31 Maret 2010

Nawaitu

Keluar dari kantor pajak, ada perempuan cantik dan begitu anggun menyapa. Aku sempat sedikit bengong. Bukan karena terkesima, melainkan wajah itu sepertinya aku kenal. Tapi aku coba mengingat-ingat, tak juga otak ini nyambung ke memori utama.

"Maaf, siapa yah..? Aku kok lupa..."
"Sombong. Mas Eko kan sering kasih job aku.."

Kasih job..?

Otak ini muter lagi. Sampai akhirnya aku ingat penyanyi yang sering aku minta tampil kalo pas pembukaan pameran. Tapi bagaimana aku bisa ingat, bila biasanya dia berpakaian minim. Sedangkan kali ini tertutup rapat menggunakan jilbab.

Tidak terlalu panjang obrolan di tempat parkir itu, karena telepon dari kantor sudah mulai memanggil bertalu-talu. Namun sampai kantor aku terus saja kepikiran temanku itu. Baru saat ini aku tahu bila dia mengajar TK setiap harinya. Katanya, dia memang suka dengan dunia pendidikan khususnya anak-anak.

Menyanyi dari panggung ke panggung tiap malam hanyalah sebuah keterpaksaan, karena honornya mengajar sangatlah minim. Sedangkan beban hidup dan biaya sekolah adik-adiknya yang dia tanggung lumayan berat. Soal pakaian panggung yang serba minim itu, semata-mata hanyalah tuntutan profesi. Memang hati nuraninya tidak begitu saja mengikhlaskan kemolekan tubuhnya dipamerkan didepan umum. Tapi tuntutan perut dan pendidikan adik-adiknya lebih mendesak dibanding memikirkan norma.

Padahal dia sendiri mengakui, kehidupan malam itu penuh godaan. Iming-iming uang banyak dari lelaki hidung belang sangat menggiurkan mengingat kebutuhannya hidupnya yang tinggi. Belum lagi pandangan masyarakat terhadap profesi. Namun dia bertekad untuk meninggalkan dunia malam itu setelah adik-adiknya mentas dan dia segera menikah dengan orang yang bisa menjadi imam dalam hidupnya.

Benar atau tidak semua ucapannya aku tak mau tahu. Aku cuma berharap dia mampu bertahan seperti ikan. Yang mampu hidup di air asin tanpa dagingnya ikut menjadi asin. Aku bisa mengerti, urusan perut memang sering memaksa orang berjalan tidak sesuai hati nuraninya. Orang yang suka mencap jelek kepadanya pun belum tentu mampu ketika harus bertukar posisi.

Dan aku catat kata-kata terakhirnya sebelum beranjak dari tempat parkir, "Yang penting aku selalu bismillah, mas. Tugasku hanya nawaitu mencari nafkah untuk keluarga dan tidak nyolong. Soal pamer aurat, biar Tuhan yang menilai niatku..."

Ok deh teman.
Besok kalo aku ada kesempatan korupsi juga mau bismillah, nawaitu demi keluarga...


Gambar Richi Kusuma cuma ilustrasi
Maap Rich..
Read More

30 Maret 2010

Sang Saka

Pagi ini aku melihat karyawan sebuah instansi sedang mengibarkan bendera merah putih di halaman sambil cengengesan. Pikiranku langsung melayang ke sekitar 20 tahun silam, ketika aku begitu mengagungkan selembar kain yang dinamakan Sang Saka itu. Tak jarang air mataku menitik ketika saat menciumnya di acara pendadaran atau pelantikan. Semangat korsa begitu membara di dada. Sampai terucap aku rela mati untuk mempertahankannya agar tetap berkibar.

Warna merah dan putih dalam hatiku bermakna sebuah keberanian dan kesucian yang harus aku jaga sepanjang hayat. Tapi perjalanan waktu telah memudarkan segalanya. Walau aku sangat mencintai bangsa ini, tapi aku begitu membenci negaranya.

Kebobrokan aparat-aparat pengelola negara telah melunturkan semangat nasionalisme dalam diriku. Mengapa mereka tak mau menegakan dua warna berani dan suci dalam dada mereka..? Ataukah mereka telah terbelokan oleh legenda lain tentang warna itu..?

Misalnya legenda tentang bawang merah dan bawang putih. Bawang merah yang jahat dan bawang putih yang baik. Bawang merah walau selalu apes, tapi dia tetap berkuasa atas bawang putih. Sehingga bila ingin tetap berkuasa, jadilah bawang merah. Toh keberuntungan bawang putih selalu bisa dia rebut tanpa perlawanan. Sepertinya kesucian hati bawang putih selalu membuatnya mengibarkan bendera putih sebagai tanda menyerah tanpa syarat kepada musuh.

Obbie Mesakh pun pernah melantunkan rasa malunya hanya pada semut merah, bukan semut putih. Tak salah bila kita lebih malu pada orang jahat daripada orang baik. Putih, walaupun suci kita anggap tak lebih sekedar hantu gentayangan yang entah ada entah tidak. Tak heran bila kita mengimajinasikan hantu semacam pocong selalu berpakaian putih. Belum pernah aku membayangkan kuntilanak berbaju merah.

Bila kembali ke masalah negara dan kekuasaan. Partai yang identik dengan warna merah pun anggotanya cenderung brutal, walau partai yang berwarna lain juga sama payahnya dalam mengelola negara. Tapi kenapa tidak ada partai yang mau mengunakan warna putih sebagai simbol partainya. Kalo pun ada yang menggunakan sedikit warna putih di benderanya, kenapa hanya sebagian kecil rakyat kita yang mau memilihnya..?

Pemaknaan Sang Merah Putih menurut legenda bawang merah bawang putih, menunjukan bahwa bangsa kita telah melupakan sejarah. Bendera merah putih pertama kali digunakan, diduga pada jaman Majapahit dengan sebutan bendera gula klapa.

Gula merah walau aslinya berwarna coklat berasal dari calon buah kelapa juga. Gula dan kelapa walau rasa dan warnanya berbeda, keduanya memiliki banyak manfaat dalam kehidupan kita. Dan yang penting keduanya berasal dari satu pohon yang lurus menjulang tanpa cabang. Yang mulai dari akar, batang pohon, daun, buah sampai sabutnya pun berguna bagi masyarakat.

Kapan pengelola negara ini mengembalikan pemaknaan merah putih sebagai gula klapa. Agar aku bisa mengembalikan kebanggaanku akan bendera kita, Sang Saka Merah Putih.

Read More

29 Maret 2010

Cepat Sembuh Ya...

Menu makan siang di kantor sebenarnya cukup menarik. Tapi nafsu makanku rasanya telah pergi menjauh. Pekerjaan yang begitu numpuk persiapan event besok pun tak bisa aku kerjakan dengan penuh konsentrasi. Pikiranku tetap saja berada di rumah.

Pagi tadi ketika bangun tidur, istriku aku temukan tidur di sofa. Badannya panas dan ketika aku tanya kenapa pindah tidur. Katanya di kamar terlalu dingin. Mau matiin AC takut aku terbangun. Payahnya aku bangun agak kesiangan. Jadi aku cuma ngrebusin air buat mandi, cuci baju dan piring kotor. Aku tak sempat ke warung beli sarapan, karena telpon sudah berteriak-teriak menyuruhku ke kantor.
Read More

Kekerasan Psikis Terhadap Anak

Kemarin sore iseng liat tipi. Lha kok acara kontes jadi artis instan masih ada yah..?

Acara semacam itu untuk orang dewasa, aku tidak terlalu memikirkannya. Ini acara untuk anak-anak dengan alasan mencari bakat dan talenta sejak dini. Yang bikin aku tidak sreg adalah, pemaksaan anak untuk tampil bak orang dewasa. Menyanyikan lagu orang dewasa yang jelas-jelas dia belum saatnya tahu.
Dikatakan sebagai pencarian bakat, tapi kenapa penjuriannya dengan banyak-banyakkan sms. Kebanyakan yang tampil memang sudah memiliki talenta oke. Tapi dengan cara itu, yang lebih bagus kualitasnya dengan mudah dikalahkan hanya karena kiriman smsnya kurang. Masih mending bila smsnya tarif normal. Ini tarif premium. Tetap saja buntutnya pembodohan publik oleh kapitalis yang berusaha menguras kantong masyarakat.

Untuk alasan agar publik bisa ikut menjadi juri, sebenarnya sah-sah saja. Tapi seharusnya mekanisme sms dibatasi hanya satu suara untuk satu nomor. Secara teknis sistem ini bukanlah hal yang sulit. Sehingga hasilnya lebih obyektif dan tidak terkesan merampok orang banyak. Atau karena merasa yang dirampok juga ikhlas, makanya sistem ini jalan terus.

Hanya dengan iming-iming akan dijadikan artis terkenal dan hadiah sekian juta, orang rela kehilangan banyak uang untuk biaya pulsa. Aku pernah ngobrol dengan penyanyi dangdut yang ikut acara semacam itu. Biaya pulsa pribadi keluarganya untuk mendukung keartisan dia lebih besar daripada hadiah utamanya. Padahal dia gagal sebelum final. Berapa banyak keuntungan finansial hasil rampokan tanpa sadar yang didapat oleh penyelenggara..?

Aku pikir ini bukanlah kompetisi prestasi, tapi judi. Dimana orang bertaruh secara untung-untungan untuk mendapatkan hadiah. Kenapa MUI tak pernah mikir sisi ini dan mengeluarkan fatwa haram. Film tentang bencana yang mereka tak mau nonton saja dengan mudah diharamkan. Kenapa perjudian besar semacam ini tak tersentuh sama sekali.

Itu baru dari sisi material. Dari sisi moral, tidakkah orang tua berpikir bahwa dia sudah merusak moral anaknya dengan memaksanya menjadi dewasa sebelum waktunya. Walau hidup itu ada menang dan kalah, setidaknya  anak sudah bisa menilai kualitas pesaingnya. Bila dikalahkan oleh yang lebih bagus, anak mungkin lebih bisa menerima. Merasa kualitasnya lebih sip tapi kalah karena sms kurang, lebih sulit untuk membuat anak mengerti akan kekalahannya itu.

Aku tak habis pikir ada ibu yang sampai nangis dan sujud di lantai ketika anaknya lolos. Begitu banggakah sang ibu ketika anaknya berpeluang menjadi selebritis..? Apakah sang ibu tidak melihat bagaimana kehidupan sebagian besar selebritis kita..?

Narkoba, pergaulan bebas, kawin cerai, sepertinya sudah menjadi keharusan bagi kebanyakan mereka yang merasa dirinya selebritis. Apakah orang tua tak berpikir, bahwa memaksa anak menjadi bintang hiburan berarti ikut mendekatkan buah hatinya ke jurang kelam kaum jetset itu...?

Mungkin orang tua begitu yakin didikan mereka ke si anak akan mampu melindungi anak dari perbuatan tidak senonoh. Tapi jangan lupa, jaman sekarang lingkungan lebih dominan pengaruhnya terhadap seseorang. Tak jarang yang di rumah merupakan anak manis, begitu sampai di luar mereka berubah liar. Apalagi ketika anak melihat kehidupan kacaw sebagian besar selebritis sebagai hal yang lumrah. Sehingga terbersit dalam otaknya bahwa hidup seperti itu bukan hal yang aneh, karena mereka juga sudah merasa menjadi bagian dari dunia gemerlap itu.

KPAI juga payah. Pernikahan di bawah umur saja yang mereka gugat. Pemaksaan anak menjadi dewasa semacam ini tidak dianggap mengganggu keindahan masa anak-anak. Yang suka berkoar KDRT pun sepertinya cuek-cuek saja. Selalu membatasi KDRT sebagai kekerasan fisik yang dilakukan suami kepada istri. Kekerasan psikis terhadap anak yang terjadi di rumah tidak tersentuh.

Kapan kita bisa memulai menyelamatkan anak-anak kita..?

gambar dari google
Read More

28 Maret 2010

Guestbook

Pagi ini, ada PM masuk ke inbox. Rasanya sudah lama sekali aku tidak dapat pesan pribadi di Multiply yang semacam ini, "Kenapa ngintip-ngintip, masuk dong..."

Aku jadi ingat sekitar 3 tahun yang lalu, ketika Multiply mengeluarkan fitur baru bernama Guestbook. Awalnya aku kurang tertarik, karena menurutku blogging adalah dunia menulis dan bukan sekedar sarana anjangsana. Tapi kemudian, ketiadaan guestbook membuat banyak basa basi ga nyambung masuk ke blog. Tidak peduli tulisan di blognya apa, di kolom komentar nulisnya, "halo, gimana kabarnya..?" Atau "Sudah makan belum nih..?"

Akhirnya aku pasang deh guestbook itu. Dan ketika Multiply naik daun kebanjiran pengguna, guestbook menjadi fitur paling ramai. Jauh lebih hingar bingar dibanding blog. Apalagi sebagian besar pengguna waktu itu sepertinya tidak suka menulis dan membuat akun hanya agar tidak dipandang gaptek. Persis seperti orang sekarang dengan pesbuknya. Multiply isinya hanya foto-foto dan artikel kopi paste, selebihnya lebih banyak saling komentar di guestbook.

Dan waktu itu, bila kita nongol di blog orang tanpa meninggalkan komentar, seringkali dikejar dengan pesan seperti di atas melalui PM atau guestbook. Tak peduli kita salah klik atau tidak menemukan hal menarik di blog itu, pokoknya tidak komentar sepertinya dosa besar.

Aku yang lebih tertarik dengan tulisan membuatku jarang komentar bila merasa tidak ada yang menarik disitu. Apalagi waktu itu aku pakai koneksi internet yang super lelet. Sedangkan blog penggemar komen kebanyakan menggunakan theme yang ramai sekali dengan berbagai kerlap kerlip yang menghabiskan bandwith. Aku jadi malas. Sudah buka halamannya lama banget, trus isinya kurang menarik.

Yang aneh lagi, bila ada yang masuk ke guestbook kita, kita harus menjawabnya di guestbook mereka. Jadinya orang lain yang baca tuh bingung melihat percakapan yang tidak nyambung. Lebih payah lagi, ada yang suka marah bila sudah komen di tempat kita trus kita tidak membalas di tempat mereka. Benar-benar masa keemasan buat yang gila komen.

Aku sendiri jarang banget datang ke guestbook orang hanya untuk basa basi. Aku lebih suka mencari topik menarik melalui inbox. Bila ada yang asik baru aku komentar. Kadang tulisannya tidak menarik, tapi ada komentar sebelumnya yang asik buat dikomentari, ya aku nulis. Kalo engga, ya aku kabur.

Aku tidak pendendam untuk urusan komentar. Orang mau komen apa tidak aku tak peduli. Aku tak pernah mau memaksa orang untuk suka tulisanku. Apalagi bila melihat perkembangan sekarang, dimana fungsi blog berkembang menjadi semacam jejaring sosial. Dimana komentar lebih sering tidak nyambung dengan topik dan sekedar alat agar orang mau membalas kunjungan. Makanya aku sempat ngakak ketika ada temanku yang bikin quicknote, "Orang kok sukanya ngintip, ya aku balas intip doang. Rasain loe.."

Bagaimana aku bisa masuk ke blog dia, wong dianya ga pernah nulis. Paling banter quicknote yang temanya ABG banget. Kebalikannya, aku juga punya contact yang tidak pernah mau komentar di blogku. Tapi tidak aku remove karena aku memang suka tulisan dia dan setiap komentarku disana juga selalu dilayani dengan baik.

Masalah komentar yang ga nyambung dengan tema, itu sih sudah penyakit dari dulu dan aku anggap wajar. Awal-awalnya sih selalu berkaitan dengan topik tulisan. Tapi kesananya udah berubah jadi ajang chatting. Tak heran bila jaman dulu, satu tulisan bisa memiliki ratusan komentar. Sampai-sampai ada yang bilang YM bisa bangkrut, gara-gara chatternya banyak yang pindah ke MP.

Setelah serangan pesbuk yang hampir menghabiskan pengguna MP, guestbook sepertinya mulai kesepian lagi. Tapi tetap saja aku belum begitu tertarik untuk menemaninya. Untuk ngobrol ngalor ngidul tanpa tema dengan teman dekat, aku lebih suka lewat PM. Walau kata temanku, PM itu ajang ngegombal yang harus ditangani dengan hati-hati.

Tapi sudahlah. Yang penting teguran atas pengintipan sudah mulai reda. Aku sudah bisa mengintip orang lain lebih leluasa tanpa komplen. Sayangnya sekarang jarang orang mandi di sungai, sehingga acara ngintipku tidak bisa diperluas lagi wilayahnya...
Read More

27 Maret 2010

Laki-laki & Air Mata

"Anak laki-laki kok nangis..?"

Itu sebuah doktrin orang tua yang sangat umum di sebagian masyarakat kita. Sampai mereka lupa bahwa kita dikaruniai dua mata tak sekedar untuk melihat dunia saja, melainkan untuk menitikan air juga. Jadi sebenarnya, tak ada yang salah bila di sepanjang kehidupan, kita akan selalu dekat dengan yang namanya air mata.

Manusia lahir, ceprot, langsung menangis. Yang diam malah dipaksa oleh dukun bayi untuk menangis dengan cara menggebrak tampah tempat kita pertama menghirup udara dunia. Walau kita semua mengalami, tapi kita tak pernah tahu apa yang dirasakan dalam hati kenapa harus menangis. Apakah kita gembira bisa terbebas dari kungkungan kegelapan rahim ibu. Atau justru bersedih hati karena harus menjalani kehidupan sebagai manusia yang musti berjuang untuk mempertahankan hidup. Tidak ada jawaban pasti. Tapi yang jelas bukan karena kaget melihat wujud ayahnya yang berbeda dengan yang dia kenal sebelumnya.
Read More

26 Maret 2010

Manusia Sebelum Adam

Ada sebuah PM masuk di Multiply yang menyangkal tentang penggalan tulisan di jurnal Gombal Warming beberapa hari lalu. Aku sudah paham betul karakteristik orang kita, ketika akan mengeluarkan celaan keras, selalu tak mau secara terbuka di kolom komentar. Padahal di negara bebas ini, aku lebih suka transparan. Agar bila ada kesalahan dalam pemikiranku, aku bisa mendapat masukan dari banyak pihak. Sehingga pikiranku tidak lagi melulu opini sepihak.

Tapi walau aku tidak begitu suka dengan cara lempar batu sambil ngumpet begini, aku tetap layani dengan sepenuh hati dan tak merasa itu sebagai sebuah permusuhan. Dan tak ada salahnya bila jawabanku juga aku tulis disini.

Yang dicela adalah kata-kataku tentang manusia sebelum Adam. Temanku itu bersikeras bahwa Adam itu manusia pertama dan tidak ada lagi manusia sebelumnya. Penjelasanku bahwa manusia itu kemungkinan ada beberapa sub spesies sepertinya tidak bisa diterima. Begitu juga ketika aku bilang, aku melihat ini dari sisi science, bukan religi. Tetap saja teman baruku itu ngotot aku termasuk golongan kafirun. Terima kasih deh atas titelnya. Dengan senang hati aku terima.

Dan sebelum aku bahas lebih lanjut, perlu aku sampaikan sekali lagi bahwa ini hanya dugaan dari sisi iptek. Bila ada yang mau ngotot dengan pandangan religi, silakan di close saja browsernya.
Kenapa aku mengatakan ada kemungkinan manusia dari sub spesies lain, aku memang ambil dari bible. Dalam kitab suci agama lainnya belum aku temukan penjelasan sedetail bible. Dan kenapa aku mencampuradukan pandangan dari beberapa kitab suci yang berbeda, karena kitab suci buatku merupakan sumber dari segala sumber pengetahuan ilmiah dan itu merupakan catatan sejarah.

Berdasarkan refrensi dari Bible, ada tiga sumber yang bisa ditelusuri. Yaitu kitab Kejadian 5 ayat 1-32 (Silsilah dari Adam - Sem anak Nuh). Trus Kejadian 11 ayat 10-26 (dari Sem sampai Abraham). Lalu Matius 1 1-17 (dari Abraham - Yesus). Aku coba menarik garis keturunan dan usia seorang tokoh dihitung sampai pada usia berapa dia mendapat anak.

Mari kita hitung yang dari sumber pertama...
130(Adam-Set) + 150(Set-Enos) + 90(Enos-Kenan) + 70(Kenan-Mahalael) + 65(Mahalael-Yared) + 162(Yared-Henokh) + 65(Henokh-Metusalah) + 187(Metusalah-Lamekh) + 182(Lamekh-Nuh) + 500(Nuh-Sem). Jadi totalnya ada 1601 tahun...

Kita hitung lagi sumber kedua...
100(Sem-Aprakshad) + 35(Aprakshad-Selah) + 30(Selah-Eber) + 30(Eber-Peleg) + 30(Peleg-Rehu) + 32(Rehu-Serug) + 30(Serug-Nahor) + 29(Nahor-Terah) + 30(Terah-Abraham) ...jadi totalnya ada 346 tahun

Mulai dari Abraham - Yesus tidak disebutkan umur dari penerus garis keturunan tersebut. Karena ini cuman perkiraan saja, maka aku ambil angka 30 tahun untuk masing-masing generasi (jika dilihat dari rata-rata umur punya anak dari zaman Nuh dan seterusnya. Maka 30 tahun ini akan dijadikan konstanta dalam menghitung garis keturunan Abraham - Yesus. Jadi total ada 42 generasi X 30 sama dengan 1260 tahun.

Jadi total garis keturunan Adam - Yesus adalah 1601+346+1260. Hasilnya 3207 tahun.

Apabila Yesus benar lahir pada tahun 0 Masehi, berarti bisa dikatakan Adam diciptakan 5.217 tahun yang lalu. ini didapat dari tahun sekarang 2010 + 327.

Padahal beberapa penelitian ilmiah telah melakukan pengukuran karbon terhadap beberapa artefak sisa-sisa kebudayaan lalu yang berumur lebih dari 10 ribu tahun. Misalnya Adam Bridge di India yang diduga dibuat oleh pasukan kera pimpinan Anoman ketika akan menyerbu Alengka. Atau bangunan kuno di bawah laut Bimini Jepang yang diduga peninggalan budaya Lemuria. Catatan Plato pun mengatakan bahwa bangsa Atlantean dari benua Atlantis, musnah di kisaran 10 ribu tahun sebelum masehi.

Apalagi bila kita mau melihat lebih jauh dengan kehadiran manusia berspecies Pithecanthropus erectus yang diperkirakan punah 1 -2 juta tahun yang lalu berdasarkan pengukuran karbon pada fosilnya. Refrensinya silakan mencari beberapa sumber untuk dicrosscheck sebelum menyimpulkan mana yang mendekati kebenaran menurut pribadi masing-masing.

Jadi bila menurut Bible Adam hidup sekitar 3 ribu tahun sebelum Masehi, ada sub spesies manusia yang berbeda dengan jenis kita sebelum Adam diciptakan. Untuk manusia jenis kita, Adam benar manusia pertama. Tapi untuk sub spesies lain, sudah ada manusia sebelum Adam.

Yang lebih simpel malah dari Al Qur'an di surat Al Baqarah ayat 30. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

Malaikat bisa mengatakan manusia hanya membuat kerusakan, bisa diduga bahwa malaikat pernah punya pengalaman mengurusi manusia dari sub species lain. Karena sampai saat ini belum aku temukan ayat tentang malaikat dikasih tahu bahwa manusia hanya bisa membuat kerusakan di muka bumi.

Di luar kitab suci agama samawi, aku belum menemukan silsilah tentang manusia pertama. Dalam Veda aku baru menemukan nama Adadam Aryaya yang diturunan ke bumi yang mungkin bisa dianggap identik dengan Adam. Ada juga cerita tentang Yuz Asaf (Yuz = pemimpin atau ahli. Asaf = tersembuhkan) yang bisa diduga sebagai Nabi Isa atau Yesus yang kita ketahui memiliki mukjizat mampu menyembuhkan orang sakit. Tapi tentang perkiraan tahun beliau hidup belum aku temukan.

Ada satu hal yang sedikit menarik buatku, yaitu tentang Adam Bridge yang hampir nyambung dengan epos Ramayana. Dimana ada cerita tentang pasukan manusia kera yang membangun tanggul sebagai jembatan penyebrangan antara India dan Srilangka. Bila kita runtut ke perhitungan kalender Hindu, epos Ramayana berada pada masa Kali Yuga yang berarti sekitar 1,7 juta tahun yang lalu. Jauh sebelum Adam tercipta menurut hitungan Bible.

Anoman yang dikatakan sebagai manusia kera, mungkin sedikit nyambung dengan dugaan ilmuwan modern tentang manusia purba yang berwujud sebagai kera yang berjalan tegak.

Tapi tidak lantas aku menolak pernyataan Adam sebagai manusia pertama dan manusia itu berasal dari kera. Buatku Adam tetap manusia pertama untuk manusia dari spesies kita, Homo Sapiens. Sedangkan sebelum Adam, sudah ada manusia dari spesies lain, semacam Homo Erectus atau Cro Magnon.

Mungkin itu saja penjelasannya kenapa aku berani menduga bahwa manusia sebelum Adam memang sudah ada. Dan ini hanya opini pribadiku saja. Yang punya pendapat atau masukan lain, silakan diungkap di kolom komentar saja, agar lebih banyak teman yang bisa menambah wawasan pemikiran kita. Kita bertukar pikiran tanpa harus memaksakan opini, agar hidup menjadi lebih berwarna.

Gambar dari Wikipedia

 
Read More

25 Maret 2010

Keangkuhanku

Hampir dua tahun meninggalkan Jakarta, beberapa kali aku lupa melakukan kesalahan tata krama ketika ke Jakarta kemarin. Kebiasaan hidup di pinggiran Jokja, yang bila lewat ada orang duduk-duduk di pinggir jalan yang lumayan lebar, tak akan lupa tersenyum, menganggukan kepala, membungkukan badan sedikit sambil bilang, "nderek langkung..."

Di Jakarta kemarin, berjalan di gang senggol yang sempit, ada ibu-ibu asyik ngegosip sambil selonjor menghalangi jalan. Ucapan permisi dan senyum paling manis seolah dianggap angin lalu dan tanpa respon babar blash. Sempat kaget juga tidak diberi jalan oleh  ibu-ibu itu, sebelum aku tersadar ini Jakarta. Melangkahi orang duduk tanpa permisi sudah hal yang lumrah dan tidak akan menuai komplen.

Dua tahun lalu, jangankan cuma ibu-ibu yang ngegosip. Anak muda yang pacaran di gang sempit dekat kebon pisang pun, sepertinya sudah tak mempedulikan orang lewat. Mereka tetap saja asik berciuman walau aku melangkah di atas mereka yang selonjor sambil berpelukan. Sebuah tata krama yang indah di sebuah kota yang bernama Jakarta.

Selain itu, silaturahmi sepertinya bukan kata yang banyak memiliki arti lagi. Dulu aku pun hanya kenal satu dua orang yang kontrakannya berhadapan pintu saja. Tetangga belakang rumah hanya aku kenal wajah tanpa pernah tahu siapa namanya. Teman dekat justru lebih banyak aku kenal di kantor. Itupun terbatas pada teman itu saja. Yang aku kenal sampai ke anak istrinya hanya satu dua.

Makanya aku bersyukur ketika dipindahkan ke Jokja. Aku bisa lebih memaknai lagi arti kata silaturahmi. Dimana segala sesuatunya tidak hanya diambil dari sisi sempitnya saja. Seperti ketika aku ke Jakarta kemarin dengan tujuan menengok bayi. Ada juga teman yang nanya, "Kasih kado apaan sih loe...?"

Kata temanku, untuk apa susah payah ke Jakarta cuma untuk kasih kado yang harganya paling seratus ribu perak. Lebih bermanfaat kalo ongkos pesawat dan akomodasinya ditransferin aja sebagai hadiah. Ga perlu cape buang waktu dan tenaga.

Ga enak juga sih dinasehatin semacam itu. Tapi aku berusaha memahami bila budayaku dan temanku sudah jauh berbeda. Aku berusaha berpikir, bahwa silaturahmi itu nilainya jauh lebih tinggi daripada nilai kado atau tiket pesawat. Uang memang susah dicari. Tapi kemauan untuk beranjangsana di jaman seperti sekarang ini lebih susah untuk dilakukan. Apalagi ketika chatting, sms atau nelpon makin mudah dan murah.

Biarlah Jakarta semakin canggih dalam pergaulannya. Aku akan tetap angkuh mencoba menjadi orang udik yang tidak praktis...

Ilustrasi New World
Karya Katirin
Tujuh Bintang Art Space
Read More

21 Maret 2010

Istri Setia

Si bos lagi kumat kayaknya. Sampai-sampai pameran reguler untuk tahun ini sebulan bisa dua kali. Padahal persiapan fisik tiap event paling tidak seminggu. Jadinya sebulan itu cuma ada waktu kosong 2 minggu untuk urus yang lain-lain, seperti cari seniman, cari karya, urus lelang atau event non regular. Sampai-sampai istriku suka komplen kalo kalender di kantorku tidak ada merahnya.

Apalagi kalo ada seniman yang mau pameran ke luar negeri seperti sekarang ini. Bisa bolak-balik ke Jakarta dua kali seminggu untuk urus ini itunya. Dan bulan depan kayaknya harus ngikut si bos ke Balikpapan untuk urus rencana pembukaan galeri baru disana. Udah bayarin tempat di mall, tinggal ngedesain interior, cari orang dan atur pengiriman lukisannya kesana.

Dan alhamdulillahnya aku punya istri yang pengertian dan setia. Jadinya ketika aku bilang mau ke Balikpapan seminggu, maunya ikut juga. Tapi karena aku berangkatnya sama si bos, jadi ga enak. Tar dikira pejabat pemerintah Indonesia yang kalo kunjungan dinas, istrinya harus ikut pelesir gratis. Lagipula, bulan depan sibuk urus pindahan rumah dari Maguwo ke Umbulharjo. Mau ga mau, harus jalan sendiri-sendiri neh. Asiiik...

Tapi ketika aku bilang besok mau ke Jakarta pakai Lion Air dan menginap semalam, istriku bilang mau ikut. Takut aku ga ada yang urus, katanya. Ketika aku tanya, kenapa kemarin ga minta ikut. Jawabnya, kemarin kan naik Garuda, pramugarinya udah tua-tua. Lagian kemarin ga nginep, jadi ga ada kesempatan nyamperin tukang jamu Jl. Asyirot. Hehehe...

Eh, lagi bingung membagi waktu yang teramat sempit, ada undangan ke Taipei. Istriku ribut juga. Alasannya aku ga bisa bahasa Mandarin, jadi harus ada guide. Kan bisa pakai bahasa bintang, jawabku.

Pokoknya kalo ga dikawal katanya bisa gawat. Soalnya yang ngundang tuh tiap malam kerjaannya cuma minum-minum di cafe. Tar malah ikut-ikutan main cewek disana, katanya.

Trus aku bilang, kan ibu hamil tidak baik naik pesawat jarak jauh. Tar lagi aja kalo anaknya sudah lahir ikutnya. Malah jawabnya, "Kan cuma akomodasi yang ditanggung, tiket bayar sendiri. Kalo anaknya sudah lahir, ongkos pesawatnya jadi dua setengah dong... "

Memang asik punya istri cerdas...

Ilustrasi Hapy Family
Karya Katirin
Tujuh Bintang Art Space
 
Read More

20 Maret 2010

Harus Ke Jakarta Lagi

Punya sifat low profile ternyata tidak selamanya memudahkan urusan. Seperti ketika urus visa di kedutaan Italy kemarin. Mungkin karena orang lain yang datang keren-keren, sedangkan pasukan yang aku bawa bertampang culun dan ndeso banget, petugas kedutaan sepertinya tidak mau percaya begitu saja.

Pada waktu aku buka website kedutaan untuk mencari informasi persyaratan visa, salah satunya adalah copy rekening bank 3 bulan terakhir. Melihat tampang senimanku yang lecek, mereka terus saja menanyakan tentang nominal transfer di copy rekening itu. Aku sampai harus bersusah payah meyakinkan petugas bahwa seniman yang aku bawa itu harga lukisannya 200 jutaan per lukisan. Jadi wajar bila nilai transfer uangnya besar-besar.

Read More

Mission Failed

Menjelang berangkat ke Jakarta kemarin, sedikit keributan sudah terjadi. Pas ambil tiket yang aku pesan via sms, kok dikasihnya tiket Mandala pemberangkatan jam 6 pagi. Aku suruh petugas travel agennya periksa smsku kemarin. Malah jawabnya gini, "Memang betul kemarin bapak pesan tiket Garuda. Tapi kan mahal, jadinya saya kasih promo Mandala biar murah, pak."

"Kalo engga Garuda saya ga mau, mbak..." jawabku sok bonafit. Padahal alasan aslinya aku males bangun kepagian harus check in subuh. Lagian murah atau mahal bukan aku yang bayar. Hehehe...
Read More

18 Maret 2010

Mending Ndableg

Event kemarin, tidak ada yang terlalu menarik untuk diceritakan. Semua berjalan seperti biasanya. Kebanjiran miskol dan sms, mandi keringat di lapangan, ngomel-ngomel ke bagian stage sampai ngurus seniman yang mabok di akhir event. 

Dan sudah menjadi kebiasaan di saat sibuk berat, selalu ada masalah tambahan yang nimbrung. Seperti pada waktu kehabisan uang tunai. Mondar-mandir cari ATM yang tidak ngantri tidak ditemukan. 

Akhirnya pasrah saja ikut berpanas-panas d antrian yang bagai ular naga panjangnya bukan kepalang. Sudah begitu, setiap orang yang masuk ATM lamanya minta ampun. Sampai banyak pengantri yang ngomel-ngomel ga karuan.

Read More

16 Maret 2010

Adopt! Adapt! Exhibtion

Menjumput dan Menyelaraskan

Praktik berkesenian bagi banyak kalangan perupa di Indonesia, khususnya di Yogyakarta, telah masuk dalam babakan dimana teknologi memiliki peran yang teramat penting.

Pertama, teknologi menjadi perangkat utama dalam penciptaan karya, sehingga dari sanalah muasal karya yang dihasilkan itu berasal. Pada seniman jenis ini, kedudukan teknologi dalam kaitan dengan proses kreatifnya menjadi ideologis karena mendasarkan (nyaris) seluruh berkaryanya dengan bantuan perangkat teknologi.
Read More

Gombal Warning

Seorang teman aktivis sebuah LSM sedang getol-getolnya ceramah tentang global warming. Karena bosen tiap hari ceramahnya itu-itu saja, akhirnya aku bilang "ngapain nyuruh-nyuruh orang untuk menyelamatkan bumi, kalo kamu sendiri tidak konsisten... "

Lalu aku tanyakan tentang kesukaannya nonton acara konyol-konyolan di tipi, yang selalu pakai adegan slapstik, pukul-pukulan menggunakan properti panggung. Lha dia kok ngeyelnya malah ga nyambung. "Itu bukan pamer adegan kasar. Kan ada penjelasan kalo properti yang digunakan dari bahan lunak tidak berbahaya..."
Read More

Urun Nama Buat Anak Lik Ihin Dong...

Semalem Lik Ihin nelpon. Sebuah kebiasaan lama setiap istrinya melahirkan untuk konsultasi nama. Padahal urusan semacam ini jagonya adalah Mas Semar. Tapi karena beliau sudah jarang online, apa boleh buat aku layani sepenuh hati.

Lik Ihin mengajukan nama Anna Sausan Marita. Tau nemu dari mana, tapi katanya, artinya bunga yang harum di bulan maret. Aku yang tak tahu asal katanya cuma bilang iya aja. Cuma aku kasih masukan tentang kaitannya dengan nama saudaranya. Nama kakaknya kan Diva dan Naila, kenapa tidak dicoba cari kata yang senada etniknya.

Read More

14 Maret 2010

Aku dan Game

Waktu kecil dulu, game buatku merupakan sarana olahraga dan pengisi waktu di malam purnama. Yang paling aku sukai adalah gobag sodor dan petak umpet. Setelah agak besar, fungsinya bergeser menjadi sarana pendidikan, terutama dalam kegiatan pramuka. Dan saat ini, game merupakan ajang pelarian dan pelampiasan pribadi buatku.

Bagaimanapun juga, aku adalah orang yang selalu terliputi dendam yang entah kapan bisa hilang. Aku harus bersusah payah membuangnya, tapi dengan teramat mudah dendam itu kembali tersulut oleh hal yang paling sepele. Dan sayangnya, selama bertahun-tahun dendam itu tak pernah bisa aku lampiaskan kepada yang bersangkutan, demi seorang sandra yang teramat berarti buatku.
Read More

13 Maret 2010

Nama Jadul

Perasaan tidak pernah kongkalingkong, tapi karyawan di kantor kok istrinya banyak yang hamil dan berurutan bulannya. Si Tiyan bulan ini siap melahirkan, Lik Ihin istrinya sudah 8 bulan, istri si bos 7 bulan, dan istriku sendiri 6 bulan. Makanya kalo pas kerjaan sedikit senggang, obrolannya di skype selalu saja soal kehamilan istri. Dan sekarang pembicaraan mulai bergeser ke soal nama anak.

Bicara soal nama anak, aku jadi ingat keluhan mboknya Lik Ihin pas ketemu di kampung. Beliau mengeluh tentang nama cucunya yang panjang-panjang dan susah dihapalkan. Di kampungku sendiri, mencari anak kecil yang namanya yang ngirit sudah susah. Dan biasanya terbagi dua tipe, kearab-araban dan kebarat-baratan. Nama yang kejawa-jawaan sudah mulai susah ditemukan.
Seperti ketika anakku lahir dulu, dari keluarga dan teman-teman yang ngasih ide nama, semuanya mengarah ke kedua tipe tadi. Teman-teman dari pondok malah ngasih ide yang menurutku aneh. Nama yang baik katanya harus ambil dari Quran. Lalu aku disuruh tahajud trus buka Quran secara acak lalu tunjuk satu kata. Sepintas oke juga sih, tapi gimana kalo ujung jariku jatuh pada kata jahanam..?

Teman yang berpikiran "menurutnya" modern, menganjurkan beberapa nama yang modern juga sambil mencontohkan anaknya yang diberi nama Chila. Tapi ketika aku tanya arti nama itu, dia cuma bilang, "mbuh, yang penting bagus.." Kalo dah begini kan kacaw. Chilla itu kan nama sejenis tikus...

Penciptaan nama dalam budaya Jawa lama memang terlihat simpel namun biasanya mengandung sejarah. Ini bisa dimengerti karena jaman dulu orang jarang mencatatkan kelahiran anak secara administratif. Untuk mengingat waktu kelahiran anak, digunakanlah peristiwa besar yang terjadi saat itu. Seperti mbah buyutku, katanya lahir pada saat hujan abu sehari tujuh kali, mungkin saat Krakatau meletus. Karena waktu itu masyarakat sibuk ngungsi kesana kemari atau mrono mrene, jadi mbahku dinamakan Rono. Ada juga yang mengambil dari weton. Misalkan lahir Sabtu Wage, dinamakan Tuge. Tapi walau sistem itu jadul, nyatanya bisa go internasional. Seperti pabrik pesawat ada yang dinamakan Boeing, karena lahirnya pada hari Rabu Paing.

Anakku dulu pun aku ambilkan dari nama Jawa. Tapi aku mikir panjang kalo harus memberi nama yang terlalu ngirit mengingat lingkungan yang katanya mulai modern. Jadi aku carikan nama yang tidak terkesan jadul tapi artinya bagus, Satrio Adi. Mengingat jaman sekarang kadang ditanya surname, walau di budaya Jawa itu tidak ada, aku tempelkan buntut namaku di belakangnya. Jadinya Satrio Adi Nugroho.

Aku tak mau seperti yang dialami temanku. Anaknya diberi nama Nurkholis. Sepertinya ga jadul-jadul amat dan artinya juga cukup baik. Nur itu cahaya kholis itu murni atau ikhlas. Lha kok tahu-tahu ada undangan kenduren ganti nama, katanya anaknya ga mau pake nama itu. Pengennya dipanggil Nicholas...

Orang Jawa bilang "Asmo kinaryo jopo" Nama adalah doa. Seharusnya orang tua dan anak harus bisa mengartikan itu tidak secara mentah-mentah. Karena doa tanpa usaha kan tiada artinya. Apa yang diharapkan pada anak dengan nama itu, segala upaya secara fisik harus dilakukan. Jangan sampai seperti anak temanku. Harapannya sangat bagus dengan memberi nama anak Waluyo. Tapi karena orang tuanya jorok, tetap saja anaknya sakit-sakitan melulu.

Jadi untuk penamaan anak, prinsipku adalah cari arti yang baik sebagai harapan orang tua terhadap anak. Dan untuk nguri-uri budaya Jawa, aku tetap akan mencarinya dari kata-kata yang njawani. Soalnya ada temenku yang sok jawa banget. Anak dikasih nama Satrio Margono. Satrio itu pejuang, margo itu jalan, no itu bocah. Filosfinya memang benar, bahwa perjuangan hidup itu semata-mata untuk urusan "dalan bocah". Tapi bagaimana bila filosofi itu dimaknai dalam tanda kutip..?

Atau tetap mengikuti Sakespir, apalah artinya sebuah nama..?

Ilustrasi Yu Mona
Karya Danny Stamp
Tujuh Bintang Art Space


Read More

12 Maret 2010

Kekanakan

Ketika nokia meluncurkan seri 5110 dulu, ada tag menarik di setiap iklannya.  "Selalu ada sisi kekanakan dalam diri kita..." 

Itu menjadi salah satu andalan buat tim marketingnya untuk meraih pasar dengan menyisipkan game ular-ularan di dalam ponsel itu.

Dan memang kata-kata itu benar sekali buatku. Walau telah lama meninggalkan masa anak-anak, tapi sifat itu tak pernah bisa lepas dari kita semua. Latar belakang budaya, tingkat pendidikan bahkan jabatan tinggi tidak akan mampu menghilangkan jiwa anak-anak dari diri kita.

Seperti yang aku alami beberapa hari ini. Lukisan untuk event April sudah sold out hari kemarin. Beberapa orang kolektor yang tidak kebagian karya, beraneka ragam reaksinya. Ada yang merajuk, ngambek, sedih bahkan ada yang merengek-rengek seperti aku anak kecil. 

Padahal mereka boleh dikatakan orang-orang terpenting di perusahaan besar bertaraf internasional. Kemampuannya mengelola gurita bisnis tak terlihat sama sekali waktu itu. Di mataku mereka tak ubahnya aku kecil dulu waktu menangis minta balon di pasar malam.

Lalu kenapa kita masih saja marah bila ada yang mengatakan kita kekanakan padahal itu sifat alami manusia. Tak jarang yang sampai berantem bahkan menuntut sampai ke ranah hukum seperti saat Gus Dur mengatakan DPR bak anak TK.

Aku sendiri walau sering dibilang tua, terutama kalo pas ngeledek cewek SMP yang lewat, tetap saja tak bisa membuang hobi main game yang identik dengan dunia anak. Bahkan di waktu-waktu tertentu aku tidak saja kekanakan, kebayian-bayian malah. 
Buktinya masih suka nen...

Aku selalu rindu masa kanak-kanak.
Suer...
Read More

11 Maret 2010

Korban Ambulans

Cerita tentang ambulans, aku jadi ingat kenangan lama jaman masih aktif di SAR dulu. Ceritanya sebagai anggota baru yang lagi pelatihan. Waktu itu acaranya praktek evakuasi di daerah Baturraden sana. Pasukan dibagi beberapa regu masing-masing 5 orang.

Nah kebetulan ada dua orang yang sedang perang dingin, memperebutkan cinta seorang anggota cewek. Praktek lapangan yang seharusnya tim-tim itu bersatu padu mencari dan menolong korban, malah jadi ajang pertaruhan. Mereka bertaruh siapa yang berhasil menemukan korban dan membawa sampai posko, dia yang berhak atas cewek itu. Dan tentu saja tanpa sepengetahuan cewek yang jadi hadiahnya itu. Kurang ajar yah..?

Read More

Ambulans Arogan

Pulang ngantor tadi malem, menjelang stadion mandala krida, dari depan aku lihat ambulance ngebut ke arahku lengkap dengan sirene dan lampu rotator. Karena sein kanan kiri nyala semua, aku pikir dia mau jalan lurus pas di pertigaan tanpa traffic light. Makanya aku damai saja meluncur ke arah timur. Lha kok tau-tau ambulance belok kanan.

Aku yang juga agak ngebut langsung pecicilan. Jarak ga sampai dua meter ga mungkin terjangkau rem. Turun gigi, tarik gas sekuatnya dan loncat serong kiri ke trotoar. Masih menahan nafas, ambulance yang ikut ngerem dan banting kanan, kepala sopirnya nongol dijendela sambil teriak, "dagadu..!!!"
Read More

10 Maret 2010

Imunisasi Atau Isolasi..?

Ada seorang teman yang profesinya begitu kelam di mata masyarakat. Awalnya aku kenal dia ketika aku cari model untuk pemotretan bakal lukisan topless. Setelah beberapa waktu, aku mulai tahu bila dia itu nyambi jualan badan juga. Tapi dia bilang tentang keinginannya pergi dari profesi itu.

Dia cerita tentang keluarganya yang begitu otoriter. Ini itu dilarang dengan alasan tidak mau dia menjadi nakal. Tapi tersumbatnya komunikasi itu malah membuatnya tertutup dengan keluarga. Apa yang ingin dia tahu sebagai anak muda, dia cari jawabannya di luar rumah. Di rumah dia begitu penurut dan taat beribadah, tapi ketika di luar rumah, dia seperti kuda liar lepas dari ikatan. Sampai dia kenal narkoba dan puncaknya adalah dia hamil.

Read More

09 Maret 2010

Komputerku Kesamber Petir

Sore ini, aku sedang asik mengetik email ke kolektor untuk menawarkan karya yang akan dipamerkan tanggal 17 besok. Aku tak begitu mempedulikan ketika hujan lebat disertai angin kencang datang menerpa. Aku cuma menekan tombol save untuk semua pekerjaan sebagai persiapan kalo-kalo PLN kumat isengnya.

Saat semua sudah siap kirim, aku ingat kata-kata si bos dulu, "Kalo mau kirim email penawaran, jangan lupa bismillah 7 kali..."

Read More

08 Maret 2010

Urus Visa Ke Italy

Bulan depan ada seniman yang harus pameran di Italy. Biasanya sih ga seribet ini, soalnya senimannya sedikit melek teknologi dan bisa bahasa Inggris walau sepotong-sepotong. Nah, yang berangkat ke Italy besok, gapteknya minta ampun. Email saja harus dibukain, trus dijelasin sejelas-jelasnya, sampai diketikin juga.


Dia sudah sering pameran ke luar negeri. Tapi disuruh belajar bahasa Inggris saja susahnya minta ampun. Padahal sudah termasuk pelukis papan atas yang per lukisan harganya sampai 200 jutaan. Seniman luar negeri menyebutnya sebagai Manusia koran dari Bantul. Orangnya memang low profile. Walau termasuk seniman kaya, penampilannya super kucel. Sampai banyak yang tidak percaya kalau duitnya tidak ada serinya.

Nah, pas aku bilang mau ngurus visa ke Italy, beberapa teman mengatakan, "modiarrr kowe, ribet..."

Ada yang tahu apa engga ya, apa benar bikin visa Italy lebih susah. Soalnya pas ngurus visa ke Hongkong dan Swiss ga susah-susah amat. Cuma melampirkan surat keterangan dari galeri sana dan paspor.

Payahnya lagi dia ga punya kartu kredit. Walau duit banyak, semua rekening di bank atas nama istrinya. Apa misalkan bikin rekening baru, tidak akan jadi masalah..?

Kalo ada yang tahu, bagi pengalaman yah. Soalnya minggu depan aku ke Jakarta neh buat ngurus itu ke kedutaan.

Trims sebelumnya...
Read More

Arti Sebuah Nama

Dari beberapa galeri yang memintaku untuk loncat ke sana, ada satu yang begitu gigih. Dari sekedar staf, owner sampai anaknya sudah datang dengan rayuan yang sama. Hari ini ganti anak perempuannya yang datang memintaku untuk bisa membuka akses ke seniman. 

Memang banyak galeri terutama yang baru kesulitan mendapatkan karya-karya seniman yang bermutu. Seniman kelas atas biasanya memang sudah dipegang dan terikat kontrak dengan galeri tertentu. Sedangkan seniman yang bebas, seringkali sulit diakses oleh mereka.

Read More

Bekerja Atau Berusaha

Membaca tulisan Rio kemarin, tentang kebanggaan seorang mahasiswa yang wisuda, padahal setelah itu dia nganggur. Aku jadi ingat dua kakal beradik temanku di kampung dulu. Kedua temanku itu sama-sama suka dengan bidang pendidikan. Begitu lulus kuliah, mereka menjadi guru honorer di sekolah swasta yang berbeda.

Sampai suatu waktu, orang tua mereka meninggal dan mewariskan sebidang sawah. Setelah sawah itu dibagi dua, sang kakak menjual sawah bagiannya dan dipergunakan untuk "melicinkan" proses seleksi CPNS dan sukses. Sedangkan si adik yang tidak mau menyogok tetap menjadi guru honorer karena tidak lolos seleksi.
Read More

06 Maret 2010

Pembelajaran Jiwa

Kemarin, baru saja punya niat pengen belajar musik lagi, datang seorang teman yang mengeluh tentang keinginan yang serupa. Dia berminat belajar fotografi dan sudah ikutan sudah kursus. Secara teknis dia sudah menguasai, tapi dia tetap merasa kemampuannya mengambang. Setiap foto yang diambil dirasakan ada sesuatu yang tidak kena, katanya.

Dan malam kemarin, di tipi aku sempat liat Ahmad Dhani sedang mengomentari seorang peserta kontes nyanyi. Dia bilang, "musik, lagu, performance sudah oke. Tapi soulnya ga dapet."

Aku pikir hal-hal di atas ada kaitannya satu sama lain. Sebagai manusia normal, wajar kita punya keinginan untuk menguasai sesuatu. Tapi kenapa hasilnya setiap orang bisa berbeda, mungkin dalam kata "soul" itu jawabannya. Segala sesuatu butuh penjiwaan. Dan jiwa bukanlah hal yang menyangkut fisik atau teknis semata.

Seperti hobiku membaca dan menulis. Dulu aku merasa diriku adalah orang teknik. Sesulit apapun masalah perhitungan matematisnya, aku akan selalu siap untuk menyantap dan tak pernah bosan. Ketika aku mulai berpacaran dan punya keinginan untuk bikin puisi. Walau bisa membuat puisi sederhana, tetap saja aku merasa hasilnya kurang bagus. Mencoba terus belajar hanyalah bosan yang kudapat.

Kini ketika jiwa teknikku menghilang dan berubah menjadi penceloteh. Aku lebih mudah untuk menulis tentang celoteh sehari-hari. Jangankan mengupas sampai integral diferensial, perhitungan matematis sederhana saja sudah membuat aku kelimpungan.

Dalam bidang yang sama, yaitu baca tulis saja aku harus bisa belajar menjiwai terlebih dulu agar bisa terus berkreasi dengan penuh ekspresi. Apalagi dengan bidang yang lain. Makanya aku pikir, percuma saja sekarang aku memaksakan diri belajar musik bila jiwaku belum sampai kesana. Pasti hasilnya tidak akan maksimal.

Seperti kata Ahmad Dhani kemarin. Untuk bisa maksimal menyanyikan lagu jazz, kita harus tahu dulu apa yang ada di dalam jazz. Bukan sekedar menghafal musik dan lirik jazz saja. Dan aku pikir, ini kembali ke masalah penjiwaan lagi. Jadi bila kita ingin bisa musik rock, yang pertama kali harus kita ketahui adalah apa yang ada di dalam rok.

Cuma masalahnya...
Bagaimana aku bisa belajar menjiwai bila secara fisik saja belum menguasai..?

Ilustrasi Makan Buku
Karya Bonyong
Tujuh Bintang Art Space
Read More

05 Maret 2010

Berguna Atau Sia-Sia

Panas-panas, jalan keluar sebentar malah nyerempet motor yang belok nyelonong tanpa aba-aba. Mau ngomel nggak enak, yang naik motor mbah-mbah pake motor pruthulan. Mau dibilang, "kalo belok pake sein dong". Eh ga ada sein dan lampu remnya.
Dibilang lihat spion, ga ada spionnya. Mau lebih kenceng dibilang pake mata, kayaknya ga sopan. Walau punya mata, tapi kan udah tua, kali aja udah sedikit lamur.

Read More

Aku dan Musik

Hal yang paling menyebalkan bila ada undangan acara semi formal yang hiburannya electone adalah didaulat untuk menyanyi. Aku sendiri  suka heran, dulu pas masih sekolah dan suka pramukaan, perasaan aku paling suka nyanyi dan ga begitu fals. Tapi sekarang, setiap kali aku menyanyi di depan forum, orang akan bilang, "kok suaranya kaya kenal, mas..?"

Kaya kenalpot maksudnya...

Read More

04 Maret 2010

KTP

Bicara soal KTP, selembar kartu identitas yang kelihatan sepele tapi sering juga menimbulkan masalah. Seperti ketika dulu aku ngabur ke Jakarta tanpa dompet dan KTP, baru sampai stasiun Senen saja sudah dihadang petugas Pol PP persis seperti TKI ilegal berhadapan petugas imigrasi.

Ketika hidup mulai menemukan bentuknya, aku pun membuat KTP Jakarta walau harus nembak ke pak RT 350 ribu. Kondisi ngabur dan niat menghilangkan identitas lama dari peredaran tak memungkinkan aku kembali ke kampung dulu untuk urus surat pindah. Keinginan untuk menjadi bayi agar bisa segera bangkit dari malapetaka lama itu membuatku sedikit merubah data diri, termasuk nama dan tangal lahir. Pokoknya aku ingin menjadi manusia baru yang lepas dari masa lalu.

Read More

03 Maret 2010

Dompet

Cerita tentang dompet kemarin membuatku teringat akan artinya benda itu bagi kita. Dompet yang aslinya untuk menyimpan uang kini berubah fungsi sebagai kamar tamu sekaligus ranjang buat sebagian dari kita. Hampir semua kepentingan pribadi dan sosial kita bisa ditampung disana.

Read More

02 Maret 2010

Bibit Duit

Saat ngubek-ubek dompet mencari KTP, aku nemu beberapa lembar uang yang nylempet. Sudah lama banget aku simpan sampai aku sendiri lupa dengan uang-uang itu. Dan masing-masing punya cerita sendiri-sendiri, kenapa tidak aku gunakan dan tersimpan aman di dompet.

Yang satu selembar 50 USD. Itu pemberian Mr Jerry, tamuku dari Taiwan dulu. Pas aku antar ke Bandara dia bilang mau kasih kenang-kenangan. Tapi karena ga sempat belanja, jadinya aku dikasih uangnya. Karena aku males nukar, lagian jumlahnya ga seberapa, jadinya aku simpan saja uang itu sebagai kenang-kenangan.

Lalu yang 2 lembar juga kenang-kenangan dari seseorang yang janji mau kasih aku uang 100 ribu dollar Taiwan. Dan ketika ketemu beneran dia kasih aku uang 2 lembar, pecahan 100 NT dan 1000 NT. Tau yang ngasih lupa atau aku yang bego, tidak pernah aku permasalahkan. Namanya juga kenang-kenangan, jadinya aku terima saja uang seratusan dan seribuan itu sebagai seratus ribu.

Yang terakhir adalah selembar 100 ribuan rupiah. Itu dikasih seorang ustadz dari Jakarta yang datang ke galeri setahun lalu. Beliau bilangnya itu bibit duit untuk disimpan di dompet. Fungsinya untuk memancing agar teman-temannya agar betah di dompetku. Hahaha...

Aku pikir ada-ada aja neh pak kyai. Aku sendiri sih ga percaya yang begituan. Yang membuat aku mau menyimpannya adalah tantangan dari beliau. Katanya kalo pegang uang itu rasanya panas. Maksudnya jarang yang kuat nyimpen dan pengennya make belanja. Beliau ngajak taruhan, kalo aku kuat nyimpen sampai 40 hari, berarti hebat.

Tak okein tuh tantangannya walau bingung, kyai kok ngajak taruhan. hahaha... Dan kenyataannya sampai setahun lebih uang itu masih tersimpan rapi di dompetku. Entah karena aku benar hebat atau memang karena pelupa aku ga tahu. Cuma sayangnya tuh ustadz kok belum nongol lagi di Jokja. Takut ditagih kalah taruhan kali yo..?

Terlepas dari masalah itu, aku jadi ingat kata mbah waktu aku masih kecil dulu. Beliau pernah menasehatiku agar dompet jangan sampai kosong apapun yang terjadi. Walau cuma sepuluh perak pokoknya harus ada. Aku sendiri waktu itu tidak membantah atau berpikir macam-macam. Dan ketika ada ustadz yang cerita tentang bibit duit itu, aku pikir ada hubungannya juga.

Tapi aku tak memandang itu sebagai masalah klenik. Masa sih uang bisa manggil teman-temannya secara ghaib, kan ga mungkin. Aku memandang itu sebagai sebuah sugesti. Ketika ada tantangan agar uang itu jangan sampai terpakai, mau tidak mau aku terpacu untuk terus berusaha agar dompetku tidak sampai hanya berisi uang bibit itu. Jadi secara tidak langsung, uang itu memancingku untuk terus mencari uang lainnya melalui kerja kerasku. Bukan duduk manis trus dompet penuh uang. Ngepet aja perlu usaha keras kok...

Jadi ada benarnya pak ustadz bikin bibit duit...

Read More

Seni Omong Kosong

Setiap pembukaan pameran, selalu saja aku terharu melihat antusias pengunjung. Kadang tak peduli hujan lebat, mereka tetap saja berjubelan menghadirinya. Tapi tetap saja kekecewaanku selalu ada. Hiruk pikuk seniman dalam menghidupkan seni budaya bangsa seolah tak menyentuh hati birokrat kita.

Kepedulian mereka hanya omong kosong dan jarang ada gerakan nyata. Jangankan mau berkorban demi kesenian, datang ke pameran saja sudah malas. Apalagi pejabat yang entah urusannya apa, pejabat Dinas Kebudayaan atau Dinas Pariwisata yang jelas bersinggungan langsung dengan seni pun jarang mau nongol. Kecuali diminta untuk membuka pameran atau yang buka pejabat tinggi macam Sultan atau menteri, baru semuanya tergopoh-gopoh hadir. Penjilat..!!!
Read More

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena