Di tengah bencana debu vulkanik begini, bukan cuma kesadaran penggunaan masker yang kurang di kalangan warga. Anjuran untuk menyalakan lampu kendaraan juga banyak yang tidak mengindahkan. Tidak hanya warga, relawan atau petugas pun masih banyak yang ndablek. Yang paling rajin mungkin kendaraan patwal yang membuka jalan untuk para pejabat yang wisata bencana. Tak cuma lampu depan berikut lampu rotator, sirenenya pun selalu dibunyikan seolah-olah sedang dalam perjalanan gawat darurat.
Untuk daerah Magelang, korban jiwa atau luka langsung akibat erupsi Merapi boleh dikatakan sedikit sekali. Tapi korban kecelakaan lalu lintas lumayan banyak. Relawan di poskoku saja sudah ada 4 orang yang terluka akibat jatuh dari motor atau tubrukan di jalanan.
Jalan berpasir yang licin dan jarak pandang minim membuat kita sulit memprediksi keadaan didepan. Aku saja sering kaget ketika tahu-tahu ada kendaraan berhenti di depan mata. Mengerem mendadak pun penuh resiko. Bisa tertubruk kendaraan di belakang kita atau ban tergelincir karena roda terkunci rem.
Di perkampungan, pandangan memang lumayan leluasa. Apalagi sudah dua hari ini cuaca cerah dan tidak turun hujan. Tapi jangan tanya di jalan utama Jogja Magelang. Jarak pandang seringkali kurang dari 5 meter. Sudah begitupun, masih banyak yang maksa ngebut dan salip kanan kiri, terutama pengendara sepeda motor.
Diingatkan agar pelan-pelanpun kadang susah. Dengan dalih terburu-buru atau emergensi, mereka merasa memiliki pembenaran untuk memacu kendaraannya lebih cepat. Entah mana yang harus mengalah, karena masing-masing selalu menganggap dirinya benar dengan misinya masing-masing.
Semoga kita segera sadar dan bisa menahan diri. Karena prinsipnya, sebelum menyelamatkan orang lain, amankan dulu diri sendiri. Dan itu bukan egois, melainkan kode etik rescue...
Mobile Post via XPeria
Untuk daerah Magelang, korban jiwa atau luka langsung akibat erupsi Merapi boleh dikatakan sedikit sekali. Tapi korban kecelakaan lalu lintas lumayan banyak. Relawan di poskoku saja sudah ada 4 orang yang terluka akibat jatuh dari motor atau tubrukan di jalanan.
Jalan berpasir yang licin dan jarak pandang minim membuat kita sulit memprediksi keadaan didepan. Aku saja sering kaget ketika tahu-tahu ada kendaraan berhenti di depan mata. Mengerem mendadak pun penuh resiko. Bisa tertubruk kendaraan di belakang kita atau ban tergelincir karena roda terkunci rem.
Di perkampungan, pandangan memang lumayan leluasa. Apalagi sudah dua hari ini cuaca cerah dan tidak turun hujan. Tapi jangan tanya di jalan utama Jogja Magelang. Jarak pandang seringkali kurang dari 5 meter. Sudah begitupun, masih banyak yang maksa ngebut dan salip kanan kiri, terutama pengendara sepeda motor.
Diingatkan agar pelan-pelanpun kadang susah. Dengan dalih terburu-buru atau emergensi, mereka merasa memiliki pembenaran untuk memacu kendaraannya lebih cepat. Entah mana yang harus mengalah, karena masing-masing selalu menganggap dirinya benar dengan misinya masing-masing.
Semoga kita segera sadar dan bisa menahan diri. Karena prinsipnya, sebelum menyelamatkan orang lain, amankan dulu diri sendiri. Dan itu bukan egois, melainkan kode etik rescue...
Mobile Post via XPeria
Siank Sob... wah iya ya sobat tinggal sekitar situ ya.... keadaanya udah lebih baik atau masih blum ada perubahan sob? bener tuh nyalain lampu kendaraan cukup penting klo dalam keadaan kaya gini... untuk kata2 terakhirnya aku juga setuju tuh... jgn sampe niat baik malah berujung gak baik karena gak lagi mikirin diri tapi terfokus ke org lain..... Thnx 4 share Sob..
BalasHapussetuju Lik. kepentingan pribadi juga harus memikirkan keamanan dan kenyamanan orang Lain, terLepas dari kondisi yang Lagi memburu.
BalasHapus