12 Oktober 2011

Bangga Mbangun Desa

Selama seminggu mondar-mandir di Cilacap pinggiran, tidak ada tema ngomel yang lebih asik selain misuh tentang jalanan rusak. Kabupaten yang notabene punya kilang pertamina di wilayahnya, entah kenapa tidak bisa menyisihkan barang sedikit residu aspal untuk memperbaiki jalan di luar kota. Sudah tahu jalanan ancur-ancuran, dump truck pengangkut pasir besi dengan damai lalu lalang tanpa merasa berdosa.

Dalam kondisi jalan raya yang carut marut, tega-teganya bupati malah pasang ribuan baliho di setiap belokan jalan dengan tema bangga mbangun desa. Tak hanya itu, di setiap kantor instansi pemerintah, sekolah, puskesmas dan sejenisnya, baliho semacam itu turut dipajang. Berapa biaya yang dibutuhkan untuk bikin dan pasang baliho sebanyak itu. Kenapa ga dipake buat beli aspal saja sih..?

Benar-benar bejat bila uang rakyat yang digunakan untuk acara narsis bupati. Apalagi bila melihat kenyataan, calon pesaingnya di pilkada mendatang juga sudah gencar pasang baliho senada. Bisa jadi slogan mbangun desa itu hanya kedok untuk mencuri start kampanye dengan biaya ditanggung APBD.

Bukan hanya soal omong kosong yang tak sesuai kenyataan pembangunan saja. Penggunaan istilah bangga mbangun desa juga rancu untuk sebagian masyarakat Cilacap. Bila kata "bangga" itu dianggap kosa kata bahasa Indonesia, seharusnya digunakan kata membangun, bukannya mbangun. Dengan penggunaan bahasa Jawa dalam kata mbangun, bisa dianggap kata bangga pun diartikan secara Jawa.

Menurut KBBI versi UI, bangga dalam bahasa Jawa berarti tidak mau menurut atau membangkang. Untuk sebagian masyarakat Sunda di Cilacap bagian barat, bangga itu artinya susah, rumit atau pelik. Apakah ini merupakan sebuah kesengajaan untuk mengaburkan makna sesungguhnya dari slogan yang diusung. Bila suatu saat dikomplen tentang pembangunan yang tak sesuai dengan gembar-gembor saat suasana beraroma kampanye saat ini, tinggal dibuka saja arti sebenarnya dari slogan tersebut. Bangga mbangun desa itu artinya mbangkang atau susah mbangun desa. Ga salah kan kalo ga bisa membangun daerah..?

Tapi mbuh ding...
Mumet mikirin politik yang isinya janji-janji muluk tapi buntut-buntutnya tetap ga mikirin rakyat. Gimana masyarakat bisa tertib kalo dari atasnya saja sudah kayak gitu kacaunya. Jangankan orang banyak, anak kecil saja sekarang sudah pinter melawan.

Bayi umur seminggu saja sudah enggan dibedong
Apalagi dibelah...
Halah...




7 comments:

  1. aku gak tertarik politik,pusing :)

    BalasHapus
  2. bayi ga usah dibedong..
    orang bule ga dibedong malah jadinya tinggi-tinggi..
    kesian bisa bikin sesak nafas..
    yang dibedong emaknya ajah..

    BalasHapus
  3. Wkwkwk, berarti kampanyenya jujur itu~

    BalasHapus
  4. Bayi jaman sekarang memang jauh lebih aktif dibandingin dulu. Evolusi kali qiqiqiqi...

    BalasHapus
  5. pusing ahh kalau mikirin politik mah lebih baik mikir yang lain,love,peace and gaul.

    BalasHapus
  6. kepriwe ngger di walik "Bagaimana atasan akan tertib/baik kalau berasal dari manusia-manusia/rakyat yg seperti ini" siki sing lagi tenar mbok dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat, ora dipilih/di musyawarahkan nang ahline, kabeh dianggep pada sekang Ulama nganti preman pada 1 suara ya kie hasile sekang mayoritas rakyat

    BalasHapus

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena