29 Maret 2010

Kekerasan Psikis Terhadap Anak

Kemarin sore iseng liat tipi. Lha kok acara kontes jadi artis instan masih ada yah..?

Acara semacam itu untuk orang dewasa, aku tidak terlalu memikirkannya. Ini acara untuk anak-anak dengan alasan mencari bakat dan talenta sejak dini. Yang bikin aku tidak sreg adalah, pemaksaan anak untuk tampil bak orang dewasa. Menyanyikan lagu orang dewasa yang jelas-jelas dia belum saatnya tahu.
Dikatakan sebagai pencarian bakat, tapi kenapa penjuriannya dengan banyak-banyakkan sms. Kebanyakan yang tampil memang sudah memiliki talenta oke. Tapi dengan cara itu, yang lebih bagus kualitasnya dengan mudah dikalahkan hanya karena kiriman smsnya kurang. Masih mending bila smsnya tarif normal. Ini tarif premium. Tetap saja buntutnya pembodohan publik oleh kapitalis yang berusaha menguras kantong masyarakat.

Untuk alasan agar publik bisa ikut menjadi juri, sebenarnya sah-sah saja. Tapi seharusnya mekanisme sms dibatasi hanya satu suara untuk satu nomor. Secara teknis sistem ini bukanlah hal yang sulit. Sehingga hasilnya lebih obyektif dan tidak terkesan merampok orang banyak. Atau karena merasa yang dirampok juga ikhlas, makanya sistem ini jalan terus.

Hanya dengan iming-iming akan dijadikan artis terkenal dan hadiah sekian juta, orang rela kehilangan banyak uang untuk biaya pulsa. Aku pernah ngobrol dengan penyanyi dangdut yang ikut acara semacam itu. Biaya pulsa pribadi keluarganya untuk mendukung keartisan dia lebih besar daripada hadiah utamanya. Padahal dia gagal sebelum final. Berapa banyak keuntungan finansial hasil rampokan tanpa sadar yang didapat oleh penyelenggara..?

Aku pikir ini bukanlah kompetisi prestasi, tapi judi. Dimana orang bertaruh secara untung-untungan untuk mendapatkan hadiah. Kenapa MUI tak pernah mikir sisi ini dan mengeluarkan fatwa haram. Film tentang bencana yang mereka tak mau nonton saja dengan mudah diharamkan. Kenapa perjudian besar semacam ini tak tersentuh sama sekali.

Itu baru dari sisi material. Dari sisi moral, tidakkah orang tua berpikir bahwa dia sudah merusak moral anaknya dengan memaksanya menjadi dewasa sebelum waktunya. Walau hidup itu ada menang dan kalah, setidaknya  anak sudah bisa menilai kualitas pesaingnya. Bila dikalahkan oleh yang lebih bagus, anak mungkin lebih bisa menerima. Merasa kualitasnya lebih sip tapi kalah karena sms kurang, lebih sulit untuk membuat anak mengerti akan kekalahannya itu.

Aku tak habis pikir ada ibu yang sampai nangis dan sujud di lantai ketika anaknya lolos. Begitu banggakah sang ibu ketika anaknya berpeluang menjadi selebritis..? Apakah sang ibu tidak melihat bagaimana kehidupan sebagian besar selebritis kita..?

Narkoba, pergaulan bebas, kawin cerai, sepertinya sudah menjadi keharusan bagi kebanyakan mereka yang merasa dirinya selebritis. Apakah orang tua tak berpikir, bahwa memaksa anak menjadi bintang hiburan berarti ikut mendekatkan buah hatinya ke jurang kelam kaum jetset itu...?

Mungkin orang tua begitu yakin didikan mereka ke si anak akan mampu melindungi anak dari perbuatan tidak senonoh. Tapi jangan lupa, jaman sekarang lingkungan lebih dominan pengaruhnya terhadap seseorang. Tak jarang yang di rumah merupakan anak manis, begitu sampai di luar mereka berubah liar. Apalagi ketika anak melihat kehidupan kacaw sebagian besar selebritis sebagai hal yang lumrah. Sehingga terbersit dalam otaknya bahwa hidup seperti itu bukan hal yang aneh, karena mereka juga sudah merasa menjadi bagian dari dunia gemerlap itu.

KPAI juga payah. Pernikahan di bawah umur saja yang mereka gugat. Pemaksaan anak menjadi dewasa semacam ini tidak dianggap mengganggu keindahan masa anak-anak. Yang suka berkoar KDRT pun sepertinya cuek-cuek saja. Selalu membatasi KDRT sebagai kekerasan fisik yang dilakukan suami kepada istri. Kekerasan psikis terhadap anak yang terjadi di rumah tidak tersentuh.

Kapan kita bisa memulai menyelamatkan anak-anak kita..?

gambar dari google

0 comments:

Posting Komentar

Sebelum membaca jurnal ini mohon untuk membaca Disclaimer dari Blog Rawins. Memberikan komentar dianggap telah menyetujui Disclaimer tersebut. Terima kasih

© 2011 Rawin, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena