20 Maret 2010

Harus Ke Jakarta Lagi

Punya sifat low profile ternyata tidak selamanya memudahkan urusan. Seperti ketika urus visa di kedutaan Italy kemarin. Mungkin karena orang lain yang datang keren-keren, sedangkan pasukan yang aku bawa bertampang culun dan ndeso banget, petugas kedutaan sepertinya tidak mau percaya begitu saja.

Pada waktu aku buka website kedutaan untuk mencari informasi persyaratan visa, salah satunya adalah copy rekening bank 3 bulan terakhir. Melihat tampang senimanku yang lecek, mereka terus saja menanyakan tentang nominal transfer di copy rekening itu. Aku sampai harus bersusah payah meyakinkan petugas bahwa seniman yang aku bawa itu harga lukisannya 200 jutaan per lukisan. Jadi wajar bila nilai transfer uangnya besar-besar.



Datang dengan kaos oblong dan pakai ransel butut dipakai di depan. Kartu kredit jelas tidak ada. Yang dia punya cuma ATM lecek itupun silver. Payahnya lagi pas hape suruh dimatikan, petugasnya melihat hape jadul yang casing kacanya udah pecah-pecah. Makin tidak meyakinkan kalo senimanku orang banyak duit pokoknya.

Aku juga menyampaikan bahwa mereka di Italy, segala akomodasi ditanggung galeri yang mengundang. Surat-surat dari galeri Italy dan print print an kode tiket pesawat pp aku tunjukkan juga tidak begitu saja mereka percayai dan minta aslinya. Susahnya surat itu  dikirim via email, jadi tidak mungkin aku bisa menunjukan surat dengan tanda tangan dan stempel asli.

Aku juga kasih lihat histori perjalanan di paspornya. Cuma sayangnya itu paspor baru, jadi cuma ada stempel China, Hongkong dan Singapore saja. Yang ke Swiss adanya di paspor lama.

Biar ga bolak-balik, aku minta tolong titip berkasnya disana lalu data lainnya aku kirim lewat pos. Aku rayu-rayu mereka tetap tidak mau. Aku sempat minta tolong ke satpam kalo-kalo ada orang dalam yang bisa bantu. Eh, tidak bisa juga.

Salut deh untuk hal yang satu ini. Coba kalo petugas instansi kita, yang mau urus sendiri pun malah dirayu untuk minta tolong. Yang ga mau ditolong suka dipersulit. Payah...

Udah mentok sana-sini, akhirnya aku balik ke petugas pendaftaran. Aku tanya, kalo buku tabungan senimannya aku bawa gimana..? Biar tahu keseluruhan transaksi rekeningnya sejak awal maksudnya. Trus surat undangan, bagaimana kalo galerinya kirim email langsung ke kedutaan..? Lalu paspor lama aku bawa juga biar yakin senimanku pernah bolak balik ke Swiss.

Ternyata diterima tuh usulku. Walau resikonya harus balik dulu ke Jokja dan senen besok ke Jakarta lagi. Sudah resiko hidup di negara yang pemerintahnya cuma omong doang tentang kebudayaan. Kapan urusan seniman kecil-kecil semacam ini mereka mau bantu. Kecuali ada duta kesenian yang sponsornya perusahaan gede-gede, baru mereka ribut ikut ngurusin. Walau kadang syaratnya, pejabatnya ikut ke luar negeri beserta istri atau keluarganya dan akomodasi ditanggung panitia. Hmmm...

0 comments:

Posting Komentar

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena