan menyempatkan diri mencari-cari maksudnya lebih dulu dan kadang pantang menyerah. Kalo sudah gitu, isi kepala jadi macem-macem sampai kepikiran istrinya keturunan makhluk halus segala. Setelah beberapa kali berburuk sangka, barulah aku ngerti kalo maksudnya istrinya punya anak kecil. Walau halus juga identik dengan kecil, tapi yang tercatat dalam otakku halus itu kecil banget atau lembut seperti butiran tepung. Pantesan ketika aku makan tidak habis sempat dikomentari "tangkinya halus kah, lo..?"

Kadang aku juga lupa aku lagi berada dimana saat berusaha mencerna bahasa orang lain. Apa yang didengar telinga oleh otak langsung disambungkan dengan bahasa yang sudah familiar. Pernah aku mendadak ngakak saat menanyakan sesuatu dan dijawab "bujur" oleh teman. Tanpa sadar otak mengartikan kata bujur itu seperti dalam bahasa Sunda yang artinya pantat. Untung dalam kondisi bercanda sehingga tak perlu membuat orang sakit hati. Jadi inget ketika masih ngurus galeri lukisan di Jogja. Saat ada tamu dari Malaysia dan ngajak pusing-pusing, dengan damai aku jawab, "perlu diantar ke dokter..?"

Jangankan untuk bahasa yang berbeda. Sama-sama satu bahasa tapi beda dialek saja, kesalahpahaman semacam itu sering aku dapatkan. Pakai bahasa Jawa yang merupakan bahasa ibu buatku saja, aku sering bingung ketika harus keluyuran di daerah Brebes Tegal sana. Yang paling nyantol di otak sampai saat ini adalah ketika ada teman yang bilang, "bojoku ndoboli..." yang artinya istriku melahirkan. Dalam pengertianku ndoboli itu berak habis-habisan sampai keluar seampas-ampasnya. Ya hampir-hampir miriplah walau bikin nyengir tertahan.

Contoh lain adalah saat aku jalan-jalan dari Bumiayu menuju Majenang. Walau masuk wilayah Jawa tengah, masyarakat di sana menggunakan bahasa Sunda dalam kesehariannya. Tapi jangan salah, bahasa Sunda yang digunakan memiliki banyak perbedaan arti untuk kosa kata yang hampir sama dengan bahasa Sunda Tasik atau Bandung.

Pernah aku ditawari makan saat bertamu di sana. Waktu aku tanya makan apa, sempat terbego-bego ketika mendengar jawaban, "celem lamari diangeun..." Secara Sunda Jawa Barat, celem aku ga tahu, tapi lamari aku tahu itu lemari dan angeun itu sayur. Yang ketangkep dalam otakku saat itu adalah lemari disayur. Selidik punya selidik, ternyata lamari disana diartikan sebagai kemarin atau kamari. Celem lamari diangeun arti sebenarnya adalah sayur kemarin dihangatkan. #pekok...

Aneh, lucu dan sering bikin pusing
Tapi bukankah justru itu khazanah kekayaan budaya Indonesia
Mari kita berdayakan bahasa daerah agar tidak punah karena kita gengsi menggunakannya...

Ari mate...
Haut uyu bagawi, kuman iwak indosiar...




10 comments:

  1. Ora gengsi kok Mas, aq mbendina nganggo basa Jawa nang kantor, ben iso ngrasani bos bule neng ngarepe sisan wekekeke :p

    BalasHapus
  2. ayoooo kita lestarikan budaya Indonesia..hee
    arti kalimat paling akhir apa ya?!
    ndak mgerti saya...heee

    BalasHapus
  3. memang benar, seringkali terjadi kesalah pahaman akibat dari kata yg di ucapkan..
    tapi terlepas dari itu semua, Indonesia memang TOP BGT deh...
    benar2 beragam..itulah ciri khas Indonesia. hee

    BalasHapus
  4. jangan bahas masalah begini dah, bikin malu. soalnya banyak banget pengalaman yang menyedihkan ku alami terkait masalah ini

    BalasHapus
  5. aku orang sunda juga gak ngerti celem lamari diangeun itu apa :)

    BalasHapus
  6. bahasa Sunda sendiri bisa macem2 ya. aku 6 tahun di Bogor gak bisa bahasa Sunda. Anakku, ngomong bahasa Indonesia logat Sunda tapi gak bisa ngomong Sunda, hahahah...

    BalasHapus
  7. yup!..

    sama kejadian kalo di sby, temen-temenku sering bilang : wis mari gaweanne??.. padahal mari kalo di jogja kan berarti sembuh dari sakit.. sedangkan yang dimaksud : mari = selesai.

    kalo aku pake kata rampung, pada ngakak malahan :P

    BalasHapus
  8. makanya paling enak make bahasa nasional. tapi enaknya paham bahasa daerah adalah mudah dalam kehidupan..hehehe

    BalasHapus
  9. Ra dong kalimat terakhire -,-

    BalasHapus
  10. yang terakhir itu bahasa apa ya??
    perbedaan itu indah,,mari kita budayakan bahasa daerah,saya bangga bisa berbahasa daerah sunda.:D

    BalasHapus

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena