29 Oktober 2009

Zuma Deluxe

Sudah beberapa hari ini aku sedikit jenuh dengan game-game kelas berat macam GTA IV atau Armed Assault II. Engga tau darimana idenya aku kok inget game kecil jaman dulu, Zuma Deluxe.

Cari di piratebay, trus donlot dan instal. Ga perlu terlalu banyak menguras pikiran dan kelincahan jari untuk bisa menyelesaikan misi demi misi. Yang perlu kita lakukan hanya menembak bola dikendalikan dengan mouse sebelum masuk ke mulut si kodok Zuma. Tapi tetap saja otak perlu berpikir untuk menentukan bola bola mana yang akan ditembak agar bisa cepat selesai.

Biar kita bisa lihat waktunya di console, tekan aja T di kibod. Makin lama waktu tersisa dari expired time, semakin besar bonusnya. Tiap naik nilai 50 ribu kita akan dapat kodok satu sebagai simbol live yang akan berkurang satu kalo bolanya nyebur ke mulut kodok.

Paling asik tuh kalo kita bisa susun bola sedemikian rupa, sehingga begitu kita tembak bola sasaran, langsung combo terus menerus sampai habis. Pokoke coba aja deh kalo penasaran. Aku aja sudah bolak balik tamat sampai ke level 13 masih saja penasaran untuk mengulang lagi dengan waktu lebih cepat.


Read More

Budaya Agraris

Seorang teman pemilik konter seluler mengeluhkan persaingan usaha yang makin tidak sehat. Konter hape yang kian menjamur satu persatu berguguran karena tak mampu melawan seleksi alam yang lebih didominasi oleh budaya kapital, modal.

Walau banyak faktor yang jadi penyebab, ada satu budaya sebagian masyarakat kita yang turut berpartisipasi dalam proses menuju kebangkrutan usaha. Kita seringkali takut untuk berinovasi dan hanya menunggu bukti baru mau terjun.

Seperti beberapa tahun lalu, di Sidareja aku dan beberapa orang teman membuat konter hape. Banyak orang melecehkan karena memang waktu itu belum ada sinyal di daerah itu. Untuk bisa berkomunikasi hape harus disambung dengan antena yang menjulang. Padahal dengan mencuri start, begitu BTS dibangun, paling tidak kita sudah punya pengalaman. Dan nyatanya, setelah terlihat konter laris manis, yang namanya konter langsung menjamur bisa sepuluh meter satu.

Ini yang aku anggap budaya agraris. Masyarakat petani yang selalu nrimo dengan yang ada dan jarang mau berpikiran untuk mencoba resiko lain. Asalkan bisa panen sudah senengnya minta ampun. Berapa biaya produksi jarang mau menghitung. Adikku, seorang PPL pernah mengeluh susahnya mensosialisasikan bibit atau metode baru untuk meningkatkan produksi petani cuma karena alasan, belum ada petani lain yang mencoba dan terbukti sukses.

Sama kasus dengan masyarakat sepanjang pantai Jogja. Hidup beratus tahun di pesisir tapi tak pernah melirik laut sebagai sumber penghasilan. Mereka tetap saja bertani, sampai nelayan-nelayan Cilacap mulai berdatangan dan bermukim di Jogja.

Andai saja Thomas Alfa Edison orang Jawa, mungkin sampai saat ini kita masih menggunakan lampu teplok. Bertahun-tahun gagal dengan ribuan eksperimennya tak membuatnya surut untuk menemukan bahan untuk membuat filament lampu bohlam.

Untuk orang muslim mungkin ingat salah satu hadist nabi yang menyuruh kita belajar ke negeri China. Perintah sejak 15 abad lampau itu benar terbukti sekarang. Keuletan bangsa China membuatnya sukses dalam hal ekonomi. Bahkan ketika Amerika dan Eropa masih berkutat dengan krisis global sekarang, China sudah bisa bangkit dan berani menargetkan pertumbuhan ekonomi sampai 9%.

Banyak memang tetangga kita yang belajar kesana. Tapi bukan keuletan dan cerdasnya menangkap peluang yang dipelajari. Cuma pelitnya saja yang diambil.

Aku sendiri sudah membuktikan bahwa keuletan dan pantang mundur dalam berinovasi pada akhirnya bisa mendatangkan hasil. Seperti ketika dokter memvonis istriku kandungannya tidak subur dan sangat sulit untuk bisa hamil. Aku cuekin dokternya dan maju perut pantat mundur, alhamdulillah jadi juga.

Thanks berat, Tuhan...

Ilustrasi Mencoba Bertahan
Karya Katirin
Tujuh Bintang Art Space
Read More

28 Oktober 2009

Keasinan

Pulang dari kampung semalem, mampir di rumah makan sari bahari Gombong. Pelayanannya lumayan ramah dan menu pembuka jahe susunya mantap. Lalu aku pesen tongseng kambing, kok keasinan. Aku tanya pelayane, "ini memang ciri khas masakannya asin apa yang bikin lagi pengen kawin?"

Malah jawabannya ga nyambung blas, "tak tambah kuahnya ya, pak.."

Malah makin asin. Akhirnya aku pesan satu lagi, soalnya wujudnya menarik minat cacing perut neh. Menunggu 10 menit, tongseng baru terhidang. Lha kok masih asin juga...

Ketika soto pesenan istri datang, katanya keasinan juga. Akhirnya ga jadi makan. Setengah jam disitu cuma bengong sambil nyawang kasire yang manis sampe wareg tanpa penyesalan.

Mbokyao kalo mau menawarkan diri, tulis saja nomer hape di meja. Ga perlu pake nambahin garam banyak-banyak...

Lho, kok mulai nakal..?
Apa hubungane..?
Read More

26 Oktober 2009

Anggaran Nakal

Dari obrolan antar teman, atau tepatnya antar laki-laki siang tadi. Ada satu pertanyaan yang cukup menarik dan menggelitik. "Berapa anggaran nakalmu..?"

Agak lama aku berusaha memahami kata anggaran nakal. Dan temanku memberi jawaban begini, "Laki-laki bekerja untuk menafkahi anak istri. Dan dalam berusaha, seringkali ada rejeki yang tidak semestinya dimakan keluarga. Duit panas kui kudu diempake setan..."

Hooo matamu ambrol..
Bener banget walau tidak pener. Diharapkan atau tidak, uang panas itu memang selalu ada. Agama mengajarkan kita untuk membayar zakat untuk membersihkan rejeki yang remang-remang itu. Menurut temenku bayar zakat ya harus pakai uang halal juga. Lha trus, uang yang tidak halal itu dikemanakan dunk..?

Pembenarannya berlanjut begini. Laki-laki itu cape kerja, butuh represing. Dana hiburan itu yang selayaknya digunakan. Jadi posnya sudah masing-masing. Yang halalan toyibah dibawa ke rumah, yang haram buat senang-senang. Ga boleh dibalik.

Hihihi...
Kasihan juga ibu-ibu yang menunggu di rumah. Bagaimanapun ngurus rumah itu teramat melelahkan walau tidak pernah tampak di mata umum.

Aku sendiri dulu memang sering keluyuran ke cafe. Nongkrong-nongkrong nyawer penyanyi. Lumayan memang untuk melepas penat kerja tiap hari. Setelah ada istri, aku masih suka ke cafe juga. Tapi karena para penyanyinya sebel aku ga pernah nyawer lagi, aku dan istri lebih suka nongkrong di alun-alun nanggap pengamen.

Kondisi istri hamil muda tak lagi memungkinkan aku keluar rumah malem. Aku lari ke kebiasaan lama, ngegame di komputer. Anggaran nakalku paling buat merombak komputer agar lebih dahsyat speknya. Game aku tak pernah beli, cukup download di piratebay.

Represing di rumah saja masih suka jadi konflik, apalagi kalo sampai keluyuran malem lagi. Aku berpikiran, main game sebelum tidur biar penat otak sedikit ilang. Sedangkan juraganku berpikir, seharian di kantor ngadepin komputer, nyampe rumah masih juga ngeloni komputer...

Gapapalah...
Semoga lama-lama mengerti bahwa anggaran nakal harus diminimalisir efek negatifnya dengan cari kegiatan yang tidak harus meninggalkan rumah. Nurun-nurunin genteng apa nglemparin mangga tetangga...

Ilustrasi Malima
Karya Bambang Darto
Tujuh Bintang Art Space

.
Read More

25 Oktober 2009

Kembali Ke Alam

Bicara soal pengobatan tradisional kita akan ingat slogan back to nature yang menganjurkan kita kembali ke alam. Karena berbasis alamiah kita cenderung untuk berpikir bahwa yang natural itu selalu murah. Tak heran kalo sebagian dari kita kadang mencemooh kalo ada produk kesehatan yang katanya alamiah tapi harganya mahal.

Tak ada salahnya aku ingatkan kasus jamu tradisional Cilacap yang dulu begitu laris di pasaran. Harganya murah dan khasiatnya dahsyat. Sampai-sampai ada promosi yang mengatakan kalo kita minum jamu sakit kepala sambil berdiri, begitu duduk sakitnya sudah sembuh. Saking larisnya sampai-sampai para pengusaha jamu kehidupannya meroket menjadi orang-orang terkaya di daerah.

Dan kenyataan terungkap, bahwa semua produk jamu mereka bahan dasarnya tetap kunyit jahe dan beras kencur. Untuk pengobatan spesifik ditambahkan bahan-bahan kimia yang terlarang. Walau kasusnya sudah sampai ke polisi, aku heran bisa-bisanya salah seorang pengusaha jamu itu malah jadi bupati. Dan kasus itupun seolah lenyap ditelan bumi.

Bahan tradisional memang murah. Tapi pengobatan dengan cara ini tidak bisa instan hasilnya. Perlu waktu panjang walau hasilnya lebih bagus daripada obat-obatan kimia. Jadi kalo ada jamu tradisional yang hasilnya secepat kilat, perlu kita telusur benar-benar alamiah apa tidak. Pengusaha kadang tidak jujur mencantumkan komposisi bahan campuran obat, apalagi yang berharga murah dan untuk level ekonomi lemah yang tidak begitu kritis dengan komposisi bahan.

Memang agak susah untuk membudayakan produk tradisional alamiah yang sebenarnya, mengingat kita sekarang lebih suka menonjolkan cita rasa daripada keamanan produk. Minum jamu pahit sudah enggan. Akibatnya jamu-jamu sekarang cenderung dikemas dalam citarasa yang enak. Jamu bisa rasa jeruk atau stroberi. Dan untuk menekan harga, produsen membuatnya dengan mencampurkan pemanis buatan. Jadi sama saja kan..?

Intervensi produk kimia memang sudah teramat jauh ke dalam kehidupan kita. Seperti aku sendiri dulu tidak pernah ada keluhan bau badan yang berlebihan karena keringat, padahal aku kerja di lapangan. Setelah kerja kantoran, aku mulai dikenalkan dengan parfum dan deodoran.

Dari awal coba-coba itu, akhirnya aku mengalami apa yang dinamakan ketergantungan obat. Sekarang kalo ga pake deodoran, lumayan asik neh, breng-brengan. Dan stadium lanjutnya keluhanku bertambah, bulu ketek mulai rontok padahal tidak pernah aku pakai catok. Bisa gundul neh...

Read More

24 Oktober 2009

Garansi Uang Kembali (18+)

Awalnya sih cari-cari informasi suplemen untuk kesehatan mata, mengingat kerjaanku menuntut lebih dari 10 jam sehari di depan komputer. Tapi tau usernya laki-laki, lama-lama googlenya kok belok ke suplemen tentang kelelakian. Baca-baca di webset klinik yang bebas klenik dan bertaraf international, aku malah kaget sendiri. Cuma biar kuat bangun saja kok biaya pengobatannya sampai 7 juta ke atas.

Pantesan sebagian dari masyakarat kita lebih suka masuk ke pengobatan alternatif yang biayanya murah, plus pake embel-embel reaksi spontan, 10 menit jadi, langsung di tempat. Hahahaha kacaw... Terlalu fantastis buatku kalo terlalu kasar dibilang mengada-ada.

Aku inget seorang temenku yang tertarik iklan baris begituan di koran lokal. Melihat kata mahar cuma 200 ribu dengan kasiat instan, meluncurlah dia ke tempat praktek yang katanya keturunan Ma Erot almarhum. Beberapa hari kemudian aku tanya hasil pengobatannya. Eh, dia malah misuh-misuh.

Maksudnya mau kasih surprise buat istri, nyatanya istrinya malah takut melihat senjatanya yang berubah wujud menjadi aneh. Celakanya lagi, ketika dia mau komplen minta garansi uang kembali, mbah dukunnya sudah tidak praktek di hotel itu lagi. No HPnya juga tidaK bisa dihubungi.

Pengen ketawa tapi tak tega. Walau heran tapi ya ga bisa bilang apa-apa. Apalagi kalo ingat biaya pengobatan yang bersifat medis tarifnya tak terjangkau untuk kalangan kita, wajar mereka lari ke alternatif yang murah meriah walau keamanan meragukan.

Yang ga bisa dimengerti adalah, orang sehat kok nekat berobat. Dan kenapa mesti tergiur dengan biaya murah tapi statusnya ga jelas, termasuk lokasi praktek yang cukup di hotel yang mudah pindah tempat.


Garansi uang kembali juga ga menarik buatku. Untuk apa uang dikembalikan, kalo tidak bisa balik seperti semula. Dan yang lebih ga menarik, untuk apa musti besar dan panjang, bila G Spot bisa dijangkau 2-3 cm dari ambang pintu.

Yang wajar-wajar saja lah. Toh orang hidup bukan cuma untuk itu, walau untuk melanjutkan kehidupan harus berawal dari situ.

gambar dari google
Read More

23 Oktober 2009

Peduli Tidak Berarti Memberi

Pagi-pagi sudah ada yang jingkrak-jingkrak di pertigaan Babarsari lalu menghampiri kendaraan yang berhenti di lampu merah. Ketika sampai di sebelahku, seperti biasa aku angkat tangan mohon maaf cuma bisa kasih senyum terindah di pagi hari. Senyumku dibalas dengan sapaan ramah mereka, "nguri-uri budaya tradisional, pak.."

"Lha, piye.." aku jadi penasaran.
"Yo, nyumbang..."

Hoalah, kirain mau ceramah kebudayaan. Buntut-buntutnya minta duit juga.

Aku sebenarnya salut dengan kemauan mereka ngamen jathilan. Mereka mau melestarikan budaya bangsa seperti kata mereka "nguri-uri budaya". Tapi aku juga punya pendapat kalo mereka salah tempat. Jadinya terkesan bukan sekedar nguri-uri budaya bangsa, tapi melestarikan budaya meminta-minta juga.

Tidak cuma ngamen jathilan. Pengamen genjrang genjreng, orang cacat, anak kecil yang ada di jalanan aku tak pernah punya keinginan untuk berbagi. Kepedulian di lampu bangjo hanya akan menarik lebih banyak anak-anak ke jalan. Di jalan aku tak pernah terpikir untuk cari hiburan. Yang ada hanya cepat sampai ke tujuan.

Beda kalo aku lagi nongkrong di alun-alun kraton atau lesehan Malioboro. Kehadiran pengamen yang sebenarnya malah aku tunggu-tunggu. Karena aku lebih suka ngasih uang 20 ribu tapi bisa pesen lagu sealbum, daripada yang jrang jreng dikasih seribu langsung kabur. Sama aja mereka dengan pengemis.

Dengan ngamen di tempat yang tepat, dimana orang memang berniat mencari hiburan, aku kira pendapatan mereka bisa lebih banyak. Seperti pengamen campursari yang sedang istirahat ngopi bareng di alun-alun kidul pernah aku ajak ngobrol. Sehari bisa dapat 500 ribu lebih. Hasilnya dibagi rata dengan kru yang berjumlah 4 orang. Kalo musim liburan malah bisa mengingkat dua tiga kali lipat.

Untung pengamen Jogja bukan lah pengamen Jakarta yang suka menggores mobil kita dengan paku bila dicuekin. Ketidakpedulian kita masih bisa mereka tolerir. Kalo di Jakarta, ngasih receh bukannya untuk cari hiburan. Tapi buang sial atau bayar keamanan kendaraan. Huuuh...

Untuk pengemis, aku melihat mereka memang orang yang patut dikasihani, tapi bukan dengan jalan memberi uang. Anak-anak jalanan hanyalah korban dari orang-orang dewasa yang jadi koordinator yang kerapkali menggunakan kekerasan untuk menentukan nilai setoran. Kecacatan tubuh bukan untuk dijual ditepi jalan. Bayi pun bukan komoditi untuk dijemur di perempatan jalan.

Apalagi pengemis yang masih muda dan berbadan sehat. Aku jadi ingat di daerah Brebes, ada satu desa yang mayoritas penduduknya kerja diluar kota, sebagai pengemis. Walau sudah dikenal dengan desa pengemis, tapi rumah-rumah disitu jauh lebih mewah dibanding kontrakan kumuh teman-temanku di Jakarta yang statusnya karyawan.

Kita (terutama pemerintah) harus peduli dengan mereka. Tapi caranya seperti apa itu yang harus kita pikirkan. Razia Pol PP dan recehan kita tak akan mencapai sasaran. Sama seperti anggaran pemerintah untuk pengentasan kemiskinan yang selalu bocor di jalan sebelum sampai tujuan.
Read More

22 Oktober 2009

Kerusakan Bahasa

Panasnya hawa Jogja akhir-akhir ini, membuat istriku malem-malem ribut. "Panas mas, AC-nya dikecilin dong..."

Begitu pegang remote, aku termenung sejenak. Panas, dikecilin... Ini berbeda dengan kebiasaanku di kantor kalo kepanasan malah tereak, "gedein AC, neng. Panas neh..."

Walau akhirnya aku ngeh, kalo kepanasan ya suhunya diturunin atau istilahnya dikecilin, tapi kok rasanya masih ngganjel neh sampe pagi ini. Perasaan tuh lebih nyaman bilang digedein. Ini kayaknya sama seperti pada kasus kalo mau mandi, "krannya dinyalain dulu." Kok dinyalain ya..?

Gejala-gejala kerusakan bahasa ini kayaknya memang sudah lumrah walau tidak diakui oleh EYD (Ejaan yang dirusak...?). Kalo bahasa Jawa malah tidak semena-mena membuang kosa kata ini dengan memasukannya ke ruang rura basa. Bahasa yang tidak bisa dibenarkan tapi sulit untuk dibetulkan karena sudah begitu lumrah. Seperti istilah "nggodog wedhang", yang sebenarnya nggodog air biar jadi wedhang. Menek krambil, yang seharusnya menek glugu, dll dll

Bandingkan dengan ungkapan ini:
"What's in a name? that which we call a rose. By any other name would smell as sweet; So Romeo would, were he not Romeo call'd, Retain that dear perfection which he owes. Without that title. Romeo, doff thy name, And for that name which is no part of thee. Take all myself. (Shakespeare. 1594)

Apalah artinya sebuah nama. Mawar walau dinamai sandal jepit tetap saja manis.
Ngotot banget walau konsisten.


Jadi pengakuan bahasa rusak itu menunjukan basa Jawa lebih akomodatif dan tidak ngotot dengan kosa kata yang ada. Atau malah menunjukkan kengawuran yang semena-mena mengingat semua istilah ditelan mentah sampai sulit dicari persamaan katanya dalam bahasa lain.

Menurut teori kayaknya hanya ada 2 hubungan antara bunyi bahasa dan arti. Yang satu onomatopoeic atau menirukan suara alam, misalnya ‘tokek ‘disebut tokek karena suaranya tokek-tokek. Satunya lagi hubungannya arbitrary, semena-mena, atau ngawur. Kaum naturalis, percaya adanya hubungan intrinsik antara bunyi bahasa dengan makna yang diacu. Sedangkan kaum konvensionalis, beranggapan bahwa hubungan itu hanyalah karena konvensi dan sifatnya sewenang-wenang.

Pemakai bahasa Jawa generasi lama berusaha memaknai arbitrariness kata dan makna. Pemakai bahasa senantiasa berusaha memahami hidup melalui pemaknaan terhadap kata. Seperti fenomena kengawuran basa Jawa lainnya yang sebenarnya bertentangan dengan teori linguistik, yaitu keratabasa.

Pemaksaan makna dalam ruang kerata basa ini tidak hanya berlaku untuk sesuatu yang jadul semacam : gedhang = digeged bar madhang. mendhoan = mendho-mendho dipangan, dll dll. Kata serapan pun dengan sigap dibuat maknanya. Sepur = asepe metu dhuwur. Sepeda = asepe tidak ada.

Tapi walau dikatakan ngawur, ada pemaknaan kata melalui kerata basa yang mengacu pada ide yang lebih bersifat abstrak. Pemaknaan ini lebih mendalam yang berhubungan dengan nilai ketuhanan. Misalnya kata ndelalah atau ndilalah, yang berarti kebetulan ternyata bagi orang Jawa bukan kebetulan sama sekali. Ini menunjukkan sebuah religiositas yang sangat tinggi karena selalu ada campur tangan Tuhan dalam setiap peristiwa, termasuk dalam setiap kebetulan. Sehingga kata ndelalah (ngandel marang Gusti Allah) memunculkan idiom, "ndelalah kersane Ngallah..." Sebuah kepasrahan diri khas Jawa...

Yang paling ancur mungkin ada di komunitas ngapak Banyumasan. Coba saja simak lagunya Sopsan berjudul narkoba. Bisa-bisane narkoba dimaknai nasi rames kopi bakwan, narkotik sebagai nasi rames karo ndog pitik. Kacaw...

Mbuhlah, aku bukan ahli bahasa...
Cari lagi yang lain yo...

Kerikil = keri neng sikil
Keriting = ...
Keripik = ...


Ilustrasi "Kata-kata"
Karya Junaidi MS
Tujuh Bintang Art Space
Read More

20 Oktober 2009

Korban Iklan

Satu ruangan dengan staf cewek kadang ribet juga. Kalo dah nggosip lewat telepon ramenya minta ampun. Kalo berantem dengan cowoknya di pesbuk bisa sampai mewek-mewek. Dan pagi ini temenku njimprak-njimprak karena serangan jerawat. Gara-garanya tertarik iklan pemutih wajah di tipi, bukannya mulus malah jadi penuh bintang.

Lepas dari masalah itu, aku pikir perusahaan tidak tidak hanya berhak memasang iklan di media, tapi juga wajib memberikan semacam pendidikan konsumen. Banyak iklan-iklan yang terkadang bombastis dan tidak melihat realita. Sah-sah saja berusaha menarik perhatian konsumen, tapi jangan terkesan menipu dong.

Apalagi untuk iklan produk yang beresiko, kadang efek samping produk itu memang dicantumkan. Tapi keluarnya hanya sekilas dan tulisannya kecil banget susah dibaca. Iklan rokok misalnya. Atau iklan reg spasi sarmidi yang sekarang merebak di tipi, penjelasan tarif sms dan cara unreg terlalu kecil. Jauh sekali dibanding ukuran tulisan "dengan sms ini anda akan menjadi lebih kaya, lebih sukses, dst dst..." Padahal yang dimaksudkan jadi kaya kan perusahaan provider reg spasi tadi.

Ada juga iklan yang tampak wajar tapi penyampaiannya seolah tidak dipikir panjang oleh pembuatnya. Seperti beberapa waktu lalu. Jagoanku ikut-ikutan iklan minyak angin dan berteriak, "bikin anak kok coba-coba..." Aku luruskan, "buat anak, bukan bikin anak". Eh, malah nyaut, "buat kan sama dengan bikin, yah..."

Walau anak mungkin tidak mudeng dengan persamaan perbedaan buat dan bikin, apa salahnya sih kalo redaksinya dirubah dengan kata untuk anak..?

Atau mungkin iklan parfum cap kampak yang begitu dahsyat. Digambarkan dengan semua wanita akan nguber laki-laki yang menggunakan parfum tersebut. Malah para wanita itu mau nyebur ke kolam gara-gara koin disemprot parfum dan dilempar kesana.

Padahal kalo melihat pengalaman pribadi, kejadiannya jauh berbeda. Tahun lalu di Malioboro Mall aku ditawari parfum merk itu. Aku tidak tertarik untuk membeli karena memang lagi ga punya duit. Dan ternyata malemnya SPG ne malah sms terus ngajak jalan.

Ini membuktikan efek dahsyat parfum yang aku pakai. Walau tidak pernah diiklankan di tipi, tapi beraroma yang mahal harganya. Mambu wedus, sapi...
Read More

18 Oktober 2009

HAARP Project : Ambisi Menjadi Tuhan

Googling rutin hari ini, aku menemukan sesuatu yang membuatku berpikir tentang hakekat hidup manusia dalam kehidupan. Mengapa manusia selalu melakukan riset dan inovasi yang katanya untuk kebaikan umat, tapi kemudian jadi berbelok arah dan digunakan untuk membunuh sesama.

HAARP (High Frequency Active Auroral Research Program) Project, setahuku dulu meneliti cuaca dan bagaimana menyiasatinya untuk mengurangi efek bencana. Proyek di Alaska utara ini merupakan kerjasama Universitas Alaska dengan AU, AL Amerika dan DARPA (Defense Advanced Research Projects Agency). Mereka meneliti penggunaan frekuensi ekstra rendah (ELF) untuk memodifikasi ionosfer, dimana cuaca dan iklim banyak berproses disini. Detailnya silakan buka di websetnya.

HAARP ini sudah dipatenkan dengan nomor 4,686,605 atas nama Bernard J. Eastlund, bisa dilihat disini. Menggunakan prinsip-prinsip Nikola Tesla yang semuanya bisa dibaca dari bukunya: Angel Don't Play this HAARP. Yang penasaran langsung aja ke Amazon deh.

HAARP ini ternyata bisa untuk membuat hujan, badai, kabut, gempa dan yang semacamnya dalam skala kecil. Saat ini sedang dikembangkan untuk bisa dibuat secara global. Dan kerakusan manusia telah membuat AU Amerika menargetkan tahun 2025, iklim dunia sudah ada di genggaman dan digunakan sebagai alat pertahanan. Atau dengan kata lain digunakan sebagai senjata militer untuk perang. Kalo perang sudah menggunakan alat bencana, apakah kita bisa tahu sasarannya militer atau sipil..? Tentang ini selengkapnya bisa dibaca disini.

Ingat kasus jembatan Golden Gate di San Fransisco jaman dulu yang ambruk gara gara angin yang mempunyai frekuensi yang sama dengan natural frequency nya jembatan. Ternyata HAARP disinyalir mampu untuk membangkitkan jenis gelombang yg lebih dahsyat , yaitu gelombang Scalar (Scalar Wave). Scalar Wave inilah yang dicurigai bisa memicu terjadinya gempa.

Yang lebih mengerikan lagi, selain untuk mendatangkan gempa atau banjir, HAARP ini ternyata dikembangkan sebagai mind control. Penelitian Dr Andrija Puharich di tahun 1956 terhadap kaum Yogi India tentang kemampuan telepati telah diteliti secara ilmiah. Telepati dan hipnotis ini ternyata hanya dengan cara mempengaruhi korban dengan frekuensi 8 Hz. Otak ternyata sangat rentan terhadap sinyal ELF ini. Ini yang dipelajari dan dikembangkan secara elektromagnetis.

Gelombang ini dapat dipancarkan ke ionosfer dan dipantulkan ke bumi dengan koordinat yang telah ditentukan untuk merubah mood bangsa yang jadi sasarannya. Mind control ini dapat dimanfaatkan untuk membuat manusia yang terkena radiasinya menjadi marah, sedih, frustasi atau perasaan lain yang dikehendaki secara perlahan tanpa menyadarinya. Gelombang bunuh diri massal yang pernah terjadi di beberapa negara beberapa waktu lalu, bisa jadi merupakan kelinci percobaan dari penelitian ini.

Percobaan menjadi Tuhan ini benar atau tidak, silakan kembali di pemikiran masing-masing. Semuanya sekedar wacana untuk menambah pengetahuan saja. Silakan baca-baca di webset sumbernya melalui link-link diatas.
Read More

Kontakku Ga Banyak

Membaca tulisan temen yang mengeluh tentang kontaknya yang sedikit, aku malah berpikir sebaliknya. Entah berapa kali aku merampingkan kontak ketika melewati angka 500an. Sekarang saja kontakku sudah lewat angka 150 dari sekitar 100 yang aku sisakan pada pelangsingan terakhir.

Buatku kontak banyak bukanlah sebuah kebanggaan, bila yang mau interaksinya hanya satu dua. Jarang banget aku nge-add seseorang tanpa ada interaksi sebelumnya. Bila aku tertarik dengan tulisan-tulisannya dan asik diajak ngobrol baru aku minta dijadikan kontak. Soalnya banyak yang tulisannya oke banget, tapi ketika aku kasih tanggapan panjang-panjang, kok jawabnya cuma, "kayaknya begitu deh". Atau "terima kasih atas informasinya." Haduhh...

Begitu juga ketika ada yang meminta untuk menjadi kontak, aku cenderung selektif dengan melihat isi blognya. Kadang aku males melihat orang yang kontaknya sampai ribuan, isi blognya copy paste tanpa editan. Apalagi yang sekali posting sampai puluhan tulisan sampai menuh-menuhin inbox tapi interaksi dengan teman tidak ada. Lebih males lagi kalo nemu blog yang tidak ada isinya.

Yang aku kurang suka lagi orang yang murni mau "dodolan" di blog. Bisnis wajar dan sah sah saja. Tapi kalo cuma pajang dagangan trus masuk gesbuk cuma untuk ngiklan doang, wah jangan harap deh. Aku suka pedagang seperti temanku Lolly dulu (Sekarang kemana yah..?). Dia walau dagang,tapi tetap berceloteh juga. Dengan teman juga asik dan jarang banget ngiklan di gesbuk orang. Cara dia ngiklan ya dengan bikin tulisan yang asik asik trus sering nimbrung di tulisan orang.

Aku juga suka merasa "piyeee.." dengan temen di MP yang suka nguber orang yang numpang lewat tapi ga sempat komen. Kayaknya ga nyaman kalo di gesbuk nemu tulisan, "kenapa cuman ngintip doang sih..?" Atau "masuk blog orang kok ga mau komen sih..?" Huuuu...

Maaf juga kalo ada yang nanya di gesbuku aku jawab disitu juga. Kayaknya kok aneh ada temen yang menuntut kalo nanya di tempatku, jawabnya harus di tempat dia. Kasian aja orang lain yang baca, kok kesane ga nyambung gitu...

Trus buat temen-temen baikku. Mohon maaf kalo aku jarang nyamperin ke blog untuk sekedar basa-basi. Aku lebih sering masuk lewat inbox. Jadi kalo yang ga posting, mungkin aku ga sempat nengokin. Makanya, rajin-rajin nulis ya...
Read More

17 Oktober 2009

Memindah File Besar


Beli flashdisk 8GB untuk memindah-mindah data dari kantor ke rumah, ternyata ga selamanya menyelesaikan masalah. Terutama kalo selesai download game atau film yang berukuran DVD atau 4 gigaan.

Secara logika file 4 GB dimasukan ke flashdisk 8 GB pastinya langsung geblush... Nyatane seringkali nongol peringatan disk full. Nyebelin ga..?

Aku kira ada virus atau apa dalam flashdisk yang memanipulasi space atau data yang ada. Tak scan dan tak format bolak-balik tetap sama saja. Apa mungkin karena proses penyalinan file tunggal berukuran besar itu membutuhkan cache atau buffer di flashdisk yang sama dengan besar filenya..?

Jadi untuk mengakalinya, sementara ini file tunggal itu aku pecah-pecah dulu menggunakan winrar. Setelah dibagi menjadi beberapa file kecil, nyatanya semua masuk flashdisk tanpa kesulitan. Nyampe rumah file-file itu tinggal dicopy ke hardisk. Trus file part 1 nya diklik dua kali. Winrar kebuka dan file-file itu tergabung menjadi satu lagi.

Cari-cari informasi tentang itu di google belum nemu nih. Ada yang punya penjelasan..?

Read More

Perbaikan Keturunan

Pagi pagi ada sms nyasar dari si Ema, seorang temen di Ciamis sana.

Mah, m g bsa mask nasi g bsa napian bras, t'elin klah tdur. kumha yh

Sedikit lama memahami gaya bahasa semacam itu. Sampai akhirnya aku berkesimpulan, si Ema bilang ke ibunya kalo ga bisa masak dan napeni beras. kakaknya malah tidur.

Hehehehe dasar cewek modern, masuk dapur aja kayaknya alerginya kumat. Kayak stafku yang cewek pun begitu. Jangankan bantuin di belakang selama pembantu belum ada gantinya, beresin bekas makannya sendiri aja malesnya minta ampun. Aku tanya nanti kalo dah punya suami apa ya tetap ga mau ke dapur. Eh, jawabnya gini, "aku cari yang kaya dong, mas. Yang masak biar pembantu..."

Emang dipikirnya orang hidup ga ada pasang surutnya apa ya..? Trus kalo tiba-tiba kena musibah suaminya jatuh miskin, apa ya trus ganti suami? Kok kayak jenate sing esih urip..???

Padahal seenak-enaknya dimasakin orang lain atau di warung, masakan istri tetap terasa beda. Di lidah mungkin kalah, tapi dengan adanya pelibatan emosi dan ungkapan rasa sayang, masakan keasinan pun tetap terasa uenaakkkh... Walau mungkin bilangnya sambil mendelik. Hahahaha...

Gapapalah ga pengen menyayang suami dengan masakan kalo emang sayang parfumnya kecampuran bau bawang. Tapi mbok yao, kalo merasa dirinya pemalas, cari suami yang sregep dong, bukannya yang kaya. Minimal biar ga dianggap ga sayang anak. Pemalas ketemu pemalas tar kaya apa nasib anak-anaknya. Apa ga sedih kalo punya anak kebluk semua..? Kalo ada sedikit darah rajin dari salah satu pasangan, minimal kan ada usaha perbaikan keturunan.

Kayaknya begitu...
Kaleee...
Hahahaha...

Ilustrasi Translation
Karya Bambang Darto
Tujuh Bintang Art Space
Read More

16 Oktober 2009

Sabar Ga Sabar

Aku kadang merasa tidak adil. Ketika ada yang mengeluh tentang susahnya hidup, mudah banget aku bilang, "sabar..." Tapi sebaliknya kalo aku lagi ngomel tentang kerjaan dan ada yang kasih ucapan sabar, aku malah tambah ngedumel. Hahahaha...

Bisa begini mungkin karena pemahamanku atas kata sabar baru sebatas sebagaimana aku ungkap dalam tulisan lama, tentang laku dan rasa. Kesabaran akan lebih mudah dinikmati bila nasehat itu datang dari diri sendiri. Kalo dinasehati orang lain, paling komentar dalam hati, "emang enak..?"

Ketika aku terpuruk dulu, kebetulan jarang yang menyuruhku bersabar. Yang banyak malah bilang, "kamu lagi kere yah..?" Tapi justru saat itu aku bisa menikmati masa-masa sengsara dengan bahagia.

Padahal kalo aku mau membuka kilas balik dari sejak aku kecil. Banyak sekali cita-citaku yang tercapai walau perlu waktu panjang dan caranya yang berbeda. Ternyata kalo kita sabar, apa yang kita peroleh justru berlipat-lipat dari yang kita inginkan.

Seperti waktu SMP aku pernah kepingin jadi pengurus OSIS. Kayaknya kok asik jadi aktivis. Harapan itu tak juga terkabul. Beberapa tahun berikutnya baru keturutan. Malah ga cuma ngurusi OSIS. Begitu masuk STM ga tau bagaimana awalnya aku kok jadi ngurusi OSIS, Pramuka, PMR termasuk banyak organisasi di luar sekolah. Sampai aku disayang guru dan harus mengulang satu tahun. Asiiik...

Eh, waktu STM aku malah kebeletnya pengen punya motor. Beberapa tahun berikutnya baru terkabul. Malah ga cuma motor, aku bisa mondar-mandir pakai mobil juga. Walau mobil kantor tapi aku diberi wewenang untuk pemakaian tiap hari. Dengan bersabar, keinginanku akan motor dijawab dengan mobil berikut bensin dan servicenya secara gratis. Enjoy...

Berkah orang sabar kalo kita kupas lebih jauh ternyata luar biasa. Seperti cita-citaku punya istri. Suer, aku cuma pengen satu kali saja. Ternyata kesabaranku dibalas Tuhan. Huuuh...

Ilustrasi karya Budi Ubruk
Read More

15 Oktober 2009

Balapan Motor

Walau tidak suka kebut-kebutan, tetap saja motor kuminta bengkel untuk disetel balap. Bukan untuk balapan, tapi sewaktu-waktu aku suka butuh power mesin yang lebih dari umumnya. Seperti ketika harus nguber jambret beberapa waktu lalu. Atau ketika ada tugas luar kota yang butuh gerak cepat.

Aku ga suka usil, tapi kalo ada yang ugal-ugalan otak iseng pasti muncul. Seperti ketika jalan ke Magelang pagi tadi. Ada motor yang motong seenaknya tanpa aba-aba, padahal lalu lintas lagi padat. Aku uber malah zig zag di jalanan. Yaudah, Jogja Magelang jadi cepet nyampe dipake balapan.

Cuman, aku ga suka nyalip kalo lagi balapan begitu. Aku lebih suka nginthil di belakang knalpotnya. Ini permainan psikologi yang sering aku lakukan. Apalagi kalo pas jalan malam di daerah sepi. Kalo kita nyalip, orang akan terpacu untuk nguber. Dengan cara dibuntutin terus, kebanyakan orang bubar konsentrasinya dan kadang sampai was-was ga karuan.

Soalnya aku pernah seperti itu dulu. Sekitar jam 11 malem, dari Wangon sampai Karangpucung aku dibuntutin orang terus. Aku pelan ikut pelan, aku ngebut ikut ngebut. Padahal sepanjang jalan didominasi hutan dan jarang pemukiman. Kebayang ga apa yang aku rasakan saat itu. Ini orang maksudnya apa..? Orang jahat apa malah polisi mau nangkep..? Hahahaha...

Sampai terminal Karangpucung langsung aku berhenti di depan pos DLLAJR. Eh, orang itu malah berhenti di sebelahku. Aku perhatikan kok ga kenal. Mana tampangnya serem lagi. Sebelum aku berpikir lebih jauh, orang itu nanya duluan, "mau ke Sidareja apa Majenang, mas..?"

"Maksudnya..?" tanyaku bingung.
"Kalo ke Sidareja bareng ya, soalnya takut naik motor ga ada temen..."

Howalaaaah....
Emangnya cuma elo yang ketakutan...
Read More

UU ITE Kok Mumeti Yah..?

Menyaksikan debat pendek antara pengacara Prita korban UU ITE dan Roy Suryo pakar Telematika di tipi semalem, mau ga mau aku pengen senyum sedih. Aku bukan akan membahas tentang Prita dan nasib malangnya atau sebelnya aku ke Roy Suryo yang memusuhi blogger. Aku cuma prihatin dengan pemahaman petugas hukum kita tentang internet dan teknisnya.

Ketika Roy Suryo mengatakan Prita sengaja mengirim email ke 20 alamat sebagaimana tercantum di tujuan email, pengacara Prita dengan sigap menukas, "jangan men-justice dengan kata sengaja, itu di luar kewenangan sebagai saksi ahli..."

Walau aku tahu gaya bahasa orang hukum memang susah dipahami dan berusaha sediplomatis mungkin, tapi dengan jawaban semacam itu mau ga mau aku sedih juga. Masa sih sampai ga tahu kalo kita kirim email ke 20 alamat sekaligus, alamat-alamat tersebut pasti tercantum baik di kolom to, cc atau bcc. Atau mungkin pura-pura tidak tahu lalu ditambah dengan penjelasan UU ITE cuma mengatur penyebaran melalui media elektronik dan tidak mengatur pencemaran nama baik.

Hal sederhana yang mudah dipahami orang awam malah dibuat runyam dengan gaya bahasa ngambang. Sampai aku sendiri jadi bundhet dan ga mudeng lagi apa yang mereka obrolkan.

Masih untung itu pengacara yang berusaha meringankan Prita yang terus terang aku salut dengan ketegarannya. Lha kalo yang ga mudeng itu pengacaranya koruptor, atau jaksa atau malah hakim yang menyidangkan Prita, kan kasihan banget.

Jadinya aku bisa menyimpulkan, bahwa keluarnya Undang Undang tentang internet tidak berarti aparat hukumnya juga mudeng internet. Nah, kalo dah begini bagaimana nasib kita-kita yang tiap hari ngoceh di internet ketika berurusan dengan hukum..? Masalah teknis yang simpel saja bisa berubah menjadi rumit begitu.

Apa karena hukum di Indonesia baru bisa belak-belok kalo dah berurusan dengan uang, makanya petugas hukum kita cukup mempelajar bagaimana caranya agar hukum bisa jadi duit?

Tau lah, mumet...

Buat Prita
Maju terus...

Read More

14 Oktober 2009

Lagi-lagi Miyabi

Buka macem-macem webset, kok isine miyabi. Di Twitter sampai 3 Trending Topics bahas Miyabi. Nyetel tipi, di Metro malah lagi berdebat soal Miyabi lagi. Huuh...

Lepas dari yang pro dan kontra, menurutku orang-orang itu cuma senengnya rame-rame saja tapi logika ga dipake. Masak sih soal moral bangsa ditimpakan kepada seorang perempuan bernama Miyabi yang cuma mau cari makan. Masalah dia salah jalan menurut sebagian orang, toh itu pilihan dia. Soal surga dan neraka juga dia yang tanggung.

Apa ada yang menjamin kalo yang datang itu seorang kyai trus moral bangsa jadi sehat? Kyai juga manusia, seperti di berita kemarin sore. Seorang ustadz mencabuli 19 santrinya. Sama lah, semua profesi berpotensi menjadi bejad.

Trus produsernya kok ya nekat wae. Apakah kalo mau buat film tentang Miyabi, harus Miyabi yang memerankan. Lagipula katanya cuma film komedi, bukan film porno.

Setuju atau tidak setuju, tak perlulah kita sampai mengerahkan massa sampai ribuan. Seolah kita lupa bahwa masyarakat kita kalo dah ngumpul tuh mudah banget tersulut menjadi anarkis. kalo dah merusak, siapa yang rugi? Miyabi tetap damai makan mie ayam di kejauhan sana. Disini tukang mie ayam ga bisa jualan karena lapaknya dirusak yang demo.

Si produser menurutku cuma mau numpang cari duit saja nebeng nama. Padahal kalo mau belajar dari kasus Manohara, produsernya bisa berpikir lebih dalam lagi. Karena lagi jadi sorotan publik, dengan enteng ditawarin main sinetron dengan bayaran tinggi. Ternyata ratingnya jeblok karena emang actingnya katanya masih bego. Baru dengar ada sinetron yang katanya mau dibuat sepanjang mungkin, tokohnya dimatikan ditengah cerita. Trus sampai judulnya diganti segala. Hahahaha....

Apa mungkin ini ujicoba dulu. Kalo ternyata Miyabi pinter main film komedi, trus dibuat sekuel atau sinetronnya. Kalo cuma becusnya main film oh yess doang, yaudah matiin saja.

Terserah lah yang mau ngeributin. Yang pasti aku ga mau munafik. Walau aku suka lihat cewek secantik Miyabi. Aku ga suka nonton begituan.

Kalo main sendiri sih, suka bangeeeet...
Genah, merenah, tumaninah tur ngibadah...
Read More

Keperawanan Buatan

Untuk laki-laki yang selama ini bersikukuh tentang keperawanan, produk ini bisa menjadi masalah besar dalam hidupnya. Selengkapnya ada disini

Penjelasannya begini :
With this product, you can have your first night back anytime. Insert this artificial hymen into your vagina carefully. When your lover penetrate, it will ooze out a liquid that look like blood not too much but just the right amount. Add in a few moans and groans, you will pass through undetectable.

Kira-kira artinya begini :
Dengan produk ini, Anda dapat memiliki malam pertama Anda kapan saja. Masukkan selaput dara buatan ke dalam vagina dengan hati-hati. Ketika pasangan melakukan penetrasi, akan keluar cairan mirip darah tapi tidak terlalu banyak. Tambahkan sedikit erangan, ketidakperawanan anda tidak akan terdeteksi.

Nah lho...

Berdarah atau tidak menurutku bukan patokan. Apalagi soal mengerang, yang artinya bisa apa saja. Perawan atau tidak hanyalah ukuran moral. Bukan masalah fisik apalagi beban masa lalu.

Banyak yang masa lalunya kelam, tapi setelah menikah bisa setia pada satu pasangan. Tak kurang-kurang yang keperawanannya bertahan sampai pernikahan, tapi sesudahnya malah banyak mengobral diri ke banyak lelaki.

Tak bisa kita mengeneralisir masalah ini karena banyak kerumitan di latar belakangnya. Satu satunya yang bisa kita jadikan pegangan hanyalah soal moral saat ini dan kedepan nanti. Laki-laki tak bisa egois terhadap lawan jenis hanya karena laki-laki tak bisa terdeteksi sudah pernah berhubungan seks atau belum.

Apa perlunya kita beli alat seharga 30$ bila kemudian menjadi beban dengan rasa bersalah seumur hidup. Justru pengakuan tidak perawan merupakan sebuah kejujuran yang luar biasa dari seorang perempuan kepada calon suaminya. Sekaligus untuk menguji kadar cinta sang calon suami. Benarkah kata menerima apa adanya termasuk masa lalu pasangan itu benar-benar dari hati atau rayuan gombal semata.

Sepotong kebohongan akan berefek domino memicu banyak kebohongan di hari-hari berikutnya. Nyamankah rumah tangga yang diawali dengan kepalsuan..?

Walau kesucian merupakan hal yang sakral, tapi apakah rumah tangga itu sekedar urusan seks semata..?

Read More

Blunder Batik

Melihat booming batik saat ini, ada juga sedikit kawatir bila aku ingat booming lukisan pada kurun waktu 2005-2007 lalu. Waktu itu seni lukis mengalami masa keemasannya. Harga karya membumbung tinggi. Yang semula tidak melukis tiba-tiba jadi pelukis. Banyak pelukis eksis yang ikut kesurupan melihat peluang dan berubah menjadi pabrik gambar. Melukis seperti kejar setoran sampai melupakan ide-ide kreatif. Yang penting nggambar trus jadi duit.

Euphoria itu membuat pasar lukisan menjadi jenuh. Dan kini tibalah masa paceklik buat pekerja dibidang seni lukis. Harga pasar melorot drastis, sementara sebagian pelukis masih tetap bertahan dengan harga dirinya tanpa mau melihat harga pasar. "Dulu karyaku harganya 50 juta, masa sekarang ditawar 10 juta..?"

Mereka yang besar dibidang seni hanya ikut-ikutan berdagang tapi tak mau belajar bahwa yang namanya dagang itu ada pasang surutnya. Ketika pasar mulai jenuh, mereka tetap saja berproduksi tanpa mau menjaga rasio antara permintaan dan penawaran.

Di bidang perbatikan pun aku lihat hampir sama. Saat ini banyak orang memburu batik. Perajin batik merasa di atas angin. Pengusaha yang semula tidak melirik pun sekarang ikut nimbrung jualan batik. Tapi sudahkah diadakan survai untuk melihat, konsumen batik sekarang memang pecinta batik beneran atau cuma terbawa arus saja.

Dan aku lihat yang sekarang ikut nimbrung itu malah bergerak di bidang batik printing. Memilih ini karena memang mudah dan cepat dalam pengerjaan. Produksi masal dalam waktu singkat sangat memungkinkan sekali. Dan yang dibuat itu bukan lagi batik yang sesuai pakemnya, melainkan hanya membuat kain yang bercorak batik saja.

Padahal UNESCO itu hanya mengakui batik tulis dan batik cap saja. (The techniques, symbolism and culture surrounding hand-dyed cotton and silk garments known as Indonesian Batik - selengkapnya disini). Batik printing tidak. Kalopun beberapa tahun ke depan pengguna batik masih ada, tapi yang digunakan adalah batik printing, sementara batik tulis dan cap hilang dari peredaran, apakah UNESCO masih mau mengakuinya.

Walau batik itu soal seni, tapi tetap saja pasar harus dijaga agar perajin bisa tetap eksis. Apalagi kalo ingat budaya masyarakat kita yang demenyar (demene nek anyar...). Setelah itu dengan mudah melupakan.

Berpikir sampai kesinikah yang kemarin selalu meributkan tentang batik...???
Adakah tindak lanjut yang mereka lakukan untuk menyelamatkannya...???
Kita lihat saja...
Read More

12 Oktober 2009

Dari Flyover Janti

Hujan yang mulai datang, pagi ini memaksaku berteduh di kolong jembatan layang Janti. Ada yang sedikit menyayat ketika duduk di trotoar. Ingatanku melayang ke beberapa tahun lalu ketika aku mengawali pelarian dari niatan untuk hijrah mencari penghidupan yang lebih baik.

Pertama kali aku terdampar di Jokja, flyover Janti yang menyambutku dan akupun duduk di tempat yang sama dengan tempatku berteduh tadi. Belum ada rencana apa dalam otak selain mengisi perut di angkringan nasi kucing dekat lampu merah sebelah barat. Sampai Kang Pacul menemukanku disana dan menyeretnya ke Jl Kaliurang.

Ada mungkin dua minggu aku bertahan di kota ini mencari-cari celah kehidupan. Namun adanya teman dan tempat berlindung malah membuatku menjadi parasit. Berawal dari situlah aku berpikir tak mungkin terus berada di Jokja. Bermodal tiket kereta Gaya Baru Malam lesehan, di depan toilet aku meluncur ke Jakarta.

Menginjakkan kaki di stasiun Pasar Senen tanpa arah tujuan membawaku kembali ke kolong jalan layang. Aku bertahan di sebelah halte busway beberapa lama. Menggelandang bersama anak-anak jalanan justru mampu mengangkat semangat hidupku ke titik tertinggi.

Berawal dari angkat junjung barang di Pasar Senen, aku mulai mencari celah ke arah service komputer dimana aku pernah dibesarkan. Dari sekedar membantu narik-narik kabel LAN atau bongkar pasang baud CPU, aku tetap bisa bertahan hodup. Sampai aku bertemu teman yang lama sekali tak bertemu dan menyeretku ke Lemhanas di Kebon Sirih.

Aku pun tetap menggelandang walau sudah tak harus jadi gelandangan lagi. Tidak adanya ijasah dan sepatu membuatku tak pernah berpikir untuk mencari kerja. Namun entah bagaimana, akhirnya aku malah dicari-cari untuk bisa bekerja. Dan dari situ aku bisa banyak belajar hal-hal baru yang sebelumnya tak pernah terpikirkan.

Dari Mang Maya di Alvantys Tangerang aku belajar tentang web dan marketing di internet. Sampai akhirnya aku diajak bergabung oleh Pak Roni Yuzirman, founder dan motivator komunitas TDA (tangandiatas.com) untuk mengelola pemasaran online manetvision.

Pemaksaan diri untuk betah di kumuhnya Jakarta tetap tak memupus keinginanku untuk bisa kembali ke Jokja. Sampai akhirnya aku diajak bergabung di SAComm untuk mengelola jaringan komputer dan websitenya. Sebelum akhirnya aku ditugaskan di Jokja untuk mengelola galeri.

Dan akupun kini bisa selalu menatap flyover Janti setiap pagi sebagai pengingat awal langkah dulu. Kenapa semua awal langkah dimulai dari flyover..? Sungguh aku tak tahu...
Read More

11 Oktober 2009

Opera Mini 5 Beta


Lagi jalan-jalan, eh nemu sesuatu yang baru di websetnya opera, opera mini 5 beta. Ga pake lama, langsung instal ke hape. Kedahsyatan opera mini sudah tidak aku ragukan lagi untuk urusan browsing pake henpon. Loading cepat dan irit pulsa.

Di penjelasan resmi Opera, semua yang ada di opera mini 4 ditingkatkan kualitasnya. Trus masih ditambah beberapa fasilitas baru selain polesan disisi tampilan.

Begitu dibuka, kita disambut dengan tampilan gelap dengan logo opera yang tampil lebih halus. Halaman awal yang dulu menampilkan speed dial dan bookmark versi teks, sekarang dibuat persis versi browser PC. Ada 9 thumbnail speed dial yang bisa kita set dengan website yang sering dikunjungi.

Kemampuan kompres data sebelum ditansfer ke hape mencapai 90%. Ini kuncinya kenapa opera mini bisa loading lebih cepat daripada browser bawaan hape yang mengambil data apa adanya.

Fasilitas tambahan yang lebih asyik adalah Tabbed Browsing. Kitab tak perlu meninggalkan halaman web lama untuk sekedar membuka halaman baru. Klik saja tombol menu, lalu klik tanda + di sudut kanan atas. Akan muncul tab baru. Asiiik...

Ada juga password manager buat kita yang hobi logon login. Setiap menyimpan pasword akan muncul pertanyaan akan disimpan atau tidak. Kalo kita simpan pada waktu log in berikutnya, passwordnya udah nongol deh.

Ada satu fitur yang menarik, cuma aku belum sempat coba karena hapeku ga support, yaitu penggunaan touchscreen atau layar sentuh. Selain bisa menjangkau menu dengan lebih cepat, katanya lebih mudah pula untuk men drag halaman.

Untuk yang berminat donlot ke PC silakan klik disini. Untuk yang pengen langsung instal di hape, buka saja menggunakan browser hape alamat ini m.opera.com/next

Temukan pengalaman baru mobile browsing dengan Opera mini 5.
Kalo nemu apa-apa, sharing yah...
Read More

10 Oktober 2009

Batik , Cuma Basa Basi Budaya

Beberapa bulan lalu aku kirim satu kontainer lukisan untuk dipamerkan di Singapore bulan Agustus. Banyak juga sih biaya yang harus dikeluarkan terutama ongkos kirim bolak balik dan pajak ekspornya. Tapi itu ga masalah, untuk memperjuangkan sesuatu kan butuh biaya.

Beberapa hari lalu datang informasi kalo kontainer dah masuk ke pelabuhan Semarang. Dan untuk bisa mengeluarkan barangku sendiri, aku harus bayar bea masuk, pph dan ppn yang totalnya 23 juta. Barang kita sendiri lho, bukan habis belanja. Sebel ga..?

Untung saja nilai barang cuma aku tulis 119 juta jadi bayarnya cuma segitu. Kalo aku tulis apa adanya 2 milyar rupiah lebih, berapa aku harus bayar..?

Makanya aku pikir pemerintah kita mencanangkan Hari Batik cuma sebagai basa basi saja. Agar dianggap peduli terhadap seni dan budaya bangsa. Tapi perhatian itu cuma setengah setengah dan kayaknya bentar lagi juga dilupakan orang.

Bagaimana seni budaya kita bisa maju, bila senimannya saja tidak diberi rangsangan atau dorongan agar lebih berkembang. Ini malah dijadikan komoditi untuk menambah pemasukan negara.

Bayangkan saja. Bila ada seniman dapat undangan untuk memamerkan karyanya di luar negeri. Akomodasi dan ini itu memang dijamin oleh pengundang. Tapi ongkos pesawat dan pengiriman karya tetap harus ditanggung sendiri. Padahal buat seniman, bisa pameran di luar negeri adalah suatu kebanggan yang bisa memacu semangatnya berkarya. Tak heran banyak yang memaksakan diri untuk berangkat walau ongkos bayar sendiri.

Membawa karya keluar, mereka sudah kena pajak ekspor. Iya kalo laku di pameran. Kalo undangannya dari museum yang memang jarang untuk dijual? Dan ketika dibawa pulang, masih harus bayar lagi pajak impor. Ini keterlaluan. Seniman mau berangkat dengan biaya sendiri pun seharusnya pemerintah bangga. Kalo ga mau ngasih uang saku, ya ga usah dipajak dong.

Seharusnya pemerintah kita bisa belajar ke negeri China. Kenapa seni lukis China bisa maju sampai booming begitu. Karena memang dorongan negara bagus sekali sehingga seniman terangsang untuk terus berkarya.

Kalo kemudian seniman-seniman kita "diopeni" oleh China misalnya, terus ngajak musuhan. Berkoar bilang seni kita direbut orang. Pemerintah macam apa sih ini. Untuk pelantikan DPR yang sarang koruptor saja ga sayang keluar duit 42 milyar. Kenapa untuk yang mau berdarah-darah demi seni budaya sendiri malah dimintai duitnya.

Semoga seniman dan budayawan kita bisa sabar dan sadar, kalo negara ini memang brengsek. Kalo ada yang mau ngurusin, kabur aja lah. Ga usah takut dibilang pengkhianat bangsa. Pemerintah kita baru mau ngurus kalo dah direbut orang kok...

Jadi kesimpulanku. Batik itu cuma basa basi budaya pemerintah saja.
Atau budaya basa basi yo..
?
mbuh lah...

Read More

Hantu Kok Ditembak..?

Semalem sekitar jam 9, pas lagi siap-siap untuk pulang, dari halaman samping aku dengar suara tembakan empat kali. Cepetan aku keluar bareng satpam. Aku pikir penangkapan teroris di Ciputat siang kemarin berlanjut ke tempatku.

Dari samping toilet aku lihat ada orang lari ke arahku sambil membawa pistol. Ternyata orang itu polisi yang biasa nongkrong di tempatku kalo malem. Sambil ngos-ngosan dia cerita, "neng wit pelem cedak wc mu ono medine, pak..."

Langsung aja aku ngakak sambil nyeret orang itu ke deket toilet. Ga ada apa-apa kok. Tapi dia ngotot katanya di pohon mangga tadi ada orang rambutnya panjang pake putih-putih duduk di dahan.

Setengah percaya dan tidak, ini kejadian ketiga di tempatku. Beberapa waktu lalu, tengah malem pintu kantorku ditabrak orang ketakutan sampai nglosor di lantai. Katanya lihat hantu di atas pohon dekat gerbang. Cilakane polisi juga dia, cuma beda orang dengan yang semalem.

Aku sih ga mempermasalahkan tempatku berhantu apa kenapa harus polisi yang ditakut-takutin. Cuma kalo sampe ditembakin gitu, kok parah banget. Iya kalo beneran hantu. Kalo orang...?

Kayaknya harus diperiksa lagi psikis orang-orang pemegang senjata itu. Cuma takut dengan hal yang belum jelas saja dah main tembak. Aku sendiri juga heran. Mau main ke galeri saja, kadang seperti mau perang bawa senjata laras panjang segala.

Huuh, kacaw...
Read More

09 Oktober 2009

Males Sehat

Dalam hidup kadang kita terjebak adalam rutinitas yang menjemukan. Tiap hari hanya dari itu ke itu saja. Bangun tidur kuterus mandi, berangkat ngantor, pulang malem lalu tidur lagi. Paling kalo pas kebelet nyempatin nglembur bentar sebelum tidur lagi. Pas nemu hari libur, jadwalnya berubah bangun tidur kutidur lagi sampai lupa minum kopi, apalagi menggosok gigi.

Dalam pola hidup semacam itu, aku seringkali merasa tidak adil kepada badanku sendiri. Aku rasa perasaan ini cuma mau enaknya saja. Otak diperas setiap hari, perut dimanja dengan makanan asal enak tapi tak sehat, paru-paru disesaki asap knalpot, rokok dan udara AC. Telapak kaki tak lagi pernah dipijat kerikil jalanan. Mau keluar sebentar pun, mendadak mencari kunci kontak.

Jalan kaki males, olah raga apa lagi. Perawatan kesehatan maunya yang serba instan. Cukup minum bermacam suplemen yang entah bener sehat atau malah cuma korban iklan tipi. Dari sekedar vitamin C murahan sampai jus noni yang sebotol ratusan ribu dibeli. Tapi sekedar jalan ke warung padang yang paling jaraknya 500 meter kok wegah.

Ada sih freestyle glider di pojokan dapur. Aturan pabriknya sehari minimal pakai 30 menit, recomended 2 x 30 menit. Tapi belum sampai 10 menit bawaannya mau udahan melulu. Trus ga bisa tiap hari lagi. Bangunnya aja jam 8 terus, itupun dibangunin telepon dari konsumen yang nanya dah di kantor pa belum.

Akhirnya alat olah raga itu cuma jadi tempat latihan ngelempar handuk atau baju kotor tiap sore. Hahahahaha...

Kapan aku bisa belajar adil yak..?
Minimal kepada diriku sendiri...
Read More

08 Oktober 2009

KGB Archiver - Jagoan Kompres File

Tadi pagi ada temen chatting ribut, MS Office di kantornya error. Lha dia mau pinjem CD instaler tapi suruh nyamperin ogah. Aku kirim aja instaler terkompres melalui skype. Dapet file yang besarnya cuma 60 kb dia malah ngomel. Office 2007 kan normalnya berukuran 600an MB.

Aku suruh aja dia donlot KGB Archiver disini dan silakan diekstrak. Tapi jangan ngambek kalo ternyata butuh spek komputer yang lumayan edan.

Temenku sama dengan aku dulu ketika dikasih file KGB sama temen. Tingkat kompresinya memang luar biasa. File game yang besarnya 670 MB dikompres menjadi 64 kb. Cuma karena dulu komputerku jadul, semaleman baru dapet file aslinya.

Lumayan banget buat yang suka ngoleksi file ukuran gede yang ga setiap waktu butuh dibuka. Bisa irit space hardisk. Yang mau coba langsung meluncur aja deh ke link di atas.

Ket.
Gambar mungut dari blognya si Djalu
Read More

07 Oktober 2009

Pejabat Kok Malu Malu Mau

Bingung emang lihat pejabat jaman sekarang. Seperti semalem di salah satu tipi swasta ada semacam acara perbincangan dengan wakil rakyat. Ketika ditanya mengapa anggota DPR tidak peka, sedang banyak musibah begini kok pelantikan saja sampai milyaran rupiah. Kok jawabnya, bukan permintaan dia. Itu pemerintah yang sediakan.

Menurutku, kalo emang punya kepedulian kepada masyarakat, ya gapapa pake acara mewah kalo memang itu untuk menunjukan kemampuan negara kepada dunia luar. Tapi ya ga perlu sampai pakaian, nginep, transport, biaya boyongan, sampai anak istri ikut ditanggung negara. Apa susahnya sih usul berangkat sendiri saja. Toh anak istrinya ga ikut jadi pejabat.

