Cerita tentang ambulans, aku jadi ingat kenangan lama jaman masih aktif di SAR dulu. Ceritanya sebagai anggota baru yang lagi pelatihan. Waktu itu acaranya praktek evakuasi di daerah Baturraden sana. Pasukan dibagi beberapa regu masing-masing 5 orang.
Nah kebetulan ada dua orang yang sedang perang dingin, memperebutkan cinta seorang anggota cewek. Praktek lapangan yang seharusnya tim-tim itu bersatu padu mencari dan menolong korban, malah jadi ajang pertaruhan. Mereka bertaruh siapa yang berhasil menemukan korban dan membawa sampai posko, dia yang berhak atas cewek itu. Dan tentu saja tanpa sepengetahuan cewek yang jadi hadiahnya itu. Kurang ajar yah..?
Begitu penyisiran medan dengan berbagai petunjuk berupa teka teki dari instruktur, nasib baik jatuh ke salah satu tim. Aku yang kebetulan memerankan jadi korban sampai bingung dengan prosedur penyelamatannya. Masa kaki tangan sampai kepala dililit perban sampai susah bergerak. Hampir mirip mummy.
Aku cuma bisa diam dengan kerja keras mereka. Naik turun gunung sambil lari, beberapa kali aku harus jatuh bersama tandu. Mau teriak, mulut ditutup perban. Tangan dan kaki juga diikat kuat ke tandu. Pasrah wae lah...
Sampai di kaki gunung sudah ada ambulans yang disiapkan untuk membawa korban ke posko pelatihan di desa terdekat. Mereka tampak kelimpungan begitu tahu supirnya lagi kebelet dan keasyikan nongkrong di sungai ga mentas-mentas. Tiba-tiba tim satunya nongol di ujung hutan. Ketua tim penolongku, takut korbannya direbut langsung bergerak cekatan menaikan aku ke ambulans dan menstaternya.
Entah dia belum lancar nyupir atau karena gugup takut kalah taruhan aku belum ngeh waktu itu. Yang pasti begitu diinjak gas, ambulans melompat. Dan ternyata pintu belakang tuh belum ditutup dengan benar. Hasilnya, tandu beserta isinya nggelosor keluar. Eh, perban pengikat tandu pakai acara ngait di bemper segala. Masih ditambah ujung knalpot menari-nari di depan mukaku.
Orang-orang yang menyaksikan berteriak-teriak tidak menyurutkan semangat sopir tembak itu. Terus saja tancap gas di jalan tanah yang licin bekas hujan. Penderitaanku baru berhenti ketika talinya putus dan ambulans nyungsep di selokan.
Dengan susah payah aku bisa lepas perban pengikat dan lari ke selokan walau kakiku sakit banget karena kesleo. Niatnya mau ngamukin tuh supir. Eh, malah dianya aku temukan pingsan. Mana obat-obatan di ambulans sebagian berhamburan saat offroad tadi. Nafasnya masih ada, berarti tidak perlu nafas buatan. Tidak ada eau de cologne atau amoniak, aku buka saja sepatuku dan aku sumpal idungnya pakai kaos kaki.
Sadar dia walau celingukan seperti tulup dikethek. Sampai aku ga tega melanjutkan niat ngamuk tadi. Akhirnya aku cuma bisa meratapi nasib kakiku yang ternyata geser sendinya. Sambil mikir, "korbannya siapa, tim penolongnya siapa..."
Tapi minimal saat itu aku sadar, kalo kaos kakiku ternyata cukup keramat. Ada yang mau coba..?
Nah kebetulan ada dua orang yang sedang perang dingin, memperebutkan cinta seorang anggota cewek. Praktek lapangan yang seharusnya tim-tim itu bersatu padu mencari dan menolong korban, malah jadi ajang pertaruhan. Mereka bertaruh siapa yang berhasil menemukan korban dan membawa sampai posko, dia yang berhak atas cewek itu. Dan tentu saja tanpa sepengetahuan cewek yang jadi hadiahnya itu. Kurang ajar yah..?
Begitu penyisiran medan dengan berbagai petunjuk berupa teka teki dari instruktur, nasib baik jatuh ke salah satu tim. Aku yang kebetulan memerankan jadi korban sampai bingung dengan prosedur penyelamatannya. Masa kaki tangan sampai kepala dililit perban sampai susah bergerak. Hampir mirip mummy.
Aku cuma bisa diam dengan kerja keras mereka. Naik turun gunung sambil lari, beberapa kali aku harus jatuh bersama tandu. Mau teriak, mulut ditutup perban. Tangan dan kaki juga diikat kuat ke tandu. Pasrah wae lah...
Sampai di kaki gunung sudah ada ambulans yang disiapkan untuk membawa korban ke posko pelatihan di desa terdekat. Mereka tampak kelimpungan begitu tahu supirnya lagi kebelet dan keasyikan nongkrong di sungai ga mentas-mentas. Tiba-tiba tim satunya nongol di ujung hutan. Ketua tim penolongku, takut korbannya direbut langsung bergerak cekatan menaikan aku ke ambulans dan menstaternya.
Entah dia belum lancar nyupir atau karena gugup takut kalah taruhan aku belum ngeh waktu itu. Yang pasti begitu diinjak gas, ambulans melompat. Dan ternyata pintu belakang tuh belum ditutup dengan benar. Hasilnya, tandu beserta isinya nggelosor keluar. Eh, perban pengikat tandu pakai acara ngait di bemper segala. Masih ditambah ujung knalpot menari-nari di depan mukaku.
Orang-orang yang menyaksikan berteriak-teriak tidak menyurutkan semangat sopir tembak itu. Terus saja tancap gas di jalan tanah yang licin bekas hujan. Penderitaanku baru berhenti ketika talinya putus dan ambulans nyungsep di selokan.
Dengan susah payah aku bisa lepas perban pengikat dan lari ke selokan walau kakiku sakit banget karena kesleo. Niatnya mau ngamukin tuh supir. Eh, malah dianya aku temukan pingsan. Mana obat-obatan di ambulans sebagian berhamburan saat offroad tadi. Nafasnya masih ada, berarti tidak perlu nafas buatan. Tidak ada eau de cologne atau amoniak, aku buka saja sepatuku dan aku sumpal idungnya pakai kaos kaki.
Sadar dia walau celingukan seperti tulup dikethek. Sampai aku ga tega melanjutkan niat ngamuk tadi. Akhirnya aku cuma bisa meratapi nasib kakiku yang ternyata geser sendinya. Sambil mikir, "korbannya siapa, tim penolongnya siapa..."
Tapi minimal saat itu aku sadar, kalo kaos kakiku ternyata cukup keramat. Ada yang mau coba..?
0 comments:
Posting Komentar
Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih