Memasuki satu bulan masa bencana, satu persatu permasalahan mulai bergeser dari kondisi awal. Seperti misalnya di bidang kesehatan. Bila semula ketiadaan air bersih jadi masalah, kini MCK dan instalasi air bersih sudah mulai teratasi oleh relawan atau LSM yang bergerak dibidang itu. Relawan kesehatan pun semakin banyak baik yang stay maupun mobile. Namun ketiadaan relawan yang bergerak dibidang pengelolaan sampah membuat diare masih tetap menjadi keluhan di kalangan pengungsi. Mereka yang sejak awal merasa tak bermasalah membuang sampah di sekitar rumah atau barak baru saat ini terasa efeknya. Terutama ketika sampah organik mulai membusuk dan dipenuhi lalat. Masih mending yang tempat pengungsiannya di sekitar kota, sekali waktu masih ada petugas DKP keliling mengambil sampah yang menggunung.
Keluhan sesak nafas akibat debu vulkanik juga makin banyak disampaikan masyarakat. Pada awal-awal masa bencana ketika hujan abu masih begitu tebal, mereka memang lebih suka diam diri di rumah dan mengenakan masker setiap waktu. Setelah hujan abu reda, masker cenderung dianggap pengganggu. Padahal tumpukan debu di sekitar rumah apalagi di jalanan masih saja beterbangan ditiup angin atau ada kendaraan lewat. Apalagi di kalangan anak-anak, mereka yang menggunakan masker makin jarang terlihat.
Yang agak menyolok mungkin di bidang sosial ekonomi. Penduduk setempat yang semula menolong pengungsi kini mulai kehabisan bahan pangan karena roda perekonomian memang belum jalan. Ini berlawanan dengan pengungsi yang mulai kecukupan logistiknya dari berbagai bantuan yang masuk. Ketiadaan alokasi bantuan untuk warga setempat mulai memicu kecemburuan sosial. Ini membuat mereka yang merasa dirinya "yang punya kawasan" mulai agresif dan berani mencegat-cegat mobil relawan yang akan mengirim logistik ke tempat pengungsian. Sampai-sampai sejak dua hari lalu terbit instruksi dari Kompak Merapi, dropping logistik keluar kota dilarang dilakukan malam hari dan sangat dianjurkan untuk meminta pengawalan polisi atau TNI.
Kasus lain dalam satu minggu terakhir ini adalah mulai munculnya pengungsi gadungan yang meminta-minta bantuan. Sehari kemarin saja dari sekitar 15 permintaan bantuan, sepertiga diantaranya data palsu. Sepintas data yang masuk sepertinya komplit sekian ratus pengungsi dengan rincian anak-anak sekian, balita sekian, difabel sekian dan kebutuhan mendesak ini itu dst dst. Tapi ketika disurvai ke lokasi, ternyata di alamat tercantum tidak ada tempat pngungsian sama sekali. Lebih payah lagi ternyata dari beberapa permintaan untuk lokasi yang berbeda, bentuk tulisan tangannya hampir mirip. Makanya sejak kemarin, permintaan bantuan dengan cara mengambil sendiri ke posko hanya dilayani untuk paket rumah tangga saja. Paket bantuan besar untuk tempat pengungsian tidak boleh diambil dan akan diantar sampai ke tempat. Dan semua data yang masuk tetap akan disurvai agar kasus bantuan salah sasaran bisa diminimalisir.
Banyaknya pergeseran masalah itu tak cuma terjadi di kalangan pengungsi saja. Relawan pun tak jauh berbeda. Terutama di kalangan bapak-bapak yang hampir sebulan ini meninggalkan anak istri. Bila semula mereka begitu fokus dengan penanganan korban erupsi Merapi. Kini otaknya mulai eksplosif akibat gejala korban ereksi...
Keluhan sesak nafas akibat debu vulkanik juga makin banyak disampaikan masyarakat. Pada awal-awal masa bencana ketika hujan abu masih begitu tebal, mereka memang lebih suka diam diri di rumah dan mengenakan masker setiap waktu. Setelah hujan abu reda, masker cenderung dianggap pengganggu. Padahal tumpukan debu di sekitar rumah apalagi di jalanan masih saja beterbangan ditiup angin atau ada kendaraan lewat. Apalagi di kalangan anak-anak, mereka yang menggunakan masker makin jarang terlihat.
Yang agak menyolok mungkin di bidang sosial ekonomi. Penduduk setempat yang semula menolong pengungsi kini mulai kehabisan bahan pangan karena roda perekonomian memang belum jalan. Ini berlawanan dengan pengungsi yang mulai kecukupan logistiknya dari berbagai bantuan yang masuk. Ketiadaan alokasi bantuan untuk warga setempat mulai memicu kecemburuan sosial. Ini membuat mereka yang merasa dirinya "yang punya kawasan" mulai agresif dan berani mencegat-cegat mobil relawan yang akan mengirim logistik ke tempat pengungsian. Sampai-sampai sejak dua hari lalu terbit instruksi dari Kompak Merapi, dropping logistik keluar kota dilarang dilakukan malam hari dan sangat dianjurkan untuk meminta pengawalan polisi atau TNI.
Kasus lain dalam satu minggu terakhir ini adalah mulai munculnya pengungsi gadungan yang meminta-minta bantuan. Sehari kemarin saja dari sekitar 15 permintaan bantuan, sepertiga diantaranya data palsu. Sepintas data yang masuk sepertinya komplit sekian ratus pengungsi dengan rincian anak-anak sekian, balita sekian, difabel sekian dan kebutuhan mendesak ini itu dst dst. Tapi ketika disurvai ke lokasi, ternyata di alamat tercantum tidak ada tempat pngungsian sama sekali. Lebih payah lagi ternyata dari beberapa permintaan untuk lokasi yang berbeda, bentuk tulisan tangannya hampir mirip. Makanya sejak kemarin, permintaan bantuan dengan cara mengambil sendiri ke posko hanya dilayani untuk paket rumah tangga saja. Paket bantuan besar untuk tempat pengungsian tidak boleh diambil dan akan diantar sampai ke tempat. Dan semua data yang masuk tetap akan disurvai agar kasus bantuan salah sasaran bisa diminimalisir.
Banyaknya pergeseran masalah itu tak cuma terjadi di kalangan pengungsi saja. Relawan pun tak jauh berbeda. Terutama di kalangan bapak-bapak yang hampir sebulan ini meninggalkan anak istri. Bila semula mereka begitu fokus dengan penanganan korban erupsi Merapi. Kini otaknya mulai eksplosif akibat gejala korban ereksi...
Itu pengungsi gadungan emang bener2 deh, kurang ajar banget.
BalasHapusMemanfaatkan keadaan yang tak seharusnya.
Harus segera dibasmi tuh dari muka bumi ini :D
Doh Moga cerahlah Esok Hari..
BalasHapusnuwun sewu
BalasHapusagi promosi kumpulane blog basa banyumasan
http://basabanyumas.wordpress.com/
hmmm inilah terkadang manusia memanfaatkan situasi yang ada untuk kepentingan pribadi atau golongan, menyedihkan...
BalasHapustidakkah mereka mempunyai rasa malu akan perbuatannya
selamat idul adha 1431 h
kunjungan perdana skalian follow di no urut 150
BalasHapusjika berkenan silahkan follow balik saya mas.....
salam knl ya dan nice post...:)
manusia yaaa...
BalasHapusada yang baik ada yang jahat
ada yang tega tertawa di atas penderitaan para pengungsi...
semoga Allah memberi imbalan yang jauh lebih baik buat para pengungsi merapi...
BalasHapusrumah yang lebih baik dari rumahnya yang dulu
lingkungan yang lebih baik daripada lingkungan yang dulu
pekerjaan yang lebih baik daripada pekerjaan yang dulu...
ternak, harta benda, keluarga dan semuanya yang lebih baik...
Walah... masih ada aja toh itu pegungsi gadungan yg memanfaatkan situasi untuk kepentinganya sendiri.... Huh... selamat menjalankan misi Sob... aku doakan suskes dan sehat slalu untukmu,,,,
BalasHapusMet weekend :P