Mental-mental semacam itu ga cuma dimiliki pejabat kelas atas saja. Yang kroco-kroco pun ikut-ikutan malu-malu tapi kebelet. Salah satu contohnya pejabat yang pakai mobil di bawah ini.

Kalo memang malu pakai mobil rakyat, apa susahnya sih dibalikin. Jangan malah plat nomornya diitem-itemin biar dianggap mobil pribadi. Tapi harapanku sih semoga ini bener mobil pribadi. Cuman petugas samsat yang keabisan cat ketika bikin plat nomernya sehingga ga item banget dan sedikit merah.

Ada juga sih yang terang-terangan dan ga malu-malu difasilitasi rakyat seperti yang dibawah ini.

Cuma bingung juga kalo lihat motor plat BD kok mondar mandir terus di sekitar jalan Gayam. Apa plat nomer kendaraan rakyat untuk pegawai negara di Jokja sekarang jadi BD yak..?

Ga tau malu...
Atau emang ga punya yah..?


Read More

Revisi Pepatah Lama

Pepatah jawa lama mengatakan, "menawi jawah dados owah". Yang maksudnya, kalo hujan banyak hal yang jadi berubah. Ini relevan di masa lalu, dimana ketika mendadak hujan, berbagai acara akan gampang berubah. Tapi di jaman orang berkata, "hujan badai kan ku terjang, tinggi gunung kan kudaki, dalamnya samudra ku sebrangi, tuk gapai cintamu... dst dst..." Pepatah itu seolah menjadi kehilangan makna.

Namun pepatah lain yang mengatakan "patah tumbuh hilang berganti tetap berlaku". Maknanya sama walau dilain cerita. Seperti yang seringkali kutemukan dalam pekerjaan.

Beberapa kali aku mendapat komplen tentang pendapatan seniman selepas pameran atau lelang. Dan ketika aku tunjukan surat perjanjian yang ditandatangani sebelum even berlangsung, mereka protes, "MoU nya tidak saya baca, mas."
Nah, lho...

Kasus lain baru terjadi kemarin. Beberapa hari lalu, beberapa seniman datang minta tolong untuk menjualkan karya-karya mereka, agar bisa membantu keluarga yang ditimpa musibah gempa. Demi kemanusiaan aku bantu mereka tanpa aku minta pembagian hasil penjualan. Aku cuma minta mereka menyisihkan 10% dari nilai terjual untuk teman yang karyanya tidak laku. Tidak ada komplen dan semua bilang deal...

Beberapa kolektor yang aku hubungi, ternyata berminat terhadap beberapa karya yang ditawarkan. Karena aku tak minta bagian, pembayaran aku minta langsung kepada yang bersangkutan. Dan kemarin, seniman yang karyanya tidak terjual komplen kenapa hanya sebagian yang laku.

Aku kan cuma bantu menawarkan dan tidak ada keharusan semuanya dibeli kolektor. Toh sudah ada persetujuan lisan tentang 10% untuk mereka yang tidak laku. Aku suruh saja mereka menghubungi yang karyanya laku. Mereka menjawab, "tidak bisa dihubungi, mas..."

Dasar manusia...
Kompak cuma didepan saja. Awalnya menurut dan segalanya terasa gampang (atau digampangkan..?). Ketika sudah jadi duit, kok jadi berubah pikiran dan pada berantem sih..?

Berarti harus direvisi tuh pepatah lama. Kalo hujan duit, segalanya jadi berubah.
Hahahahaha...

Read More

06 Oktober 2009

Jadi Opisboy lagi

Mulai kemarin, pembantu di kantor pamit keluar mau kawin di kampung. Karena belum ada ganti, pasukan aku kumpulkan. Kasih arahan, minimal bersihin meja kerjanya sendiri sebelum pulang kantor. Kalo makan dan minum, silakan cuci piring gelas sendiri.

Aku menekankan itu khusus ke staf di kantor. Karena aku tahu yang namanya ngurusin seniman jarang ada kerjaan sebelum jam 12 siang, seniman masih pada molor soalnya. Otomatis pagi tuh boleh dibilang nganggur. Kalo anak-anak produksi di belakang, kerjaannya susah diganggu gugat, dari pagi sampai sore sibuk terus. Eh kok ada yang komen, "beli aqua gelas aja, mas. Masa aku cuci gelas..."

Cuma disuruh cuci gelas bekas minum sendiri aja udah ga mau. Gimana kalo tak suruh bantuin ngepel..? Baru jadi staf aja sudah sebegitu besar gengsinya, gimana kalo dah jadi direktur..?

Aku sendiri tak pernah pilih-pilih kerjaan, bukan karena aku rakus semua diembat sendiri. Aku cuma merasa bahwa manusia hidup selalu ada pasang surutnya. Apakah mungkin aku akan selamanya bisa kerja di belakang meja terus..?

Karirku bisa jatuh bangun dengan mudahnya. Dengan membiasakan diri mengerjakan semua pekerjaan dari yang alus sampai kasar, ketika aku jatuh, minimal aku sudah terbiasa pekerjaan kasar yang biasa ditemukan oleh orang yang belajar bangkit lagi dari keterpurukan.

Buatku, ini bukan semata-mata kerja kasar atau bukan. Tapi orang hidup harus selalu belajar dan belajar. Belajar kerja kasar kayaknya lebih sulit, makanya aku pun harus berusaha untuk bisa.

Mungkin karena pemikiran semacam ini yang selalu ada di sebagian dari kita. Sehingga tingkat pengangguran selalu tinggi. Untuk kerja dari bawah, mereka selalu mengatakan, "aku sarjana kok.." Mungkin mereka tak tahu, bahwa mencapai karir yang lumayan tinggi jauh lebih indah untuk dinikmati bila kita mulai dari titik nol. Kalo memang pegang sapu bukan dianggap pekerjaan, pantas saja lapangan kerja seringkali dianggap sempit buat kita.

Aku bisa duduk di meja ini pun butuh perjuangan panjang. Dimulai ketika aku terusir dari Nusakambangan dulu. Hanya berbekal uang 200 ribu dan 2 stel kaos oblong aku ke Jakarta. Nyatanya aku bisa bertahan hidup di kolong jalan layanghanya dengan angkat junjung barang di Atrium dan Pasar Senen. Sampai akhirnya aku bisa mendapat pekerjaan yang lebih layak dengan bantuan beberapa teman.

Ayolah teman. Tepis gengsi daripada bunuh diri ketika kesulitan hidup menerpa suatu saat nanti. Mumpung masih ada kesempatan, belajarlah untuk hidup susah. Banyak orang menjadi bodoh ketika belajar pintar. Dengan belajar susah, kita akan lebih mudah mendapatkan kebahagiaan.

Cobalah...

Read More

05 Oktober 2009

Jambret Belo'on

Di sebuah acara berita tipi barusan, ada seorang jambret yang ketangkep. Saat diinterogasi polisi kenapa jadi jambret, dengan lugu dia menjawab, "karena ga punya ketrampilan untuk cari kerja..."

Aku jadi mikir, emang untuk jadi jambret orang ga perlu skil..? Profesi apapun kayaknya tetap kita harus belajar. Kalo beloon ya bawaannya apes mulu. Soalnya beberapa bulan aku pernah diisengin jambret di perempatan Kotabaru.

Aku tuh punya kebiasaan nyakuin hape di saku belakang celana. Bentuk communicator yang panjang, membuat ujungnya pasti sedikit nongol keluar saku. Pas berhenti di lampu merah, aku dengar ada yang ngomong dari belakang, "hape apik, dab..."

Aku ga menoleh cuma spion motor kubelokan dikit untuk melihat situasi di belakang. Bener juga, pas lampu berubah hijau, motor di belakangku nyalip. Yang bonceng tangannya nyamber ke hapeku.Aku sudah siap, begitu lepas kopling tangan kiri aku tangkiskan ke belakang sambil tangan kanan dan kaki siap-siap kalo motor oleng.

Gagal nyamber hape trus tancap gas mereka. Biar kapok aku kinthil terus di belakang knalpotnya. Ngebut sambil pikiran was-was beberapa kali aku lihat mereka mau nyamber kendaraan lain. Sampai menjelang ringroad trotoar diembat. Kasihan juga sih lihat yang jontor adu mulut sama pot kembang. Tapi aku bablas saja sambil melambaikan tangan. Emang aku ga niat nangkep mereka kok. Cuma pengen isengin doang.

Makanya aku bilang, sekedar jadi jambret pun orang harus pake otak. Mau njambret kok sambil dengerin musik kenceng-kenceng (kayaknya begitu wong aku lihat ada kabel keluar dari helmnya). Jadinya ga sadar kalo bisik-bisik ke temennya pake tereak. Trus harusnya mereka mikir, kalo mau jahatin orang lihat-lihat dulu kemampuannya. Modal supra butut ngajak balapan sama vixion.

Hahahaha...

Read More

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena