Tak terasa sudah sampai lagi ke penghujung Oktober. Dan di bulan ini, sudah dua teman lagi yang pergi dari site karena tak tahan dengan kondisi manajemen toko yang acakadut. Sedih juga setiap bulan harus kehilangan teman-teman becanda melepas segala kepenatan di tengah hutan seperti ini. Lebih sedih lagi kalo ingat mereka yang pergi adalah orang-orang yang selalu memintaku bertahan.
Sudah dua orang manajer HRD yang ngerjain aku agar tidak pergi. Pertama saat aku kabur bulan Maret lalu dan sudah santai di rumah hampir sebulan. Beliau nelpon memintaku kembali dengan berbagai penawaran baru. Tak sampai sebulan aku balik, malah dianya yang duluan cabut.
Sekitar pertengahan tahun ini aku ribut dengan bos dan langsung mengemasi ransel. Tahu aku mau kabur, pasukanku bersumpah setia bilang ikut keluar dari pekerjaan. Juragan HRD yang baru langsung sibuk merayu-rayu agar aku bertahan. Katanya sih dia butuh banget bantuanku di site. Dasar orang tak tegaan, aku pun menyabarkan hati dan batal pergi hanya demi kata persahabatan. Makanya aku empet banget ketika pertengahan bulan ini malah dia yang mengundurkan diri. Lebih enek lagi ketika aku komplen tentang kepergiannya, dia cuman bilang, "elo mau cabut sebenarnya ga begitu gua pikirin. Tapi jangan satu batalyon dibawa semua. Gua yang pusing cari gantinya tau..."
Persahabatan memang ibarat kencing di celana. Semua orang dapat melihatnya, tapi hanya kita sendiri yang dapat merasakan kehangatannya. Dan inilah yang seringkali menjadi dilema. Mudah saja aku berlenggang kangkung pergi dari sini. Tapi kesetiaan beberapa teman membuatku harus berpikir panjang. Apalagi beberapa orang yang aku bawa kesini, sebelumnya mereka dalam posisi kerja. Apakah etis aku tinggalkan mereka, padahal mereka pun bilang akan ikut keluar bila aku mengundurkan diri. Makanya aku jadi pilih-pilih banget kepada beberapa penawaran pekerjaan yang masuk. Yang aku pikirkan bukan cuma soal kerjaan dan gaji saja. Tapi juga kepastian untuk aku membawa serta beberapa teman setia walau mungkin bertahap.
Lagi pula pekerjaanku belum selesai. Aku tak terbiasa meninggalkan pekerjaan setengah jalan. Aku ingin sistem yang kubangun segera tuntas dan bisa implementasi. Sehingga saat aku pergi, minimal aku punya bahan cerita bahwa di perusahaan anu aku bikin anu. Ada kebanggaan tersendiri yang sulit diungkapkan saat aku dengar sesuatu yang aku buat masih dipakai setelah lama aku meninggalkannya.
Atas nama persahabatan dan ambisi itulah yang bisa bikin aku bersabar dengan kenyataan pekerjaanku banyak dihambat. Cuma kadang sebel juga ketika ada teman yang sudah lama cabut menghubungi lewat telpon atau chat. Sudah pasti mereka akan mempertanyakan kenapa aku masih bertahan. Kalo sudah begitu, paling banter aku cuma bilang, "target pekerjaanku kelar kan setahun..."
Menyebalkan dan bikin bete memang. Tapi itulah resiko hidup yang kadang tak bisa kita jalani sekehendak hati. Tak boleh aku menolak saat perputaran roda berada di bawah. Makanya segala kesusahan ini sering aku anggap sebuah pemerkosaan. Saat aku tak mampu melawan, kenapa pula tak mencoba untuk menikmatinya...
Selamat berpulang, teman
Semoga damai telah tega mendahului kita...
Sudah dua orang manajer HRD yang ngerjain aku agar tidak pergi. Pertama saat aku kabur bulan Maret lalu dan sudah santai di rumah hampir sebulan. Beliau nelpon memintaku kembali dengan berbagai penawaran baru. Tak sampai sebulan aku balik, malah dianya yang duluan cabut.
Sekitar pertengahan tahun ini aku ribut dengan bos dan langsung mengemasi ransel. Tahu aku mau kabur, pasukanku bersumpah setia bilang ikut keluar dari pekerjaan. Juragan HRD yang baru langsung sibuk merayu-rayu agar aku bertahan. Katanya sih dia butuh banget bantuanku di site. Dasar orang tak tegaan, aku pun menyabarkan hati dan batal pergi hanya demi kata persahabatan. Makanya aku empet banget ketika pertengahan bulan ini malah dia yang mengundurkan diri. Lebih enek lagi ketika aku komplen tentang kepergiannya, dia cuman bilang, "elo mau cabut sebenarnya ga begitu gua pikirin. Tapi jangan satu batalyon dibawa semua. Gua yang pusing cari gantinya tau..."
Persahabatan memang ibarat kencing di celana. Semua orang dapat melihatnya, tapi hanya kita sendiri yang dapat merasakan kehangatannya. Dan inilah yang seringkali menjadi dilema. Mudah saja aku berlenggang kangkung pergi dari sini. Tapi kesetiaan beberapa teman membuatku harus berpikir panjang. Apalagi beberapa orang yang aku bawa kesini, sebelumnya mereka dalam posisi kerja. Apakah etis aku tinggalkan mereka, padahal mereka pun bilang akan ikut keluar bila aku mengundurkan diri. Makanya aku jadi pilih-pilih banget kepada beberapa penawaran pekerjaan yang masuk. Yang aku pikirkan bukan cuma soal kerjaan dan gaji saja. Tapi juga kepastian untuk aku membawa serta beberapa teman setia walau mungkin bertahap.
Lagi pula pekerjaanku belum selesai. Aku tak terbiasa meninggalkan pekerjaan setengah jalan. Aku ingin sistem yang kubangun segera tuntas dan bisa implementasi. Sehingga saat aku pergi, minimal aku punya bahan cerita bahwa di perusahaan anu aku bikin anu. Ada kebanggaan tersendiri yang sulit diungkapkan saat aku dengar sesuatu yang aku buat masih dipakai setelah lama aku meninggalkannya.
Atas nama persahabatan dan ambisi itulah yang bisa bikin aku bersabar dengan kenyataan pekerjaanku banyak dihambat. Cuma kadang sebel juga ketika ada teman yang sudah lama cabut menghubungi lewat telpon atau chat. Sudah pasti mereka akan mempertanyakan kenapa aku masih bertahan. Kalo sudah begitu, paling banter aku cuma bilang, "target pekerjaanku kelar kan setahun..."
Menyebalkan dan bikin bete memang. Tapi itulah resiko hidup yang kadang tak bisa kita jalani sekehendak hati. Tak boleh aku menolak saat perputaran roda berada di bawah. Makanya segala kesusahan ini sering aku anggap sebuah pemerkosaan. Saat aku tak mampu melawan, kenapa pula tak mencoba untuk menikmatinya...
Selamat berpulang, teman
Semoga damai telah tega mendahului kita...