Akhirnya ada juga yang komplen tentang nama anak. Katanya nama anak-anakku bagus, tapi nama panggilannya parah. Di jurnal malah ada yang nyebut kayak nama anak tikus. Ncit, hehe...
Sejak awal masalah itu memang sudah aku perhitungkan kok. Namun aku tak pernah mau mempermasalahkan tentang nama panggilan yang kayaknya katrok. Yang penting nama aslinya bagus dan mengandung makna. Anggap saja nama panggilan adalah cover. Kan katanya dont judge the book by the cover, jangan hukum pohon pisang pake koper. Jadi gapapa bungkusnya jelek asal isinya bagus.
Di lingkunganku memang sudah biasa menggunakan nama panggilan asal bunyi. Aku sendiri dikasih nama bagus-bagus dari ortu, hanya sebagian orang yang tahu nama sebenarnya. Jaman kecil dipanggil jiplong karena suka tidur nungging. Masa STM dipanggil rawin yang sebenarnya nama orang gila hanya karena aku gemar jalan kaki kemana-mana. Teman-teman di sekolah pun sama kondisinya. Ada yang namanya Dimas dipanggil Kampil. Winarto jadi Dawet, Sunarto jadi Komprang, Rudi jadi Daplun dll dll. Biar begitu, tak pernah ada yang merasa terlecehkan. Malahan menurutku itu lebih baik daripada kebiasaan sebagian teman yang suka manggil nama orang dengan nama bapaknya.
Anak-anakku pun bernasib sama. Si Adi sejak kecil sudah ga bisa lepas dari komputer. Sampai-sampai kalo ada yang nanya nama, dia akan jawab Adidotkom. Makanya teman-temannya memanggil dia Didot. Citra dan Cipta sebenarnya suka aku panggil Neng dan Nang. Tapi saudara-saudara sepupunya memanggil dia mba Cit dan mas Cit. Kadang disebut Ncit dan Ncip. Ada juga yang manggil Citra sebagai Ucrit. Ada lagi salah satu sepupunya yang memanggilnya mba Iwil karena Citra memang rambutnya kriwil. Keponakanku juga ada yang dipanggil Bawor padahal namanya Zulfaeza. Adiknya Putri dipanggil Ciprut. Tinggal si Ayu dan Raya yang belum punya panggilan kesayangan dari saudara-saudaranya.
Aku malah suka kasihan dengan kasus sebaliknya. Merasa ga pede dengan pemberian orang tua dan maksa cari panggilan yang menurut dia keren. Seperti jaman sekolah ada yang selalu ngaku namanya Pay, padahal aslinya Paijo. Dikasih nama eksotik Jamilah, maunya dipanggil Mila. Ga ngerti juga kenapa sesuatu yang eksotis malah dianggap katrok. Apalah artinya sebuah nama. Yang penting mengandung makna yang bagus, dikasih cover katrok eh eksotis apa salahnya.
"Nama kamu siapa?"
"Megan, pak."
"Wah kayak artis. Megan Fox ya?"
"Bukan pak. Meganthropus Palaeojavanicus."
Sejak awal masalah itu memang sudah aku perhitungkan kok. Namun aku tak pernah mau mempermasalahkan tentang nama panggilan yang kayaknya katrok. Yang penting nama aslinya bagus dan mengandung makna. Anggap saja nama panggilan adalah cover. Kan katanya dont judge the book by the cover, jangan hukum pohon pisang pake koper. Jadi gapapa bungkusnya jelek asal isinya bagus.
Di lingkunganku memang sudah biasa menggunakan nama panggilan asal bunyi. Aku sendiri dikasih nama bagus-bagus dari ortu, hanya sebagian orang yang tahu nama sebenarnya. Jaman kecil dipanggil jiplong karena suka tidur nungging. Masa STM dipanggil rawin yang sebenarnya nama orang gila hanya karena aku gemar jalan kaki kemana-mana. Teman-teman di sekolah pun sama kondisinya. Ada yang namanya Dimas dipanggil Kampil. Winarto jadi Dawet, Sunarto jadi Komprang, Rudi jadi Daplun dll dll. Biar begitu, tak pernah ada yang merasa terlecehkan. Malahan menurutku itu lebih baik daripada kebiasaan sebagian teman yang suka manggil nama orang dengan nama bapaknya.
Anak-anakku pun bernasib sama. Si Adi sejak kecil sudah ga bisa lepas dari komputer. Sampai-sampai kalo ada yang nanya nama, dia akan jawab Adidotkom. Makanya teman-temannya memanggil dia Didot. Citra dan Cipta sebenarnya suka aku panggil Neng dan Nang. Tapi saudara-saudara sepupunya memanggil dia mba Cit dan mas Cit. Kadang disebut Ncit dan Ncip. Ada juga yang manggil Citra sebagai Ucrit. Ada lagi salah satu sepupunya yang memanggilnya mba Iwil karena Citra memang rambutnya kriwil. Keponakanku juga ada yang dipanggil Bawor padahal namanya Zulfaeza. Adiknya Putri dipanggil Ciprut. Tinggal si Ayu dan Raya yang belum punya panggilan kesayangan dari saudara-saudaranya.
Aku malah suka kasihan dengan kasus sebaliknya. Merasa ga pede dengan pemberian orang tua dan maksa cari panggilan yang menurut dia keren. Seperti jaman sekolah ada yang selalu ngaku namanya Pay, padahal aslinya Paijo. Dikasih nama eksotik Jamilah, maunya dipanggil Mila. Ga ngerti juga kenapa sesuatu yang eksotis malah dianggap katrok. Apalah artinya sebuah nama. Yang penting mengandung makna yang bagus, dikasih cover katrok eh eksotis apa salahnya.
"Nama kamu siapa?"
"Megan, pak."
"Wah kayak artis. Megan Fox ya?"
"Bukan pak. Meganthropus Palaeojavanicus."
klw si anak udah nyaman dan seneng di panggil gitu ya menurut saya ngak masalah mas, hehehe... (pernah punya pengalaman dipanggil dengan panggilan yang kurang mengenakkan soalnya)
BalasHapuskalo citra jadi ncit sih gak terlalu jauh ya panggilannya
BalasHapushahaha, Citra kalo difoto rambutnya kriwil terusss...gemessssss kayak ponakanku Om. Padahal nama Citra dan Cipta dah pendek banget ya masih aja dipanggil Ncit, Ncip >.<
BalasHapuskalau saya di kampus sebagian manggil Jeng sebagian lagi manggil nduk. Parahnya tuh pas di Jawa dulu Om, nama saya malah dijadiin guyonan "Ajeng tindak pundi?"
kasih panggilan 'bebek' aja biar keren...
BalasHapuskayak anak tetangga, namanya sama kaya "citra" tapi dipanggiLnya "cicit". ada Lagi, namanya "syifa" tapi maLah dipanggiL "siput". Lha saya sendiri, punya nama "ram**" tapi maLah kena panggiLan "rame". wkwkwkwkwk.........
BalasHapuspapanya beliin citra domain adi.com dong mumpung domain itu masih kosong :)
BalasHapusKeren namanya.
BalasHapusSetujuh boz. Daripada namanya keren... tapi kelakuan bejad..
BalasHapusOhya jadi inget lelucon jaman kuliah ndisik...
A : He kamu dapat salam dari cewek cantik dari fakultas A, yang sering pake softlens itu lho
B : Namanya siapa??
A : wanda.
B : Wanda siapa??
A : Wandasmu...
B : hahaha... Eh bukane Wanda udah jalan sama Yosi tho??
A : Yosi sopo???
B : Yo**litmu....
A : Wasem... Wasyu...
Maap komenge kepanjangen dan ra nyambung...